Azure and Claude Bahasa Indonesia

Azure dan Claude (Rewrite 2016)


Genre : Drama, Mature, Mystery, Psychological, Romance, Supernatural

Type : Oneshot

Author : Sugaru Miaki

Ilustrator : loundraw

Sinopsis :

Mengisahkan seseorang yang mempunyai kekuatan untuk mengendalikan tubuh orang lain dan membuat mereka bunuh diri. Dan pada suatu hari, Ia bertemu dengan target yang spesial….

=========================================================

Versi revisi dari cerita 2ch Fafoo “Pekerjaan Sederhana Mengendalikan Seseorang untuk Bunuh Diri,” Alias Azure dan Claude. Versi ini ternyata berfungsi sebagai bahan untuk manga, meski ada juga beberapa perbedaannya tersendiri.

Sama seperti versi aslinya, harap berhati-hati dengan isi cerita yang melibatkan topik bunuh diri.

 

——————————————————————————————————————————

1.

Pekerjaanku sebagian besar mencakup membersihkan kamar orang.

Kenapa aku harus membersihkan kamar orang lain?

Karena hal itu berkaitan dengan bunuh diri.

Membersihkan kamar dan tinggalkan pesan, lalu tidak ada yang curiga dengan tindakan bunuh diri tersebut. Membuat semuanya rapi. Itulah bagian yang terpenting.

Prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Ambil alih tubuh target.

2. Beri petunjuk bunuh diri.

3. Beres-beres kamar.

4. Tulis surat wasiat.

5. Bunuh diri.

Jadi, jika ditanya apa profesiku, aku akan menyebut diriku sebagai “Pembersih.”

Yang mana, tentu saja, benar dalam artian banyak hal.

 

2.

Aku ingat saat ulang tahunku yang ke-20 ketika aku memperoleh kemampuan untuk mengendalikan tubuh orang lain.

Tidak ada tanda-tanda aneh sebelumnya, rasionalitas pun sama sekali tidak bisa menjelaskannya.

Pada hari itu, aku tiba-tiba memahami kalau aku memiliki kekuatan untuk memanipulasi orang lain.

Dan pada saat yang sama, wajah "target" muncul di dalam kepalaku.

Sebuah suara di kepalaku berkata, “buang mereka, dan buatlah tampak seperti bunuh diri.”

Dan sejak hari itu, aku adalah seorang Pembersih.

Selama tiga bulan, aku sudah berurusan dengan enam target.

 

3.

Targetku yang ketujuh adalah seorang gadis bermata sayup.

Aku sendiri terkejut setelah mengetahui kalau dia adalah targetku yang berikutnya.

Dengan kata lain, semua orang yang aku buang sejauh ini tampak jahat; Aku belum pernah memiliki target yang masih muda dan tampak tidak berbahaya sebelumnya.

Dia begitu halus, seakan-akan dia mungkin bisa hancur jika kau mendorongnya.

Dia begitu pucat, seolah-olah dia mungkin bisa ternodai jika kau menyentuhnya.

Dia selalu melihat sesuatu di kejauhan.

Tipe gadis seperti itulah dirinya.

Tapi kamu tidak boleh membiarkan penampilannya itu menipumu.

Tak diragukan lagi ada alasan tersendiri kenapa dia dijadikan target.

Mungkin dia sudah melakukan semacam kejahatan di masa lalu.

Selama yang aku tahu, mungkin dia sudah membunuh dua atau tiga orang.

Aku memejamkan mataku, dan dari lokasi yang jauh, aku membayangkan wajah target dan mengambil alih tubuhnya.

Itu adalah hari yang cerah di bulan Juli.

Pada saat itu, aku tidak punya firasat apa-apa kalau ini akan menjadi pekerjaan terakhirku.

 

4.

Target sedang memandang ke luar jendela.

Dia sedang berada di ruang kelas. Yang tampaknya jam pelajaran masih berlangsung.

Semua siswa sibuk mencatat.

Sementara itu, Targetku sendiri dengan malas meletakkan dagunya di tangan, menatap ke luar.

Bukan karena ada sesuatu yang sangat menarik di luar jendela.

Hanya ada pemandangan pedesaan yang damai.

 

5.

Aku berusaha mengendalikan tangan target.

Untuk menguji keakuratan kendaliku, aku dengan hati-hati mencoba menyalin dari papan tulis.

Pulpen di tangannya terasa besar.

Kurasa itu memberitahuku betapa kecilnya tangan gadis itu.

Tetapi aku dengan cepat terbiasa dengan keanehan ini, dan mampu mengendalikan tubuhnya dengan ketepatan yang sama dengan tubuhku.

Aku mendongak ke atas dan tatapanku dengan tatapan guru, ekspresi wajahnya tampak terkejut.

Aku akan mengerti arti di balik ekspresinya segera.

 

6.

Untuk menentukan sikap target, aku menulis "Halo" di buku catatannya, lalu melepaskan kontrol untuk sementara waktu.

Target mengepal dan membuka tangannya, mengkonfirmasikan tubuhnya telah dibebaskan.

Dia tampaknya sadar bahwa dia sedang dikendalikan.

Si Target menatap dengan rasa ingin tahu pada "Halo" yang ditulis tangannya sendiri.

Dia tidak menunjukkan reaksi lebih lanjut.

 

7.

Pelajaran pun berakhir, dan istirahat makan siang dimulai.

Aku mengambil alih tubuh target sekali lagi.

Di sinilah segalanya akan benar-benar dimulai.

2. Beri petunjuk bunuh diri.

Pertama-tama penting untuk menunjukkan kepada kenalan target dan teman-temannya akan penampilan penderitaannya.

Lebih sering menghela nafas, mengeluh tidak bisa tidur akhir-akhir ini, jarang berbicara, mengatakan hal-hal yang tidak normal.

Dengan meninggalkan implikasi di sudut-sudut kata-katanya, bunuh dirinya akan terasa nyata.

“Kalau dipikir-pikir lagi, itu adalah tanda-tanda bunuh diri.”

 

8.

Aku melihat sekeliling kelas untuk mencari teman-teman target.

Namun, tidak ada seorang pun yang datang untuk berbicara dengannya, bahkan melihat ke arahnya pun tidak.

Semua orang pergi ke kelompok mereka sendiri dan makan siang.

Aku terus menunggu seseorang untuk berbicara dengannya.

Kupikir jika aku melakukannya, seseorang akan menyadari bahwa dia sendirian dan datang untuk berbicara.

 

9.

Tiga puluh menit selama istirahat makan siang, si target masih dibiarkan begitu saja.

Saat itulah akhirnya aku sadar.

Ini cara alami kelas ini untuk membuat gadis ini terisolasi.

Tampaknya target baruku adalah "penyendiri."

 

10.

Aku pikir ini mungkin masalah.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ini bisa dijadikan kesempatan juga.

Seorang "penyendiri" bisa mati kapan saja, dan itu cukup persuasif.

Seorang pewawancara bertanya:

“Seperti apa gadis yang bunuh diri itu?”

Teman sekelasnya menjawab:

“Dia orang yang pendiam, dan tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan.”

Aku bisa membayangkan itu dengan mudah.

Aku memutuskan untuk meninggalkannya sendirian untuk sementara waktu.

Lagipula tidak ada yang bisa kulakukan.

Aku sementara melepaskan kendaliku atas target.

Karena tanpa gangguan, dia akan memainkan peran sebagai "gadis yang mungkin akan bunuh diri" untukku.

 

11.

Aku mengendalikan target dari kamar apartemen.

Aku bisa mengambil alih tubuh seseorang dari mana saja selama aku tahu wajah mereka.

Aku mengatur alarmku dan mulai tidur siang.

Mengendalikan orang membutuhkan stamina yang luar biasa.

Pekerjaanku berikutnya adalah yang paling melelahkan, "pembersihan."

Aku harus menjaga kondisi fisikku untuk itu.

 

12.

Aku bangun dan memeriksa keadaan si target.

Sepertinya jam pelajaran terakhirnya baru saja selesai.

Si Target meninggalkan kelas sebelum orang lain.

Sepertinya dia tidak mengikuti di klub mana pun.

Menempatkan earbud pada Walkman, dia langsung pulang, tidak mengambil jalan memutar.

Ketika target kembali ke rumah dan memasuki kamarnya, aku mengambil alih tubuhnya sekali lagi.

3. Beres-Beres kamar.

Aku melihat kamar itu, melalui mata si target.

Kesan jujur pertamaku adalah, "Apa-apaan ini?"

 

13. 

Aku sempat dibuat tercengang. 

Aku harus membereskan semuanya, namun di ruangan ini tidak ada sesuatu yang layak untuk dirapikan - tidak ada apa-apa selain perabot minimal. 

Tidak ada majalah, tidak ada buku, tidak ada televisi, tidak ada komputer, tidak ada kosmetik, tidak ada bantal, tidak ada boneka binatang, tidak ada sama sekali. 

Itu adalah ruangan kosong yang mengerikan. Kamar yang sama sekali tidak cocok untuk gadis seusianya. 


14. 

Bahkan dari pengalamanku, langkah ini bisa memakan waktu lebih dari lima jam tergantung pada kondisi ruangan. 

Dalam kasus target sekarang, semuanya selesai hanya dalam dua menit. 

Satu-satunya sampah di ruangan ini hanyalah sebotol bir. 

Ada juga beberapa barang di laci bawah. 

Aku mulai memasukkan botol-botol itu ke dalam tas kresek, tapi kemudian aku memikirkannya. 

Lebih baik tidak membereskannya karena bisa menganggap hal tersebut sebagai tanda bunuh diri, jadi aku menempatkan mereka kembali di tempat semula. 


15. 

Sebenarnya masih ada beberapa hal yang menunjukkan rasa kemanusiaannya. 
Misalnya saja, CD-CD yang tersebar di rak-rak. 

Aretha Franklin, Janis Joplin, Liburan Billie, Bessie Smith. 

Pasti selera milik orang-orang yang suram. 

Ini juga sepertinya membantu presentasi seperti sebelumnya, jadi aku membiarkannya begitu saja. 

Dan, ada juga tanaman hias di beranda. 

Namun, itu bukan bunga yang cantik atau semacamnya, melainkan bunga polos dengan pola yang tidak biasa. 

Aku memutuskan untuk memngabaikan ini karena alasan yang sama dengan CD. 

Dan itu adalah akhir dari pembersihan. 

Pekerjaanku belum pernah berjalan semulus ini. 

Mungkin tidak ada masalah untuk melakukan bunuh diri sekarang. 

Sepertinya lebih baik tidak mencoba sesuatu yang mencolok. 

 

16. 

4. Tulis Surat Wasiat. 

Untuk sentuhan akhir, aku menulis catatan bunuh diri melalui tangan target. 
Merobek satu halaman dari buku teks sejarah, aku menulis, “Aku benci diriku sendiri, jadi aku mau mati.” 

Aku hanya merasa bahwa jika gadis ini menulis catatan bunuh diri, isinya pasti menjadi seperti ini. 

 

17. 

Aku menaruh catatan itu di kantongnya, dan berniat meninggalkan rumah. 

Tiba-tiba, si target menunjukkan perlawanan pertamanya. 

Dan pada kenyataannya, cukup kuat. 

Dia hampir mengambil kendali tubuhnya kembali. 

“Tunggu,” si target berhasil berbicara. 

Karena dia memaksakan gerakan mulutnya melawan kendaliku, ujung mulutnya tersayat dan berdarah sedikit. 

Selain rasa terkejut, aku merasa agak lega. 

Aku merasa segalanya berjalan terlalu mulus. 

Sekarang, memohon untuk hidupmu, pikirku. 

Apa yang akan aku dengar, aku penasaran? 

 

18. 

Si target lalu mengatakan ini: 
“Aku ingin kamu mengubah sedikit pada wasiat itu.” 

 

19. 

Alih-alih berbicara dengan mulutku sendiri, aku membuat target berbicara. 

“Apa maksudmu?” 

Orang yang lewat hanya akan melihatnya berbicara sendiri. 

Target pun menjawab, “Bisakah kamu mengubahnya menjadi “Aku benci segalanya, jadi aku akan mati” ?” 

“...Kenapa?”

“Aku ingin orang-orang berpikir," Lebih baik kalau dia mati.” Jika itu mungkin.”

 

20. 

Aku terdiam sesaat, tapi menganggap kalau itu masih baik-baik saja, dan mengubah catatan itu ketika dia menginstruksikan. 

“Terima kasih banyak,” ucapnya. 

Sepertinya pekerjaan ini akan berakhir tanpa dia memohon sama sekali. 

Apa yang sebenarnya dipikirkan gadis ini? 

Saat itulah aku sampai pada teori tertentu. 

 

21. 

Mungkin target ini, jauh sebelum aku menargetinya, sudah ada niatan untuk bunuh diri? 

Dia telah membersihkan kamarnya, memutuskan apa yang akan ditulis dalam catatan bunuh diri, tapi mungkin tidak berani mangambil langkah terkahir?

Bila memang begitu, itu akan menjelaskan ruang kosong yang tidak wajar, dan kurangnya resistensi. 

Jika hipotesisku benar, apa yang aku lakukan adalah mendorong bagian belakang seseorang yang merindukan kematian, membunuh mereka seperti yang mereka inginkan. 

