Chapter 175
“Tidak ada yang kelupaan , ‘kan?”
Amane merapikan pakaiannya lagi setelah sarapan, dan
hendak keluar saat Mahiru memanggilnya.
Amane mungkin tidak melupakan apapun, karena Ia sudah
mempersiapkan semuanya sebelumnya.
Mereka akan mengahdiri sekolah selama setengah hari,
tidak perlu membawa buku teks, dan mungkin hanya sepatu dalam ruangan, alat
tulis, tugas, dan beberapa formulir untuk diserahkan. Amane memasukkan
semuanya ke dalam tas, memeriksanya, dan seharusnya tidak ada masalah.
“Kurasa tidak.”
“Benarkah?"
“Kenapa kau tidak mempercayaiku sama sekali?”
“… Apa kamu tidak melupakan ini?”
Kata Mahiru, terlihat agak tercengang. Dia
menunjukkan dasi sekolah yang ditentukan, yang menurut Amane terlalu pengap
untuk dikenakan, dan berniat melakukannya nanti.
Ahhh, ujar
Amane tanpa berpikir, dan mendengar Mahiru menghela nafas.
“Kamu akan mengikuti upacara semester baru. Kamu harus
memperhatikan penampilanmu.”
Mahiru menggerutu saat dia bersiap untuk memasang dasi
pada Amane, yang dengan aneh meminta maaf saat dia membungkuk.
Amane akan mengenakan dasinya setiap hari sebelum liburan
musim panas, dan bisa melakukannya sendiri, tapi Ia tidak berniat untuk menolak
bantuannya ketika Mahiru ingin melakukannya.
Mahiru mengenakan dasinya dengan ekspresi muram, dan
Amane tersenyum.
… Dia akan tersipu malu lagi setelah dia
menyadari apa yang sudah dia lakukan.
Mahiru mengambil inisiatif untuk bertingkah seperti
pengantin baru, dan Amane merasa senang.
Amane sangat bersyukur bahwa dia bersedia melakukannya, menunjukkan
perhatian padanya, dan benar-benar melakukannya secara alami. Yang paling
membuat Amane senang adalah Ia bisa melihat Mahiru tampak malu begitu dia
menyadari apa yang sedang dia lakukan.
Ia melihatnya dengan penuh semangat mengenakan dasi untuk,
dan Mahiru mungkin memperhatikan ada sesuatu yang salah pada ekspresi Amane,
karena dia menatapnya dengan ragu.
“…Ada apa?”
“Tidak, bukan apa-apa. Cuma berpikir kalau kau sangat
manis, Mahiru.”
“Sepertinya kamu berasumsi bahwa kau bisa menggertakku
dengan memanggilku manis.”
“Tidak, tapi memang kenyataan kalau kau manis.”
“… Biarpun kamu terus berkata begitu… yah, tidak masalah
jika itu hanya ditujukan kepadaku.”
Mahiru berkata dengan agak antusias, dan dengan cepat
mengunci dasinya. Amane mengendalikan senyumnya, dan tidak bermaksud untuk
terus menggodanya lagi.
Sebaliknya, Amane menepuk kepala Mahiru, dan memegangi
tangannya.
“Ayo pergi.”
“… Rasanya aku telah dikibuli sekali lagi.”
“Kau terlalu memikirkannya.”
Amane berlagak bodoh, menyandang tasnya, mengambil tas
Mahiru, dan pergi ke pintu.
Mahiru ingin membawanya sendiri, tapi Amane tidak bisa
menyerahkan segalanya padanya. Dia mungkin benar-benar mengkaulkannya
sepenuhnya jika dia tidak bisa melakukan ini setidaknya.
Amane tidak menunjukkan niat untuk bergerak, dan pipi
Mahiru mengendur saat dia terlihat senang, sebelum dia dengan lembut
menyandarkan kepalanya ke sisi Amane.
“Ada apa?”
“…Bukan apa-apa.”
“Rasanya tidak seperti itu buatku.”
“Karena kamu mengatakan itu bukan apa-apa, itu sama juga bagiku.”
“Kau membuatku sulit untuk bertanya. Ah terserah,
bukan apa-apa, oke? ”
Amane terkekeh, memakai sepatunya di pintu, dan
meninggalkan apartemen bersama Mahiru.
“Aku berangkat.”
Amane bergumam pada dirinya sendiri, dan Mahiru menatap
Amane untuk beberapa saat, sebelum menirunya, “Aku berangkat.”
Wajah Amane menjadi santai dalam kegembiraan saat
diam-diam mencatut pada dirinya sendiri bahwa ini adalah tempat dimana Mahiru
akan pulang, dan Mahiru tidak bertanya lebih jauh.
Alasannya adalah karena wajah Mahiru sendiri sedikit
memerah, sambil tersenyum. Tidak mungkin dia bisa cuek tentang Amane pada
saat ini.
Jadi, Amane memegang tangan Mahiru yang bahagia, dan digenggam erat oleh Mahiru.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya
Lanjut min..
BalasHapusManisss sekali
BalasHapusBanyak kali kadar gula ni chapter
BalasHapusMenuju medan perang
BalasHapus