Memori 2 - Pengkhianatan dan Manga serta Diriku
—Ada sesuatu yang aneh.
Rasa tidak nyaman ini membuat
hatiku gundah begitu aku bertemu Koori.
“Senpai, selamat pagi~!”
Tentu, senyum yang dia
tunjukkan padaku sangat imut seperti biasanya. Sedemikian rupa sehingga aku
kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya.
“Cuaca hari ini sangat bagus ya~
Itu membuatku ingin keluar jalan-jalan!”
“... Mau pergi ke suatu
tempat?”
“Ahaha, langsung ngajak bolos!
Kamu benar-benar yang terbaik, Senpai! ”
Koori mengangkat ibu jarinya
dengan tawa menderu, membuatku merasa bahagia. Ini sama seperti biasa juga.
“Maunya sih gitu, tapi aku ada
kuis bahasa Inggris hari ini, jadi aku tidak bisa ... Kenapa aku jadi terlalu
rajin ...”
Saat dia mengangguk, rambutnya
sedikit bergetar ke atas dan ke bawah, aroma wangi yang dipancarkannya
menggelitik hidungku. Ekspresinya yang menggoda dan bercanda itu sangat menarik.
“... Ngomong-ngomong, aku mengharapkan
balasan yang 'Kamu biasanya malas, jadi
mana mungkin bisa rajin begitu', oke?”
“…Begitu ya…”
“Pfft ... Begitu ya, Ia bilang
...haha…”
Pemandangan Koori yang berusaha
menahan tawanya dipenuhi energi terlihat seperti biasa. Itu sama seperti biasanya.
Tidak ada yang berubah, tapi ...
“………”
Sesuatu ... ada sesuatu yang
tidak beres.
“Hm? Senpai, ada apa? ” Koori yang
memiringkan kepalanya saat bertanya padaku itu terlalu imut.
Dia terlihat imut, tapi ... “Ada sesuatu yang tidak beres. Apa ada yang
terjadi?” Aku berpikir untuk bertanya padanya, tapi mengurungkan niatku.
“………Bukan apa-apa.”
“Ehh? Yang bener? Ahh, apa
jangan-jangan Senpai terpesona oleh wajahku ~? Cuma bercanda, kok~.”
“Bukan itu.”
“... A-aku tahu itu, ahahaha ~
?!”
“Aku tidak hanya terpesona oleh
wajahmu, Koori. Kakimu yang ramping, dada, leher, dan bahu, lengan, bahkan
ujung jarimu ... Segala sesuatu tentang dirimu hmembuatku terpikat ... Tentu saja,
termasuk wajahmu, tapi bukan itu saja yang ... Koori?”
Tiba-tiba Koori berhenti dberjalan,
lalu berjongkok. Aku akan menggunakan 'Star
Tame' untuk mencari tahu potensi bahaya dalam radius 500 meter di sekitar
kita—
Tidak,
aku tidak boleh.
'Star
Tame' mungkin tidak menggunakan kekuatan sihir, jadi itu tidak
sepenuhnya memenuhi syarat sebagai sihir, tapi Koori sebelumnya menyatakan “Ini
hampir sama, kurasa ~”, jadi aku tidak bisa menggunakannya. Jika Koori
mengatakan demikian, maka teknik ilahi dan sihir adalah hal yang serupa. Dan aku
tidak diizinkan menggunakan sihir. Pertama-tama, aku harus mengkonfirmasi
keadaan Koori.
“Koori, apa kau—”
“Aku ... aku baik-baik saja,
jadi jangan menatap wajahku!”
“Tapi…”
“Ini salah Senpai, tahu!”
“Salahku?”
“Tuh ‘kan ... Kamu bahkan tidak
menyadarinya! Kalau dipikir-pikir lagi, Senpai selalu ... selalu ...”
Tiba-tiba Koori memiliki pandangan
yang jauh di matanya, ketika dia melihat kembali ke arahku, air matanya mulai
mengalir — lalu dia menggelengkan
kepalanya.
“Fiuh ... Sekarang aku jadi
mengingatnya ...”
Suasana di sekitar Koori
tiba-tiba berubah.