Aku cuma bertindak seperti sukarelawan. 

 

22. 

Bukan itu yang aku inginkan. 

Rasanya membosankan membunuh orang yang ingin mati. 

Hal tersebut tidak menyenangkanku karena rasanya seperti dia memanfaatkanku. 

Aku sangat benci digunakan oleh orang lain lebih dari apapun. 

Sebelum aku membunuhnya, aku akan sedikit menggoda gadis ini. 

Entah bagaimana, aku akan membuatnya berkata, “Aku tidak ingin mati.” 
Memaksa kata-kata itu keluar dari mulutnya sendiri. Dan kemudian aku akan membunuhnya. 

Itulah yang aku putuskan. 

Bila dipikir-pikir lagi, ini adalah pertama kalinya aku mencampuri perasaan pribadi dalam pekerjaanku. 

Aku mengambil alih tubuh target, meremas-remas catatan itu, dan membuangnya ke tempat sampah. 

Di kertas terpisah, aku menulis "Aku menginap di rumah teman," meletakkannya di meja ruang tamu, dan meninggalkan rumah hanya dengan dompetnya saja. 

 

23. 

Pada malam hari, kota sedang berada di bawah selubung serangga yang berdengung. 

Malam ini adalah malam lembab yang membuatmu mulai berkeringat meski kau cuma berdiri diam. 

Aku mengendalikan target untuk membuatnya berjalan melalui panas terik selama berjam-jam. 

Ini juga kota pelabuhan dengan banyak bukit dan tangga, sehingga staminanya tampak berkurang. 

Tubuhnya menjadi berkeringat, dan kakinya yang ramping mulai bergetar. 

Seiring waktu berlalu, dia menjadi haus, lapar, dan lelah. 

Visinya menyempit, dan pandangan matanya menjadi samar. 

Dengan setiap langkah, dia merasakan sakit yang tak tertahankan. 

Aku tidak peduli, dan dia terus berjalan. 

 

24. 
Setelah mendaki bukit dan tangga selama berjam-jam, target tiba-tiba mendongak untuk melihat platform observasi di atas kota. 

Dengan langkah terluntai, dia menaiki tangga spiral ke atap. 

Dia memanjat pagar pengaman, dan berdiri di tepi peron. 

Melepaskan pagar, dia melihat ke bawah permukaan tanah. 

Kakinya tertekuk pada ketinggian yang memusingkan. 

Tinggal satu langkah lagi, semuanya akan berakhir. 

Dia mengambil langkah itu. 

Kakinya menapaki udara, dan tubuhnya jatuh ke depan. 

Target menutup matanya erat-erat untuk bersiap menyambut kematian. 

 

25. 
Tapi sesaat kemudian, tubuh target dengan kuat ditarik kembali ke sisi lain pagar. 

Si target sepertinya tidak mengerti apa yang terjadi. Dia dengan takut-takut membuka matanya dan menyadari kalau dia telah diselamatkan, dan lalu terduduk ke lantai. 

Dia perlahan-lahan mengangkat kepalanya, dan melihat orang yang menyelamatkan dirinya dari upaya bunuh diri. 

“Bukannya kamu merasa lega setelah aku menyelamatkanmu?”, Ucapku. 
Dia menatap wajahku, rahangnya ternganga. 



26. 
Setelah beberapa saat, Si target membuka mulutnya. 

“Jadi kamu yang mengendalikanku?”

“Ya,” aku mengangguk. 

“Kalau begitu, tolong bunuh aku segera,” katanya, tanpa mengedipkan mata. 

Mendengar pintanya tersebut membuatku semakin yakin. 

Bahkan jika itu keras kepala, sekarang aku benar-benar takkan merasa puas kecuali aku bisa membuatnya berkata, “Aku tidak ingin mati.”

Aku mengambil target yang kakinya tak berdaya. 

Dengan hati-hati aku menuruni tangga spiral, dan melemparkannya ke kursi belakang mobilku. 

“... Apa aku diculik?”, Tanyanya. 

“Diam saja,” kataku, dan menyalakan mobil. 

 

27. 
Setelah sampai di apartemen, aku membawa target ke ruanganku dan menyuruhnya untuk mandi. 

Si target meringis seolah-olah tidak memahami apa yang aku maksud, tapi dia menuruti, tidak memberi keluhan apapun. 

Aku pergi untuk mengambil pakaian Target dan memasukkannya ke mesin cuci, lalu menggantinya dengan handuk mandi dan baju ganti lainnya. 

Kemudian aku menuju ke dapur dan memasak menggunakan bahan yang tersisa di kulkas. 

Tidak lama berselang, Si target keluar dari kamar mandi, dan aku menyuruhnya makan. 

Dia melihat-lihat bola-balik antara makanan dan aku dengan tatapan bingung, tapi akhirnya dia mengambil sumpit dan mulai menyantap makanan yang kusajikan. 

 

28. 

Setelah selesai makan, Target lalu bertanya: 

“... Kenapa kamu melakukan ini? Bukannya kamu seharusnya membunuhku secepat mungkin?”

“Kamu merasa seperti hidup, ‘kan?” Balasku dengan bertanya. 

“... Um?” Dia mengedipkan matanya. 

“Mandi air panas untuk tubuhmu yang kelelahan, makanan lezat untuk perutmu yang kosong. Kamu pasti merasakan perasaan puas yang tidak dapat kamu tolak.”

Si target menatapku tanpa bisa berkata apa-apa. 

“Aku ingin kamu mati dengan setakut mungkin. Jadi kupikir aku akan mengambil setiap aspek positif yang mungkin berkebalikan dengan kematian, tidak meninggalkan apapun.”

Target merenungkan sesuatu dengan memejamkan matanya, tapi segera mulai mengantuk, dan tertidur di atas meja. 

Aku dengan lembut membawanya ke atas ranjang, berhati-hati untuk tidak membangunkannya. 

Si target sepertinya tidur sangat nyenyak. 

Aku akan terus mengajarinya kegembiraan dalam hidup satu per satu, pikirku. 

Setiap kali dia mempelajari salah satu hal positif dalam hidup, dia seharusnya menjadi lebih takut pada kematiannya.

Membayangkan wajahnya yang penuh ketakutan, membuatku jadi menyeringai 

 

29.

Keesokan paginya, Si target bangun dan berkata saat melihatku, “Sekarang, mari kita lanjutkan apa yang kita tinggalkan kemarin” 

Dia mengulurkan kedua tangannya ke arahku sambil tersenyum. 

“Tolong bunuh aku secepatnya.”

Aku memelototinya sedikit. 

“Benar, aku akan segera membunuhmu. Dengan cara yang sangat mengerikan.”

“Cara yang sangat mengerikan?”

“Ya. Nantikan itu."”

Gadis yang aneh, pikirku. 

Orang normal pasti akan bingung dengan situasi ini, tetapi dia tampaknya menerimanya tanpa masalah. 

 

30. 
Aku membuat sarapan sederhana, dan kami berdua memakannya. 
Kemudian aku mengantar si target kembali ke apartemennya, dan begitu dia siap, aku mengantarnya ke sekolah. 

“Kamu suka sekolah?”, Tanyaku. 

“Aku membencinya. Seluruh sistem, semua orang di kelas, semuanya hal itu.” Dia menjawab dengan serak. 

“Apa kamu kesepian karena tidak memiliki teman?”

“Tidak. Aku suka sendirian.”

“Begitu ya,” aku mengangguk. “Aku akan mempertimbangkannya.”

Setelah keluar dari mobil, Si target berbalik, menundukkan kepalanya ke arahku, dan berjalan menuju ke gedung sekolah tanpa menyadari apa yang sebenarnya terjadi.

 

31. 
Aku lalu memarkir mobil di tempat parkir toko terdekat, mengatur kursi terlentang, dan memejamkan mata. 

Si target baru saja memasuki ruang kelas. 

Pastinya tempat ini adalah ketidaksukaannya. 

Dia berhenti di depan pintu dan ragu-ragu. 

Setelah jeda yang lama, dia dengan berani meletakkan tangannya di gagang pintu. 

Ketika masuk, beberapa siswa terdekat secara refleks berbalik ke arah target. 

Saat itu pula, ekspresinya tiba-tiba menjadi ceria, dan menyapa mereka.

“Pagi!”

Tentu, ini adalah perbuatanku. 

Tidak ada orang di sekitarnya yang menanggapi salamnya. 
Meskipun sepertinya mereka tidak menghiraukannya. 
Tidak ada yang pernah menyangka mengenai dia yang menyapa mereka, jadi mereka mungkin memutuskan kalau mereka hanya salah dengar. 

Wajah si target memerah. 
Dia merasa sangat malu. 

Dia tidak masalah kalau akan dibunuh, tapi tapi tidak tahan jika salamnya diabaikan. 
Begitulah adanya. 


32. 
Si target duduk, lalu mengambil pena dan buku catatan, dan menulis “Tolong berhenti” untuk memohon padaku. 
Aku meminjam tangannya untuk menjawab, “Tidak mau.” 

Ketika jam pelajaran dimulai, Si target meletakkan sikunya di atas meja dan mulai menatap ke luar jendela, dan mengabaikan guru. 
Tak berselang lama, aku mengambil alih kendali tubuhnya, dan menulis instruksi “Ikuti pelajaran dengan serius” di buku catatannya. 

Si target memelototi pesan aku, tapi akhirnya mengambil pulpen untuk menandakan kekalahannya dan mulai membuat catatan. 
Guru yang ada dei depan kelas, memperhatikan Si target menggunakan buku catatannya, menatapnya seolah-olah sedang menyaksikan keajaiban. 
Dia pasti biasanya memiliki sikap yang sangat buruk di kelas. 

 

33. 
Saat istirahat makan siang, Si target pergi makan sendirian. 

Tapi aku tidak mungkin membiarkan kesempatan emas seperti itu lewat begitu saja. 

Aku mengambil alih tubuhnya, mendekati sekelompok kecil gadis yang makan di dekat situ, dan berkata, “Um ...” 

Semua gadis memandang ke arahnya. Aku membuat target tersenyum manis, lalu berkata: 

“Apa aku boleh duduk di sini?”

Gadis-gadis itu saling memandang dengan tak percaya. 

“I-Iya, silahkan saja ...”, salah satu gadis menjawab dengan malu-malu. 

Di bawah manipulasiku, Si target tersenyum dan berkata, “Makasih” 

Aku tahu wajahnya tampak memerah karena malu. 

 

34. 
Aku terus memanipulasi target dengan cara begitu sepanjang hari. 

Setelah jam pelajaran selesai, Si target meninggalkan kelas sebelum orang lain. 
Dia pasti mengira intervensiku akan terus berlanjut selama dia di sekolah. 

Kakinya membawanya langsung ke rumah, tapi aku takkan membiarkannya. 
Aku mengambil kendali untuk mengubah arahnya. 

Namun, kali ini aku takkan mengajaknya jalan-jalan. 
Setelah sekitar dua puluh menit berjalan, target tiba di taman anak-anak yang agak terbengkalai. 

Aku menyuruhnya duduk di salah satu ayunan. 
Secara alami, aku duduk di sisi lainnya. 

 

35. 

“Hei,” aku mengangkat tangan dan menyapa. “Bagaimana sekolahmu?” 

Si target perlahan-lahan berbalik ke arahku dan melotot. 

“Kenapa kamu melakukan hal itu?”

“Kamu tampak kesepian, jadi kupikir kamu butuh beberapa teman.” 

“... Apa kamu puas menggodaku?”

“Ya. Orang sepertimu adalah tipe yang paling menyenangkan untuk dijaili.”

Si target menghela nafas dan membalas, “Berhentilah melakukan hal bertele-tele dan cepatlah bunuh aku.” 

Aku mengabaikannya dan menyalakan rokok. Dia lalu terus melanjutkan. 

“Apa kamu merasa segan karena berurusan dengan gadis remaja? Jika hal ini membuatmu ragu, kamu bakal mengalami kesulitan nanti.”

Ada sesuatu yang aneh dengan perkataannya. 

 

36. 

Kalau dipikir-pikir lagi, ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan mengenai kata-kata dan tindakannya. 

“Aku ingin kamu membuat sedikit perubahan pada catatan itu.” 

“Jadi kamu yang mengendalikanku?” 

“Bukankah seharusnya kamu membunuhku dengan cepat?” 

Ya —  seolah-olah dia tahu apa yang dimaksud dengan pekerjaan Pembersih. 

Aku memikirkannya selama beberapa detik, lalu bertanya kepadanya. “Seberapa banyak yang kamu tahu?”

“...Apa yang kamu maksud?” Benar saja, Si target pura-pura tidak tahu. 

Dia jelas-jelas tampak mengejekku. 

Berpikir kalau sekarang adalah saat yang tepat untuk memperlihatkan perbedaan kekuatan, aku melakukan sesuatu yang sedikit kasar. 

Aku mengambil alih tubuh target, dan membuatnya mencekik dirinya sendiri. 

Sepuluh jarinya dengan lembut menggali lehernya yang kurus. Kulit pucatnya secara bertahap memerah. 

