Chapter 174
Pagi hari pada awal semester baru, dan begitu Amane
bangun, Ia secara naluriah melihat ke samping, tidak menemukan siapa pun di
sampingnya, dan merasa kecewa.
Mahiru bermaksud untuk menginap, tapi mungkin kewalahan
dengan apa yang Amane katakan, karena dia segera pulang setelah makan malam.
Amane tidak bermaksud untuk bertindak, tapi Ia khawatir
dengan apa yang Ia katakan.
Aku tidak membenci ini, tetapi aku harus
kembali dan menenangkan diri. Itulah yang
Mahiru katakan ketika dia bangkit dari kursi dan pergi, dan Amane hanya
melihatnya, mengingat Ia menyadari bahwa Ia mencapai tujuannya untuk
menghiburnya dan menenangkan kegelisahannya.
Aku pasti akan dengan senang hati memeluk
tubuh kecilnya untuk tidur , begitu pikir Amane
saat bangun, berganti baju, lalu mendengar pintu berderit terbuka.
Hari ini adalah hari pertama sekolah setelah liburan
musim panas, dan Mahiru muncul lebih awal dari biasanya.
Amane mengganti seragamnya, keluar dari kamarnya, dan
melihat Mahiru berdiri di pintu masuk dapur, sedang mengenakan celemek.
“Ah… se-selamat pagi.”
Mahiru menyapa agak gugup, dan Amane mencibir.
Jelas sekali bahwa dia masih kepikiran.
“Pagi juga. Tidurmu nyenyak? ”
“…Lumayan. Aku terganggu karena kamu, Amane-kun.”
“Apa kau membeninya?”
“… Tolong jangan tanya aku jadi kalau kamu sudah tahu.”
Mahiru tersipu saat dia menampar Amane dengan tangannya
yang bersarung tangan, dan Amane mulai tertawa tanpa sedikitpun hati nurani,
menuju ke kamar kecil, dan merapikan dirinya.
“… Kenapa kamu menatapku terus?”
“Yah, menurutku karena kau sangat menggemaskan saat
merasa malu-malu begitu.”
“Aku pikir itu sisi burukmu karena terus menggodaku.”
“Tidak apa-apa jika itu kau, Mahiru.”
Mahiru tetap tersipu malu di meja makan. Amane
menatapnya, dan dia mulai cemberut sedikit… atau lebih tepatnya, tindakan yang
disengaja untuk menyembunyikan rasa malunya.
Dia masih mengingat peristiwa yang terjadi pada hari
kemarin, “baka”. dan bergumam
sebelum memakan telur dadar. Dia mencela Amane, tapi itu terdengar sangat
menggemaskan.
Bibir yang sedikit mengerucut itu mungkin karena sikap
Amane.
Mahiru sedang jengkel, tapi dia tetap elegan dalam cara
dia memakan sarapan, yang mana terlihat menghibur. Amane menatapnya dengan
lembut, dan Mahiru sepertinya menyadarinya saat dia menatapnya dengan enggan.
“…Apa?”
“Bukan apa-apa. Aku hanya merasa diberkati karena
bisa menyantap sarapan enak bersamamu.”
“… Aku juga merasa diberkati, tapi kamu sengaja
mengatakannya sekarang, bukan?”
“Kau sudah tahu sendiri.”
Ujar Amane sambil menyeringai, dan Mahiru dengan lembut
menendang kakinya di bawah meja. Amane berhenti menggodanya saat Mahiru
terus makan dengan tampilan malu-malu, dan melanjutkan sarapannya.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya
Masihh pagi lohhh :)
BalasHapusMsh pagi dh kayak gini, gw kasihan sama temen sekelasnya nanti:)
BalasHapusLangsung meninggal bos temen-temennya ntar gegara diabetes
BalasHapusMantap pagi-pagi dah uwu"an
BalasHapus