Chapter 135
“Apa
kamu sudah mengunci semua pintu dan jendela?”
“Aku
sudah melakukannya saat kau melihat, kan?”
Amane
mendengar Mahiru mengingatkan seperti guru di koridornya sendiri, dan tersenyum
kecut.
Mahiru
biasanya takan serewel ini, tapi dia mungkin mengingatkannya karena khawatir,
karena mereka takkan berada di rumah untuk waktu yang lama.
Mereka
beruda akan mengunjungi kampung halaman Amane selama dua minggu ke depan.
Mahiru khawatir jika ada yang sesuatu akan terjadi selama periode itu.
“Ya,
tapi aku bertanya untuk berjaga-jaga.”
“Benar,
benar. Kau tidak melupakan apapun, ‘kan? ”
“Tidak.
Aku sudah mengirimkan barang bawaan yang diperlukan, dan aku sudah memeriksa
barang-barang genggamku pagi ini. Aku telah mengunci pintu dan jendelaku, dan memeriksa
segala sesuatu mulai dari sampah hingga isi kulkas. Jadi jangan khawatir.”
“Terima
kasih sudah memeriksa sampai serinci itu.”
Hampir
tidak mungkin untuk membawa koper selama dua minggu, jadi mereka mengirim
barang bawaan melalui kurir, dan tidak menghilangkan apapun. Mahiru mampir
untuk membersihkan apartemen Amane, dan Ia benar-benar tidak bisa mengangkat
kepalanya ke arahnya.
Merasa
bersyukur karena Mahiru akan melihat detail kecil seperti itu, Amane mengambil
tas Mahiru dari tangannya, dan memegang telapak tangannya.
Mahitu
berkedip kaget, “Inilah yang aku suka darimu.” dan berkata dengan malu-malu,
sambil memegangi tangan Amane.
Kampung
halaman Amane berjarak satu jam perjalanan dengan menggunakan Shinkansen.
Mereka
duduk di kursi yang mereka pesan, mengobrol riang sambil menikmati pemandangan,
dan tak lama kemudian, kereta Shinkansen tiba di tempat tujuan.
Meski
baru setahun sejak terakhir kali Amane melihat pemkaungan di stasiun kereta,
tapi anehnya Ia merasa nostalgia. Di saat yang sama, Amane memegang tangan
Mahiru, dan pergi ke tempat bertemu yang sudah di sepakati.
“Jadi
ini kampung halamanmu, Amane-kun.”
“Ya.
Kita perlu naik kereta lagi, atau mobil. Kita masih belum sampai rumahku. ”
Shinkansen
hanyalah stasiun utama untuk mereka singgahi. Padahal, perjalanan tersebut akan
membutuhkan waktu yang lebih lama.
Shihoko,
yang punya waktu, akan menjadi orang yang menyambut Amane pulang, jadi Amane
menerima niat baik ibunya dengan senang hati. Bisa dikatakan bahwa dia punya
alasan sederhana untuk ingin bertemu Mahiru secepat mungkin.
Amane
berjalan menuju ke pilar besar dekat loket tiket, tempat kebanyakan orang akan
berkumpul, dan melihat ibunya dari jauh.
Rasanya
masih memalukan bagi mereka untuk berpegangan tangan di depan ibunya, jadi
Amane melepaskan tangannya. Mahiru tampak sedikit kecewa, jadi Amane buru-buru
menepuk punggungnya.
Aku belum memberitahu mereka kalau kita
berpacaran. Tolong maafkan aku.
Sudah
menjadi kebiasaan bagi mereka untuk berpegangan tangan, dan tanpa disadari mereka
akan selalu melakukannya. Amane harus mengingat ini di rumah lamanya.
Mahiru
tampak sedikit enggan, tapi langsung memahami begitu dia melihat Shihoko, dan
mendapatkan kembali ekspresinya yang biasa.
Shihoko
juga tampaknya telah memperhatikan keberadaan mereka; dia membuat senyum ceria
saat dia mendekat.
“Sudah
lama tidak bertemu, Shihoko-san.”
“Maa, Maa, Mahiru-chan, selamat datang!
Kamu benar-benar datang ke sini! ”
Nah, ibu selalu begitu. Amane tersenyum masam, karena hal pertama
yang Shihoko lakukan adalah menyapa Mahiru.
Mahiru
sedikit terkejut dengan keceriaan Shihoko karena mereka sudah lama tidak
bertemu, tapi dia menundukkan kepalanya dengan senyum dan gerakan anggun.
“Terima
kasih atas undangan anda. Sangat jarang mengadakan reuni keluarga, dan aku malah
mengganggu… ”
“Tidak,
tidak, tidak apa-apa, kamilah yang ingin melihatmu, Mahiru-chan! Kami
sebenarnya ingin bertemu denganmu saat liburan musim semi, tapi kami tidak bisa
mengatur waktu… ah, ada apa denganmu, Amane? ”
“Ibu
tidak mengatakan beberapa patah kata pun kepada anakmu sendiri?”
“Ohh,
selamat datang kembali Amane. Terima kasih sudah mengajak Mahiru-chan ya.”
“Ya
ya.”
Amane
tidak marah karena tahu kalau Ibunya sedang berckau, tapi saat Ia menjawab
singkat, Shihoko menepaknya, berkata “Kenapa kamu malah cemberut begitu. Tentu
saja aku senang melihatmu kembali, Amane?”
Seringai
ibunya membuat Amane kesal, tetapi itu sudah diduga.
Amane
melambaikan tangannya, dan mengamati sekelilingnya.
Ia
dengar kalau Ibunya akan menyambutnya kembali, tapi yang mengejutkan, Ayahnya
tidak hadir. Ayahnya juga seharusnya mengambil cuti, tapi Amane berasumsi bahwa
orang tuanya akan muncul.
“Di
mana ayah?”
“Shuuto-san
sedang membuat makan siang sekarang ~”
“Begitu
ya.”
Itu
masuk akal.
Shuuto
suka memasak dan melayani orang lain, jadi Ia mungkin menyiapkan berbagai macam
hal di rumah.
“Kau
beruntung Mahiru. Masakan ayah itu enak, lho.”
Ujar
Amane, tapi Ia tidak mengatakan, itu tidak lebih baik dari milikmu. Mahiru
juga menunjukkan senyum tipis.
“Begitu
rupanya. Aku akan menantikan itu.”
“Heh
heh. Nantikan hidangan keluarga kami.”
“Bu,
harusnya ibu yang memasak… meski masakan ayah lebih baik.”
“Hei,
tidak perlu bilang begitu juga kali.”
Dia
menggembungkan pipinya yang tampak tidak sesuai dengan usianya. Memang benar
bahwa masakan Shuuto lebih enak.
Shihoko
memasak pada hari kerja, dan Shuuto memasak pada akhir pekan. Shihoko lebih
berpengalaman, tapi Shuuto masih lebih baik dalam keterampilan.
Bukan
berarti buatan Ibunya tidak enak, tapi Amane merasa masakan Ayahnya jauh lebih baik
karena rasa. tentu saja, Ia berterima kasih pada mereka berdua karena setidaknya
ada seseorang yang memasak.
“Yah,
ini bukan pertama kalinya kamu tidak jujur, Amane. Ayo pulang sekarang. Kita
seharusnya bisa tiba pada siang hari jika kita pergi sekarang. Mobilnya disini.
Ayo pergi.”
Tidak ada gunanya berbicara terlalu banyak di
stasiun ini, ujar Shihoko
sembari melambai, dan berjalan menuju
pintu keluar stasiun. Amane melirik Mahiru.
“Ayo
pergi.”
“Iya.”
Mahiru
mengangguk sedikit, dan Amane memegangi pergelangan tangan Mahiru.
Mereka
tidak bisa bergandengan tangan, tapi setidaknya, Amane bisa membuat alasan
dengan mengatakan kalau tindakan ini untuk mencegah Mahiru tersesat.
Mahiru melebarkan matanya, dan menunjukkan senyum bahagia namun agak malu-malu saat dia bersandar ke arahnya. Amane juga sedikit malu saat dia perlahan mengikuti Shihoko.
Udh kyk mau ngenalin calon menantu ke ortu :v
BalasHapuseue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue eue
BalasHapuseueeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee
https://t.co/520rJfyTq7?YCF0Epmy
BalasHapusIbunya Amane
BalasHapusBe like:
Yeah calon mantu datang ^_^
^_^
BalasHapus