Aku melepaskan kendali sesaat sebelum dia kehilangan kesadaran.  Dia berjongkok di tanah dan terbatuk sebentar. 

“Baru merasa ingin menjawab sekarang?”, Tanyaku. 

Target mendongak ke arahku dan mencoba tersenyum dengan wajah pucatnya. 

“Sayangnya, itu bahkan tidak termasuk ancaman. Kamu benar-benar tidak bisa membunuhku dengan metode ini, Karena saat aku kehilangan kesadaran, kamu akan kehilangan kendali.”

Aku langsung merasa yakin bahwa gadis ini mengetahui sesuatu. 

 

37. 

Si target meletakkan tangannya di atas lutut dan berdiri, duduk di ayunan. 

“Aku akan terus melakukan hal yang sama sampai kamu mau menjawab pertanyaanku,” Ancamku. 

“Aku senang,” katanya dengan ekspresi yang tenang. 

Aku mengerang. 

“Sudah cukup, jawab pertanyaanku. Apa yang kamu ketahui?” 

Setelah melirikku, dia berbalik menghadap ke depan lagi. 

“Apa yang aku tahu? Yah, apa yang kamu lakukan sekarang adalah apa yang dulu pernah aku lakukan.”

“ ... Apa maksudmu?”

Si target dengan ringan menendang tanah dan mulai mengayun. 
Rantai ayunan mengeluarkan suara berderit. 

“Maksudku, aku dulu pernah berada di posisimu. Aku mengendalikan tubuh target dan membunuh mereka, lalu membuatnya terlihat seperti bunuh diri.” 

 

38. 

“Aku membuat delapan orang bunuh diri. Targetnya berkisar dari usia 19 hingga 72 tahun.  Enam adalah laki-laki, dua perempuan. Aku membuat empat orang melompat dari sebuah gedung.  Membuat tiga orang menggantung diri. Dan yang terakhir meninggal karena overdosis.” Tuturnya.

“Aku menduga hal itu sama dengan yang pernah kamu alami. Suatu hari, tiba-tiba aku bisa mengendalikan tubuh orang. Dan pada saat yang sama, aku menjadi sadar kalau aku akan menjadi “Pembersih.” Aku melihat informasi mengenai target di kepalaku, dan mendengar perintah untuk melenyapkan mereka dengan tindakan bunuh diri. Aku tidak ragu menjalankan perintah itu.” Lanjutnya.

“Selain yang pertama,  Aku menjadi cukup menyukai pekerjaan tersebut. Setiap kali aku membuat seseorang bunuh diri, aku mengalami kematian semu, sehingga aku merasa seperti dilahirkan kembali.” 

 

39. 

“Apa kamu tahu mengapa kamu dipilih sebagai Pembersih?”

Aku tmenggelengkan kepalaku. 

“Ini cuma hipotesisku sendiri, tapi kupikir kenapa kamu bisa terpilih sebagai Pembersih karena aku meninggalkan pekerjaanku di tengah jalan. Pada target kesembilanku, aku membuat kesalahan sepele. ... Aku bersimpati padanya. 
Aku mencoba membebaskan, bahkan berusaha menyelamatkan seseorang yang seharusnya aku bunuh.” Jelasnya.

 

40. 

“Tidak lama kemudian, aku kehilangan kekuatanku.  Mungkin aku dinilai sudah tidak berguna. Aku berhenti menerima perintah.  Faktanya, target yang aku lepaskan pada akhirnya melakukan bunuh diri tidak lama kemudian.  Aku pikir pekerjaanku mungkin diteruskan ke penerus.  Bersamaan dengan kekuatanku yang juga dipindahkan ke orang itu.” 

Si target lalu menatapku dan bertanya. 

“Target pertama yang kamu bunuh setelah menjadi Pembersih, apa dia wanita jangkung, dengan keriting longgar dan mata mengantuk?”

Dia sepertinya menganggap kesunyianku sebagai penegasan.

 

41. 

“Aku tidak bisa membunuh orang itu. Karena dia sangat mirip denganku.” 

Dia tidak banyak bicara tentang apa yang dia maksud dengan “sangat mirip denganku.”

Dia hanya tersenyum kesepian. 

“Aku kehilangan kekuatan untuk mengendalikan orang setengah bulan setelah aku mengampuninya. ... Tentu saja, itu tidak akan berakhir begitu saja.”

“Sepertinya aku tidak hanya kehilangan hak untuk menjadi Pembersih - aku juga dianggap sebagai orang yang akan dibersihkan. Suatu hari, tangan kananku mulai bergerak sendiri, dan disitulah aku langsung menyadari kalau ada seseorang yang mengendalikan tubuhku.”

Si target menunjuk ke arahku. “Orang itu adalah kamu.”

 

42. 

“Kurasa aku sudah “Tidak ada gunanya,” ya? Itu pasti sistem di mana Si penerus datang untuk menghapus pendahulunya. Mungkin Pembersih yang berhenti menjadi Pembersih akan diperlakukan seperti pembunuh. Dan mungkin ada beberapa mantan Pembersih yang tercampur di antara orang-orang yang sudah kubunuh.”

“Jadi…..” kata target dengan senyum yang tampaknya sudah menyerah pada segalanya. 

“Aku pikir sebaiknya kamu harus cepat-cepat membunuhku. Jika terlalu lama, kamu mungkin kehilangan pekerjaanmu sebagai Pembersih juga.”

 

43. 

Jadi begitu rupanya. 

Gadis ini ingin dibunuh untuk membantuku, penerusnya sebagai Pembersih

Mungkin bukan karena dia tidak memiliki keberanian untuk bunuh diri, tapi sedang menungguku untuk membunuhnya, sehingga aku bisa dengan aman melakukan pekerjaanku sebagai Pembersih. 

.... Aku tidak menyukai ini, renungku . Aku berniat untuk membunuhnya, tapi dia justru berniat untuk menyelamatkanku. 

 

44. 

Seolah-olah membaca pikiranku, Si target lalu menambahkan, 

“Bukannya aku memintamu untuk membunuhku demi dirimu. Dari awal, aku sudah tidak terlalu menikmati kehidupan. Di antara keduanya, kupikir aku lebih suka dibunuh dan diberikan istirahat dengan cepat. ... Jadi tidak perlu ragu untuk membunuhku, oke?”

Setelah memikirkan semuanya, aku menjawab. 

“Lalu, semakin banyak alasan aku benar-benar tidak bisa membunuhmu. 
Kamu pikir aku berperan sebagai penolong yang memberi orang istirahat terakhir? Aku tidak akan beristirahat kecuali aku bisa membuatmu mati dengan penuh penyesalan.” 

Dia menatapku tanpa emosi. 

“Begitu ya . Jadi, Kamu ingin membuatku bahagia dan kemudian membunuhku. ... Tapi kupikir kamu akan dibunuh terlebih dahulu.”

“Aku ragu dengan hal itu. Bukannya aku sudah menyerah membunuhmu. 
Aku hanya menundanya untuk sementara waktu demi eksekusi yang lebih sempurna.”

“ ... Sungguh. Yah, kalau begitu maumu, mungkin tidak maslaah.” 

 

45. 

“Kamu bilang kamu ingin cepat mati dan beristirahat ...” Ujarku sambil menghancurkan rokok di bawah kakiku untuk mematikannya. 

“Tapi apa kamu bisa dengan yakin mengatakan kalau kamu tidak memiliki keterikatan di dunia ini?” Tanyaku.

“... Hmm. Entahlah.”

“Misalnya ... tanaman aneh yang ada di kamarmu. Jika kamu mati, tanaman itu akan ikut menemanimu. Tanaman itu akan layu dengan cepat. Bukannya kamu merasa tidak enak karena itu? Apa kamu tidak merasa menyesal?”

Ada sedikit gangguan di raut wajahnya. 

Aku cuma asal menebaknya, tapi ternyata tanaman itu sangat penting baginya. Mungkin dia tidak bisa mencintai orang lain, jadi dia memberikan kasih sayangnya pada tanaman. 

Aku lalu menyeringai. “Jadi tanaman itu benar-benar penting, ya?" 

Target mengerutkan bibirnya dan menatapku dengan tajam.

 

46.

“Curtisii” 

“Hm?”, Jawabku. 

Si target melihat ke atas dan dengan hati-hati mengucapkan. 

Aglaonema nitidum curtisii. Ini bukan “tanaman itu.” Dia memiliki nama yang indah. Harap diingat baik-baik.” 

“Itu nama yang aneh untuk sebuah tanaman yang biasa.” 

“Namanya curtisii.”

“Baiklah. Curtisii.”

“Azure Skye (Langit biru).”

Aku mendongak ke atas langit. Memangnya ada apa dengan itu? 

 

47. 
Si Target menunjuk pada dirinya sendiri, lalu mengatakannya lagi. 

“Azure. Itu namaku. Tolong diingat.”

Aku mengangguk penuh pengertian. 

“Oh, namamu. Ya, aku ingat sekarang.”

“Itu bukan Cloudie Skye (Langit berawan/mendung?).”

“Bukan, seperti langit biru. Nama yang sangat tidak cocok, bukan?” Azure tersenyum tenang.

“... Sebenarnya, itu tidak sepenuhnya benar. “Langit-biru” juga bisa berarti “tidak berharga.” Yang mana artinya, itu adalah nama yang sempurna untukku.” 

 

48. 

“Oiya,” kata Azure, “Aku tidak pernah menanyakan namamu.” 

“Claude Skye,” aku langsung menjawabnya. 

“... Tolong jangan meniruku.” 

“Tidak, itu benar. Ini kebetulan yang luar biasa.”

“Hmph. Bagus kalau kamu punya nama yang pas." 

Keheningan menyelimuti kami. Setelah beberapa saat, dia membuka mulutnya. 

“... Kamu sudah menanyakan tentang semua yang ingin kamu dengar, kan? Boleh aku pergi sekarang?”

“Ya,” aku mengangguk. 

Azure turun dari ayunan, dan setelah berjalan menuju pintu keluar taman, dia berbalik. 

“Selamat tinggal, Claude-san.” 

“Ya. Sampai jumpa, Azure.”

 

49. 
Setelah kembali ke apartemen, aku penasaran dan mencari nama tanaman yang Azure ceritakan di internet. 

Aglaonema nitidum curtisii. 

Sepertinya itu merupakan jenis tanaman yang sangat langka. Meski menyukai tempat-tempat yang terang, tanaman tersebut tidak menyukai sinar matahari secara langsung. 

Jadi itu adalah tanaman merepotkan yang perlu ditanam di “bayangan cerah.” 

 

50. 
Setiap hari setelah itu, aku terus mengendalikan Azure. 

Di sekolah, dia selalu tersenyum, dia tidak pernah melewatkan salam, dia mendengarkan serius di kelas, dan dia berbicara dengan teman sekelasnya. 

Azure juga punya tampang lumayan, jadi hanya dengan melakukan sedikit kebiasaan, dia secara alami mendapatkan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. 

Pandangan teman sekelas Azure secara bertahap berubah, dan mereka mulai sering berbicara dengannya. 

Setelah itu terjadi, aku jarang mengendalikannya, dan menikmati reaksinya terhadap teman-teman sekelas yang ramah. 

 

51. 
“Pagi, Azure!”

“Azure, ayo makan siang bersama!”

“Musik apa yang kamu dengarkan, Azure?” 

“Hei, Azure, tentang pertanyaan 4 ...”

“Hei Azure, sebelah sini!” 

“Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu, Azure.”

“Tidak apa-apa, Azure, ayo pergi!” 

“Azure!” “Azure!” “Azure!” 

“Sampai jumpa, Azure.”

Sesampainya di rumah, dia langsung rebahan ke tempat tidur. 

“Bukankah itu hebat kamu bisa berbicara dengan banyak orang hari ini?”, Tanyaku, mengendalikan mulutnya.

“... Tidak sama sekali,” jawab Azure lemah. “Kamu orang yang jahat, Claude.” 

“Aku senang kalau kamu berpikir begitu,” balasku. 

 

52. 
Untungnya, ada seorang gadis yang menunjukkan pemahaman tentang hobi Azure. 

“Huh, jadi kamu mendengarkan musik seperti itu juga?” 

Dia pasti agak senang menemukan seseorang di kelas yang mendengarkan musik serupa. 

Dia menghampiri meja Azure untuk sesuatu, dan dengan polos berbicara tentang musik. 

Azure tidak banyak bicara, tetapi sepertinya dia tidak mengabaikan gadis itu. 
Dia mungkin tidak menyukai topik musik. 

Seiring waktu, jika canggung, Azure menjadi dapat berkomunikasi secara alami dengan teman-teman sekelasnya tanpa kendaliku. 

Jika ini terus berlanjut, hari dimana Azure bisa berbaur dengan teman-teman sekelasnya sepertinya tidak terlalu jauh.  Namun sangat disayangkan, saat itulah liburan musim panas dimulai. 

 

53. 
Pada hari pertama liburan, aku mengendalikan Azure dan menyuruhnya pergi ke taman yang pernah kami kunjungi. 

Aku duduk di bangku dan menunggunya. 

Aku mendengar jangkrik dari pohon-pohon di sekitar taman. Tidak seperti biasanya, ada anak-anak bermain di taman hari itu. 

Mereka berteriak riang dan meraih komidi putar, berkeliling dan mengitari tempat yang sama. 

Aku memperhatikan mereka dengan melamun. 

Meski sudah liburan musim panas, Azure muncul dengan seragam sekolahnya. 
Aku kira mungkin dia membuang semua pakaian santainya ketika dia membersihkan kamarnya. 

Saat dia memasuki taman dan melihat wajahku, Azure berbicara. “Yah, apa kamu akan membunuhku hari ini?”

Kemudian dia menambahkan, dengan bangga, “Sekolah sedang libur sekarang, jadi gangguan lebih lanjut sepertinya mustahil.” 

“Tidak juga. Masih ada banyak metode yang lain.” 

“...Misalnya?” Tanya Azure sembari memiringkan kepalanya. 

 

54. 
Aku mengambil alih tubuhnya dan mencari di saku dan tasnya. Namun, semakin lama aku mencari, aku tidak dapat menemukan barang yang aku cari. 

Dengan enggan, aku melepaskan kendali untuk bertanya padanya. 

“Di mana ponselmu?”

“Ponsel? Aku tidak punya.” 

“Kamu tidak punya ponsel?”

“Bukannya itu sudah jelas kalau aku tidak butuh sesuatu seperti itu? Apa kamu baru menyadarinya sampai sekarang? " 

Benar juga, aku belum pernah melihatnya menggunakan ponsel. Tetapi aku mengira kalau dia cuma tidak membawanya ke sekolah karena peraturan sekolah. 

 

55. 
Ketika aku tetap terdiam karena terkejut, Azure balik bertanya. 

“Jika aku punya ponsel, apa yang akan kamu rencanakan dengan itu?” 

“Memanggil teman sekelasmu dan mengundang mereka” 

“Begitu ya ...” 

Mata Azure melirik ke samping, seolah-olah mengatakan “Memangnya mengundang untuk melakukan sesuatu itu biasa dilakukan orang?” 

“Yah, sayang sekali buatmu. Aku tidak tahu nomer kontak teman sekelasku.” 

“ ... Aku berikan. Aku belum memperhitungkan kemungkinan itu.”

“Sungguh ceroboh.”

“Baiklah. Aku akan menggantikannya demi teman sekelasmu.”

“... Um?” Azure berkedip. 

“Anggap aku sebagai temanmu dan perlakukan aku sebagaimana mestinya.”

“Apa yang kamu katakan?” tanyanya dengan bingung.

“Di sini panas. Ayo kita pergi ke tempat lain.”

Aku meraih tangan Azure dan berdiri dari bangku. 

"Um, Claude-san?” Azure meminta penjelasan, tapi aku mengabaikannya. 

 

56. 
... Mungkin aku terlalu fokus pada target ini. Pikiran semacam itu tiba-tiba terlintas di benakku. 

Tentu saja, sikapnya itu sangat menyakitiku, tetapi tidak bijaksana menghabiskan banyak waktu untuk membunuh satu target. 

Mungkin aku seharusnya berkompromi dengannya dan membunuhnya. Jika aku mampu bertindak seperti teman sekelas dan memberinya kesenangan, aku mungkin harus menggunakan waktu itu untuk mengakhiri lebih banyak target. 

Tentunya masih ada banyak target yang tersisa untuk dibunuh. Namun, aku mendapati diriku membawa Azure ke kedai kopi. 

Baiklah. Aku mengesampingkan hal itu dulu. 
Aku sudah menyiapkan ini dalam persiapan. Jadi seperti yang aku rencanakan, aku akan menggodanya sampai dia berkata, “Aku tidak ingin mati.” 

 

57. 
Begitu kopi pesanan kami tiba, Azure segera mengeluh. 

“Aku benci kopi. Rasanya pahit sekali.” 

“Meski kamu bisa meminum wiski?” 

“Kopi rasanya seperti racun.”

“Diucapkan seperti peminum racun sejati.” 

“Ya, aku sudah keracunan. Menggunakan tubuh orang lain.” 

Aku tidak menjawab, jadi Azure berkata "Itu cuma bercanda" dengan wajah serius. Sulit untuk mengatakan seberapa seriusnya gadis ini. 

 

58. 
Setelah minum kopinya, Azure sepertinya mengingat sesuatu dan berbicara. 

“Seperti yang sudah pernah aku katakan, aku kehilangan kekuatanku sekitar setengah bulan setelah mengampuni targetku. Kamu harus mulai berhati-hati sekarang, Claude.” 

“Sepertinya itu tidak relevan denganku. Aku tidak bermaksud untuk membiarkanmu bebas.”

“Walau kamu mengatakan itu, tapi kamu sebenarnya merasa takut, bukan? 
Tidak cukup berani untuk membunuh gadis sepertiku?”

“Provokasi murahan semacam itu takkan mempan padaku.” 

 

59. 
Kami meninggalkan kedai kopi, dan Azure menghela nafas. 

“Baiklah, selamat tinggal." Dia pulang. 

Aku meraih kerahnya untuk menghentikannya. 

“Apa? Ada apa lagi?”, Azure bertanya dengan jengkel. “Apakah kamu sangat ingin bersamaku?”

“Ya,” aku mengangguk. 

“Sudah kubilang, aku ingin menanamkan setiap hal “positif “ dirimu yang sekarat. Demi mencapai itu, aku ingin kamu belajar sebanyak mungkin kegembiraan hidup. Semacam rencana matahari dalam dongeng Angin Utara dan Matahari.” (TN : Cek di wikipedia Angin Utara dan Matahari)

“... Hidup memang menyenangkan,” kata Azure dengan terpaksa. 
Tentu saja, aku mengabaikannya. 

Aku berjalan bersama Azure ke teater kecil yang menarik perhatianku. 
Anehnya aku merasa lesu, mungkin karena cahaya matahari yang menyinari diriku, jadi aku tertidur hanya beberapa menit ke dalam film. 

 

60. 
Ketika aku bangun, filmnya sudah selesai. 
Tampaknya sesuatu yang emosional terjadi, dan para karakter membuat keributan besar tentang hal itu. 

Setelah meninggalkan gedung, aku bertanya, “Seperti apa filmnya?” 
Azure menjawab dengan singkat, “Film yang mengisahkan tentang seorang pembunuh yang mendapat hukuman mengerikan.” 

Sepertinya menonton film memberinya beberapa hal untuk dipikirkan. 
Berjalan sekitar dua langkah di belakangku, Azure lanjut berbicara. 

“... Dalam film dan pertunjukan, para penjahat yang membunuh orang selalu dihukum dan pada akhirnya tetap mati, bahkan jika mereka berusaha untuk berubah.”

“Ya, seakan-akan ingin menunjukkan “Bunuh siapa saja yang membunuh orang lain.””Aku mengusulkan teoriku sendiri. 

“Dalam pembunuhan, sekali kamu melakukannya, kamu akan terus dianggap sebagai pembunuh. Bahkan jika mereka berubah, pembunuh tidak dapat dimaafkan sampai hari mereka mati. Hanya sekali mereka berubah dan kemudian mati, orang-orang baru mulai mengatakan, “ Mereka bertobat.””


61 . 
“Menurut logika itu,” Azure berkata, “lebih baik kalau kita mati?” 

“Aku tidak benar-benar berpikir aku menginginkan pengampunan, jadi itu tidak masalah bagiku.”

Tapi Azure mengabaikanku dan melanjutkan. “Entah bagaimana, itu menarik bagiku. Kita berdua adalah muda-mudi yang seharusnya tidak hidup.” 

“... Bagian mananya yang menarik?” tanyaku.

“Karena kita Azure dan Claude (Langit biru dan Awan).”

Dengan itu, Azure menatap wajahku. 

Aku langsung memahami apa yang dia maksud. 

 

62. 
Hari-hari itu berlangsung sebentar.  Azure berhenti membalas kendaliku, dan akan datang menemuiku bahkan ketika ditinggalkan sendirian. 

Dia datang sembari mengatakan sesuatu seperti, “Kamu benar-benar suka bersamaku, bukan, Claude-san?”, Aku mentraktirnya kue, atau mengajaknya menonton film, atau kadang juga berjalan-jalan, dan dia menikmatinya. 

Dan kadang-kadang, dia akan menarik lengan bajuku dan berkata layaknya renungan, “Tolong bunuh aku segera.” 

 

63. 
Suatu hari, kami pergi ke festival musim panas. 
Kami memandangi acara festival yang penuh dengan orang-orang dari puncak tangga batu. 

“Kamu pasti punya banyak waktu untuk menghabiskan hari demi hari bersamaku. Apa kamu tidak punya pacar?” 

“Tidak. Tanganku sudah penuh denganmu.”

“Jangan seenaknya menyalahkanku.”

Azure menjilat anzu-ame-nya, lalu bertanya padaku, masih menatap festival

“Hei, Claude-san.”

“Apa?”

“Apa yang kamu nikmati dalam hidup?”

“... Apa gunanya menanyakan itu padaku?”

“Aku cuma ingin bicara, tapi sepertinya kamu tidak terlalu menikmati hidup.” 

Aku tidak peduli dengan maksud dibalik pertanyaannya, jadi aku meresponsnya. 

“Aku senang menggodamu.”

“... Begitu ya. Itu bagus,” balas Azure, ekspresinya tidak berubah. 

 

64. 
Tiba-tiba, aku memperhatikan seorang gadis yang pernah aku lihat di suatu tempat tengah memanjat tangga. 

Setelah beberapa saat, aku mengingat kalau dia adalah teman sekelas Azure. 

Melihat Azure, teman sekelasnya mengangkat tangan untuk menyapanya, tapi segera menariknya setelah melihatku berada di samping Azure.
Dan setelah melirik Azure, dia kembali ke jalan di mana dia datang. 

Setelah melihat teman sekelasnya pergi, Azure angkat bicara. 

“... Claude-san, aku pikir kamu disahapahami sebagai pacarku” 

Aku sedikit mengangguk. “Tidak aneh jika dia berpikir seperti itu.” 

“Yah, itu membosankan. Tolong, lebih tidak suka lagi.” 

“Kamu ingin aku tidak menyukainya?”

“Ya. Kurasa itu akan membuatmu tertekan.”

Aku memikirkannya, lalu menyarankan ini. "Oke, lain kali aku bertemu teman sekelasmu, aku akan menyapanya seakan-akan aku ini pacarmu.” 

“...Tolong hentikan itu.”

Sayangnya, aku tidak pernah bertemu teman sekelas itu lagi. 

 

65. 
Saat aku hendak pergi setelah mengantar Azure pulang, dia meraih lengan bajuku. Aku berhenti dan berbalik. “Ada apa?” 

Dia menundukkan kepalanya dalam diam untuk sementara waktu, lalu akhirnya berbicara dengan pasrah. 

“Aku mengakuinya.”

“... Akui apa?”, Tanyaku. 

Azure menghela nafas, masih mengalihkan pandangannya. 

“Maksudku, kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, Claude-san. Sekarang, aku sedikit menikmati kehidupan.”

 

66. 
“Tidak biasanya kamu jujur
​​begitu,” kataku. 

“... Tapi hanya itu saja,” lanjutnya. 

“Bahkan jika aku bahagia, keinginanku untuk bunuh diri takkan berubah. 
Bahkan, hari demi hari, rasa bersalahku semakin meningkat. Mengingat bahwa aku bisa menikmati kehidupan yang menyenangkan setelah membunuh delapan orang ...”

Setelah mengatakan itu , Azure mendongak. 

Aku berpikir sejenak, tidak melakukan kontak mata dengannya. 

Sejujurnya, aku juga samar-samar menyadari hal itu. 

Sama menyenangkannya dengan adanya aku dalam hidupnya, fakta bahwa aku tidak dapat menghilangkan rasa bersalah yang mendasar itu mungkin membuatnya mustahil untuk membuatnya berkata, “Aku tidak ingin mati.” 

 

67. 
Ini mungkin waktu yang tepat, pikirku. 
Sangat disayangkan aku tidak bisa mendengarnya berkata, "Aku tidak ingin mati," tapi setidaknya aku bisa mendengar pengakuan, “Aku menikmati kehidupan.”

Saat ini, mungkin Azure dilanda rasa kekalahan. Mungkin saat ini adalah waktu yang ideal untuk membunuhnya. 

Azure berbicara seolah-olah membaca proses pemikiranku. 

“Sekarang, ayo berhenti berpura-pura menjadi teman.” Ujarnya. 

Keheningan melanda dalam waktu yang lama. Ada banyak hal yang terlintas di kepalaku. 

Akhirnya, aku memunggungi Azure tanpa kata-kata, dan pergi meninggalkannya. 

Masih belum, kataku dalam hati. Ini masih bukan waktu yang tepat. 

Aku akan membunuh Azure begitu semua manfaat dalam kematian hilang, dan dia memohon untuk hidupnya.

 

68. 
Pada titik ini, bahkan aku mungkin sedikit sadar. Bahwa aku sendiri menjadi ragu untuk membunuh "target" ini. 

Dan mungkin itu diatur sehingga saat aku dengan jelas menyadari kalau saat itulah aku akan kehilangan pekerjaanku sebagai Pembersih. 

Pada saat aku menyadarinya, semuanya sudah terlambat. 

Keesokan harinya, ketika sedang berjalan-jalan dengan Azure seperti biasa di bawah terik matahari musim panas, tangan kananku tiba-tiba mengejang tanpa sadar. Karena terbiasa mengendalikan orang lain, aku langsung tahu apa maksud dari kejadian ini. 

Aku mencoba memperingatkan Azure, tapi sudah terlambat. 

Saat aku membuka mulut, aku kehilangan kendali atas seluruh tubuhku. 

Aku tiba-tiba meraih bahu Azure dan menghentikannya. 

Dia berbalik karena terkejut. “Ada apa?” 

 

69. 
Aha, aku mengakui. 

Jika aku dikendalikan oleh Pembersih penggantiku, mereka pasti akan membuat Azure mati terlebih dahulu. 

Tapi ada dua orang yang seharusnya mati di sini. 
Yang artinya – 

“Jadi ini berarti kamu akan menggunakan Claude untuk membunuhku.” 
Azure sepertinya tahu apa yang sebenarnya terjadi hanya dengan menatapku. 

“Begitu ya... Jadi aku akan dibunuh oleh tangan Claude.” 

Dia berbicara dengan gembira, dan berjalan ke arahku, tanpa perlawanan. 

 

70. 
Kami berada di plaza kota dengan air mancur. 

Setelah pergi ke tempat teduh dan sepi di mana orang tidak akan melihat kita, aku berkeliling di belakang Azure dan melingkarkan lenganku di lehernya yang tebal dan dingin. 

Azure langsung lemas, tidak menunjukkan perlawanan. 
Lenganku perlahan-lahan tapi pasti memberi tekanan pada lehernya. 

Ini pertama kalinya aku mengalami dikontrol. Anehnya, aku hampir tidak merasakan sensasi sedang dikendalikan. Aku hampir memiliki ilusi kalau aku bertindak atas kemauanku sendiri. 

 

71. 
Tanganku semakin lama semakin kuat menggenggam lehernya. 

Aku mencoba menolak kendali, tetapi tubuhku tidak mau bergerak. 

Namun, aku tidak bisa membiarkannya mati di sini. Semua upaya yang telah aku lakukan selama ini akan menjadi sia-sia. 

Aku masih membutuhkan banyak waktu untuk mengambil semua manfaat dari kematiannya. 

Aku menyerah melawan kendali, dan sebaliknya memfokuskan pikiranku. 

Dengan melakukan itu, setengah kesadaranku dipindahkan ke tubuh Azure. 

Seperti yang aku duga, aku belum kehilangan kekuatanku. 

Mungkin hanya setengah yang telah diserahkan kepada penggantiku. 

Azure masih ingin aku membunuhnya, jadi dia mati-matian menolak kontrol. 
Tapi aku berhasil memutar lengannya. 

Aku mengambil alih tubuhnya dan menonjok diriku di ulu hati. 

Aku juga menginjak kakiku melalui tumit Azure, dan ketika cengkeramanku melemah, aku terlempar ke belakang. 

Saat kepalaku menyentuh tanah, untuk sementara, aku kehilangan kesadaran, dan segera setelah itu, aku dibebaskan dari kontrol. 

 

72. 
Ketika aku mencoba untuk bangun, rasa sakit melanda seluruh tubuhku. 

Rasa sakit yang belum pernah aku alami sejauh ini. 

Mungkin itu karena perlawananku terhadap pengendalian. 

Aku merasa semua otot-ototku menjadi terbalik. 

Azure duduk, dan terbatuk. 

“Apa kamu baik-baik saja?”

“Tidak, tidak terlalu oke,” jawabku. 

Dia tertawa. “Aku yakin tubuhmu benar-benar sakit, ya?”

“Ya. Jadi ini yang terjadi ketika kamu mencoba menolak?” 

“Benar. Kamu harus menderita untuk sementara waktu.”

Kemudian dia menunduk dan bertanya dengan tenang.

“Hei, Claude. Apa aku bau keringat?”

“Keringat?”, Aku mengulangi. “Tidak, tidak sama sekali.” 

“Bagus ... Haaaaah, jika aku tahu ini akan terjadi, aku tadi akan memakai parfum.” 

Beberapa saat yang lalu dia hampir sekarat, namun masih mengkhawatirkan hal-hal yang paling tidak berguna. 

 

73. 
Aku tidak bisa terus berbaring di tanah, jadi aku menopang badanku di tanah dengan tangan dan perlahan berdiri. 

Seluruh tubuhku menjerit, dan keringat dingin mengalir di sekujur badanku. 

Pantulan dari trotoar hanya menambah cuaca panas. 

Aku memutuskan untuk duduk di tepian air mancur dan beristirahat sampai rasa sakitnya hilang. 

Tapi begitu aku akhirnya berhasil ke sana dan duduk, kepalaku terasa pusing, dan jatuh ke air mancur sesaat kemudian. 

Aku menjulurkan kepalaku keluar dari air dan menyeka wajahku. Aku mendapat perhatian dari orang-orang yang ada di alun-alun. 

Azure memegangi perutnya sambil tertawa. 

Aku meletakkan tanganku di dasar kolam, duduk di air, dan menatap ke langit. 
Jejak kepulan pesawat membentang melintasi langit biru. 

 

74. 
Dua gagak di pohon terdekat menatapku. Mereka tampak seperti sedang menonton mangsa mereka. 

“Apa yang sedang kamu lakukan?”, Tanya Azure, tertawa. “Apa seseorang mengendalikanmu lagi?”

“Siapa peduli? Ini rasanya menyegarkan,” jawabku. 

“Tolong, seluruh tubuhku sakit. Jangan membuatku tertawa.” 

“Silahkan saja, tertawalah sendiri sampai mati.” 

“Bukannya kamu basah kuyup?” 

Kemudian Azure berdiri di tepi air mancur dan masuk ke air kolam mancur di sampingku. 

Ada percikan naik, dan aku menutupi mataku. Orang-orang di alun-alun memandang ke arah kami lagi. 

 

75. 
Azure tidak muncul setelah sepuluh detik, jadi aku membantunya bangun. 
Dia bertingkah seolah-olah itu baik-baik saja, tetapi sepertinya tubuhnya telah mengalami rasa sakit yang sama atau lebih besar pada tubuhku. 

Aku berkomentar padanya, yang basah kuyup dari kepala sampai kaki. 

“Semua orang bakal terheran-heran jika ada “Gadis SMA Tenggelam di Air Kolam Mancur” muncul di berita.”

“Tidak apa-apa. Lagipula, Claude, kamu pasti takkan membiarkan model kematian seperti itu,” katanya setelah batuk. “Iya ,’kan?”

“...Yah begitulah.”

“Aku mempercayaimu untuk itu.” Azure menyeringai. 

 

76. 
Kami berendam sebentar di air kolam yang dingin. 

“Claude, apa tubuhmu masih sakit?”

“... Ya. Terutama tanganku. Rasanya masih mati rasa.”

“Begitu ya.”

Setelah itu, Azure merayap mendekatiku, dan masih melihat ke samping, tanpa mengucapkan kata-kata, dia meraih tanganku. 

Dia mungkin berpikir aku takkan menyadarinya karena mati rasa. 

Aku memutuskan untuk tidak menunjukkannya. 

Aku pikir aku akan membiarkan dia melakukan apa yang diinginkannya sekarang, kemudian mengejeknya nanti. 

 

77.

Masih memegang tanganku tapi pura-pura tidak tahu, Azure angkat bicara. 

“Tapi sungguh, menurutmu kenapa pelakunya tidak melanjutkan?” 

“Entahlah. Aku bahkan tidak bisa menebak,” aku berbohong. 

Aku tidak membiarkannya menyadari kalau aku telah mendengar perintah tanpa henti untuk “Bunuh dia sekarang juga.” 

Inilah yang aku pikirkan. 

Mungkin belum terlambat. 

Serangan tadi hanyalah peringatan. 

Fakta bahwa aku masih memiliki kekuatan adalah bukti yang lebih baik daripada yang lain. 

Jika aku menanggapi peringatan itu dengan patuh dan membunuh Azure, aku mungkin akan lepas sebagai target, dan bisa kembali menjadi Pembersih

Namun, aku tidak ingin melakukannya. Jadi aku berpura-pura tidak menyadari peringatan ini.

 

78. 
Begitu panas di tubuh kami telah menguap, kami keluar dari kolam air mancur dan memeras pakaian kami. 

Dengan air yang masih menetes, kami berjalan ke bangku di bawah sinar matahari, dan duduk untuk mengeringkannya. 

Tak lama kemudian, lonceng jam 5 sore berbunyi melalui plaza. 
Saat itu, jika tidak lebih cepat, pakaian kami sudah benar-benar kering. 

Aku perlahan berdiri dan berbicara. 

“Aku lelah. Aku harus pulang. Sampai jumpa, Azure.”

Azure hendak mengatakan sesuatu, tapi menelan kata-katanya seolah memikirkannya kembali. Sebagai gantinya, dia memberikan salam perpisahan yang biasa. 

“Benar. Selamat tinggal, Claude-san.” 

Azure tampak sedikit enggan saat kami berpisah. 

Aku pikir dia pasti mengerti. Karena ini mungkin bisa menjadi perpisahan terakhir kami. 

79. 
Aku berniat untuk tidak menemui Azure lagi. Aku takkan keberatan jika dia dibunuh oleh penerusku. 

Namun, aku benci dimanfaatkan sebagai alat untuk membunuh Azure. 

Ya, aku sangat membenci yang namanya dimanfaatkan oleh orang lain. 

Jika tubuhku diambil alih lagi, itu mungkin akan menjadi akhir dari riwayatku. 
“Penerusku” mundur dengan mudah hari ini, jadi aku bisa melarikan diri dengan aman. 

Tetapi jika dia menyerang lagi dengan berniat untuk membunuhku, tidak ada yang bisa kulakukan. 
Setelah mengubur enam orang sebagai Pembersih, aku tahu pasti hal itu. 

Aku berjaga-jaga di apartemenku, menunggu dijatuhkannya hari penghukumanmu. 
Namun anehnya, hari-hari yang damai terus berlanjut selama seminggu penuh. 

Kemampuanku untuk mengendalikan tubuh masih sama seperti biasa. 

 

80. 
Aku sudah menghabiskan sebagian besar waktuku bulan ini untuk mengganggu Azure. 

Jadi tanpa adanya dia, aku langsung merasa seperti tidak tahu harus melakukan apa. 

Ketika aku bangun di pagi hari, seakan sudah menjadi kebiasaan, aku memikirkan Azure. “Sekarang, bagaimana aku akan menyiksa Azure hari ini?” 

Setiap kali aku melakukannya, aku menegur diriku sendiri. 

“Idiot, kamu tidak perlu memikirkannya lagi.”

Lalu diriku yang lain di kepalaku membalas. 

Baiklah, lalu apa yang harus aku pikirkan?”

Aku tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. 

Tak lama, aku menyadari kebenaran ironis. 

“Membuat Azure menjalani kenikmatan hidup” entah bagaimana menjadi hal yang sudah aku lakukan belakangan ini. 

Setelah kehilangan apa yang aku jalani, semangatku tiba-tiba merosot. 
Jika kamu mau membunuhku, lakukanlah dengan cepat, aku bergumam dengan putus asa. 

 

81. 
Sepuluh hari berlalu setelah aku berpisah dari Azure. 

Lalu suatu hari, sebuah keraguan tiba-tiba terlintas di benakku. ... Atas dasar apa "target" dipilih? 

Aku mengingat kembali enam target yang sudah aku bunuh. 
Dan aku tidak dapat menemukan poin umum yang benar-benar bisa dikatakan sebagai kesamaan. 

Jadi mungkin tidak ada persyaratan untuk target yang akan ditargetkan kecuali bahwa mereka telah melakukan kejahatan. 

 

82. 
Namun. …Ketika aku lelah merenungkan keenam target itu, dan kembali memikirkan Azure - Semua kepingan yang menyebar mulai menyatu. 

Sampai saat ini, aku sudah memikirkan "target" dan "Pembersih" secara terpisah. Kepura-puraan yang keliru ini telah mengaburkan kebenaran. 

Titik umum di antara ketujuh target, termasuk Azure. Tidak, mungkin aku harus mengatakan antara delapan, termasuk diriku sendiri. 

Kesadaran tersebut pasti menjadi dorongan. 

Tiba-tiba,  hal "itu" terjadi untuk kedua kalinya. 



83. 
“... Kamu menghabiskan waktu yang manis,” kataku dengan santai. 
Saat berikutnya, aku kehilangan kendali penuh atas tubuhku. 

Tubuhku mulai bergerak sendiri. 

Dengan terampil memilah-milah barang-barang di kamarku, memasukkannya ke dalam kantong sampah, dan terus bolak-balik antara pengumpulan sampah dan apartemen. Segera, kamarku hampir terlihat kosong. 

Dengan pembersihan menyeluruh, tubuhku menuju ke toko peralatan, di mana aku membeli tali tebal dan sabun cair. 

Penerusku pasti bermaksud untuk menggantungku. 

 

84. 
Aku dibuat berjalan menuju kuil tua di pinggir kota. 

Setelah menemukan pohon yang besar dan kokoh, aku mengambil tali dari tas belanja dan mengikatnya erat di cabang terdekat sedikit tinggi sehingga tidak lepas. 

Lalu aku membuat lingkaran untuk memasukkan kepalaku. 
Aku membuat simpul yang dikenal sebagai "simpul gantungan." 

Aku pernah menggunakannya untuk membunuh targetku dulu beberapa kali. 

Selanjutnya, Pembersih menggosok sabun baik pada tali dan leher aku. 
Ini juga merupakan praktik umum untuk menggantung, untuk mengurangi gesekan dan memastikan tali menempel ke leher. 

Saat-saat terakhirku terus mendekat. 

Namun, pikiranku tidak dilanda rasa takut, melainkan rasa lega bahwa “sekarang aku tidak perlu membunuh Azure.”

Kedengarannya aneh, tetapi aku bahkan tidak bisa memikirkan hal lain. 

 

85. 
Tak membutuhkan waktu lama, persiapan untuk menggantung sudah beres. 
Karena dikendalikan oleh Pembersih, aku pergi ke ruang penyimpanan kuil dan membawa satu kotak bir. 

Menempatkan pijakan di tanah dan berdiri di atasnya sebagai alas, aku lalu meletakkan kedua tangan di atas tali. 

Tiba-tiba, aku ingat sedikit kejailan yang ingin aku coba pada Pembersih ini, penerusku.

Aku menolak kontrol untuk membuka mulut. 

“Hei, kamu, Pembersih yang mengendalikanku,” panggilku. 

“Beri aku lima menit - tidak, dua menit saja. Apa kamu bersedia mendengarkanku?” 

Benar saja, si Pembersih tidak mengindahkan permintaanku, dan terus berusaha untuk menggantungku.

Tapi aku menolaknya dengan sekuat tenaga dan melanjutkan. 

86. 
“Aku seorang mantan Pembersih. Aku dulu membunuh target demi target dan menganggapnya sebagai bunuh diri, sama seperti yang sedang kamu lakukan sekarang. Tapi karena aku tidak bisa membunuh target ketujuhku, aku didiskualifikasi sebagai Pembersih, dan sekarang aku Akulah yang akan dibunuh.”

“Kamu ingat gadis yang bersamaku sebelumnya? Dia adalah target ketujuhku. Dia juga seorang mantan Pembersih, tapi karena tidak bisa membunuh target kesembilannya, jadi dia berakhir di sisi lain. Begitulah pengaruannya. Jika kamu berhenti membunuh, kamulah yang akan dibunuh.” 

“Aku tidak tahu mengapa pengaturannya seperti itu, tapi hanya ada satu hal yang bisa kukatakan. Selama kamu terus menjadi Pembersih, kamu pasti akan bertemu dengan seseorang yang tidak bisa kamu bunuh.” 

“Hal itu terjadi padaku juga, dan pendahuluku ... serta para pendahulu-pendahulu—  bagi semua orang, aku yakin. Kamu akan bertemu target yang tidak bisa kamu bunuh suatu hari nanti.” 

Sama seperti Azure bagiku. 

“Dan ketika hari itu tiba, itu akan menjadi kejatuhanmu.”

Usai mengatakan itu, aku menyeringai. 

 

87. 
Aku sudah tidak sanggup melawan kendali. Dan segera, tubuhku sepenuhnya diambil alih lagi. 

Aku menempatkan kepalaku di lubang tali yang menggantung, dan menendang pijakanku. 

Tali tersebut langsung mencekik leherku, kakiku menggelantung di udara, dan tubuhku berayun-ayun. 

Pasokan oksigen ke otakku dengan cepat membuat inderaku kabur. 
Aku hanya bisa mendengar derit tali dengan kejelasan yang aneh. 

Hal terakhir yang ada di pikiranku adalah wajah Azure. 

Berbagai ekspresi yang aku saksikan dalam beberapa minggu ini muncul dan menghilang begitu cepat. 

Dalam kesadaranku yang mulai redup, aku akhirnya jadi tersadar, seakan-akan mencapai pencerahan. 

...Begitu rupanya. Jadi, Aku jatuh cinta padanya. 

Segera setelah itu, pandanganku berubah jadi gelap gulita. 

 

88. 
Aku terbangun di lautan hijau. Lalu mendengar suara di atasku, tetapi aku tidak bisa melihatnya. 

Perlahan-lahan, pandangan mataku kembali fokus. Aku menyadari kalau aku sedang berbaring di tanah. Lautan hijau yang memenuhi penglihatanku adalah rerumputan tebal. 

“Hei, kamu baik-baik saja?”, Seseorang berkata di atasku. 

Aku perlahan-lahan duduk, tapi masih merasa pusing. Sepertinya itu berjalan dengan baik, pikirkuku sambil menghela nafas lega. 

“Syukurlah, kamu masih hidup ...”, kata pria yang berpakaian seperti petani yang menyelamatkanku.

a memegang gunting pemangkasan di satu tangan. Ia menggunakan benda itu untuk memotong talinya. 

 

89. 
Tentu saja, Ia bukan kebetulan menemukanku. Tepat sebelum aku digantung, ketika berbicara kepada Pembersih supaya mengulur waktu, aku mengendalikan orang ini untuk membawanya ke sini. 

Sehingga aku akan diselamatkan setelah kehilangan kesadaran. 
Dan melengkapinya dengan gunting dari gudang terdekat. 

Pembersih juniorku akan merasa yakin kalau aku sudah mati. Dengan begini seharusnya bisa memberiku waktu. 

Padahal tidak tahu apa gunanya menunda waktu. 

 

90. 
Pria paruh baya yang menyelamatkanku menatapku dengan cemas. 

“Hei, Nak, bisa tidak kamu melakukannya di tempat lain? Akan menjadi masalah jika ada kasus bunuh diri di daerah sini.” 

Aku melepaskan tali di leherku dan menghela nafas. Lalu tanpa berterima kasih kepada pria itu, aku bergegas pergi. 

Untuk lebih spesifik, itu bukan karena aku tidak berterima kasih padanya, tetapi karena aku tidak bisa.

Melawan pengendalian tadi membuat tubuhku merasa sakit yang berdenyut di banyak tempat. 

Pita suaraku terutama masih terasa serak untuk berbicara. 

Berjalan terhuyung-huyung dengan kepala yang masih pening, aku samar-samar berpikir tentang Azure. 

Mungkin dia sudah terbunuh sekarang. 

 

91. 
Aku tiba di apartemen, membuka pintu, masuk ke dalam, dan menjatuhkan diri ke tempat tidur tanpa membuka baju. 

Ruangan ini sangat lembab, tapi aku bahkan tidak punya tenaga untuk menyalakan AC.

Tenggorokanku terasa kering, tapi untuk bangun dan pergi ke dapur saja sudah menjadi tugas yang berat bagi tubuhku yang sekarang. 

Rasa sakit dan kelelahan terasa seperti mereka membentuk keseluruhan dunia. 
Aku tidak dapat memikirkan hal lain. 

Mungkin aku seharusnya membiarkan diriku terbunuh jika itu akan menjadi seperti ini, sesalku. 

Atau mungkin aku akan pergi dan mati sebelum penggantiku membunuhku. 

Untuk waktu yang lama, aku bahkan tidak bergerak layaknya mayat. 

“Azure,” gumamku tanpa sadar. 

“Ya?”, terdengar sebuah balasan. 

 

92. 
Aku melompat dan melihat sekeliling karena saking terkejutnya. 
Ada seorang gadis yang sangat kukenal di pintu masuk. 

Dia menutup pintu di belakangnya, lalu menatapku, dan tersenyum. 

“Lama tidak bertemu, Claude-san. Apa kamu masih mengingatku? Ini Aku, Azure.”

Kemudian dia berjalan mengitari ruangan seolah-olah itu miliknya, mengambil sekaleng bir dari kulkas, dan mulai minum. 

Karena perasaan lega, aku berbaring di tempat tidur lagi. Sepertinya semua tenagaku meninggalkan aku. 

Setelah mengosongkan sekaleng bir, Azure berjalan menghampiriku. 

Wajahnya agak merah, dan dia tampak mabuk. 

“Aku sama sekali tidak melihatmu akhir-akhir ini, Claude-san, jadi aku datang untuk menemuimu.”

 

93. 
“... Kamu sepertinya agak pucat hari ini, ya?”, Kata Azure, duduk di tempat tidur dan menatapku. 

“Apa kamu kesepian tanpa aku?”

Aku melotot padanya, “simpan untuk nanti.” 

“Pelototan itu tidak akan membuatku takut. Kamu tidak bisa benar-benar bergerak, ‘kan? Oh, jadi sudah terjadi, ya?Ada penerus Pembersih hampir membunuhmu, tetapi kamu takut mati, jadi kamu nyaris lolos menyelamatkan hidupmu?”

Melihat ekspresiku, Azure menyadari kalau dugaannya benar, dan menyolek bahuku dengan senyum ceria. 

“Aku tahu itu. Sejujurnya, aku juga sama. Jadi aku tidak bisa bergerak sepanjang hari kemarin karena rasa sakit. Aku sama seperti yang kamu alami sekarang, Claude-san.” 

Melihatku tidak menunjukkan perlawanan padanya, Azure pun menyeringai, dia sepertinya memikirkan ide yang cemerlang. 

“Ini kesempatan sekali seumur hidup.”

 

94.

Azure mengangkat tubuhku, berjalan ke belakangku, dan melingkarkan lengan kanannya di leherku.

“Ini pembalasan saat kamu mencekikku,” katanya.

Tapi dia tidak mengerahkan banyak tenaga ke lengannya, membuatnya terasa seperti dia hanya ingin memelukku dari belakang.

Ketika aku pernah merasakannya, tubuh Azure terasa dingin, tapi hari ini anehnya terasa hangat.

Ada keheningan yang nyaman.

“Karena aku mabuk ...”, bisik Azure ke telingaku.

“Karena aku mabuk, aku mungkin mengatakan hal-hal aneh, tapi itu karena aku mabuk. Jadi jangan khawatirkan tentang itu.”

 

95.

“Jadi ... Kenapa akhir-akhir ini kamu tidak menggangguku, Claude-san?”

Azure membenamkan wajahnya di punggungku dan bergumam. Lengannya jatuh menjuntai, lalu menyilang di depan dadaku.

“Kenapa kamu tidak menjailiku? Kenapa kamu membiarkanku melakukan apa yang kumau? Tolong ikuti aku. Tolong, bawa aku berkeliling. Tolong repoti aku. Tolong, buat aku bermasalah.”

Jari telunjuk Azure menyolek dadaku.

“Aku merasa kesepian,  tahu?  Dan aku suka kesepian. Jadi tolong, ganggu itu. Bukannya itu sudah menjadi tugasmu, Claude-san?”

 

96.

Dengan susah payah, aku memutar tubuhku untuk menghadapi Azure.

Dan untuk menjelaskan bagaimana aku sementara tidak dapat menjawab karena kehilangan kemampuan untuk berbicara, aku membuat tanda X di depan mulutku dengan jari-jariku.

Azure sepertinya salah paham. “Jika kamu bilang aku tidak bisa, itu hanya membuatku lebih menginginkannya.”

Lalu dia meletakkan bibirnya di tempat yang aku buat tanda X.

Setelah membuat perasaanku kacau balau, dia kemudian tertidur lelap.

Aku menghela nafas dan mengangkat bahu.

Lalu aku diam-diam berpikir, “Aku senang aku tidak mati di sana.”

 

97.

Melihat wajah Azure yang tertidur, aku pun merenung.

Sejak kapan aku jatuh cinta padanya?

Apa aku menaruh rasa ketika kami menghabiskan liburan musim panas bersama?

Tidak, mungkin bukan begitu, pikirku.

Aku sudah menaruh rasa pada Azure sejak awal.

Dari saat aku mengenalnya sebagai target ketujuhku.

Aku terus menerus membuat alasan untuk menunda membunuh Azure, tapi pada akhirnya, itu hanya karena aku telah jatuh cinta padanya.

Karena dia sangat mirip denganku.

 

98.

Melihat Azure tertidur membuatku ikut mengantuk juga, jadi aku mengacak-acak rambutnya dan berbaring di sebelahnya.

Kemudian pikiranku mengingat target ke enam target yang sudah aku bunuh.

Mungkin di antara mereka ada orang yang berharga bagi orang lain.

Pemikiran tersebut membuatku sangat sedih. Kurasa aku telah melakukan sesuatu yang tidak bisa diambil kembali.

Semuanya sudah terlambat, aku merasakan beratnya dosa yang aku perbuat.

Azure mungkin merasakan perasaan ini ketika dia menemuiku.

Ketika aku bangun, rasa sakit telah hilang dari tubuhku.

Saat aku mengambil bir dari kulkas dan meminumnya, Azure perlahan duduk.

“Sampai berapa lama kamu akan meminjam tempat tidur?”, Tanyaku.

“Selamat pagi.” Azure menggosok matanya dan menyeringai padaku.

Ketika aku meminum bir, aku berkata, “Cepat keluar dari sini,” tapi dia menggelengkan kepalanya dengan tampang masih mengantuk.

 

99.

Azure duduk dengan kaki bersila di tempat tidur, dan untuk sesaat, terdiam.

Dia mungkin memikirkan kembali tindakannya sebelum dia tertidur.

Azure tiba-tiba menundukkan kepalanya dan bergumam.

“Mm ... Maaf karena dekat-dekat padamu sebelumnya.”

“Ah, jadi kamu ingat.”

“Oh, wah. Seharusnya aku bilang kalau aku lupa saja.”

Azure memegang kepalanya, bersikap seolah-olah dia membuat kesalahan. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan menunjuk birku.

“Claude-san, beri aku bir juga. Kali ini aku akan benar-benar mabuk dan melakukan hal-hal yang takkan aku ingat.”

“Cepat pergi dari sini. Buang-buang waktu saja.”

“Maksudmu waktu untuk menjadi sia-sia,” kata Azure, dan tertawa pada dirinya sendiri. “Tidak, aku tidak akan pergi.”

 

100.

Oh, baiklah. Aku menyerah untuk membujuknya.

Kalau dipikirkan lagi, baik Azure dan aku sudah dijadwalkan mati. Setiap detik waktu sekarang, tubuh kita bisa diambil alih dan kita bunuh diri.

Apa gunanya menyuruhnya pulang sekarang?

Mungkin melalui tindakannya, Azure berusaha mengatakan ini padaku “Kita sama-sama tidak memiliki masa depan, jadi apa salahnya bertingkah jujur untuk terakhir kalinya?”

Kami berdua duduk di atas kasur, lalu bersandar di dinding, mendengarkan keheningan di ruangan yang gelap.

“Hei, Azure,” kataku. “Aku hanya menanyakan ini karena aku mabuk, tapi ...”

“Jangan meniru aku,” kata Azure sambil tertawa. “Apa?” lanjutnya.

“Apa hal nomor satu yang bisa aku lakukan untuk mengganggumu?”

Dia membuka matanya dan menatapku dengan penuh perhatian.

“Claude-san, kamu ingin tahu cara untuk membuatku bahagia?”

“Kamu mungkin bisa menafsirkannya begitu.” Balasku.

Kemudian Azure berbicara dengan senyum lembut.

“Yah, itu sih untuk membuatmu bahagia, Claude. Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku. Dengan kata lain, cara nomor satu untuk menggangguku ialah  kamu harus merasa bahagia.”

 

101.

Kemudian Azure bertanya balik padaku.

“Hei, Claude-san, aku sudah lama berpikir begini ... Aku tidak terlalu mengenamu. Misalnya seperti ... Aku suka musik, misalnya. Tapi kamu sudah mengetahui itu, ‘kan?”

“Ya, aku melihat musikmu. Seleramu tidak buruk juga.”

“ ... Claude-san memujiku ...”, ujar Azure dengan emosi berlebihan.

“... Ah, eh, kembali ke topik. Apa ada yang kamu suka? Aku ingin tahu cara membuatmu bahagia, Claude-san.”

 

102.

Aku membuka mulutku, tetapi tidak bisa memikirkan jawaban yang tepat.

Aku hanya memikirkan Azure beberapa minggu belakangan ini, jadi sepertinya aku benar-benar melupakan keinginan dan harapanku sendiri.

Tidak, mungki bukan itu masalahnya, aku mempertimbangkan kembali.

Kalau diingat-ingat kembali, bahkan sebelum aku menjadi Pembersih, aku acuh tak acuh pada kebahagiaanku sendiri.

Aku menjalani hidup tanpa menikmati kesenangan dalam kehidupan.

Mungkin selama lebih dari dua puluh tahun aku menjalani hidup, satu-satunya hal yang bisa dibilang kalau aku menikmatinya adalah saat-saat menggoda Azure.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku serius memikirkan kebahagiaanku sendiri.

 

103.

“Kamu ini benar-benar tidak punya harapan,” cela Azure, dan mengusulkan. “Itu bisa apa saja. Coba sebutkan apa saja hal yang kamu suka.”

Aku melakukan apa yang dia katakan, mengingat-ingat hal apa saja yang kusuka.

Jam. Bianglala. Kotak musik. Kincir angin. Bunga matahari. Komedi putar.

Setelah berpikir sebentar, Azure mengatakan ini.

“Dengan kata lain, Claude, kamu menyukai hal-hal yang berputar perlahan.”

“Hal-hal yang perlahan berputar perlahan...”, aku mengulangi.

Memang, nama yang kusebutkan tadi adalah hal-hal yang perlahan-lahan berubah seiring waktu.

“Ya. Kurasa aku memang menyukai hal-hal yang berputar perlahan.”

Lalu Azure menunjuk ke dirinya sendiri.

“Kalau aku? Mana yang lebih kamu sukai?”

Apa yang sedang dia bicarakan? Aku memiringkan kepalaku. Azure menunjuk dirinya  lagi dan mengulangi.

“Hal-hal yang berputar perlahan atau aku, mana yang lebih kamu sukai?.”

“Yang pertama,” jawabku.

“... Kalau begitu, aku mempersembahkan diriku untuk berputar perlahan-lahan.”

Azure berdiri dan mulai berputar dengan santai.

 

104.

Sebelum aku menyadarinya, aku memegang pundak Azure dan memeluknya.

Dia berbisik, terkejut. “Hanya mencobanya ...”

Setelah menghabiskan cukup waktu dengan Azure setelah sepuluh hari terpisah, aku melepaskannya, dan dia berkata, “Hei, Claude.”

“Begitu fajar tiba, ayo pergi ke suatu tempat bersama-sama.”

“Pergi ke suatu tempat?”, Aku mengulangi. “Ke mana?”

“Aku ingin membawamu ke suatu tempat.” Balasnya.

“Ke mana...?”

“Ini masih rahasia.”

Dia meletakkan jarinya ke bibir dengan senym nakal.

“Mencari tahu saat kamu tiba akan menjadi bagian dari kesenangannya.”

“Baiklah,” aku mengangguk.

Setelah itu, kami tidur sampai fajar menjelang.

 

105.

Keesokan paginya saat terbangun, aku menyadari kalau aku kehilangan kemampuanku untuk memanipulasi tubuh.

Gadis di depanku akan mengabulkan harapanku tanpa ada campur tangan manipulasi.

Azure bangun beberapa menit kemudian, dan setelah sarapan ringan, aku mengendarai mobil mengikuti arahannya.

“Kamu benar-benar tahu banyak tentang geografi kota ini.”

“Ya. Aku pergi ke banyak tempat sendirian, mencari tempat yang tepat untuk membunuh target,” kata Azure dengan santai.

“Kenapa kamu sampai melakukan itu?” tanyaku.

“Bukannya  sudah jelas? Untuk membuatnya terlihat seperti bunuh diri.”

“... Tempat yang tepat, ya? Bahkan tidak pernah memikirkannya. Aku hanya membuat mereka bunuh diri di tempat acak terdekat.”

“Menurutmu mana yang benar?” Tanya Azure.

“Tida ada cara “benar” dalam melakukan itu ‘kan.” Balasku dengan ketus.

“Memang,” Azure mengangguk.

 

106.

Aku tahu ini akan menjadi tujuan pertama kami bahkan sebelum Azure memberitahuku, “Kita sudah sampai.”

Menghentikan mobil di pinggir jalan dan berjalan sebentar, aku menemukan dataran luas ladang bunga matahari di bawah.

Ada sejumlah kincir angin sisi ladang dan dengan santai berputar di terpa angin.

Melihat lebih jauh, melewati langit yang cerah, aku bisa melihat awan cumulonimbus dengan ukuran yang mengejutkan.

“Bagaimana menurutmu?”, Tanya Azure. "Berputar perlahan, bukan?”

“Ya,” aku setuju.

Ini benar-benar adegan yang disesuaikan dengan seleraku.

Kami berdua bersandar di pagar, membiarkan pemandangan itu meresap ke mata kami.

Bercampur dengan suara jangkrik yang berdengung seperti bunyi yang berdenging, samar-samar aku bisa mendengar kereta melenggang.

Meski tidak aneh aku bisa dibunuh kapan saja, mungkin karena itu sebabnya aku bisa merasa sangat damai.

 

107.

“... Hei, Claude-san.”

Azure tiba-tiba memecah kesunyian.

“Kenapa harus kita?”

Aku langsung tahu kalau dia mengacu pada dasar untuk memilih Pembersih, karena aku telah memikirkan hal yang persis sama pada saat yang sama.

Setelah ragu-ragu, aku memulai seperti ini.

“... Aku pernah mendengar cerita ini sekali.”

“Berabad-abad yang lalu, di suatu negara yang namanya tidak bisa aku ingat ….... Ketika tidak ada orang di negeri itu yang ingin menjadi algojo, tampaknya mereka memilih algojo dari penjahat yang menerima hukuman mati.” Jelasku.

“Selama penjahat yang dipilih sebagai algojo melakukan tugas mereka dengan benar, eksekusi mereka akan ditunda. Tetapi jika mereka menolak untuk melakukan eksekusi bahkan sekali, mereka akan langsung dibunuh, dan algojo selanjutnya akan dipilih dari para penjahat lain.”

“Aku pernah mendengar cerita itu juga,” Azure mengangguk. “Tapi apa kaitannya dengan situasi kita?” lanjutnya.

Setelah menghirup napas, aku berbicara.

“Mungkin apa yang terjadi pada kita adalah sesuatu yang serupa.”

Azure memikirkannya sebentar, lalu bertanya dengan percaya diri.

“... Maksudmu kita sudah mendapat hukuman mati?”

“Ya,” tegasku.

“Kita tidak mendapatkan hukuman mati karena meninggalkan tugas sebagai algojo. Tapi justru sebaliknya, kita dibebaskan sementara dari hukuman dengan menjadi algojo. Semuanya jadi lebih masuk akal kalau memikirkannya seperti itu.”

 

108.

“Adapun kriteria untuk dihukum mati ...”

Aku diam-diam menyatakan teoriku.

“Aku penasaran, apakah persyaratannya ialah “ingin dibunuh oleh seseorang.””

“Memang benar kalau aku ingin dibunuh, tapi ...”

Azure memandangi wajahku.

“Apa kamu juga punya keinginan itu, Claude-san?”

“Ya. Aku tidak bisa memikirkan teori ini jika tidak memiliki keinginan itu.”

“Kenapa?” Dia memiringkan kepalanya.

“Sama halnya seperti kamu. Aku tidak pernah benar-benar menyukai hidup.”

 

109.

“Bila teoriku benar dan mengenang kembali orang-orang yang sudah aku bunuh, aku menyadari kalau mereka semua kurang lebih memiliki semacam keputus-asaan ... Atau, bahwa mereka entah bagaimana mirip denganmu, Azure.”

Azure berpikir sebentar dan mulai angkat bicara, “Dengan kata lain, “pembunuhan berantai” ini muncul untuk memberikan pembebasan kepada orang-orang yang ingin mati?”

“Yah, begitulah yang aku bayangkan. Meski tidak ada buktinya. Dan bahkan mencoba menjelaskan fenomena supranatural yang seperti kutukan dan tidak rasional ini, tapi justru menggunakan logika saja sudah merupakan suatu kebodohan.”

“... Tapi, jika itu memang yang sebenarnya terjadi ...” Azure berhenti sejenak.

“Entah kenapa rasanya sungguh kesepian.”

Sangat, sangat kesepian, aku setuju.

 

110.

“Orang yang ingin dibunuh jadi terbunuh. Itu adalah sistem yang harus disyukuri ... tetapi memiliki kelemahan.” Ujar Azure.

“Karena masih ada orang-orang seperti aku atau kamu, yang menyadari kegembiraan dalam hidup di detik-detik mereka hampir terbunuh.”

“Itu benar” anggukku. “Akan lebih baik jika suatu hari, di suatu tempat, siklus ini bisa dihentikan.” Ucapku dengan harapan.

“... Tapi aku pikir ada baiknya aku dijatuhi hukuman mati.”

“Kenapa?” tanyaku dengan heran.

“Karena berkat itu, aku bisa bertemu denganmu, Claude-san.”

Dia tersenyum padaku.

Sekarang setelah dia menyebutkannya, mungkin ada benarnya juga, aku diam-diam setuju.

 

111.

Azure lalu menghitung dengan jari-jarinya.

“Jam, kotak musik, kincir angin, bunga matahari, komedi putar, bianglala ... itu saja, kan?”

“Ya,” kataku. “Ingatan yang bagus.”

“Kita berhasil mengunjungi bunga matahari dan kincir angin, jadi ayo lanjutkan untuk yang lain.”

Aku bertanya dengan heran, “Apa kamu berencana membuatku mengalami semuanya?”

“Benar. Aku punya ide yang sangat bagus. Ada tempat yang penuh dengan hal kamu sukai, Claude-san.”

Azure turun dari pagar dan mendarat di tanah.

“Ayo pergi. Tempat selanjutnya agak jauh.”

Aku pikir dia mungkin ingin melanjutkan dan mengatakan ini:

... Karena kita tidak tahu berapa banyak waktu yang tersisa.

 

112.

Mengikuti arahannya “lurus ke jalan raya,” aku terus mengemudi.

Langit yang sangat cerah di pagi hari secara bertahap tertutupi awan tebal.

Segera, Azure mulai tidur sebentar.

Aku mematikan AC di mobil, menurunkan volume radio, dan mengemudi dengan hati-hati sehingga dia tidak bangun.

Sambil menunggu lampu merah, aku melirik Azure yang ada ddi kursi penumpang.

... Tiba-tiba, aku merasakan ilusi aneh.

Aku merasa hari-hari ini akan berlangsung selamanya.

Tentu saja, itu hanya sekedar ilusi, dan nyawa kita bisa lenyap saat ini juga.

Tapi dengan ilusi itu sebagai pemulaan, imajinasiku semakin menjadi liar. Jika kita bisa terus hidup lama setelah ini, kebahagiaan macam apa yang akan menunggu kita berdua?

Aku bergegas mengusir ide-ide itu dari dalam kepalaku. Tidak ada gunanya berpikir tentang "Jika saja" yang tidak pernah bisa terjadi.

 

113.

Aku mulai berbicara dengan Azure saat dia tertidur nyenyak.

"... Aku sudah memikirkan ini dalam beberapa hari terakhir. Tentang bagaimana jika kamu muncul dalam kehidupanku lebih cepat. Jika begitu kenyataannya, mungkin kita takkan mengharapkan ada seseorang yang membunuh kita, dan bisa menghindari keterlibatan dalam siklus bodoh ini.”

Aku berhenti sejenak, menarik napas pelan-pelan, dan melanjutkan.

“Aku tahu aku seharusnya tidak berpikiran begitu. Mungkin cuma ini satu-satunya cara agar kita bisa bertemu, dan karena kita bertemu dengan cara ini, kita dapat memiliki hubungan seperti ini ... Tapi walaupu mengetahui hal itu, aku tidak bisa berhenti membayangkan, alangkah baiknya jika waktu ini berlangsung selamanya.”

Segera setelah itu, Azure bangun dan kembali memberiku arahan.

Melihat wajahku, dia menyadari ada sesuatu yang salah.

“Mukamu sedikit pucat, Claude-san.”

“Cuma imajinasimu saja. Karena cuaca buruk, jadi wajahku juga terlihat buruk.”

Tapi Azure tampaknya menyadari kebohonganku. Dia mengulurkan tangannya dan membelai wajahku. “Yoshi, yoshi yang sabar yah.”

 

114.

Sekitar tiga jam setelah meninggalkan ladang bunga matahari, Azure mengatakan padaku kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.

Ternyata tempat tujuan yang Azure maksud adalah gedung mall lawas.

Tipe tempat setelah berbelanja dengan keluarga, kamu memesan kari dan krim soda di food court di lantai paling atas.

Tempat ini mempertahankan suasana hati yang tepat dari beberapa dekade yang lalu.

“Bagian hiburannya ada di atap?”, Aku mengulangi kembali.

“Ya, taman hiburannya ada di atap,” jawab Azure.

“Anakronisme seperti itu masih ada?” tanyaku dengan heran.

“Ya. Bukankah ini luar biasa?”

Azure mengatakan kepada aku kalau tempat itu akan penuh dengan hal-hal yang aku sukai.

 

115.

Memasuki toko, Azure mengusulkan agar kami berpisah sebentar.

“Bisakah kamu membeli kopi di food court atau sesuatu dan menungguku?”

“Tentu, tapi kenapa?”

“Aku perlu membuat beberapa persiapan kecil.”

Aku menuruti perintahnya dan menuju ke lantai paling atas sendirian.

Kalau dipikir-pikir lagi, sudah lama sejak aku pergi ke mall. Mungkin sudah lebih dari satu dekade sejak terakhir aku pergi ke tempat begini.

Aku membeli tiket makan dan menyeruput kopi sambil menunggu Azure.

 

116.

Mungkin Azure terbunuh segera setelah dia meninggalkanku. Tepat ketika kekhawatiran itu mulai terlintas di benakku, dia muncul tak berselang lama.

“Sekarang, ayo pergi,” katanya.

Aku tidak bertanya untuk apa persiapannya.

Kami mendapati diri kami berjalan beriringan, tidak ada yang benar-benar memprakarsainya.

Tujuan kami tentu saja adalah taman hiburan yang ada di atap mall.

 

117.

Segera setelah kami tiba di atap, musik keras mulai memenuhi area tersebut.

Itu adalah suara menara jam tepat di atas kami. Kami berdua melihatnya. Dial jam terbuka, dan sekelompok boneka di dalam mulai tampil.

Saat kami menonton jam gimmick, aku merasakan sensasi dingin di kulitku.

Aku mengangkat tangan, lalu memandang ke arah langit.

Ternyata itu tetesan air hujan.

Meski masih gerimis, tapi begitu jatuh, sepertinya akan berangsur-angsur deras.

“Hujan. Yah, sebaiknya kita cepat-cepat pergi.”

Azure menunjuk antara komidi putar dan bianglala.

 

118.

Taman hiburan yang di atap mungkin terlihat kuno, tapi itu adalah taman hiburan yang jauh lebih baik dari yang aku harapkan.

Bianglala yang besar, dengan lebih dari tiga puluh gondola, dan komidi putar bukanlah jenis permainan anak-anak yang umum, tetapi semuanya dibuat dengan baik.

Secara pribadi, aku sudah merasa puas hanya dengan menonton mereka, tetapi Azure tidak mau menerima jawaban begitu dan membeli tiket untuk kami berdua.

Kami kemudian masuk ke dalam wahana komidi putar dan duduk berhadapan.

Bunyi peluit terdengar, dan wahananya pun mulai bergerak mengikuti irama musik.

Azure membungkuk dari kursinya dan bertanya, “Kamu bilang akan membunuhku dengan “cara yang sangat mengerikan”, bukan?”

“Aku memang mengatakan itu.”

“Cara macam apa itu?”

 

119.

Aku berpikir sebentar, lalu menjawab.

“Seperti yang sudah pernah aku katakan sebelumnya, aku takkan membunuhmu dengan cara yang sederhana. Aku akan membunuhmu perlahan, menghabiskan banyak waktu. Mengajarimu kegembiraan hidup, mengambil semua manfaat dari kematian, membuatmu takut mati, dan kemudian membunuhmu.”

“Kira-kira butuh waktu seberapa lama dengan yang dimaksud “banyak waktu” ?”

“Dalam kasusmu, tampaknya akan sulit untuk menghilangkan semua manfaat kematian. Bisa jadi satu dekade, dua dekade. Atau bisa jadi sampai satu abad, tergantung situasinya.”

“Ahaha. Padahal sebenarnya, hanya butuh satu bulan.”

“Nah, aku orangnya perfeksionis. Aku tidak akan puas hanya dengan kemajuan kecil ini.”

 

120.

Seperti yang diduga, guyuran hujan perlahan-lahan semakin deras. Orang-orang di atap secara bertahap berlindung masuk ke dalam mall.

Kami turun dari komidi putar dan bergegas ke kincir ria raksasa. .

Saat gondola mencapai sekitar setengah tinggi, Azure menggumamkan sesuatu.

“Aku ingin dibunuh selama satu abad.”

“Aku juga mengharapkan hal yang sama.” balasku

“Tapi kupikir itu akan sulit.”

“Lagipula, agak aneh rasanya kalau kita masih hidup sekarang.”

“Haah. Apa tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menghindarinya?”

Aku menggelengkan kepala diam-diam. Tapi Azure melipat tangannya dan terus berpikir.

 

121.

“Bagaimana kalau begini?”

Dengan gondola yang tingginya sekitar dua pertiga, Azure mendongak dan berbicara.

“Claude-san, katakan padaku prosedur yang ditetapkan untuk membuat target terlihat bunuh diri.”

Aku membacakan kalimat yang terukir di kepalaku.

1. Ambil alih tubuh target.

2. Beri petunjuk bunuh diri.

3. Beres-beres kamar.

4. Tulis surat wasiat.

5. Bunuh diri.

“Benar. Dan menghalangi langkah 1 sepertinya sangat sulit. Tapi bagaimana dengan mati-matian berusaha menghentikan langkah ke-2?”

 

122.

“Jika seseorang menjadi begitu bahagia sehingga Pembersih tidak bisa menyembunyikannya dengan upaya apa pun, bukannya upaya mengisyaratkan bunuh diri menjadi tidak meyakinkan, membuat langkah ke-3 selamanya tidak terjangkau?”

Tentu saja, dia tidak mengatakannya dengan serius.

Dia cuma menikmati membayangkan masa depan bahagia yang takkan pernah datang, dan menyuarakan teori itu.

Aku mengikuti sarannya.

“Begitu ya. Itu benar, Pembersih memang memiliki tugas untuk membuat kematian Si target terlihat seperti bunuh diri.”

“Iya, ‘kan? Kalau begitu, kita benar-benar perlu menjadi lebih bahagia dan semakin bahagia.”

“Masalahnya …” kataku, “Aku agak kesulitan membayangkan sesuatu yang lebih bahagia dari ini.”

Azure mengalihkan pandangan matanya dengan malu-malu.

“Um, Claude-san ... Kamu tidak perlu berpikir yang susah-susah. Aku bisa memikirkan lebih banyak. Lebih banyak hal bahagia yang menanti di depan kita.”

 

123.

Gondola akhirnya mencapai puncak.

Dari sana, kami bisa melihat pemandangan kota yang diguyuri hujan.

Sambil memandang ke luar jendela, Azure melanjutkan.

“Pertama-tama, aku akan pergi ke kampus yang sama denganmu. Aku akan belajar dengan rajin dan menjadi Kouhai-mu.”

“Dengan nilaimu saat ini, kamu harus super rajin.” Ucapku.

“Tidak masalah, karena aku tahu kamu akan membantuku.Dan begitu menjadi Kouhai, kita pergi ke kedai kopi bersama, menonton film, dan minum-minum. Bukan sebagai Pembersih dan target saat ini, tetapi sebagai sepasang kekasih. Dan itu belum semuanya. Jika kamu mau, aku dengan senang hati akan melakukan lebih banyak hal layaknya orang pacaran.”

“Dan juga, setiap tahun, kita akan mengunjungi makam orang-orang yang sudah kita bunuh. Bukan berarti upaya yang lewat akan menebus dosa-dosa kita, tetapi kita harus melakukannya. Kita akan merenungkan tindakan kita secara mendalam, dan tidak hidup terlalu mencolok, tapi tidak lebih hina dari yang diperlukan, dan hidup kuat ... Ya, kita akan hidup dalam bayang-bayang yang cerah.”

 

124.

Pada saat kami turun dari kincir ria, hujan turun semakin deras.

Staf taman hiburan meletakkan semacam terpal di atas objek wisata yang tidak terlindungi.

Trotoar basah berkilauan dalam banyak warna, memantulkan cahaya dari wahana. Musik di taman berhenti, dan keheningan aneh menyelimuti atap.

Tanpa payung, kami menatap pemandangan itu, dan terus berbicara tentang fantasi yang kami diskusikan di kincir raksasa.

Aku pikir ada beberapa hal di dunia ini yang hanya bisa kamu katakan di tengah hujan lebat.

Kami berdua adalah pasangan tanpa masa depan, dan terus membicarakan kebahagiaan yang sudah terlambat untuk kami miliki.

 

125.

Ketika percakapan berakhir, Azure bergumam, “... Oh, iya.”

Dia mengeluarkan paket kecil dari tasnya. Sebelum dia membukanya, aku tahu apa yang ada di dalamnya.

Azure lalu menyerahkannya padaku. Itu adalah kotak musik silinder di dalam kotak kayu.

“Dengan ini, semua hal yang kamu suka sudah terpenuhi, Claude-san.”

“Coba mainkan,” katanya.

Aku memutar kunci kotak musik, dan meletakkannya di telapak tanganku.

Silinder di kotak musik berputar perlahan, dan pin yang mengenai gigi sisir mulai memainkan nada musik.

Kami berdua mendengarkannya dekat-dekat.

 

126.

Kotak musik melambat dalam tempo, dan akhirnya berhenti.

Suara hujan yang membuat indraku kembali.

“Azure,” panggilku.

“Iya?” Dia menengadah ke arahku dan tersenyum.

Aku memeluk Azure dengan lembut dan membelai kepalanya.

“Terima kasih.”

“Tidak, akulah yang harusnya berterima kasih.”

Azure balas merangkul dan membelai punggungku.

“Terima kasih banyak.”

Saat itu, kotak musik tiba-tiba memainkan satu nada lagi. Pegas yang tertahan pasti baru saja bergerak.

Kalau saja hari-hari ini bisa berlangsung selamanya, pikirku lagi.

Tetapi ternyata, itulah hari terakhir kami.

 

127.

Kalau begitu ... Mungkin rasanya terlalu mendadak, tetapi ceritanya berakhir sampai di sini.

Gadis yang aku temui pada hari Juli yang cerah adalah seorang gadis dengan mata sayup.

Dia begitu halus, seakan-akan dia mungkin bisa hancur jika kamu mendorongnya.

Dia begitu pucat, seolah-olah dia mungkin bisa ternodai jika kamu menyentuhnya.

Dia selalu melihat sesuatu di kejauhan.

Tipe gadis seperti itulah yang membuatku jatuh cinta.


 

>>>> TAMAT <<<<

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama