Chapter 01 - 7 Juni (Minggu)
“Selamat Datang di rumah kami!
… Tidak, bukan begitu. —Mulai hari ini, kita akan hidup di bawah satu atap, oke!
… Hmm, kedengarannya agak terlalu cringe
… ”
Dengan kotak karton yang tak
terhitung jumlahnya dan perabotan baru di sudut mataku, aku melihat diriku di
pantulan cermin, dan mengulangi kalimat yang sama pada diriku sendiri.
Sekarang sekitaran jam 5 sore. Aku
berdiri di satu kamar di flat yang kami sewa di lantai tiga, terletak di
kawasan tempat tinggal dengan nilai deviasi terbesar di seluruh Jepang (sedikit dilebih-lebihkan). Aparetemen
yang berukuan 3 LDK. Hanya untuk aku dan orang tua aku, itu pasti terlalu
besar, tapi sekarang pasti akan menjadi terlalu kecil. (TN : Kata LDK gabungan dari Living room,
Dining, Kitchen. Jadi 3LDK maksudnya 3 kamar, ruang tamu, makan, dan dapur)
Selama lima menit terakhir, aku
sudah melatih ekspresi dan kalimat yang akan aku tunjukkan untuk menyambut
keluarga baru. Kau tahu, keseluruhan premis ini sangatlah konyol. Aku mengerti bagaimana
ayahku sampai repot-repot membersihkan dan menyiapkan kamar yang akan digunakan
olehnya dan Akiko-san. Namun, mengapa Ia justru mengirimku, seorang remaja,
untuk menyiapkan kamar orang asing yang akan menjadi adik perempuanku mulai
hari ini. Cuma itu satu-satunya keputusan yang tidak bisa aku pahami dengan
jelas.
“Aneh… dimana aku menaruhnya,
ya?”
“Apa ada yang salah?”
Ayahku berjalan mondar-mandir
di lorong dengan panik, jadi aku memanggilnya.
“Ah, pas sekali. Apa kau
melihat semprotan pengharum ruangan? ”
“Seharusnya ada di ruang tamu. Aku
menggunakannya untuk tirai kemarin.”
“Ah, disana, ya! Terima kasih!”
Aku mendengar suara sandal
berjalan menyusuri lorong, kemudian menuju ruang tamu.
“Kenapa Ayah jadi panik begitu?”
“Aku sedang melihat-lihat kamar
lagi, tapi ketika aku mulai bersih-bersih, baunya sangat menggangguku ... Aku
tidak ingin mereka mengira aku bau, kau tahu ..."
“Memangnya ayah ini gadis SMA?”
“Ketika kau mencapai usiaku,
itu merupakan pukulan kritis, oke! Kau akan mengerti maksudku saat dewasa
nanti, Yuuta!”
“Aku akan menghargai jika kau
lebih percaya pada putramu sendiri, dasar orang tua yang menyebalkan.”
Melihatnya berjalan kembali ke
kamar tidurnya sambil membawa semprotan pengharum ruangan, punggungnya
meringkuk seperti kucing yang depresi, aku menghela nafas. Jika merasa
terganggu, mengapa kau tidak sering membersihkanya setiap hari? Kemudian lagi,
itu mungkin permintaan yang terlalu kejam terhadap pegawai yang selalu sibuk
seperti dirinya.
“Kamarku baik-baik saja… ‘kan?”
Berkat perkataan ayahku, aku mulai merasa sedikit khawatir.
Aku membuat janji dengan
Ayase-san bahwa kami takkan mengharapkan apa pun dari satu sama lain, tapi aku
tetap tidak ingin dia segera menderita bau menyengat dari kamar anak SMA.
Karena itu, aku secara teratur merawat seprai, membersihkan, dan mencium, jadi
selama hidungku memang masih normal, semuanya akan baik-baik saja.
Karena aku merasa puas dengan
hasil pekerjaanku sehari-hari, aku tersadar dari lamunanku ketika bel pintu
berbunyi.
—Jadi mereka sudah ada di sini,
ya.
“Yuuta ~ Bisakah kau menyambut
mereka duluan?”
“Ya ya.”
Karena ayahku masih sibuk
menghilangkan kemungkinan bau busuk dari kamarnya, jadi aku yang menyambut
mereka di pintu masuk.
“Maaf sudah menung… gu?”
“Kami di sini~”
Aku mencoba untuk bersikap seramah
mungkin. Dengan senyum lembut, aku membuka pintu depan, tapi dalamm sekejap
langsung membeku dengan indah. Yang menyapaku adalah Akiko-san, kedua tangannya
membawa beberapa tas plastik dari toko swalayan. Aku bisa melihat bahan makanan
dan kebutuhan sehari-hari lainnya yang hampir jatuh dari kantong, jumlahnya
membuatku cukup kaget.
“Um, Akiko-san, apa ini…”
“Kita akan menjadi keluarga,
jadi aku membeli segala macam barang ~”
“Tapi, sampai sebanyakini…? Anda
benar-benar tidak perlu… ”
“Tidak perlu berterima kasih
segala, bukan itulah yang terjadi.”
Aku mendengar suara yang
sedikit kesal. Berdiri di belakang Akiko-san adalah Saki — Ayase-san (tangannya
penuh dengan kantong plastik juga).
“Ibu itu tipe orang yang
sungkan untuk bilang tidak, jadi dia membeli semua barang yang direkomendasikan
dari karyawan.”
“Ah, jadi itu alasannya…”
“Hei, itu membuatnya terdengar
seperti aku orang dewasa yang tidak berguna ~”
“Apa aku salah?”
“Ehh! Itu tidak benar sama
sekali, kan Yuuta-kun ~ ”
Dia melempar percakapan ke
arahku. Sejujurnya, aku tidak begitu menghargai sikpanya yang begitu mudah
melawan sikap proaktif, tapi ketika dia menunjukkan ekspresi cemberut
kekanak-kanakan kepadaku, maka semua keluhan tersebut langsung tenggelam dalam
kepalaku. Bisa dikatakan, hanya berbohong tentang itu akan membebani
kesadaranku. Terutama karena Ayase-san menatapku dengan tajam, seolah-olah dia
menyuruhku untuk tidak memanjakan ibunya. Sungguh sulit berada di dua sisi.
“Jangan hanya berdiri di sana,
masuklah. Saya akan ikut membantu membawa beberapa barang juga.”
Oleh karena itu, aku memutuskan
untuk mengabaikannya. Orang bijak pernah berkata bahwa untuk mencapai
kebahagiaan sebagai pria lajang, terkadang kau membutuhkan kemampuan untuk mengabaikan
berbagai hal. Akiko-san bahkan tidak terlihat terganggu, dan hanya tersenyum
padaku, saat dia menyerahkan kantong plastiknya.
“Terima kasih. Kamu benar-benar
pria yang bisa diandalkan.”
“Ahaha.” Aku hanya tertawa
kering pada kata-kata terima kasihnya, dan berbalik.
Aku menawari mereka berdua sandal
rumah baru yang kubeli belakangan ini, dan mengundang mereka masuk. Saat kami
sampai di ruang tamu, Akiko-san mengangkat suara kekaguman.
“Mmmm, buah jeruk, aromanya
enak sekali."
“Huh, kamu sebenarnya menjaganya
tetap bersih.” Ayase-san melihat ke lantai dan perabotan, dan mendesah penuh
penghargaan.
“Yah, kami baru saja
membersihkannya dengan panik. Biasanya kami tidak— "
“Ini benar-benar seperti yang
dikatakan Taichi-san padaku. Kamu sangat suka bersih-bersih. ”
“—Pepatah bilang kalau ruang
tamu yang bersih menghasilkan pikiran yang sehat.” Aku menelan kata-kataku
sebelumnya yang akan kuucapkan.
Hampir saja. Dilihat dari
kesannya, sepertinya ayah idiotku itu bertingkah seperti orang suci supaya bisa
merayu Akiko-san dengan lebih mudah. Mengetahui apa yang sebelumnya dia alami
dengan wanita, dan menyadari bahwa ini dapat menyebabkan kehancuran dengan
sangat cepat, aku malah memutuskan untuk bertindak demi kebahagiaan Ayahku, dan
tetap diam kalau Ayahku berbhing padanya.
Namun, Ayase-san menatapku
dengan tatapan meragukan pada saat yang sama.
“Apa kamu selalu menjaganya sebersih
ini?”
“Tentu saja. Setiap partikel
debu layak dimusnahkan, itulah motto keluarga kami. ”
“Itu adalah motto keluarga yang
mengganggu.”
Aku sama sekali tidak berbohong.
Aku hanya mengubah sedikit beberapa kata dari motto yang selalu dibicarakan
nenekku di pedesaan. Aku masih ingat dia menyeringai saat dia memberitahuku.
“Taichi-san memang hebat.”
Akiko-san terkikik. “Dia selalu terlihat stylish dan menarik, tapi tak disangka
Ia bahkan menjaga rumahnya tetap bersih.”
“Stylish… Ayahku?”
“Tepat sekali. Pertama kali Ia
datang ke toko dengan atasannya, Ia terlihat agak polos dan tidak berkelas,
tapi untuk kedua kalinya kita bertemu, Ia memakai beberapa cologne, dan merek dasinya membuatnya tampak seperti pebisnis kelas
atas. ”
“Ahhhh.”
Itu membuatku teringat, ada
kalanya ketika Ia menghabiskan banyak uang untuk pakaian dan parfum. Aku pikir Ia
membeli itu semua supaya lebih cocok dengan dunia orang dewasa, tapi tak
disangka semua upayanya itu hanya demi bisa PDKT dengan wanita yang disukainya.
“H-Hei, Akiko-san, Saki-chan!”
Baru saja diomongin, ayahku
baru saja keluar dari kamar tidurnya. Yang mengejutkan aku, dia masih memegang
semprotan pengharum ruangan di tangannya.
“Wah, kamu…”
Singkirkan apa yang ada di
tanganmu sekarang! Aku melakukan yang terbaik di sini untuk memberikan beberapa
dukungan yang tepat, tetapi kau justru merusaknya sendiri! —Aku mencoba menyampaikan
ini hanya dengan kontak mata. Namun, itu tidak berhasil sama sekali, karena
ayahku hanya menunjukkan senyuman seperti dia berlatih di depan cermin, dan
mengatakan yang berikut.
“Selamat Datang di rumah kami!
Ki-Ki-Ki-Kita akan tinggal di bawah satu atap mulai dari sini! ”
Mengerikan. Sepanjang hidupku,
aku tak perna melihat akting yang terasa lebih buruk dan palsu dari ini.
Pilihan kata-katanya sangat buruk, Ia bahkan menggigit lidahnya, dan wajahnya
yang sombong terlalu menyedihkan untuk dilihat.
“Aku sangat senang atas
sambutan hangatnya ~ Ini, aku membawa beberapa hadiah!”
“Bukankah itu ham mentah?
Hebat, ayo kita pesta ham nanti! ”
… Yah, bagaimanapun juga mereka
adalah pasangan yang cocok. Akiko-san bahkan tidak repot-repot mengambil
semprotan pengharum ruangan di tangannya, dan Ayahku secara alami menerima
segunung barang seperti itu bukan apa-apa.
“Hei, Asamura-kun.”
“Hm?”
“Aku ingin melihat kamarku.
Bisakah kamu membawaku ke sana? ”
“A-Ah, tentu.”
Ayase-san dan aku meninggalkan
tas belanjaan di ruang tamu dan menuju ke kamar barunya.
“Ini dia, di sini.”
“Hah, jadi di sini…”
“Saya sudah menyiapkan tirai
dan tempat tidur, tapi saya tidak tahu warna apa yang kamu sukai untuk seprai,
jadi jika kamu ingin menggantinya, silakan. Saya menata mejanya di sisi jendela
tapi jika kamu ingin memindahkannya, beri tahu saya. ”
“Terima kasih. Kamu benar-benar
mempersiapkan segalanya… Ohh. ” Dia dengan cepat berjalan melewatiku dan
berjalan ke tengah ruangan.
Nadanya agak acuh tak acuh,
tapi pandangan matanya dipenuhi rasa ingin tahu, seperti kucing yang
berjalan-jalan di malam hari. Di depanku berdiri seorang gadis normal sekarang.
Ditambah dengan gaya rambut dan pakaiannya, aku tidak bisa tidak mengagumi
kecantikannya lagi. Entah itu sampo, parfum, feromon, atau bahkan imajinasi
lelaki perjaka macam diriku, aroma manis memenuhi ruangan yang belum pernah ada
sebelumnya.
“Ini besar sekali.” Gadis itu
berbalik.
“Mungkin. Aku pikir itu cukup
normal.”
“Kami sebelumnya tinggal di
apartemen yang kecil. Satu ruangan yang berukuran enam tikar tatami, dan aku
bahkan tidak punya kamar sendiri.”
“Jadi kamu punya futon, dan
tidur di kamar yang sama… kan?”
Masuk akal mengapa furnitur
mereka cukup baru.
“Tidak juga. Saat aku tidur, aku
bisa memonopoli kamar untuk diriku sendiri. Saat itu, Ibu sibuk dengan
pekerjaan di malam hari, jadi ritme gaya hidup kami bisa dibilang saling
terbalik. ”
“Kurasa itu jauh lebih mudah
daripada tiba-tiba hidup dengan dua pria ... maafkan saya.”
“… Tidak apa-apa, tapi satu
hal…”
“Apa?”
“Itu.”
“Eh?”
“Kenapa cara bicaramu selalu
formal? Tentu saja, jika itu karena kepribadian atau kepercayaan agama, maka
tidak masalah.”
Aku bukan bagian dari sekte
yang mencurigakan, oke. Aku baru saja menerima aturan masyarakat untuk
menggunakan ucapan formal terhadap orang yang hampir tidak pernah aku temui,
karena hal ini telah terukir di benakku secara tidak sadar saat lahir.
“Bahkan jika kamu menanyakan
alasan saya…”
“Kita ini seumuran, jadi
mengapa tidak membuatnya lebih santai? Aku tidak ingin kamu terlalu perhatian
atau apapun.”
“Saya melakukannya persis
karena kita seumuran…”
“Hah? Bukannya aneh bersikap
sangat sopan terhadap teman sekelas atau teman dekatmu? ”
“Itu cuma logika dari yang
kuat, itu tidak mempan untuk saya.”
Kau harus ingat bahwa, dalam 17
tahun hidupku, aku jarang sekali berinteraksi dengan seorang gadis. Apalagi
dengan tipe mencolok seperti Ayase-san. Dia membuatnya terdengar sangat
sederhana, tapi untuk seseorang dengan prasyarat seperti diriku, itu bukanlah
rintangan yang mudah untuk diatasi.
“Benarkah? Yah, aku tidak mau memaksa
apa yang kamu lakukan, Asamura-kun. Aku hanya tidak ingin kamu terlalu
memikirkanku.”
“Sebenarnya saya tidak
berencana melakukannya ... Ahh." Di tengah-tengah kalimat, aku memikirkan
sesuatu.
Kami berjanji satu sama lain untuk
tidak terlalu banyak berharap. Itu terjadi di hari pertama saat aku dan
Ayase-san bertemu. Aku memikirkan arti itu, dan bertanya pada gadis itu.
“Saya rasa akan lebih baik
untuk mengkonfirmasi itu segera, tapi… Apa kamu lebih suka saya berhenti berbicara
begitu formal?”
“Sejujurnya, ini akan membuatku
lebih santai. Aku juga bukan orang penting yang pantas dihormati.”
“Baiklah, kalau begitu aku akan
menghentikannya.” Aku mengangkat bahu, seperti yang kubilang.
Ayase-san terbuka lebar karena
terkejut.
“Sikapmu berubah dengan cepat.”
“Yah, memperlakukanmu seperti
teman bertahun-tahun masih tidak mungkin, tapi karena kau memintanya. Belum
lagi itu lebih nyaman untukku juga.”
“Begitu ya. Seperti yang aku
pikirkan. " Ayase-san tersenyum.
Biasanya, nada dan ekspresinya
selalu datar dan cukup dingin, tetapi untuk pertama kalinya aku merasa bisa
melihat sisi lembutnya.
“Rasanya sangat terbantu kalau
kita dapat 'menyesuaikan' dengan
mudah.”
“' menyesuaikan , ya. Itu salah satu cara untuk mengungkapkannya.”
Itulah yang baru saja aku dan
Ayase-san lakukan. Pertama, Ayase-san mempertimbangkan gagasan bahwa aku
mungkin menjadi bagian dari kelompok agama yang hanya menggunakan bahasa sopan,
dan menawarkanku untuk membatalkannya karena dia tidak membutuhkannya.
Kemudian, aku menyadari bahwa itu adalah keinginannya supaya aku tidak
berbicara dengan begitu sopan, dan ketika aku memberikan YA, dia tampak lega
dan bahagia.
Apa ini percakapan dan
komunikasi normal yang dapat kau temukan di mana saja? Aku tidak tahu. Tetapi
bagiku, dari sudut pandang pribadi, ini adalah pertama kalinya 'penyesuaian'
seperti itu terjadi. Dalam kebanyakan kasus, orang yang kau ajak bicara meminta
pengertian dan simpati.
Jika
kau tidak menjelaskannya, maka aku tidak dapat memahami perasaanmu! Kenapa kau
tidak bisa mengerti bahwa saat kau mengatakan ini, kamu membuatku marah! —Dan
seterusnya. Meski kau tidak dapat mengintip ke dalam otak orang lain, mereka
semua meminta hal yang mustahil. Karena itu, kenapa tidak bertingkah lebih
jujur saja dari awal?
Jika
kau mengatakan ini dan itu, Kau akan membuat aku marah. Aku menghargai ini dan
itu. Begitu, lalu mari kita lakukan seperti ini — Jangan
berharap orang lain memahamimu, dan mencari informasi yang dapat menyelesaikan
masalah.
“Andai saja seluruh umat
manusia bisa sejujur ini dan terus terang dengan orang lain. Sama seperti kamu
dan aku, Asamura-kun. ”
“Kamu bisa mengatakannya lagi.”
Aku tidak mengerti mengapa dia
tidak menyukai bahasa formal. Tapi, selama aku tahu dia merasa seperti itu, aku
bisa menyesuaikan, dan membuatnya lebih nyaman. Ini sangat impersonal, dan
mekanis. Jika semua umat manusia dengan jujur menyesuaikan
perasaan satu sama lain, dunia akan menjadi tempat yang lebih baik, tetapi sayangnya
masyarakat tidak bekerja semudah itu.
“Ketika aku mendekati
teman-temanku di sekolah dengan sikap seperti itu, mereka hanya menertawakanku
dengan 'Apa-apaan itu, nawarin perjanjian
kerja?', Dan mengabaikannya.”
“Kedengarannya kasar.”
“Ya. Itulah sebabnya aku
memutuskan semua hubungan dengan mereka semua.”
“Ohh… lumayan juga aksimu.”
Tidak bisa menilai apakah dia
berani atau hanya acuh tak acuh, sungguh. Tapi, melihat dia memberitahuku
sambil tersenyum begitu memberikan kesan kredibilitas yang aneh.
“Aku hanya memutus hubungan
dengan orang yang benar-benar pantas mendapatkannya, atau tidak penting.
Membuang-buang waktu berurusan dengan orang yang tidak tahu kapan aku bisa
menginjak ranjau darat, dan membuat mereka marah kepadaku.”
“Memang… Berbicara tentang
buang-buang waktu, hanya berdiri di sini tidak akan menyelesaikan apa-apa. Apa
perlu aku membantumu mengangkut dengan barang-barangmu? ”
“Kamu memang baik sekali”.
“Membuat hutang budi lebih awal
akan membantuku dalam jangka panjang. Ini sama-sama menguntungkan bagiku.”
“Jalan pemikiran yang bagus.”
“Jangan menggodaku seperti itu,
apa kau mau…”
“Aku mencoba untuk memujimu.
Nah, apa yang harus aku minta darimu untuk membantuku… ”Ayase-san melihat ke
sekeliling ruangan, mencari sesuatu. “Pertama-tama, aku ingin menyimpan
beberapa barang. Apa kamu ada cutter?
”
“Ada.” Aku segera kembali ke
kamarku sendiri, mengambil cutter,
dan berjalan menuju kotak karton yang dia tunjuk.
“Ah, berikan saja padaku, aku
akan melakukannya sendiri.”
“Jangan khawatir, sudah
kubilang kalau aku akan membantu.”
“Tidak, bukan itu masalahnya.
Di sana—”
Aku mendengar suara Ayase-san
di belakangku, tapi tanganku sudah bergerak untuk membuka selotip itu. Tak lama
kemudian, kardus karton itu terbuka perlahan, memperlihatkan kain putih. Saat
itu juga, aku menyesal tidak mendengarkan kata-kata Ayase-san.
“—Adalah pakaianku.”
“Aku benar-benar berharap kau akan
memberitahuku lebih cepat!” Aku memunggungi objek yang telah kulihat, dan
dengan panik menjauh.
Tentu saja, Ayase-san langsung
tertawa melihat reaksi kayak orang perjaka seperti itu.
“Ahaha, kamu tidak perlu sampai
memperlakukannya seperti benda terkutuk. Itu menyakitkan hatiku, tahu?”
“Pepatah bilang itu racun untuk
mata, ‘kan? Untuk remaja laki-laki seusiaku, ini sama saja dengan racun, dalam artian
banyak hal.”
“Hanya jika aku memakainya
sesaat yang lalu. Setelah dicuci, ini pada dasarnya sama dengan sapu tangan,
kok. ”
“Berhentilah menunjukkan mereka
seperti itu, aku mohon.”
Meskipun aku tahu bahwa benda
yang dia lambaikan hanyalah kain putih, itu tetap membuatku merasa aneh. Aku
pikir kami berdua relatif pada level yang sama dalam hal nilai-nilai kami dalam
hubungan antarmanusia, tapi aku rasa ada keretakan yang membedakan di antara
kami.
“Aku akan mengurus pakaian
dalamku, jadi bisakah kau meletakkan seragamku di gantungan?”
“Aku merasa seragam itu juga
cukup merangsang.”
“Jangan terlalu bergairah, ya.
Tidak ada lagi yang bisa Kau bantu. Abaikan itu, dan bekerja. ”
“Y-Ya. Aku tenang. Tenang dan
kalem.” Aku terus menerus berkata pada diriku sendiri, dan meraih seragamnya.
Kemeja, rok, kardigan, dan
semua ini terasa lembut sampai tingkat yang membuatku semakin sadar diri.
“Hah?” Tanganku berhenti.
Dasi seragam sekolah berwarna
hijau daun memasuki bidang pandangku, dan aku merasakan perasaan deja-vu.
“Ini… Ayase-san, apa kau murid
dari SMA Suisei?”
“Yup, benar. Apa kamu terkejut
melihat gadis gyaru sepertiku bersekolah di sekolah bergengsi seperti itu? ”
“Bukan itu yang membuatku
terkejut ... Aku juga masuk di SMA Suisei.”
SMA Suisei. Salah satu dari
banyak sekolah departemen di distrik Shibuya, serta sekolah dengan tingkat
keberhasilan tertinggi menuju universitas yang lebih tinggi, dipenuhi dengan
siswa berprestasi. Ketat dalam belajar, selama kau berhasil menjaga nilaimu
cukup tinggi, kau menerima izin bahkan untuk bekerja paruh waktu, dan karena aturan
fleksibel ini, aku memilih sekolah tersebut.
Tidak disangka adik tiri yang
kebetulan aku dapatkan setelah ayahku menikah lagi ternyata seumuran denganku,
dan bahkan bersekolah di sekolah yang sama. Seberapa kebetulannya takdir ini
bekerja? Satu-satunya anugrah dalam semua itu adalah kenyataan bahwa dia tidak
sekelas denganku. Rasanya akan sangat canggung jika itu masalahnya.
Aku penasaran seperti apa reaksi
Ayase-san, dan ternyata, dia seperti sedang melamun tentang sesuatu.
“Jadi Asamura-kun berasal dari
Suisei juga… Hmm…”
“… Aku merasa tidak enakan.
Ayahku tidak pernah benar-benar memeriksa apa pun.”
“Tidak apa-apa. Ibuku juga
sama. Tidak perlu meminta maaf. ”
“Tapi pasti canggung, bukan?
Aku akan mencoba bersikap seolah kita tidak mengenal satu sama lain di
sekolah.”
“Hah? Tidak, aku tidak
keberatan dengan itu. Maksudku, jika kamu lebih nyaman dengan itu, biarlah. ”
“Apa yang kau—”
Kata-kata aku terputus oleh panggilan
telepon yang berdengung di saku. Aku ingin tahu siapa yang akan meneleponku
pada saat seperti ini, tetapi layar menunjukkan tulisan ‘Kerja’.
“Silahkan, angkat saja. Aku
tidak ingin menahanmu di sini atau apa pun. Aku juga tidak keberatan jika itu
ada di depanku. "
“Kami benar-benar rukun, ya.”
Aku berkata begitu, menghargai kata-katanya dari lubuk hatiku, dan melangkah
keluar ruangan, menerima panggilan itu.
Karena pada saat seperti ini, aku
pikir itu karena ada celah di jadwal shift kerja kami, dan mereka membutuhkanku
untuk membantu. Faktanya, memang seperti itulah, jadi aku hanya menjawab “ya, ya, ya”, dan setuju.
Setelah memutuskan panggilan
dan kembali ke kamar, Ayase-san masih fokus pada kerjaannya sendiri untuk menyimpan
barang-barangnya, lalu perlahan berbalik ke arahku.
“Apa yang mereka katakan?” Dia
bertanya, dengan acuh tak acuh.
“Mereka membutuhkanku di tempat
kerja. Maaf, aku tidak bisa tinggal lama dan membantumu.”
“Tidak apa-apa, dari awal ini
memang tugasku.”
Karena ini adalah situasi yang
mendesak, Ayase-san tidak menunjukkan tanda-tanda kesal. Meski dia seorang
gadis seusiaku, cantik, dan berpenampilan glamor, seseorang yang pasti akan
sulit bagiku untuk berbicara, alasan kenapa aku bisa menjaga percakapan yang
begitu tenang saat ini mungkin karena suasana darinya yang tenang, dan sikap
yang peka. Dia tidak terasa seperti gadis seusiaku, tapi lebih cenderung seperti
orang dewasa.
“Kalau begitu, aku pergi dulu.”
“Yup, hati-hati.”
Dengan salam perpisahan yang
datar, dia kembali melanjutkan tugasnya. Pemandangannya tidak bisa jauh dari
apa yang orang bayangkan ketika mereka mendengar 'adik perempuan'. Namun,
bagiku, ini adalah alasan untuk merasa lega, memungkinkanku meninggalkan
ruangan tanpa perasaan yang rumit.
Toko buku tempatku bekerja
terletak di dekat stasiun kereta Shibuya. Melangkah keluar dari pintu keluar
Hachikou, berjalan melintasi persimpangan berebut dengan berbagai turis dan
pengguna YouTube yang merekam diri mereka sendiri dan mengambil gambarmu.
Dengan semua iklan game seluler yang terdengar di telingamu, begitu kau masuk
ke dalam gedung delapan lantai, di situlah aku bekerja, sebagai karyawan toko
buku.
Aku selalu menyukai buku sejak aku
masih kecil, baik itu sastra anak-anak atau semacamnya dari luar negeri, aku
mencoba hampir semua genre yang ada. Aku tidak hanya membacanya, aku juga
menghabiskan banyak buku. Aku menggigitnya, sampai aku mencernanya. Itulah
mengapa, bekerja di tempat seperti itu, dengan segala jenis keluaran buku baru
di sekitarku, terasa seperti surga.
Buku memang bagus. Buku
menunjukkan kepadamu segala macam kehidupan orang lain. Buku menawarkan
pengalaman yang Asamura Yuuta biasanya tidak akan pernah bisa rasakan. Tentu
saja, ini bukan hanya cerita. Ada otobiografi, dan buku bisnis juga. Dengan
membaca banyak buku, pengetahuan dan pengalaman memenuhi kepalamu, memberikan
dampak terhadapnya.
Pemikiran yang sempit,
keangkuhan dan kesombongan yang berlebihan, narsisme. Dengan membaca buku, dan
pengetahuan meta yang kau peroleh, kau dapat terhindar dari penderitaan dari
ciri-ciri kepribadian yang memalukan ini, dan mungkin itulah caraku melakukannya
juga; Semuanya berkat buku.
Otak orang dewasa rata-rata
memiliki berat sekitar 1.400 gram. Kau akan berpikir bahwa ini cukup untuk
memberi ruang bagi akal sehat, namun itu tidak terjadi pada banyak orang, yang
sejujurnya membuatku takut untuk memikirkannya.
Jika
aku tidak membaca buku, aku bisa berakhir seperti mereka juga.
Jam 8 di malam hari. Aku mulai
bekerja sekitar pukul 6 sore, dan dua jam ini berlalu sangat cepat setelah
menghadapi badai pelanggan akhir pekan yang biasa. Pada saat jumlah pelanggan mulai
sedikit berkurang, dan saat berpikir aku akhirnya bisa mengambil napas, hanya
fokus pada memperbaiki sampul buku di kasir, aku disela oleh pemandangan 'semacam itu'.
“Woah, Nona, kamu benar-benar
tipeku. Aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama.”
“Apa Anda senang mencari buku?”
“Eh, kenapa kau bisa semanis
ini? Bagaimana kalau kita pergi makan setelah pekerjaanmu selesai? Kapan kamu
selesai? ”
“Saya tidak inguku at nama
seperti itu, bisakah anda memberitahu lebih lanjut beberapa detail-nya?
“Apa yang kamu bicarakan, lol. Kau ini lucu sekali, haha. ”
Pria berandal yang mencolok
berusaha sangat keras untuk merayu karyawan wanita. Ia bahkan tidak menanggapi
ironi gadis itu, tidak menciut sama sekali. Ini adalah pemandangan yang
familiar di Shibuya, tapi melihatnya terjadi di toko sungguhan, belum lagi
dengan ngotot begitu, adalah pemandangan yang langka.
Gadis yang dirayu adalah model
sempurna dari gambaran seorang Yamato Nadeshiko dengan rambut hitam panjang.
Seorang gadis sastra, polos dan sopan — menambahkan gagasan tentang itu pada
penampilannya yang cantik dan aroma manis yang melayang di sekelilingnya, dia
jelas berada pada tingkatan yang berbeda dari gadis pada umumnya. Bahkan selama
upaya meray (sejujurnya sangat buruk) ini, dia tetap tersenyum lembut, tidak
terlihat kesal atau jijik sedikitpun. Itu adalah cara melayani pelanggan dengan
sempurna. Namun, matanya tidak tersenyum sama sekali.
Aku
benar-benar tidak ingin ada masalah, tapi…
Dengan pemikiran itu, aku
menuju ke sumber keributan, sembari membawa daftar barang masuk.
“Yomiuri-san, ada sesuatu yang
perlu aku tanyakan.”
“Ah, ya! Apa itu?”
“Tentang daftar barang baru. Aku
tidak tahu cara memeriksanya dengan informasi dari PC.”
“…! Oke, aku akan segera ke
sana.”
“Apa, hei!”
Gadis itu sepertinya mengerti
maksudku, dan berjalan menjauh dari tempat itu, meninggalkan seorang si pria
yang kebingungan. Pria tersebut mencoba meraih pergelangan tangan rampingnya,
tetapi hanya mengenai tumpukan daftar yang ada di tanganku.
“Apa kau punya urusan lagi
dengan Yomiuri-san ku?”
“Eh?”
Tentu saja, kami tidak dalam
hubungan seperti itu. Ini hanya tindakan untuk membuat pria itu menyerah.
Setelah membeku dengan mulut terbuka, pria tersebut bertepuk tangan, dan
tiba-tiba menunduk meminta maaf.
“Aku tidak begitu baik dalam hal
membaca suasana hati, jadi begitu rupanya! Masuk akal kalau wanita cantik
seperti dia sudah punya pacar, oke.”
“Eh. Ah, baiklah.”
Sejujurnya, aku tercengang. Menilai
dari semua jenis berandalan yang pernah aku baca, aku pikir Ia akan menjadi
agresif, menghina kita, atau semacamnya, tetapi sebenarnya Ia menarik diri
dengan cukup mudah. Kemudian lagi, mungkin saja cuma Ia yang bersikap begitu.
“Bro, lebih baik kau
menghargainya. Berbahagialah!” Ia meninggalkan beberapa kata penyemangat, dan
keluar dari toko.
Sekarang setelah keributan itu
hilang, keheningan kembali ke toko. Menyadari bahwa kami telah menarik
perhatian dari pelanggan lain, aku mencoba menyembunyikan telingaku yang
memerah, menunduk, dan kembali ke mesin kasir.
“Terima kasih, Kouhai-kun. Aku
benar-benar terbantu tadi. Juga, jika pria itu akan menyerah semudah ini,
kenapa Ia bahkan sengotot itu untuk merayuku… Benar ‘kan, Pacarku yang tersayang?
”
“Tolong hentikan itu.”
“Jangankan semalam, cinta kita
hanya bertahan semenit? Sedihnya.”
Ketika hanya kami berdua lagi,
senyum layanan pelanggannya telah menghilang, dan dia hanya menjulurkan
lidahnya dengan seringai menggoda. Dia menggigit papan nama di antara giginya,
hanya sekarang meletakkannya di sisi kanan seragamnya. Di sana, aku bisa
membaca nama 'Yomiuri Shiori'.
“Bukankah kita seharusnya tetap
memasang papan nama itu selama jam kerja kita?”
“Ini salah satu dari strategi khusus.”
Yomiuri-senpai meletakkan satu jari di bibirnya, sembari mengedipkan mata,
seolah-olah dia menyuruhku merahasiakannya. “Aturan ada untuk menjaga agar
organisasi berjalan lancar, bukan? Jika Ia menyebarkan namaku kepada orang
lain, kita akan banyak dikunjungi tipe orang semacam dia.”
“Masuk akal, sih.”
Dia jelas bukan tipe yang
membiarkan orang lain bermain dengannya. Sejujurnya, aku pikir kreativitas dan
pemikiran bijak ini adalah daya tarik terbesarnya, tapi aku rasa kebanyakan
pria di dunia ini tampaknya tidak setuju denganku.
“Yang tadi sudah ketiga kalinya
bulan ini, ya.”
“Ini baru tanggal 7, jadi kami
berada pada kecepatan setiap dua hari sekali.”
“Dan ketiga kalinya saat sedang
bekerja. Bagaimana aku bisa fokus seperti ini? ” Yomiuri-senpai bersembunyi
dari mata pelanggan di belakang kasir, mendesah kalah.
“Kalau saja mereka berhenti
melakukannya di dalam toko. Setiap kali aku mencoba membantu, Kau selalu menggodaku
tepat setelahnya… Tapi yah, aku sudah terbiasa.”
“Seperti biasa, terima kasih
banyak. Kamu benar-benar bisa diandalkan, Kouhai-kun. ”
“... Maaf, aku tidak bermaksud
membuatmu merasa berhutang sesuatu padaku.”
“Tidak apa-apa. Kamu sudah
banyak membantuku, jadi aku pun sama. ” Dia tertawa, dan menepuk pundakku.
Yomiuri-senpai mungkin tampak
seperti sosok ideal Yamato Nadeshiko, tapi ketika hanya kami berdua selama
shift, dia sering menggoda seperti itu, atau menggunakan nada yang cukup
santai. Pada awalnya, aku agak kebingungan menanggapinya karena jaraknya yang
samar-samar, dan seringnya kontak fisik, tetapi begitu memahami bahwa begitulah
karakternya saat bekerja, mudah untuk bergaul dengannya.
“Kau selalu populer seperti biasanya.
Itu mungkin karena kamu sangat cantik, Senpai.”
“Kouhai-kun… Jika kamu terus memujiku
seperti ini dengan gampangnya, kamu mungkin akan berakhir seperti orang itu
sekarang.”
“Jangan menakut-nakutiku
seperti itu, ya.”
“Yah, kurasa itu bukan karena
penampilanku, bukankah hanya karena aku terlihat gampangan dengan sedikit
dorongan?”
“Terlihat gampangan ...” Karena
cara ungkapannya yang blak-blakan dan terus terang, aku tak bisa berkata-kata.
Dia memang terlihat polos, tapi
dia sudah cukup dewasa, kurasa. Kota Shibuya ini memiliki apa yang bisa kau
sebut sentuhan sesat, membuat orang seperti pria itu kesalahpahaman. Aku dapat
membayangkan banyak pria di sini membidik seorang wanita yang tidak memiliki
pengalaman dengan pria, yang dapat mereka dapatkan dengan sedikit dorongan.
Belum lagi dia tidak pernah benar-benar menahan kata-katanya ...
“Katakan, Kouhai-kun. Aku dari
tadi mencium aroma wanita darimu selama ini. Apa jangan-jangan kau punya pacar
atau semacamnya? ”
Dia bahkan memiliki sedikit
kecenderungan sadis.
“Jangan bercanda seperti itu,
tolong… Tapi, memangnya bauku benar-benar tercium?”
“Penuh dengan bau busuk. Sampai
berapa jam kamu bermesra-mesraan untuk mengumpulkan aroma yang begitu kuat?”
“Izinkan aku pulang lebih awal.
Aku mau pulang dan mandi dulu.”
“Ahhh, aku cuma bercanda doang.
Jangan tinggalkan aku sendiriaaaaaaaan ~ ”
Aku coba menghirup aroma dari
pakaianku, dan berpura-pura berjalan pulang, ketika Yomiuri-senpai memelukku.
Saat ini, hanya dia dan aku yang bekerja. Meski kami berhasil melewati jam
sibuk, meminta dia melakukan sisanya terlalu kejam. Karena itu, aku cuma
bermain-main dengannya, dan tidak pernah benar-benar berniat pulang.
“Hanya saja, kamu pernah memberitahuku
sebelumnya, jadi aku sedikit penasaran.”
“Ahhh…”
Sekarang setelah dia
menyebutkannya, aku sebenarnya meminta beberapa nasihat darinya. Setelah aku mengetahui
bahwa adik tiriku sebenarnya adalah gadis yang sebaya, aku tidak yakin
bagaimana cara memperlakukannya, dan sikap seperti apa yang harus aku ambil.
Karena Yomiuri-senpai adalah satu-satunya gadis di sekitarku yang bisa aku ajak
bicara dengan mudah, aku meminta beberapa tips darinya. Tentu saja, aku diejek,
diolok-olok, dan tidak mendapatkan informasi yang berguna.
“Aku
tidak bisa berkomentar apa-apa hanya karena dia perempuan. Orang memiliki
kepribadian, hobi, dan nilai yang berbeda.”
Itulah pendapat darinya, dan itu sangat masuk akal, jadi aku
tidak bisa mengeluh sama sekali.
“Dan, bagaimana kabarnya? Apa
dia imut?”
“Maksudku, aku merasa tidak
nyaman melihatnya seperti itu.”
“Aku tahu kamu bukan tipe
agresif yang akan senang dengan situasi seperti itu. Aku berbicara dari sudut pandang
objektif.”
“… Menurutku dia cantik.” Aku
menjawab dengan jujur.
Aku merasa kesulitan untuk
mengatakan itu. Bagaimanapun juga, dia akan menjadi keluargaku mulai hari ini,
jadi ketika aku melihatnya dengan cara yang obyektif, rasa bersalah memenuhi
dadaku, membuatku merasa tidak nyaman. Dalam hal hubungan antarmanusia, dia
adalah seseorang yang berbagi banyak pemikiran denganku, tetapi dia adalah
anggota dari dunia yang tidak pernah bersinggungan denganku.
Dia cukup modis, memiliki wajah
yang imut namun menawan, rambut pirang yang indah, dan pakaian serta aksesoris
yang dia kenakan melengkapi penampilannya dengan sempurna. Dia jelas berbeda
dari karakter sampingan macam diriku, seseorang yang berdiri di bawah sinar
matahari. Ketimbang merasa senang dengan pujian yang bisa aku ucapkan padanya,
dia mungkin hanya menganggapnya menjijikkan.
“Fiuh, hidup bersama dengan
gadis cantik seperti itu, kamu sangat beruntung.”
“Tidak ada yang akan terjadi.”
“Enggak akan terjadi?”
“Tidak bisakah kamu membuat
lelucon kotor seperti itu? Itu benar-benar kebiasaan burukmu.”
“Aku selalu masuk di sekolah khusus
perempuan, jadi mau bagaimana lagi.”
“Kesanku terhadap sekolah
khusus perempuan jadi menurun…”
“Itu kebenarannya.”
“… Serius?”
“Nah, itu sih terserah kamu percaya
atau tidak ... oke?” Dia berbicara seolah-olah sedang berbicara tentang legenda
urban dan berkedip padaku.
Di dalam kepalaku, aku memilih yang
terakhir. Aku ingin menjaga citraku tentang romansa yuri yang berkembang di
sekolah khusus perempuan.
“Yah, aku sendiri juga
laki-laki, jadi aku sempat punya pemikiran seperti itu. Tapi, sejujurnya, aku
bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan semua pikiran jahat ini.”
“Hmmm?”
“Coba pikirkan tentang itu. Aku
tinggal di bawah satu atap dengan anggota yang sebaya, dan berbeda jenis kelamin.
Ini terlalu rumit bagiku, yang tidak pernah mengalami kontak seperti ini
sebelumnya.”
“Jadi aku bahkan bukan seorang
gadis di matamu?”
“Bagaimanapun juga, hatimu
seperti seorang pria.”
“Ahahah! Heeeey, bukannya itu
terlalu kejam! Maksudku, aku bisa mengerti maksudmu, tapi tetap saja! ”
“Kau seperti seorang teman,
atau Senpai yang dapat diandalkan.”
Dia selalu membuat lelucon
kotor juga ...
“Ahahaha… haaaah… Fiuh…
Baiklah, aku mengerti. Dari percakapan barusan, aku menemukan bahwa keahlianmu
dalam menangani perempuan sangat buruk. ”
“... Aku tidak akan berkomentar
apa pun.”
Bukannya aku bisa berkomentar
tentang itu dari awal.
“Sejujurnya, aku bingung. Sikap
seperti apa yang cocok untuk kita sebagai saudara? Seberapa besar perhatianku
padanya? Kekhawatiran ini memenuhi kepalaku, aku bahkan tidak punya waktu untuk
menikmati situasi ini.”
“Bertingkahlah seperti
biasanya, Kouhai-kun.”
“Bukannya nanti aku akan
dibenci karena ini?”
“Apa kamu membenci perilaku
alamiku?”
“…Tidak terlalu juga.”
“Lihat!”
“Tapi, kau ini gadis cantik,
Yomiuri-senpai… Sikap alamimu dan aku bahkan tidak bisa dibandingkan.”
“Itu adalah evaluasi diri yang
mengerikan. Aku sebenarnya sangat menyukaimu, Kouhai-kun. ”
“Tapi, kau ini orang aneh,
Yomiuri-senpai…”
“Hei sekarang, kamu menggunakan
kata yang benar-benar berlawanan dalam sekejap saja. Tapi, aku menyukai itu.
Terasa sangat artistik.”
“Itulah yang aku maksud.”
Di tengah percakapan, wajahnya
berubah menjadi kritikus, saat dia mengangguk pada dirinya sendiri. Menurutnya,
sebagai gadis sastra, dia terus mencari retorika indah dalam percakapan
sehari-harinya. Aku tidak mengerti bagaimana ini berkaitan dengan dirinya yang
mencoba candaan jorok di siang hari, tapi aku menelan keraguan itu.
Saat aku merasa sedikit kalah
saat membayangkan ada pria paruh baya yang sedang tidur di dalam gadis sastra cantik
seperti dia, Yomiruri-senpai melangkah pergi dengan 'Baiklah', dan kembali
dengan membawa sebuah buku di tangannya.
“Di sini, aku merekomendasikan
ini.”
“Ilmu Pria dan Wanita'?”
“Ini adalah penelitian
psikologis yang memasukkan data dan saran tentang cara bergaul dengan orang
lain — terutama ketika mereka dari lawan jenis. Ini akan menjadi referensi yang
bagus, bukan? ”
“Kedengarannya menarik.”
Aku dengan cepat membalik-balik
halaman buku itu, dan berkata begitu. Hanya dengan melihat isinya, aku
menyadari bahwa buku ini pasti akan sangat membantuku.
Menurut isi buku ini, kau perlu
memahami orang lain. Setelah itu, kau perlu memahami diri sendiri. Untuk
mencapai tahap itu, kau perlu mendapatkan pandangan objektif tentang dirimu. Aku
pernah membaca sesuatu yang serupa di buku lain sebelumnya. Itulah mengapa aku
mulai berusaha melihat diriku secara objektif, dan ini bukanlah sesuatu yang
sama sekali baru bagiku. Namun, ada satu bagian dari isi buku ini yang sangat
menarik perhatianku.
“Jika
kau ingin lebih baik dalam memandang dirimu secara objektif, mulailah menulis buku
harian!”
Itu adalah metode yang bisa aku
gunakan segera. Hanya dari membaca itu, aku merasa tertarik. Yomiuri-senpai
rupanya mendengarnya, dan menunjukkan seringai ala succubus.
“Biar kuberitahu, aku sudah menguji
efek dari buku itu, dan anak cowok serius melakukannya.”
“Kmu pernah menggunakannya
sebelumnya?”
“Banyak kredibilitas, bukan?
Maksudku, kamu dan aku baik-baik saja. ”
“Ya, itu cukup meyakinkan.”
Satu pembuktian berarti lebih
dari seratus deduksi. Daripada mendengar ocehan orang gendung tentang diet, kau
lebih suka memercayai mantan orang gendut yang menjalani pelatihan ketat dan
sering melakukan fitnes. Alhasil, aku memutuskan untuk membeli buku tersebut.
Setelah shift kerjaku berakhir,
setelah selesai mengganti seragam, aku membeli buku dari Yomiuri-senpai, yang
shiftnya berlangsung sampai tengah malam. Tidak seperti aku, anak SMA yang
hanya diizinkan bekerja sampai jam 10 malam, dia masih terkurung di sana. Aku
menerima buku itu darinya, memasukkannya ke dalam tasku, dan saat aku hendak
pergi, aku berbalik lagi.
“Jika seseorang seperti sebelumnya
mencoba untuk merayumu lagi, hubungi aku kapan saja. Sepeda aku selalu gatal
untuk mengaum.”
Untuk sesaat, Yomiuri-senpai
tampak bingung. Ekspresi itu bagaimanapun berubah dengan cepat, saat dia
menunjukkan seringai bahagia.
“Wahh jantan sekali ~ Kalau
begitu, aku akan meneleponmu, lalu polisi.”
“Tolong buat sebaliknya.”
Jika kau akan menelepon polisi
sejak awal, jangan repot-repot menghubungi Kohai-mu.
Saat aku sampai di rumah, waktu
sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dalam perjalanan pulang, aku menyeimbangkan
sepeda dengan satu tangan, sambil mencari aplikasi yang bisa aku gunakan untuk
membuat buku harian, itulah sebabnya pengunduhan memakan waktu lebih lama dari
biasanya. Aku menyimpan sepeda kesayanganku di ruang sepeda, naik ke lantai
tiga dengan lift, ketika aku diserang oleh rasa bersalah lagi.
Biasanya, aku pulang ke rumah
dengan santai, tetapi aku tidak ingat memberi tahu Akiko-san atau Ayase-san
tentang berapa lama aku akan bekerja. Aku berharap ayahku memberi mereka,
tetapi aku tidak bisa mengharapkan dukungan seperti itu.
Mengingat kemungkinan kalau
keluargaku sudah tidur, aku dengan hati-hati membuka pintu, dan menuju ke ruang
tamu sepelan mungkin. Aku bisa melihat cahaya menyala melalui pintu kaca yang
tertutup awan, jadi seseorang masih bangun. Merasa tubuhku tegang, aku menuju
ke dalam. Ternyata, Ayase-san sedang duduk sendirian di sofa.
Kupikir itu cokelat panas atau
semacamnya, karena uap samar keluar dari cangkir yang dipegangnya. Dia melihat
ponselnya, tanpa ekspresi, mungkin melihat-lihat media sosial. Atau mungkin
mengirim pesan ke beberapa orang. Teman? Pacar? Dengan paras cantik dan mudah
diajak bicara, kedengarannya sangat mungkin.
“Aku pulang.”
“Eh? Ah, ya. ” Dia mendongak
dari ponselnya, memberiku reaksi yang sedikit terkejut.
Daripada menjadi tidak jelas,
sepertinya dia terkejut, tidak yakin harus berkata apa. Seperti orang asing
yang baru saja menanyakan arah ke daerah yang tidak terlalu dia kenal.
“… Ayase-san?”
“Maaf, aku tidak terbiasa
benar-benar mendengarnya, jadi aku tidak yakin bagaimana menanggapinya.”
“Ahh… benar juga. Karena kau
menjalani gaya hidup yang sangat berbeda. ”
Dia pernah menyebutkan bahwa
karena Akiko-san selalu bekerja di malam hari, waktu tidur mereka tidak pernah
sama, ya. Ketika aku pertama kali mendengarnya, aku hanya berpikir 'Aku rasa keluarga semacam itu juga ada',
tetapi menyadari apa sebenarnya artinya sekarang, aku merasa dadaku menegang.
“Ada apa dengan ekspresi seriusmu
itu?” Ayase-san menunjukkan tawa masam.
Sepertinya pikiran batinku
benar-benar terpapar jelas di wajahku.
“Tenang saja. Aku tidak diperlakukan
dengan buruk atau semacamnya. Dia pulang ketika aku pergi ke sekolah, tidur dan
menyelesaikan bisnis apa pun yang dia miliki, dan ketika aku pulang, dia sudah pergi
bekerja. Bagi kami, itu adalah rutinitas normal kami. ”
“Kamu tampak cukup dekat
meskipun rutinitas kalian begitu.”
“Bagaimanapun, kami adalah ibu
dan anak. Hari ini, kami pergi berbelanja bersama setelah sekian lama, itu sangat
menyenangkan. ” Atau begitulah yang dia katakan, tapi suaranya tidak menawarkan
intonasi khusus, ekspresi di wajahnya masih datar.
Aku hanya mendengarkan
alasannya, saat dia berbicara tentang masa lalu dengan nada yang sangat kering.
Alasanku tidak merasakan nuansa kesepian darinya mungkin karena dia sudah
terbiasa. Kami berbicara tentang single
parent, dan gadis SMA. Aku tahu aku bukan orang yang bisa berbicara manis, tapi
aku pribadi takkan terlalu merasa tidak bisa melihat orang tuaku untuk
sementara waktu.
Lebih penting lagi, sepertinya
aku mengganggunya saat dia sibuk menelepon. Merasa menyedihkan, dan menyesal, aku
ingin pergi dan bersembunyi di kamarku sendiri.
“Aku berpikir untuk mandi lalu
pergi tidur ...”
“Silahkan saja. Aku baik-baik
saja menjadi yang terakhir. Aku selalu begadang. ”
“Baiklah, Gotcha.”
Saat aku berjalan ke kamarku
sendiri dan bersiap untuk mandi, aku memikirkan kata-kata terakhir Ayase-san.
Dia tak keberatan dengan mandi terakhir. Dia juga tidak masalah dengan tidur
tengah malam. Maksudku, itu masuk akal jika kau memikirkannya. Dia takkan
menginginkan anak cowok yang baru saja dia temui, apalagi harus tinggal bersama
sekarang, menggunakan air mandi yang baru saja Ia gunakan, dan dengan tidur
dulu, dia membuat dirinya tidak berdaya di hadapan seorang remaja laki-laki.
Jika demikian, maka semakin lama aku mandi, semakin lama malamnya.
—Kurasa tidak perlu
berlama-lama lagi di kamar mandi.
Usai memutuskan hal ini, aku
hanya butuh s10 menit untuk mandi dari tiga puluh menit yang biasa, dan aku menggunakan
dua puluh menit yang tersisa untuk mengosongkan bak mandi, mengisinya dengan
air hangat yang segar. Aku benar-benar tidak
tahu bagaimana harus bersikap di sekitarnya, tapi paling tidak, aku ingin
membuatnya senyaman mungkin di rumah barunya.
Akibatnya, meskipun kau mungkin
mengharapkan sesuatu setelah membaca terlalu banyak romcom, tidak ada peristiwa
yang mendebarkan dan mengasyikkan yang terjadi pada malam pertama kami tidur di
bawah satu atap. Seperti yang telah aku nyatakan dalam prolog cerita ini,
kehidupan sehari-hari dengan adik tiri sangat berbeda dari apa yang diperlihatkan
dalam manga, novel ringan, atau game.
Meski begitu, bukan berarti aku
tidak menyadari bahwa ada lawan jenis yang
tidur tidak jauh beberapa meter dariku, itulah sebabnya aku mengalami kesulitan
tidur.
Saat aku bangun keesokan
paginya, Ayase-san sudah menyiapkan segalanya sendiri, duduk di ruang tamu,
jadi tidak ada peristiwa menarik yang mendebarkan untuk ditemukan. Namun-
“Pagi. Tidurmu nyenyak? ” Dia
bertanya kepadaku.
“Terima kasih berkatmu tidurku
lumayan nyenyak.”
“Sama disini. Air hangatnya
sangat pas, terima kasih banyak. ”
—Aku bisa menangkap pesona Ayase-san sebagai manusia normal bahkan melalui percakapan yang begitu sepele, dan meski mungkin tidak sama dengan semua percakapan dalam fiksi itu, aku mendapati diriku berpikir bahwa hubunganku dengan adik tiriku ini tidak seburuk itu.
Terimakasih tlnya min
BalasHapusDitunggu lanjutanya
BalasHapusHehe boi
BalasHapusYoi
BalasHapusDitunggu lanjutanya
BalasHapusArigatou Tl nya
BalasHapusKanjut
BalasHapusSenpainya boleh juga tuh😏
BalasHapusManual translate kah min?
BalasHapusTertarik karna ilustrasinya, dan kayaknya ceritanya menarik juga nih.
BalasHapusTeam onee san
BalasHapusupdate terus
BalasHapusjgn lupa tomodachi no imoutou
hmmm agak bingung juga pertama kali baca light novel
BalasHapusBagus cerita nya
BalasHapusMantap LN nya Cuma Nggk Ada Gambarnya Doang
BalasHapus