…Apa yang kau ingat?”
“Ah, bu-bukan apa-apa, kok.”
Seperti yang sudah aku duga,
ada sesuatu yang aneh. Tapi—
“Ayo Senpai, ayo berangkat ke
sekolah! Kita mungkin akan telat kalau begini terus! ”
Koori dengan cepat berdiri
lagi, sambil menyeka air matanya. Ini membuatku tidak bisa berkata apa-apa lagi
... Yah, hari ini baru saja dimulai. Masih ada kesempatan lain bagiku untuk
mengatasi rasa tidak nyaman yang aku rasakan ini.
ghghghgh
“Senpai, ayo pulang ~”
Pada saat jam pelajaran
terakhir berakhir, Koori dengan cepat memanggilku, tapi ketimbang merasa senang
bisa pulang bersamanya, aku merasa panik. Lagi pula, aku tidak bisa
menyelesaikan misteri ini sampai akhir. Tentu saja, aku sudah mencapai tingkat
kemajuan tertentu.
Selama jam pelajaran, dia akan
menjatuhkan pandangannya pada buku catatannya, menulis dengan pena. Saat dipanggil
oleh guru, dia akan memberikan jawaban setelah berpikir sejenak.
Selama istirahat, dia akan
mengobrol dengan orang-orang di sekitarnya. Di atas semua itu, senyum yang dia
berikan kepadaku saat kami pindah ruang kelas ... Semakin aku memikirkannya kembali,
Koori terlihat lebih imut buatku.
... Tunggu, bukan itu.
Sebagai hasil dari pengamatan
cermatku terhadap Koori, aku sampai pada kesimpulan bahwa dia mengeluarkan aura
aneh 'Kesendirian' dan 'Kesedihan'. Jelas sekali bahwa Koori merasa seperti ini
terhadap 'sesuatu'. Tapi, apa sebenarnya 'sesuatu' ini?
Aku punya banyak kesempatan
untuk bertanya padanya. Tapi, aku tidak bisa bertanya rinciannya. Karena ada
kemungkinan kalau 'sesuatu' ini
berhubungan denganku dalam artian manapun ... Tidak, itu terdengar lebih
positif daripada yang sebenarnya. Dari apa yang aku lihat dan kalkulasikan, tak
bisa dipungkiri kalau sesuatu itu
sangat berhubungan dengan u. Dan jika memang begitu—
“Jadi, awalnya aku tidak tahu,
tapi ketika aku melihatnya lebih dekat, itu pasti kucing, dan — Senpai ?! Eh,
eh, eh ?! Apa yang terjadi?!”
“…Apa maksudmu?”
“Maksudku ... Eh?” Koori
mendekatkan wajahnya, menatap wajahku. “…Hmmm? Sepertinya kamu hampir menangis
tadi ... ”
“Menangis…? Aku…?”
Selama masa dua puluh tahun
yang aku habiskan di dunia yang berbeda, tidak peduli seberapa keras atau sulit
situasinya, aku tidak pernah meneteskan air mata sedikitpun. Satu-satunya saat
aku merasa putus asa yang bisa membuatku hampir menangis adalah ketika aku
berpikir kalau aku takkan pernah bisa bertemu Koori lagi. Tapi, satu-satunya
hal yang bisa membuatku putus asa dari kehidupan penuh kebahagiaan yang
kumiliki ini, bisa menikmati hari-hariku sebagai kekasih Koori, adalah ...
“Begitu ya ... mungkin itu ...”
“Eh! Jadi kamu benar-benar
menangis ?! Kenapa?!?!” Koori bertanya dengan panik.
“…Karena kau…”
“A-Aku?”
“………”
Aku merasa sedih, tidak mampu
mengungkapkan isi pikiranku. Tapi, meski begitu, melanjutkan lebih jauh terlalu
sulit.
“…Bukan apa-apa.”
“Hah?! Tidak, jangan bulang
bukan apa-apa?! Itu pasti bohong, kan ?!”
Tentu saja, Koori benar sekali.
Hanya dengan memberitahunya, dan meminta maaf kalau-kalau itu yang terjadi,
adalah situasi yang paling menguntungkan, namun.
“………Maaf.”
Kejadian ini memberi aku rasa
takut yang lebih buruk daripada apa pun yang pernah aku alami di dunia lain.
Rasa takut kemungkinan ditolak dan dibuang oleh Koori membuat tubuhku membeku
dan merenggut kata-kata aku. Tentu saja, ini cuma dugaan sementara dariku, dan aku
mungkin tidak akan pernah tahu sampai aku secara pribadi bertanya kepadanya.
Aku belum merasakan ketidakberdayaan ini sejak aku tiba di dunia lain pertama
dari banyak— [Atophia]. Tidak, bahkan saat itu tidak sebanding dengan situasi
ini.
“Um……”
Mendengar Koori memanggilku,
tubuhku tersentak kaget. Rasanya seperti berhadapan dengan 'Eternity Blaze' dari Arc Dragon di [Stero'Un]. Dan, kata-kata yang
keluar dari mulutnya—
“Apa aku ….. melakukan
sesuatu?”
Aku tidak akan pernah menduga
perkembangan ini. Bila dilihat lebih dekat, senyum Koori yang biasa telah
lenyap sepenuhnya, dan digantikan dengan air mata membumbung di sudut matanya.
“-Tidak!! Kamu tidak melakukan
apa-apa! Ini adalah salahku!!”
“…………Hah?”
Meski aku terus beralasan, tidak
ada dosa yang lebih besar bagiku selain membuat Koori sedih.
“Maaf ... Ini semua salahku.
Aku ingin menebusnya bagaimanapun juga, dan itu sebabnya— ”
“Hmm ??? Tunggu, maaf, tapi aku
tidak bisa mengerti sama sekali apa yang Senpai maksud ...? ”
“Alasan mengapa kau terlihat
sangat sedih sepanjang hari.”
Mata Koori terbuka lebar.
“Kamu menyadarinya ?!”
“…Tentu saja.”
“Sejak kapan?!”
“Aku merasa tidak nyaman saat
kita bertemu.”
“Jadi sudah dari pagi ini ...!
Ehhh, aku berusaha sangat keras sehingga tidak ada yang tahu, dan kupikir itu
berhasil ... Kamu terlalu peka, Senpai!”
“Aku tidak butuh panca indera
yang tidak menangkap perubahan tentangmu, Koori.”
Meski itu seharusnya sudah
jelas, Koori masih memiliki ekspresi yang sedikit terkejut di wajahnya.
“Ahhh ... Lantas, bagaimana
dengan bagian dari semua itu menjadi kesalahanmu?”
“... Persis seperti yang aku
katakan. Alasan kamu merasa sedih dan kesepian ... adalah aku.”
“Hm? Eh? Padahal bukan itu,
kok.”
“……Eh?”
“Itu bukan salahmu, Senpai?”
“Tapi ... Tapi, setiap kali kau
menatapku rasanya seperti ...”
“Ah ... Yah, bukan berarti ada
hubungannya secara langsung denganmu ...”
“Aku juga berpikir begitu ...”
“Wah, ekspresi macam apa itu!
Ahhh, aku mengerti, itu sebabnya kamu terlihat akan menangis ... Bukan itu yang
aku maksud dengan itu, oke ?! Um ... yah ...”
Meski aku seharusnya tidak
memikirkan ini dalam situasi yang begitu mengerikan, gerakan Koori yang melambaikan
tangannya dalam kepanikan sungguh imut sekali.
“Sejujurnya, itu karena manga!”
“... Manga ...?”
Manga. Sebuah komik.
“Mari kita lihat ... ada manga
yang sangat kusukai baru-baru ini, dan ada karakter kesukaanku ...”
“Kesukaanmu ...?”
“Pada dasarnya, salah satu
karakter favoritku dalam seri manga itu. Dan, yah ... karakter ini ...”
Tiba-tiba Koori menjadi pendiam,
sepertinya dia ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
“Ka-Karakter ini ... menyerupai
Senpai.”
“Aku?”
“Cu-Cuma sedikit, oke! Seperti
penampilannya, suasananya, sesuatu seperti itu ... tapi tidak lebih! ”
“O-Oke ...”
Aku tidak mengerti alasan mengapa
dia terlihat putus asa menggambarkannya, tapi jika dia mengatakan begitu ...
Berpikir sejenak, Koori melanjutkan dengan wajah merah cerah, suaranya agak
gagap.
“Dan, karakter ini ...
dikhianati ... dan pada akhirnya mati ...”
“Itu ...”
“Tidak, aku tahu, oke! Kalau
itu hanya karakter dalam manga ... Tapi ... yah ... Ia terlihat sangat mirip
dengan Senpai ...”
Supaya tidak membuat Koori
lebih menderita dari ini, aku—
“Koori.”
“A-Ahaha, sungguh, aku ini
ngomong apaan sih ... Aku sendiri terkejut ~”
“Koori.”
Aku mendekatinya, menatap
langsung ke matanya.
“... Yha…”
“Aku tidak akan
mengkhianatimu.”
“—!”
“Aku bersumpah. Tidak peduli
apapun yang terjadi, aku takkan mengkhianatimu.”
Aku tidak peduli jika aku harus
merapalkan sihir 'Cross' pada ini.
Tidak peduli apapun situasinya, aku tidak akan mengkhianati Koori. Itu adalah
sesuatu yang bisa aku katakan dengan penuh percaya diri.
“... Um ... Senpai ... Aku
tidak keberatan sama sekali, tapi ... di sini ...?”
“…di sini?”
Koori mulai mengamati area sekelilingnya
karena suatu alasan tanpa sepengetahuanku, membuatku sadar apa yang sedang
terjadi. Di tengah panasnya momen tersebut, aku kebetulan meraih pundak Koori.
Bahkan lebih dari itu, aku mendekatkan wajahku ke wajah Koori—
“...! Ma-Maaf.”
"... T-Tidak, itu ...
baik-baik saja ... Aku hanya berpikir kalau ada orang lain yang mungkin melihat
kita di sini ... tapi, jika kau mau, lalu ...”
Koori mulai memilih-milih
kata-katanya, yang mana membuatku tidak memahami apa yang ingin dia sampaikan.
“...? Maaf, apa kau bisa
mengulanginya, tapi kali ini sedikit lebih keras? ”
“~~~! Pokoknya, aku hanya
berpikir kalau karakter itu terlihat agak mirip dengan Senpai, jadi kamu tidak
salah apa-apa! Itulah yang aku ingin kaum ketahui! ” Koori mengangkat jari
telunjuknya saat dia menjelaskan, membiarkanku menarik napas lega.
“Begitu ya ... Syukurlah ...”
“Uu ... wajah itu ... membuatku
ingat ... Ahhh kenapa ... Ugh, aku melakukannya lagi! Maafkan aku!”
“... Tidak, tidak apa-apa.”
Sebaliknya, ini sangat
membantu.
“Dan juga, aku mengerti
perasaanmu, Koori.”
“Eh.”
“Sesuatu yang serupa terjadi di
sisi lain — di dunia sana.”
“Eh ?! Ja-Jangan bilang,
kawanmu mati— ”
“Rasa dikhianati benar-benar merupakan
kejutan besar bagiku.”
“Ah, begitu ... Tunggu, aku
jadi ingin mendengar tentang hal itu! Apa yang terjadi?!"
“………”
“Ini jelas sekali pola dimana 'akan lebih cepat kalau aku menunjukkannya
kepadamu', kan ?!”
“Koori memang hebat.”
“Tidak, semua orang pasti akan
sampai pada kesimpulan itu ... Ah, tunggu sebentar! Aku harus mempersiapkan
diri secara mental!” Ujarnya, saat dia mulai mengambil napas dalam-dalam.
Untuk beberapa alasan, dia
tampak lebih ceria dari biasanya ... Tidak, bukan hanya karena suatu alasan.
Mencari tahu mengapa Koori merasa sedih, dan mengetahui bahwa itu bukan
salahku, aku merasa lega. Itu secara terbuka mengubah cara pandaku melihat
dunia. Itu adalah sesuatu yang aku alami berulang kali di dunia lain. Dan,
bahkan lebih dari itu — itu karena aku bisa melihat senyum Koori lagi. Dengan
ini saja, aku dipenuhi dengan kebahagiaan yang tak ada habisnya.
“Fiuh, teteap saja, aku merasa
sangat lega ~”
“Lega?”
“Maksudku ... Melihat wajah
Senpai sebelumnya, aku bingung apa aku melakukan sesuatu yang salah ... dan aku
merasa lega karena bukan itu yang terjadi.”
“…”
Koori memikirkanku. Dalam pandangan seperti itu.
“Y-yah, kamu tahu! Itu hanya
sesuatu yang aku pikirkan dengan egois, jadi Senpai tidak harus— ”
“Terima kasih.”
“Ya, kamu tidak perlu — Hah ?!
Kenapa kamu malah berterima kasih padaku ?! ” Ekspresi Koori berubah lagi, itu sunguuh
menggemaskan.
“Mengetahui kalau kau
memikirkanku seperti ini ... membuatku benar-benar bahagia.”
Itulah yang kurasakan dari
lubuk hatiku. Tiba-tiba, Koori menundukkan wajahnya ke bawah, tetap seperti itu
dalam waktu sesaat.
“Koori?”
“... Um ... kamu tahu ... aku
mungkin menyukaimu ... lebih ... dari apa yang ... kamu mungkin ... pikir ...
dan ...” Dia mengangkat kepalanya, dan tatapan mata kami bertemu. “Tidak, bukan
apa-apa!” Dia dengan panik mengalihkan pandangannya lagi.
“...? Apakah begitu?”
“Da-Daripada itu, katakan
padaku tentang saat kamu dikhianati!”
“Aku tidak keberatan, tapi ...
apa kamu sudah siap secara mental?”
“Aku baik-baik saja ... Itu mengingatkanku,
manga yang kubaca sesuatu yang mirip dengan yang itu.”
Apa yang dimaksud Koori mungkin
merujuk pada 'Experiens'.
“Aku ingin mendengar tentang
itu.”
“Ah, itu manga yang berbeda
dari manga dengan karakter yang aku sebutkan tadi, tapi aku akan dengan senang
hati memberikannya kepadamu. Haruskah aku memberimu karakter yang mirip juga ?!
”
“Manga, ya ...”
Jenis hiburan yang menyampaikan
cerita dengan gambar. Sekarang aku memikirkannya, tidak peduli dunia apa yang aku
kunjungi, mereka tidak pernah memiliki sesuatu yang mirip seperti itu.
“Ah ... Senpai tidak suka manga
...?”
“Tidak, aku jadi sedikit
tertarik, jadi izinkan aku meminjam beberapa manga punyamu.”
“Ohh, yay!”
“... Yay?”
“Maksudku, aku senang bahwa ada
kesempatan dimana kita bisa menikmati hal yang sama. Aku ingin membacanya dan
membahasnya bersama Senpai ... ehehe ~ ”Koori tersenyum malu-malu, jadi aku
secara refleks menimpali.
“Aku juga sama. Aku ingin berbagi
banyak pengalaman denganmu.”
Bahkan jika itu adalah sesuatu
yang menyedihkan. Itulah yang akan menantiku sekarang, setelah harapanku
dikabulkan untuk dipersatukan kembali dengan Koori. Tidak hanya bersamanya, tapi
mengalami segala macam hal bersamanya pula. Aku yakin akan ada hal dimana kita
saling berbeda pendapat. Tapi, bukannya takut, aku menyambut al tersebut,
karena aku ingin tahu lebih banyak tentang Koori.
“Tolong jaga aku dengan baik
mulai sekarang, Koori.”
“Aha, Senpai ini ngomong apa
sih?” Koori tertawa terbahak-bahak. “Aku juga sama, Senpai!”
Dengan kata-kata ini, dia
memberiku senyum lebarnya hari ini.
____________________________________________________
Cerita
Tambahan
“Haaa ... itu benar-benar
mengejutkanku ...”
Setelah memasuki kamarku, aku langsung
meletakkan tasku di dekat meja. Saat aku sibuk melepas pakaianku, aku ingat apa
yang baru saja aku lihat ... atau lebih tepatnya, pengalaman? Bagaimana pun
juga, pemandangan dari dunia yang berbeda itu.
“Kamu pikir dia laki-laki, tapi
kenyataannya dia perempuan, katanya ... Dari awal dia memang perempuan!”
Tidak pernah dalam hidupku aku
harus menahan tsukkomi seperti itu
... Senpai menyebutkan bwhaa itu adalah pengkhianatan dalam arti yang
sebenarnya ... dan mengenal sifatnya, aku bisa mengerti mengapa. Mana mungkin
Senpai bisa menebak. Mungkin itu sebabnya gadis itu — Luris-chan —
mengungkapkannya sendiri. Belum lagi Luris-chan benar-benar naksir Senpai juga!
Awalnya tidak begitu jelas,
tapi jelas menyakitkan menjelang akhir. Aku kira masuk akal kalau kamu akan
terpikat pesona Senpai setelah menghabiskan waktu bersamanya ... Hm, sebagai
pacarnya, tentu saja aku tahu itu ...
“... Pfft, sebagai pacarnya
...”
Gawat, aku jadi cengar-cengir
sendiri lagi. Sudah cukup lama sejak kami mulai berpacaran, namun aku selalu
tersipu ketika aku menganggap diriku sebagai pacarnya. Yah, mau bagaimana lagi
~ Aku tidak pernah membayangkan kalau hal seperti ini akan terjadi pada hari
Senpai jatuh koma ... Memiliki pacar yang populer adalah sesuatu yang akan
membuat seorang cewek senang, tapi ...
“Ahhhh ... aku ini lagi mikirin
apa sih!” Aku melompat ke atas tempat tidur, mendepak kaki ke atas dan ke
bawah.
Aku tahu. Aku sadar hal itu.
Apakah aku serius? Yah, rupanya aku ... Tapi, aku masih tidak bisa menahan diri
untuk tidak cengengesan ... Aku hanya tidak bisa!
“... Haa, ini keterlaluan.”
Sudah cukup. Lihat, riasanku
jadi menempel di bantal ... Ah, ada manga yang aku baca kemarin ... Ya,
karakter ini benar-benar mirip dengan Senpai. Padahal, aku memberi tahu
teman-temanku tentang hal itu, tapi mereka semua malah menertawakanku, dan
mengejek kalau mereka berdua sama sekali tidak mirip ...
“... Aku benar-benar ingin
menunjukkan ini pada Senpai.”
Aku ingin tahu apa yang akan
terjadi jika dia membacanya? Hmmmm ………
“Tunggu sebentar, aku tidak
bisa membayangkan itu sama sekali ?! Ahaha! “
Apa itu mungkin ?! Tapi tunggu
dulu, aku pernah melihatnya membaca buku paket di sekolah ... Eh, aku belum
pernah, ‘kan? Oh astaga, sekarang aku benar-benar ingin Ia mencoba membaca manga.
Tapi, apa ini benar-benar baik
untuk pemula seperti Senpai ...?
Jika bisa, aku ingin Ia
tertarik pada seluruh genre manga, jadi mungkin sesuatu yang lebih mudah akan
lebih bagus? Yah, aku pikir ini seharusnya agak mudah dibaca ... Meski ada scene pengkhianatan di sana ... Ah, bukannya
aku sudah memberi spoiler padanya?
“Mungkin aku harus memilih manga
yang akan memberikan reaksi lebih menarik pada Senpai ...”
Ah, aku tahu!
“Aku tinggal meminjamkan dia
manga ecchi!”
Setelah membaca itu, Senpai
akan merasa kegirangan, dan kemudian — pikirku, tapi begitu aku mengambil manga
seperti itu, aku barus sadar.
“Tunggu ... wajah apa yang
harus aku buat ketika meminjamkannya manga seperti ini?”
……… Ya, tidak terjadi ... Juga, bukannya aku terlalu jauh dengan semua monolog baru-baru ini? Ngomong-ngomong, aku akan meminjamkannya yang barusan kuceritakan padanya.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya