Otonari no Tenshi-sama Chapter 171 Bahasa Indonesia

Chapter 171

 

Setelah membeli kue untuk Chitose dan Mahiru, Amane kembali ke apartemennya, dan menemukan sebuah benda di dalam kotak surat di pintu masuk apartemen.

Sebuah surat anonim tercampur di antara pamflet iklan-iklan biasa.

“Kepada Amane Fujimiya” begitulah yang tertulis dalam tulisan tangan yang bagus di surat itu. Amane tidak tahu siapa yang mengirimkannya, Ia dengan santai membaliknya, dan meragukan matanya.

Nama pengirim ada di belakang.

Asahi Shiina.

… Ayah Mahiru?

Amane tahu bahwa ibu Mahiru bernama Sayo, dan bukan nama yang tertera di surat itu.

Dan juga, pria itu mungkin satu-satunya yang tahu tentang Amane.

Ia mungkin menyaksikan Mahiru menyambut Amane saat itu, dan penyelidikan sederhana akan menunjukkan betapa intim Amane dan Mahiru.

Namun, Amane tidak mengerti mengapa pria itu dengan sengaja mengirimkan surat kepadanya. Wajar saja kalau itu untuk disampaikan kepada putrinya sendiri, dan Amane tidak berpikir itu perlu untuk memberikannya kepada pacar putrinya.

Mahiru pernah bilang bahwa ayahnya tidak berperasaan terhadapnya, tapi jika itu masalahnya, Ia tidak akan mampir untuk mengamatinya.

Amane sama sekali tidak mengerti maksud ayahnya.

Terjebak dalam dilema, Amane memutuskan untuk kembali ke apartemennya dan membuka surat itu begitu Chitose pergi, jadi dia menyelipkannya ke dalam tasnya.

*****

“Sikapmu sedikit aneh setelah pulang ke apartemen. Apa terjadi sesuatu? ”

Chitose kembali ke rumahnya sendiri setelah menggerutu dan menyelesaikan sekitar 70% dari tugasnya, jadi Mahiru membungkuk untuk melihat Amane.

Amane bermaksud membuka surat itu begitu Mahiru pulang, tapi tampaknya Mahiru menyadari bahwa Ia telah menyembunyikan sesuatu darinya.

Namun, akan lebih tepat untuk mengatakan bahwa Amane tidak tahu apa yang tertulis di situ, daripada langsung mencoba bersembunyi darinya. Ia merasa lebih baik jika Mahiru tidak akan menyadarinya dengan mudah, tapi karena sudah curiga, mungkin akan lebih tepat jika dia tidak pernah menyembunyikan masalah ini sejak awal.

“Ah, erm, baiklah.”

“Hm… ah, bukannya aku harus tahu, jika kamu tidak ingin memberitahuku.”

Mahiru jelas-jelas menghormati pendapat Amane, dan Amane meletakkan kakinya di lantai, dan menatapnya.

“Bukannya aku tidak ingin memberitahumu ... tapi kamu mungkin tidak ingin mendengarkannya.”

“Apa yang aku tidak ingin… ah, begitu rupanya?”

Dia mungkin menyadari kalau hal tersebut melibatkan orang tuanya, dan menunjukkan senyum masam yang samar.

“Apa pria itu masih di dekat sini?”

“Tidak sama sekali… aku justru menerima surat.”

“Surat? Dari siapa?”

“... Namanya Asahi Shiina.”

“Itu nama ayahku.”

Mahiru mengangguk singkat, tidak terlihat gugup seperti yang dibayangkan Amane. Dia tampak lesu ketimbang terguncang, dan sedikit terkejut.

Namun, tatapan matanya terlihat sedikit lebih dingin, mungkin karena cara orang tuanya memperlakukannya.

“Ngomong-ngomong, aku penasaran kenapa Ia mengirim surat kepadamu, Amane-kun, dan bagaimana Ia tahu tentang hubungan kita, tapi itu tidak ada hubungannya denganku, aku yakin.”

“Kau tidak peduli tentang apa yang tertulis di surat?”

“Aku tidak tertarik untuk mengintip surat orang lain. Pengirimnya mungkin ayahku, tetapi penerimanya adalah kamu. ”

Amane merasa bahwa Ia sudah peduli padanya, memberikan jawaban yang tegas, dan dia justru mengkhawatirkannya.

Namun, tampaknya Mahiru lebih memilih untuk tidak terlibat, daripada menerima situasi tersebut.

Pandangan matanya sedikit tajam, dan tidak terlihat setenang biasanya. “Kamu boleh membacanya, apa aku harus menjauh sekarang?” Mahiru bertanya dengan nada dingin, dan Amane menggelengkan kepalanya dengan ekspresi masam.

“Hm… baiklah, kuharap kau tetap di sisiku. Aku tidak keberatan jika kau tidak menyukai ide ini, tapi aku agak gugup membaca surat dari orang tua pacarku.”

“Kalau begitu aku akan tetap di sini ... terserah kamu untuk memutuskan apakah akan membacakan isi surat itu untukku.”

Mahiru mulai membaca buku teks di atas meja. Amane menghela nafas, dan melihat surat dari tas di sebelahnya.

Surat itu disegel dengan sangat rapat. Ia membukanya dengan hati-hati, dan membaca isinya.

Sederhananya, si pengirim ingin bertemu Amane secara langsung untuk mengobrol, dan menyertakan kontaknya.

… Kenapa aku? Apa Ia tidak akan memeriksa keadaan Mahiru?

Amane tidak tahu mengapa dirinya, seseorang yang sama sekali tidak berhubungan, justru yang diundang.

“… Sepertinya Ia ingin bertemu denganku.”

“Bukan putrinya sendiri, tapi kamu, Amane-kun? Begitu ya.”

Suara Mahiru menjadi lebih dingin, dan Amane secara naluriah mengelus kepala Mahiru, yang merasa geli dan menyipitkan matanya.

“Tidak, aku sma sekali tidak marah ... aku hanya tidak mengerti apa yang dia maksud, mengapa Ia ingin bertemu denganmu.”

“… Kurasa itu karena ada seorang cowok yang mendekati putrinya.”

“Itu mustahil. Kenapa Ia bertanya sekarang mengingat Ia mengabaikanku selama ini. ”

“… Bagaimana aku harus menangani ini?”

“Aku tidak akan menghentikanmu untuk bertemu dengannya.”

Tampaknya Mahiru benar-benar bermaksud menyerahkannya pada Amane, karena jawabannya sangat ambigu.

“Ah, tapi menurutku kamu tidak perlu khawatir. Ia adalah orang yang gagal sebagai ayah, tapi Ia bukanlah seseorang yang mengancam orang lain… Aku seharusnya tidak mengatakan ini sebagai seseorang yang tidak memahami ayahku sendiri. ”

“... Mahiru.”

“Aku tidak tahu apa yang dia rencanakan, tapi tenang saja, Ia bukan tipe orang yang melukai orang lain. Kamu bebas untuk bertemu dengannya, Amane-kun. ”

Ucap Mahiru, dan bersandar pada Amane. “Begitu ya.” Amane dengan lembut bergumam, dan melihat surat itu lagi.


Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya

close

5 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

  1. Hoho, kira2 apa yang akan terjadi ya~

    BalasHapus
  2. Waduh konflik lagi mari kita lihat

    BalasHapus
  3. Apakah ada konflik besar kek ortu tai yang gamau ngrawat anaknya tapi gapengen anaknya "diambil":v

    BalasHapus
  4. Mungkin ada drama setelah ini

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama