Chapter 15 —
Gadis SMA dan Penyerangan
Aku benar-benar ingin terhindar
dari hal-hal seperti demam flu di luar musim …….
Tidak, kali ini Kanon kena
demam juga….
Aku menekan tombol keyboard di komputerku lebih cepat dari
biasanya karena dipenuhi dengan
keinginan untuk berteriak.
Mana mungkin aku bisa
meramalkan kalau empat orang akan cuti sakit ...
Berkat itu, pekerjaan departemen
akuntansi lebih menumpuk dari biasanya.
Semuanya takkan seburuk ini
jika cuma satu atau dua orang yang cuti, tapi kalau yang cuti sakit berjumlah
empat orang sih beda lagi ceritanya.
“Isobe keparat, awas saja kalau
Ia tidak mentraktirku makanan mahal kalau sudah sehat ....”
Aku tidak bisa menahan diri untuk
tidak menyuarakan keluhanku kepada rekan kerja yang tidak berada di kursi
kerjanya.
Meskipun pria sialan itu selalu
energik.
Kata lemah sama sekali tidak
cocok untuknya, jadi apa yang dia lakukan …….
Rekan sejawat lain dalam tim
akuntansi yang melakukan pekerjaan mereka masing-masing memiliki wajah seperti
zombie juga.
“Komamura, tolong urutkan departemen
penjualan untukku ~”
Sementara aku berkonsentrasi, tanda
kwitansi sudah ditempatkan di mejaku.
Aku merasa suara itu berasal
dari Sachihara, tetapi aku tidak dapat memastikannya dengan punggung menghadapku.
Aku dengan cepat membalik-balik
tanda kwitansi untuk memeriksanya, tapi sepertinya aku menemukan nama produk
yang tidak tertulis di sini.
Apa-apaan? Keparat mana yang
melakukan ini. Aku harus memeriksanya ketika aku sesibuk ini.
Aku lalu melihat waktu di PC-ku.
…… Sepertinya aku akan lembur….
*****
[Sudut Pandang Orang
Ketiga]
Hari ini Himari libur dari
pekerjaannya.
Untuk makan siangnya, dia memakan
onigiri buatannya sendiri.
Setelah mempelajari cara
membuat onigiri tanpa mengotori tangannya, dengan menggunakan bungkus dan rice
bowl dari Kanon, dia sudah tak sabar untuk membuatnya sendiri.
Himari yang kikuk pun bisa
membentuknya menjadi bentuk yang indah, sehingga penampilannya juga apik.
Kanon menyiapkan bahan untuknya
di pagi hari.
Onigiri hari ini adalah berisi
ikan cod dan tuna mayones.
“Itu enak.”
Himari selesai makan,
mengatupkan kedua tangannya.
Dan kemudian, ketika dia dengan
santai melihat-lihat atas rak sepatu di dekat pintu, dia menemukan dompet di
atasnya.
“Ah….”
Dompet hitam panjang pasti
milik Kazuki.
Sekarang sudah menjelang waktu
makan siang, jadi Ia mungkin bermasalah dengan itu sekarang.
Dan saat Himari berpikir
begitu–
*Piriririri*
Telepon rumah pun berdering.
Itu pasti dari Kazuki.
Ia pasti mengira Ia kehilangan
dompetnya dan menelepon untuk memeriksa.
Himari menyimpulkan itu, dan
menjawab panggilan tersebut.
Halo—”
*klik*
Namun, begitu dia menjawab
tanpa menyebutkan namanya, panggilan itu terputus.
Setelah meletakkan telepon, dia
akhirnya menenangkan diri —-
Dan begitu menyadari kalau dia
mengangkat telepon saat diberitahu untuk tidak melakukannya, Wajah Himari
langsung pucat.
Dia segera melihat riwayat
panggilan.
Satu-satunya hal yang ditampilkan
adalah “Nomor Tersembunyi.”
Dari siapa itu?
Setidaknya, Himari yakin kalau itu
bukan dari Kanon atau Kazuki.
Jika mereka segera memutus
panggilan, mereka pasti mengira mereka memutar nomor yang salah karena
kesalahan.
Jika memang begitu, tidak akan
ada masalah tetapi–
Kata-kata, “Nomor Tersembunyi.”membuat Himari merasa tidak nyaman.
Lain kali jika ada panggilan
masuk, Himari bersumpah untuk tidak mengangkat telepon—
Tapi panggilan berikutnya tidak
pernah terjadi.
*****
Sama seperti terakhir kali, Yuri
sedang menunggu di depan kantor Kazuki sambil memegang barang-barang yang akan
dia berikan kepada Kanon.
Tapi, Kazuki masih belum
keluar.
“Kau sangat terlambat Kazuki ~”
Langit sudah mulai gelap, tapi
bahkan tidak ada tanda-tada kalau Kazuki akan keluar dari pintu masuk.
Mungkin
Ia sibuk hari ini.
Yuri menyesal karena tidak
bertukar nomer kontak dengannya
Sudah setengah tahun sejak
mereka bertemu lagi, namun dia tidak bertanya padanya setelah sekian lama.
Sejak itu, Yuri tidak bisa
lebih dekat dengannya.
Saat masa SD dulu, rumah mereka
sangat berdekatan, dan ibu mereka adalah teman baik. Tanpa dia sadari, mereka
sudah sering bermain bersama
Agar tidak digoda saat SMP, mereka
hampir tidak pernah berinteraksi di sekolah tetapi mereka saling mengajari mata
pelajaran yang mereka kuasai di rumah dan berhasil melalui tes.
Di SMA, mereka bedua berjalan
bersama di pagi hari sambil membicarakan hal-hal sepele.
Dan kemudian, pada saat
memasuki perguruan tinggi, mereka berdua berpisah dan belum bertemu sama sekali
setelah mendapatkan pekerjaan sendiri.
Perusahaan Yuri tiba-tiba
bangkrut, dan bekerja sambilan sambil berjuang untuk mendapatkan pekerjaan
baru.
Bukan kebetulan bahwa Yuri
memilih pekerjaan di dekat tempat kerja Kazuki. Dia mencari kesempatan untuk
menutup celah di antara mereka, seperti dulu.
Itu sebabnya saat dia
mengetahui bahwa Kazuki adalah pengunjung yang sering mengunjungi kedai kopi
itu, dia sangat gembira.
Menghidupkan kembali hubungan
lamanya dengan Kazuki telah membuatnya dipenuhi dengan kegembiraan.
Dulu ketika dia bekerja di
perusahaan, dia dipaksa untuk menghadiri kopdar
untuk mengimbangi rasio jumlah pria dan wanita. Banyak pria yang berusaha mencoba untuk bertukar nomer kontak dengannya
dan dia juga sudah ditembk beberapa kali oleh rekan kerjanya.
Tapi Yuri selalu menolak
semuanya.
Itu karena, hanya Kazuki yang selalu
menjadi orang spesial di hatinya.
Sedangkan Kazuki mungkin tidak
memiliki ciri khas apapun dan memiliki penampilan yang membosankan.
Dan dia bahkan bukan yang
terbaik dalam melakukan percakapan. Tapi Yuri suka berbicara dengannya.
Dan di atas semua itu, ada
sesuatu yang Yuri ketahui.
Dia tahu bagian diri Kazuki
yang berusaha mencapai mimpinya.
Tapi Yuri tidak berani
melakukan hal seperti mengakui perasaannya secara langsung.
Bahkan sekarang, status mereka
masih sekedar teman masa kecil ——- Ada perasaan yang bercampur aduk dalam
dirinya.
Namun bahkan sekarang dia tidak
bisa menyerah.
–Bahkan sekarang mereka sudah
dewasa.
“Jika Kazuki mengetahui betapa
terobsesinya aku padanya, dia pasti akan membenciku ……”
Setelah tersenyum mencela diri
sendiri, dia melihat ke arah gedung kantor perusahaan Kazuki.
Lampu di sebagian besar lantai
bersinar di langit malam.
Mungkin departemen lain pun
sibuk hari ini.
“Sepertinya aku harus pergi
dulu ……….”
Dia tahu inti dari arah rumah
Kazuki.
Dia tidak punya rencana untuk
tinggal lama, hanya cukup untuk menyerahkan semuanya kepada Kanon.
Meski agak sedih karena tidak
bisa bertemu Kazuki, selalu ada waktu berikutnya.
—Yuri lalu berjalan pergi ke stasiun.
*****
[Sudut Pandang
Komamura]
A-Akhirnya….
Aku menjatuhkan diri ke
permukaan mejaku setelah mematikan PC.
Aku berhasil selamat dari
tumpukan pekerjaan yang gila.
Meski, itu lebih cepat dari
yang aku harapkan.
Kerja bagus, diriku. Sial, aku
lelah sekali.
Aku merasa seperti akan meleleh
di mejaku, tetapi rasa lapar yang melanda perut mengingatkanku betapa aku ingin
pulang.
Aku lupa membawa dompet, jadi aku
tidak bisa makan banyak untuk makan siang.
Aku meminjam uang untuk membeli
udon termurah di kafetaria
Itu prinsipku untuk tidak
meminjam terlalu banyak uang.
Bagaimanapun juga, aku harus
segera pulang.
Aku membawa kartu kereta, jadi
tidak masalah, jadi tidak punya uang juga bukan masalah.
Ah- Sepertinya tidak ada bir
yang tersisa.
Tidak ada pilihan selain tidak
minum hari ini kurasa ……
Aku meninggalkan gedung kantor dengan
suasana hati yang depresi.
*****
[Sudut Pandang Orang
Ketiga]
“Aku pulang ~”
“Selamat datang kembali,
Kanon.”
Sekembalinya dari sekolah,
Kanon disambut oleh Himari.
Ada tas belanjaan yang menggantung
di tangannya. Sepertinya dia mengambil kesempatan untuk mampir berbelanja.
“Hei, Himari. Aku akan membuat
tahu mapo hari ini. Kamu tidak suka terlalu pedas, kan?”
“Iya, aku tidak terlalu suka.
Dan juga Kanon… Bolehkah aku ikut membantu? ”
“Ya, aku tidak keberatan, tapi
bagaimana dengan gambarmu?”
“Aku sedang mengganti suasana dulu sesekali.”
“Oke ~ Dokie ~. Aku mau cuci
tangan dulu jadi tunggu sebentar ~. "
Saat Kanon menuju kamar kecil,
Himari mengeluarkan daging dari tas belanjaan yang dibawa Kanon.
Dan kemudian— Interkom
berdering.
Kanon meninggalkan kamar kecil
dengan tergesa-gesa dan bertemu dengan mata Himari yang sedang panik.
“Himari. Pergilah bersembunyi
ke kamar Kazu-nii.”
“Iya.”
Dengan secepat kilat, Himari
bersembunyi di kamar Kazuki.
—–Kanon lalu menjawab interkom.
“Siapa?”
“Tukang antar paket.”
Terdengar suara pria dari sisi
lain interkom.
“Ah, paket ya.”
Kazuki pasti memesan sesuatu.
Kanon menyimpulkannya begitu,
dan dengan cepat menuju ke pintu.
Ketika dia membuka pintu, ada
seorang pria yang memakai topi– tampaknya berusia 30-an atau 40-an.
Hanya saja, dia tidak membawa
paket.
Sebaliknya, dia tidak
mengenakan seragam kurir, melainkan kemeja dan jeans biru biasa.
“………….?”
Setelah meliaht itu, wajah
Kanon mengerutkan kening karena curiga. Dan-
—- Itu terjadi dalam sekejap—
Pria itu dengan memaksa masuk
ke dalam.
“Eh—-”
Dengan seberapa cepat itu
terjadi, Kanon tidak dapat bereaksi.
Tidak, bukan hanya itu.
Kekuatan pria itu begitu kuat sehingga dia dengan mudah menerobos pintu.
“Ha—!?”
“Jangan bergerak.”
Suara dan matanya yang tajam
mengancam Kanon.
Kemarahan yang bahkan tidak dia
coba sembunyikan lebih dari cukup untuk membuatnya ketakutan karena Kanon tidak
terbiasa dengan laki-laki.
Dalam sekejap Kanon membeku,
pria tersebut menerobos masuk ke dalam, dengan masih memakai sepatu.
“Shouko! Dimana kau !? ”
“—!”
Jantung Kanon berdegup lebih
kencang saat mendengar nama yang pria itu ucapkan.
(“Kenapa
Ia memanggil nama ibuku !?)
Pria tersebut adalah seseorang
yang belum pernah dilihat Kanon sebelumnya.
Kanon tidak tahu ada hubungan macam
apa antara pria tersebut dengan ibunya.
Yang dia tahu hanyalah bahwa
dia sepertinya ada urusan dengan ibunya.
“Shouko!”
Sembari meneriakkan nama itu,
Ia berputar-putar dan membuka pintu kamar mandi.
Di saat yang sama, Himari
merasakan ada yang tidak beres, keluar dari kamar menuju dapur, melihat apa
yang terjadi ..
(Himari
!? Jangan keluar!)
Kanon mengira dia berteriak
keras-keras.
Tapi suaranya tidak keluar.
Himari juga membeku ketakutan
saat dia melihat pria itu.
Mata pria itu dan Himari
bertemu.
Hasil terburuk membanjiri
pikiran Kanon.
Entah
bagaimana, tolong!
Jangan
biarkan Himari terluka.
Kumohon—
Entah keinginannya terkabul
atau tidak, tetapi pria itu hanya melewati Himari.
Kali ini, dia dengan sembrono
membuka lemari ruang tamu.
“Shouko! Jika kau di sini, cepatlah
keluar! ”
Dan tetap saja, pria itu
menjelajahi ruangan, meneriakkan nama ibu Kanon.
Setelah sembarangan memeriksa
bagian belakang tirai, Ia lalu pergi ke kamar Kazuki berikutnya,
Dengan tontonan yang terlalu
aneh, dan suara pria yang mengintimidasi, kedua gadis itu tidak bergerak untuk
beberapa saat tapi—
Himari adalah orang pertama
yang sadar kembali.
Pada saat yang sama pria itu
memasuki kamar tidur, Himari berlari ke arah Kanon.
Himari memeluk erat Kanon yang
wajahnya pucat pasi karena syok.
“Apa kamu baik-baik saja,
Kanon?”
Kanon menanggapi dengan
anggukan.
Mungkin karena perasaan aman yang
diberikan panas tubuh Himari, Kanon hampir ingin menangis.
Ketika Himari melepaskan
pelukannya, dia memberi isyarat agar Kanon tetap diam.
Tanpa waktu untuk bertanya apa
yang akan dia lakukan, Himari mengambil wajan penggorengan di dapur.
Dia kemudian berdiri di atas
meja, masih memegang wajan.
Akhirnya, langkah kaki pria itu
terdengar keluar dari kamar tidur Kazuki.
Himari memegang wajan dengan
kedua tangannya saat dia gemetaran dan menatap ruang tamu dari dapur.
“Hei, kalian yang di sana. Kau ini
putrinya Shoko, ‘kan? Dimana—”
“Hiyaaaah!”
Saat pria itu kembali ke dapur,
Himari melompat menggunakan meja sebagai pijakan, dan mengayunkan wajan ke
kepala pria itu.
“Gahack— !?”
Himari dengan keras memukul
kepala pria itu di bagian kanan dan tengah,
Dengan gaya sentrifugal, dia juga
mendorong lututnya ke dalam perut si pria.
Setelah mendarat, Himari
mengayunkan wajan ke punggung pria itu, yang berjongkok di lantai.
“Ini adalah balasan untuk
Kanon! Aku tidak akan pernah memaafkanmu! ”
Dengan mata berkaca-kaca,
Himari tanpa henti menyerang pria dengan sisi wajan penggorengan yang tumpul.
“Rasakan ini! Ini juga untuk
menerobos masuk tanpa izin! Hyaaa! ”
“Aduh! He-Hentikan—- !? H-hei!
Berhenti! Hentikan! Aku—!”
“Ap-Apa yang terjadi disini !?
Apa kamu baik-baik saja Kanon !? ”
Dan dari luar pintu depan
terdengar suara baru.
Semua orang di ruangan itu
balas menatap Yuri yang berdiri di sana sambil memegang kantong kertas.
Dia merasakan kekacauan di
dalam apartemen melalui pintu dan langsung masuk.
Yuri khawatir bahwa sesuatu
terjadi pada Kanon dan jadi dia masuk, tapi pemandangan yang terbentang di
depannya jauh di luar kemampuannya untuk memproses sesuatu.
Kanon yang berdiri di sana
dengan wajah pucat, dan seorang gadis yang tidak dia kenal sedang memukul pria
yang juga tidak dia kenal dengan wajan penggorengan.
“Eh… uhm, siapa?… .Err… .e,
apa? Siapa…..?”
Yuri membeku.
Seolah-olah waktu berhenti karena
semua mendadak berhenti.
Dan mengambil kesempatan, pria
itu merangkak di lantai, menjauhkan dirinya dari Himari.
“Hei, kalian semua adalah putri
Shouko kan !? Te-Tenanglah dulu, oke? Aku tidak—m”
*kachack*
Dan pintunya terbuka lebih
jauh.
Semua mata berpaling padanya
sekali lagi.
Kali ini, pemilik ruangan -
Kazuki telah kembali.
“………………”
Sama seperti Yuri, Kazuki tidak
bergerak sesaat tapi–
Ia segera bergerak.
Langkag pertamanya menuju ke
orang asing yang ada di rumah—-
Berlari ke arah itu.
Dia memegang punggung pria itu
dan mengunci lengannya di belakangnya.
*****
[Sudut Pandang
Komamura]
Siapa yang bisa mengira saat
aku pulang ke apartemen dan menemukan
pemandangan yang begitu kacau?
Yuri sedang berdiri di ambang
pintu, dan Himari tidak bersembunyi, di luar terlihat jelas—
Namun demikian, setelah
mengetahui bahwa Penyerang Tak Dikenal harus ditangani terlebih dahulu, tubuhku
secara mengejutkan bergerak tenang, sampai-sampai aku sendiri dibuat kaget.
Lebih tenang dari pertandingan
judo yang pernah aku ikuti.
Jika Kanon tidak mengatakan—
"Sepertinya dia sedang mencari ibuku-" Aku akan langsung membuat pria
ini pingsan saat itu juga.
Luka yang dialami pria itu
karena Himari dan aku terlihat sangat besar dan sekarang duduk di lantai dapur
tanpa punya tenaga untuk berdiri. —– adalah apa yang bisa kusimpulkan dari
ekspresinya.
Ada banyak sekali hal yang
perlu diselesaikan tetapi–
“Apa kalian sudah menelepon
polisi?”
Saat aku bertanya, Himari dan
Kanon menggelengkan kepala bersamaan.
“Hei kau—………….”
Aku hendak memarahi mereka tapi
aku menahan diri.
Mungkin sulit dilakukan saat
situasi panik tapi ……
Sementara aku ingin mereka
memanggil polisi terlebih dahulu dan terutama—
Setelah memikirkannya, itu akan
berubah menjadi sangat buruk jika itu terjadi, itulah yang akhirnya aku sadari
....
Mungkin hanya karena hidup
dengan Himari telah dinormalisasi sampai batas tertentu, aku benar-benar lupa
tentang masalah "itu" ……….
“Kazu-nii. Orang ini sepertinya
kenal dengan ibuku ……. ”
Kanon memberitahuku dengan
malu-malu.
Itulah yang paling menarik bagi
Kanon ... ...
Aku kira inilah saatnya untuk
memperjelas tentang identitas pria ini.
“Ehm… .Pertama-tama, jujur saja,
Anda ini siapa?”
“… ..Saya Murakumo. Saya
berpacaran dengan Shouko.”
Aku sudah menduganya tapi, jadi
begitulah kenyataannya ya….
Saat aku melirik sekilas ke
Kanon, dia sepertinya sampai pada kesimpulan yang sama, jadi dia tidak terlalu
gelisah.
“Jadi? Kenapa Anda menerobos
masuk ke sini? "
–Dan untuk itu, pria yang
menamai dirinya Murakumo, menjawab dengan suara rendah.
“Tidak. Anda bisa meminta maaf
nanti, tolong kasih tahu alasannya.”
“Saya datang untuk mencari
Shoko.”
Ah, itu cocok dengan kesaksian
Kanon dan yang lainnya di sini.
Apa yang benar-benar ingin aku
ketahui ialah informasi yang lain.
Ketika aku memaksanya terus
melanjutkan melalui tatapan mataku, pria itu mendadak gagap berbicara dan ——–
Singkatnya, inilah yang
terjadi.
Sepertinya ibu Kanon— Shouko,
telah tinggal di rumah Murakumo cukup lama setelah dia meninggalkan rumah.
Tapi, dia menghilang tanpa
sepatah kata pun beberapa minggu lalu.
Murakumo tidak tahu mengapa dia
pergi.
Demi menemukan Shouko, Ia menggunakan
kunci duplikat yang Ia terima untuk masuk ke rumah Kanon, tapi akhirnya tidak
menemukan petunjuk apapun.
Tetapi secara kebetulan, dia
menemukan catatan dengan nomor telepon kerabatnya.
Dan itu adalah tempat orang
tuaku dan apartemen ini.
Murakumo pertama kali menelepon
tempat orang tuaku untuk mencoba mencari tahu, tapi tidak ada yang mengangkat
telepon.
Yah tidak mengehrankan.
Ibuku sedang dirawat di rumah
sakit, dan Ayah selalu sibuk.
Jadi, Ia mencoba menelpon nomor
lain —— Ia mencoba menelepon apartemenku, yang merupakan tempat ini, dan sebuah
suara wanita menjawab telepon.
“Ah…..”
Himari menecplos, dan dengan
itu, aku tahu siapa yang menjawab telponnya.
Sepertinya Murakumo mengira itu
suara Kanon.
Dia juga mengatakan bahwa dia
hanya mengenal Kanon melalui cerita Shouko.
Dan berpikir jika Kanon ada di
sini, maka kemungkinan besar Shouko juga ada di sini.
Jadi, mencari tahu tentang
tempat ini, darah mengalir ke kepalanya dan semua akal sehatnya hilang entah
kemana.
Ada sesuatu yang disebut
mengganggu, lalu ada ini.
Kalau dipikir-pikir lagi,
ketika aku dan Kanon pergi ke rumah lamanya, Kanon merasa ada sesuatu yang
tidak pada tempatnya.
Aku menyadari bahwa intuisi
seorang wanita memang luar biasa.
“Aku tahu aku bertindak terlalu
jauh …… .tapi lebih dari siapa pun yang pernah aku temui, dia—”
Murakumo melihat ke arah
kejauhan saat Ia mengatakannya.
Bibi Shouko mungkin adalah
penakluk hati pria — itulah yang kupikirkan saat melihat Murakumo.
Aku tidak pernah terobsesi
dengan orang lain seperti dirinya, jadi aku tidak tahu apa yang Ia rasakan.
“Namun demikian, aku sangat
menyesali kurangnya ketenanganku dan menerobos masuk ke dalam tanpa izin.
Maaf….”
Saat Murakumo berlutut,
bersujud, kami semua bertukar pandang.
Reaksi apa yang tepat di
saat-saat seperti ini.
“Ah… uhmm, maafkan saya karena
telah memukul anda dengan sekuat tenaga juga…”
Di belakangku, Himari berkata
begitu sembari takut-takut.
“Tidak perlu diindahkan. Itu
pembelaan diri yang sah, nona kecil.”
“O-Ok… ..”
Hmmm. Dengan perbedaan antara
Murakumo yang sekarang berkepala dingin dan orang yang masuk ke rumah orang
lain….
Ini mungkin contoh yang sangat
ekstrim tentang bagaimana cinta mengubah sifat orang.
“Bagaimanapun, ibuku tidak ada
di sini jadi…”.
“Kami juga ingin tahu di mana
Bibi Shouko berada.”
“Begitu ya…”
“Dan pertanyaannya sekarang
adalah… Apa yang akan kami lakukan dengan Anda sekarang?”
Biasanya, kami bisa
menyerahkannya pada polisi karena masuk tanpa izin, tapi itu akan menempatkanku
berada di situasi seperti telur di ujung tanduk.
Kedua gadis itu juga
mengimbauku untuk "jangan melibatkan
polisi" dengan kode mata mereka. Aku menimbang pada skala kehidupan
yang aku miliki dengan mereka berdua sekarang, dan menyerahkan pria dengan perilaku
radikal itu ke polisi—–
Dan aku memilih hidupku saat
ini.
Sungguh dewasa yang tidak
memiliki harapan….
“Saya akan menghubungi Anda
juga saat Bibi Shouko ditemukan. Jadi saya harap Anda tidak kembali ke sini
lagi.”
“……Aku mengerti.”
Dan ketika dia mendapatkan info
kontakku, aku mengantarnya ke luar.
Begitu Murakumo pergi,
keheningan menyelimuti ruangan.
Aku berhasil menyelesaikan satu
masalah sekarang, tapi….
Dari sudut pandangku dan gadis
itu, di sinilah masalah yang sebenarnya dimulai.
Aku dengan malu-malu menengok
ke arah Yuri.
Dia ditinggalkan dan diam
sampai sekarang.
Saat pandangan matanya bertemu
denganku, dia mendesah pasrah.
“Apa kamu bisa memperkenalkan
gadis itu padaku?”
Sambil menatap Himari, dia
berkata tanpa ekspresi.
……………….
“Begitu rupanya….”
Setelah mendapatkan penjelasan
singkat, dia kembali menatapku.
Mungkin bukan hanya imajinasiku
kalau dia terlihat lebih dingin dari biasanya.
Padahal, kurasa tak peduli
seberapa dermawannya Yuri, reaksi seperti ini memang sudah kuduga ……
Apa yang kami lakukan memang tidak
masuk akal.
“Err, Ini bukan salah
Komamura-san! Aku lah yang membuat permintaan yang tidak masuk akal– ”
“Iya. Ini bukan salah Kazu-nii.
Akulah yang meminta Himari tinggal di sini jadi….! ”
Mungkin karena mereka menyadari
atmosfir gelisah diantara aku dan Yuri, mereka berdua saling menyalahkan diri.
“Ah..Uhh, ya… ..”
Mungkin Yuri kewalahan oleh
mereka berdua yang dengan panik mendekatinya, dia hanya membungkuk ke belakang.
“Jadi jangan salahkan
Komamura-san!”
“Itu salah kami jadi…!”
“Uhm, aku mengerti apa yang
terjadi, jadi tenanglah, kalian berdua.”
Yuri menenangkan mereka berdua,
dan menatapku lagi.
Tapi aku tidak bisa benar-benar
menatap langsung matanya.
“Kazuki ...... Jika orang lain
mengetahuinya, kamu tahu akan tersandung masalah besar, ‘kan….?”
“Aku tahu. Tapi aku—”
Apa aku bisa tetap melindungi
kehidupan ini bahkan jika ada kemungkinan hal itu terjadi?
Aku merenungi pertanyaan itu,
dan jawaban yang keluar adalah–
—Iya
Mau tak mau aku menganggap aku
bodoh karena hal itu.
“Keduanya masih di bawah umur
lho. Mereka harus di bawah pengawasan orang dewasa.”
Dia tidak bermaksud menuduhku,
tapi kata-katanya sangat menyakitkan.
Dadaku juga menegang.
Aku mengerti kenapa dia
mengatakan itu tapi-
“……..Umm—”
“Itu sebabnya aku juga akan ikut membantumu.”
“…… Eh?”
Aku secara refleks menatap
langsung wajahnya.
Maksudku, kata-katanya sama
sekali tidak seperti yang aku harapkan.
“Eh… .Apa?”
“Ya ampun, dengarkan baik-baik!
Aku memberitahumu kalau aku juga akan membantu! Beban yang kamu tanggung sangat
berat karena menjadi wali dari gadis-gadis manis ini kan !? ”
Senyumannya yang memancarkan
kata-kata “Apa bolehh buat selain aku terlibat dengan benar ~” sama seperti
yang sering aku lihat saat kita masih muda.
“Yuri …….”
“Jadi, Kanon dan… Himari, ya? Aku
akan menjadi komplotan kalian sekarang— apa kalian setuju? ”
Yuri memiringkan kepalanya saat
bertanya.
Kedua gadis itu, linglung untuk
beberapa saat dan kemudian saling memandang–
Sambil tersenyum, mereka
mengangguk dengan penuh semangat.
Yuri berkata “Aku mau pulang
dulu untuk saat ini" dan kembali ke rumahnya.
Setelah Yuri pergi, Kanon dan
Himari saling bertukar pandang lagi.
“Sekarang…. Ini waktunya
ceramah untuk kalian ~ ”
“Eh? Mengapa? Polisi tidak
dipanggil, da-dan semuanya berakhir baik-baik saja kan…. ”
“Itu hanya efek samping.”
Mungkin karena tampang seriusku
membuatnya kewalahan, perkataan Kanon jadi terbata-bata .
“Kalian benar-benar beruntung kali
ini. Jika orang itu membawa pisau, maka aku tidak akan tahu apa yang akan
terjadi pada kalian sekarang.”
“Itu… ..”
Himari juga menundukkan
kepalanya.
“Mengerti? Jika sesuatu terjadi
mulai sekarang di mana kau merasa ketakutan, jangan hanya berdian diri terus,
kau harus lari. Jangan khawatirkan aku dan hubungi polisi. Kamu juga Himari,
jangan berpikir tentang ditemukan oleh orang tuamu. Tidak ada yang bisa
menggantikan hidupmu.”
“Iya…..”
“Aku mengerti…..”
Himari dan Kanon menanggapi
dengan tepat.
Aku senang mereka memahami
maksudku.
“Baiklah. Jika kalian sudah
mengerti, itu asaj sudah cukup. Ini benar-benar sudah lewat waktu untuk itu,
tapi perutku suah kelaparan.”
“Uuuuhm …… ..Aku tidak bisa
membuat makan malam. Aku seharusnya membuat tahu mapo. ”
“Tentang itu, err, maaf Kanon…
.. Aku membuat wajanmu agak penyok….”
Tunggu sebentar, wajan itu
aslinya milikku….
“Baiklah, kita harus membeli
yang baru. Kurasa kita bisa makan ramen hari ini. ”
“Ya… .. Tidak ada lubang di
atasnya jadi bukan berarti kita tidak bisa memasak dengan ini tapi sel pria tua
itu menempel ke dalam wajan sehingga terasa kotor. Aku tidak ingin memasak
dengan wajan itu lagi.”
“Uwu…. Maaf… ..”
Sepertinya terlalu berlebihan.
Perkataan tajam gadis-gadis SMA tidak bisa dimaafkan….
“Ah oh ya, apa kamu pernah
belajar seni bela diri, Himari? Gerakan badanmu ketika melawan pria itu
sejujurnya cukup bagus.”
“Ermm…. Hanya saat aku masih SD saja sih. Aku pernah ikut latihan kendo ……. ”
“Ahh ~. Jadi itulah sebabnya kenapa kamu
memegang panci seperti pedang. Pengalaman Kazu-nii di Judo benar-benar terbukti
berguna.”
“Emang sih………..”
Untung saja pria tadi tidak
membacawa senjata tajam.
Dan mungkin karena aku sudah
lama tidak bergerak seperti itu, badanku mulai terasa nyeri. Besok mungkin
lebih buruk lagi.
“Baiklah, ayo kita makan mie
gelas untuk makan malam malam ini. Hmm, tapi yang kami punya di sini rasanya
sangat berbeda jadi ~… .. Siapa cepat dia dapat! ”
“Ah, enggak adil, Kanon!”
“Oi. Uang itu berasal dari
kantongku sendiri jadi biarkan aku memilih dulu! ”
Kami semua bergegas ke lemari
tempat mie gelas disimpan.
Aku menghargai kebahagiaan di
mana kami dapat mengalami konflik taruhan rendah ini.
Hari itu, aku mengalami mimpi
yang tidak biasa.
Aku bermimpi saat masih latihan
judo, di gimnasium di suatu tempat mengadakan pertandingan.
Ada banyak orang di gimnasium,
memegang spanduk dan mengibarkan bendera. Masing-masing dari mereka bersorak.
Sepertinya ini adalah babak
penyisihan perlombaan, dan aku duduk di posisi pelari kedua dengan catatan 5
lawan 5. Rekan setimku yang memelopori pertandingan, memberi kami satu poin
dengan cara yang brilian.
Berikutnya giliranku.
aku menyemangati diriku sendiri,
dan berdiri—
Pertandingan berakhir terlalu
cepat.
Sepuluh detik setelah start,
lawanku memutuskan pertandingan dengan tendangan melebar, dan membantingku ke
tanah.
Masih berkubang dalam kekalahan
telak, aku membungkuk sebagai rasa terima kasih kepada rekan satu timku, dan
menyemangatiku dengan mengucapkan padaku untuk tidak menghiraukannya.
Itu masih satu kemenangan dan
satu kekalahan.
Tapi aku masih frustasi,
tentang “satu kekalahan” yang sepenuhnya karena kesalahanku.
Meninggalkan sentimen tersebut,
Pertandingan berikutnya dimulai–
Itu adalah mimpi, tapi itu
adalah refleksi dari kenyataan.
Ah, benar juga.
Ini juga masa laluku.
Aku sudah berlatih judo sejak aku
masih SD, dan aku percaya bahwa aku akan terus melakukannya bahkan ketika aku
menjadi dewasa, meski perasaan itu memudar setiap tahun.
Tubuhku tidak terlalu besar, juga tidak terlalu jago dalam hal itu. Di beberapa titik saat itu, aku menyadari bahwa aku tidak akan pernah menjadi seseorang yang “Istimewa”.
apa apaan dengan konflik sebanyak ini, hanya dalam satu chapter 😂😂
BalasHapus