Prolog
SMA Asagi tempat Kai Nakamura
menuntut ilmu merupakan sekolah swasta yang membanggakan diri akan lingkungannya
yang santai. Para murid tidak terlalu terikat dengan aturan kaku dan tidak
hanya ponsel, tapi juga mereka diperbolehkan membawa konsol game selama tidak
dimainkan di jam pelajaran.
“Seriusan ?! Kita boleh bermain
game di sekolah ?! ”
Kai, seorang otaku garis keras,
tidak terlalu berharap saat mendengar info ini. Tapi kemudian—
Setelah upacara penerimaan
murid baru selesai, tibalah waktunya bagi Kai dan siswa baru lainnya menempati
kelas masing-masing dan menunggu jam wali kelas pertama mereka dimulai.
“Pagi! Aku Jun Miyakawa.” Gadis
yang duduk di sebelah Kai tiba-tiba berbicara kepadanya.
“Se-Selamat pagi, aku K-K-Kai
Nakamura,” balas Kai dengan panik saat memperkenalkan dirinya kembali.
Ia bukannya payah dalam
berkomunikai atau semacamnya. Kai bisa berbicara dengan gadis-gadis dengan baik
(meski tampil dengan ramah, tapi jika disuruh mengadakan percakapan duluan sih
mustahil!). Meski begitu, wajar saja kenapa Ia sampai kalut begitu.
Gadis yang ada dihadapannya
merupakan gadis cantik jelita. Matanya yang berbentuk almond memberikan kesan
aura nakal, membuat Kai sangat menyadari pesona cerianya. Gadis yang tidak
terlihat kekanak-kanakan, tapi juga belum terlihat dewasa. Hidungnya mancung
dan bibir lembut dengan warna pink merona. Terlepas dari riasan alaminya, dia
sangat imut sampai-sampai tidak aneh jika fotonya terpampang di sampul majalah
remaja.
Rambut kecoklatan Jun dikuncir
dengan kunciran ala ekor kuda, yang mana rambutnya sampai mengalir ke bahunya.
Rambutnya tidak terlihat bercabang sehelai pun. Rambutnya sangat lembut dan
berkilau, hampir seperti sinar matahari musim semi yang hanya menyinari ruang
kelas untuk menambah daya pikatnya. Kai menyadari seberapa banyak upaya yang
dibutuhkan untuk menjaga rambutnya tetap bagus seperti itu karena sering
mendengar keluhan kakak perempuannya di rumah.
Tapi daya tarik yang sebenarnya
adalah payudaranya yang luar biasa. Ukurannya sangat menggairahkan sehingga
tatapan cowok manapun akan langsung terpaku padanya.
“Kamu bisa memanggilku Jun! Senang bertemu denganmu, Tonari-san*,” katanya, menunjuk pada dirinya sendiri dengan senyum yang benar-benar menakjubkan menghias wajahnya.(TN : Tonari bukan nama orang, maksudnya tetanggaan yang duduk di sebelahnya)
Benar, senyumnya tampak
menakjubkan. Kai merasa kalau dia tidak sedang mencoba untuk melecehkannya
seperti yang biasa terjadi pada beberapa gadis.
“K-Kalau begitu, kamu juga bisa
memanggilku Kai,” Ujarnya.
“Baiklah, Kai!”
Wow,
dia memanggil namaku! Ini sedikit mengejutkannya. Bukan berarti ada perasaan
yang tidak nyaman tentang itu. Justru sebaliknya, Kai merasa senang dan
tersanjung karena ada gadis cantik akan berbicara dengannya seolah-olah mereka
sudah berteman baik. Aku SANGAT bersyukur
bisa datang ke sekolah ini ... pikirnya. Satu-satunya motivasi Kai masuk ke
sekolah ini karena bebas memainkan game. Siapa yang menyangka kalau Ia akan duduk
bersebelahan dengan gadis semanis dan ramah seperti Jun?!
Saat Kai menikmati
keberuntungannya, Jun mulai membuka tas yang ada di sebelahnya. Tas dengan
model yang sangat feminim dan dilapisi dengan aksesori karakter maskot. Aku yakin dia akan mengeluarkan alat riasnya,
pikir Kai, tapi ternyata tebakannya salah dan dibuat terkejut lagi.
Jun dengan cepat dan lincah
mengeluarkan konsol Switch dari dalam tasnya!
“Aku sudah MENUNGGU ini!” itulah
yang Jun katakan dengan penuh semangat dan tanpa malu-malu mulai bermain.
Hah?
HAH?
Kai tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik. Gadis yang bermain game bukanlah
hal yang langka di jaman sekarang. Tapi, apa dia benar-benar membawa konsol game bersamanya di hari pertama sekolah?
Dan mulai bermain segera setelah upacara masuk selesai? Padahal mereka masih
ada jam wali kelas? Itu sih terlalu berani, bahkan untuk sekolah yang mengizinkan
siswanya bermain game!
Jun pasti merasakan tatapan Kai
padanya.
“Penasaran?” Jun bertanya tanpa
mengalihkan pandangannya dari layar.
“Oh ... U-Uh, ya. Kamu sedang
main apa?”
“Breath of the Wild!”
“Oh, Zelda? Bagus!” Kai menoleh ke kursi di sebelahnya dan mencondongkan
tubuhnya ke depan. Setelah lebih dekat, Kai mencoba melihat layar gamenya.
Minatnya sebagai otaku mengalahkan rasa takut yang Ia rasakan tentang mendekati
seorang gadis cantik yang baru saja Ia temui.
Semua orang masih membicarakan
tentang game itu meski game tersebut sudah keluar selama kurang lebih satu
tahun. Kai menginginkannya juga, tapi sebagai seseorang yang dengan hati-hati
mengelola uang sakunya yang sedikit, Ia menunda niatnya untuk membeli game
tersebut. Ada terlalu banyak game, manga, dan novel ringan yang Ia inginkan.
Kai memperhatikan dari samping
dan merasa geli saat Jun dengan gembira melemparkan item yang tampak seperti
bom ke dalam danau dan menangkap ikan yang mengapung ke permukaan (cara yang mengerikan untuk memancing!).
“Mau mencobanya, Kai?” Tanya
Jun.
“Mm ... Terima kasih, tapi aku
baik-baik saja.”
“Yakin? Kamu tidak perlu
sungkan-sungkan, lho.”
“Beneran, tidak usah,” jawab
Kai. Game aksi seperti Mario Kart
atau Smash Bros dengan putaran pendek
sih tidak masalah, tetapi BotW adalah
jenis permainan yang kamu pilih untuk dimainkan. Ia tidak ingin main
setengah-setengah. Kai ingin menyimpan kenikmatan bermain saat sudah membeli dan
memainkannya sendiri, jadi Ia bisa menikmati sensasi di level yang lebih dalam!
... Itulah yang Ia mulai
ocehkan dengan penuh semangat. Setelah secara tidak sengaja mengoceh tentang
kisah otaku, Kai merasa sedikit menyesal. Mungkin
ini terlihat menjijikkan karena kita baru saja bertemu ...
Tapi kemudian Jun menjawab, “Aku
paham maksudmu! Kamu benar; Kamu takkan bisa puas memainkannya. Maaf!”
Dia mendongak dari layar
game-nya lalu menatap Kai dan terkekeh. Kemudian dia menunjukkan senyum
kemenangan lain padanya. Antara mengagumi daya tariknya dan merasa terguncang
karena ada gadis yang bisa memahami sikap gamer fanatiknya, Kai menjadi panik.
“Lagi pula…” ujar Kai, masih
bersemangat. “Aku sudah mebawa peralatanku sendiri.” Kai mengeluarkan Switch-nya
sendiri dari tasnya.
“Haha ♪ Apa itu normal membawa game di hari
pertama sekolah~?”
“Aku tidak mau mendengarnya
dari seseorang yang tiba-tiba bermain game setelah menempati kelas baru.”
Sindir Kai saat menyalakan Switch-nya. Kai mulai memainkan Monster Hunter, dan berpikir kalau mulai dari situlah, mereka terasa
seperti teman lama.
Kai dan Jun duduk bersebelahan
dan keduanya asyik bermain game. Akibatnya, tak satu pun dari mereka
menyadarinya: mengingat hari dan waktu mereka berdua mulai bermain game, sudah
ada sekelompok kecil penonton terbentuk
di sekitar mereka berdua. Orang-orang yang berkumpul menunjukan raut muka yang
seakan-akan ingin berkata, "Apa yang
mereka berdua lakukan ...?"
Karena penampilan Jun yang
sangat menonjol, banyak murid laki-laki maupun perempuan ingin berbicara
dengannya. Namun, karena suasananya yang sedang asyik membuat mereka ragu untuk
mendekatinya. Satu-satunya yang bisa diajak bicara Kai dan Jun saat mereka bermain hanyalah diri mereka sendiri. Atau
bisa dibilang, mereka pada dasarnya menciptakan dunia kecil mereka sendiri. Hal
ini dengan cepat menghasilkan suasana dimana orang lain susah untuk masuk.
Cowok berpenampilan biasa dan
gadis super imut ... Dari luar, mereka berdua sepertinya berasal dari dunia yang
sama sekali berbeda. Tapi karena satu hobi — game —
berfungsi sebagai perantara!
“Apa itu Generations Ultimate? Kamu melakukan perburuan Thunderlord? ” Tanya
Jun saat bermain BotW.
“Kamu tidak akan pernah
memiliki pelindung kaki yang cukup,” jawab Kai sambil memainkan MH. Ia tutup mulut kepengen armor karena
desainnya yang seksi, untuk alasan yang jelas.
“Tapi, bukannya game MH yang baru sudah keluar? Yang itu
sudah lama, ‘kan? ”
“Maksudku, ya, pihak pengembang
merilis versi World,”jawab Kai. Generations Ultimate hanyalah
satu-satunya judul yang bisa Ia mainkan di Switch. Kai tahu betul kalau Ia
sedang memainkan serial lama. “Aku akan memainkan MHW setibanya di rumah.”
“Kamu punya game-nya ?!” Jun
bertanya dengan bersemangat, mendongak dari layarnya lagi.
“Yah begitulah, aku menabung
demi bisa membelinya,” jawabnya. Harga perangkat PS4 itu sendiri lumayan mahal.
Bisa dibilang itulah alasan terbesar mengapa Kai menunda membeli game BotW.
“Kedengarannya luar biasa ...”
Ujar Jun sambil mendesah.
“Ka ... kamu tidak memilikinya,
Jun?” Untuk sesaat Kai tidak yakin apakah akan memanggil namanya atau nama
marganya, tapi pada akhirnya tetap memilih untuk memanggil namanya.
Jun tampaknya tidak menyadari
maupun peduli dengan konflik batin Kai. “Ada BANYAAAK manga, CD, lipstik, dan sandal
yang ingin aku inginkan di bulan ini ~”
“O-Oh ya ...?” Kai tergagap. Semua
gadis otaku yang pernah Ia temui biasanya terbagi jadi dua tipe. Tipe yang pertama,
“Aku membaca manga, tapi fashion adalah
prioritas utamaku!” dan tipe lainnya “Aku
sangat suka anime! Fashion adalah yang kedua!”. Ini pertama kalinya Ia
bertemu dengan gadis seperti Jun, yang sepertinya tidak ingin menyerah pada
kedua hobinya. Atau mungkin, ini pertama kalinya dia bertemu dengan gadis yang
tertarik dengan permainan yang membuat darah mendidih seperti Monster Hunter. Mau tak mau Kai semakin
tertarik padanya.
Jun terus melanjutkan dengan
nada penuh semangat, “Bukankah gameplay-nya sangat berbeda di MHW? Sebagai pemain lawas,
aku sedikit gugup karena itu tidak sama sebelumnya, tahu? Jadi aku hanya ingin
menunggu dan melihat? ”
Kai tahu persis apa yang Jun maksud. Itulah alasan sebenarnya Kai ingin
membelinya sendiri. Kai menghentikan permainannya, menoleh ke arah Jun dan
dengan tegas berkata, “Gameplay-nya tidak jauh berbeda sampai sekarang, dan
elemen gameplay barunya juga menarik!” Sebagai pencinta MH dan orang yang
selalu up-to-date, Kai tidak bisa
menahan diri untuk melangkah ke wilayah baru yang menyenangkan.
“Kedengarannya bagus ~” kata Jun,
menggeliat karena rasa iri. Payudaranya yang besar bergoyang dan memantul.
“... Mau mencobanya?” Tanya
Kai.
“Tentu saja!!!” Jun dengan
tegas menanggapi pertanyaan yang Kai ajukan dengan takut-takut. Melihat
perilakunya, Kai lalu memberanikan dirinya sendiri.
“Ba-Baiklah, mau coba datang ke
rumahku?”
Kai bertanya dengan lantang,
suaranya gemetaran tapi masih terdengar jelas. Apa itu akan mengejutkannya,
karena terlalu mendadak? Atau apakah dia akan tertawa dan berkata kalau dia
takkan pernah pergi ke rumah cowok yang baru dikenalnya? Atau dia akan
menolaknya dengan nada judes?
Semua kekhawatiran itu memenuhi
isi kepala Kai, tapi ternyata percuma saja saja Ia merasa khawatir.
“Tentu!”
Karena — tentu saja — Jun
memberinya seringai kekanak-kanakan, dan menjawab tanpa ragu sedikit pun.
◆◇◆◇◆
“Saat itu Aku tak menyangka
kalau kamu beneran datang, tahu ”Gumam Kai sambil menekan Joy-Con miliknya dengan kasar.
Di sisi kanan layar terbagi,
karakter game Kai, Morton, memeluk bagian dalam trek di Bone-Dry Dunes dengan Mushroom
Dash.
“Ya, kamu memang bertingkah
agak berlebihan sampai mengundangku,” tutur Jun, mencemberutkan bibirnya dengan
cara yang lucu saat bertarung mati-matian dengan Joy-Con-nya sendiri. Karakter yang dia kendalikan di sisi kiri
layar, Isabelle, tertinggal (dan pintasan yang diambil Kai) dalam debu.
Mereka sedang berada di kamar
Kai di lantai dua rumahnya. Kamarnya seluas sembilan meter persegi dilengkapi
dengan meja belajar, rak buku, TV, serta barang-barang lainnya. Kai adalah
cowok yang hanya memasang satu poster — favorit
mutlaknya saat ini — meski terlihat sangat polos. Saat ini, langit-langit
kamarnya terpajang poster Goblin Slayer
yang digambar oleh Noboru Kannatsuki ... menggambarkan empat heroine yang dibalut bikini cerah.
Poster yang cukup mesum. Kai menginginkan figurin animenya, tapi harganya di
luar jangkauan anak SMA seperti dirinya.
Kai duduk di atas kasurnya
bersama dengan seorang gadis seksi nan cantik jelita, dan memainkan game Mario Kart.
Ia dan Jun bermain video game, saling
bergiliran membaca manga, dan menonton anime yang sudah mereka rekam sampai
larut malam. Kadang-kadang mereka bertengkar karena memiliki karakter favorit
yang berbeda, tapi pada dasarnya mereka memiliki selera yang sama dalam segala
hal. Kai belum pernah bergaul dengan seseorang sedekat ini sebelumnya.
Dia adalah teman gadis pertama
yang pernah Kai miliki. Tidak, Jun adalah sahabat terbaiknya.
Kai tidak menggubris pandangan
orang lain apakah ini normal atau tidak! Bagaimanapun juga, sejak saat itu, Jun
selalu pergi bermian ke rumah Kai sekitar lima kali dalam seminggu.
Kalian tidak salah mendengarnya
— sejak saat itu. Setahun telah berlalu sejak Kai bertemu Jun. Mereka berdua
naik ke kelas 2 dan berakhir di kelas yang sama lagi. Hari ini adalah hari
pertama mereka masuk sekolah.
“Setelah kupikir-pikir, ada banyak hal yang telah
terjadi tahun ini,” Kai berkomentar.
“Nuh-uh! Yang kita lakukan cuma
nongkrong setiap hari. ” Maka dimulailah percakapan sepele mereka, saat
memainkan Mario Kart.
“Dulu kamu sangat ingin
memaikan MHW iya ‘kan, Jun?”
“Ya, emang!” Jawab Jun.
“Memangnya kamu tidak takut
pergi ke rumah cowok yang baru kamu kenal?”
“Kupikir nanti ada orang tuamu,
jadi aku tidak keberatan,” dia mengangkat bahu.
“Apa yang akan kamu lakukan
jika aku tinggal sendiri di apartemen atau semacamnya?” Kai bertanya padanya.
“Aku akan mencari alasan dan
langsung berbalik pulang.”
“Masuk akal.”
“Maksudku, aku harus selalu
waspada dengan penampilan seperti ini,
tahu?” ucap Jun dengan sikap datar saat dia menekan tombol Joy-Con-nya.
“Emangnya orang yang kalah
dariku dan Morton punya hak bilang begitu!” sindir Kai.
“Tapi aku tidak sedang
membicarakan game itu sekarang!” seru Jun. Kai menatapnya dari sudut matanya
dan menatapnya dengan ekspresi penuh kemenangan. Kemudian Jun melanjutkan,
“Sungguh pembicaraan yang benar-benar agung dan sok untuk cowok yang diam-diam
mengintip kaki telanjangku!”
Kai melotot setelah mendengar
godaan Jun. Tapi tidak ada gunanya. Jun sedang duduk bersila di sampingnya.
Duduk di posisi itu berarti dia bisa fokus bermain game, tapi ... Kai benar-benar bisa melihat kaki mulus Jun
karena roknya yang begitu pendek, belum lagi secarik kain putih yang seharusnya
tersembunyi justru menyapanya.
“Hei, celana dalammu keliatan,
tuh!”
“Kena juga kamu, Kai!” Jun
tidak mempedulikan peringatan Kai. Permainan itu menarik perhatiannya sepenuhnya.
Karakternya Isabelle menyalip Morton dan mencapai garis tujuan.
“Yaaay, aku menang! Aku menang!”
dia bersorak.
“Dasar LICIK !!!” teriak Kai,
tidak terima dengan kekalahannya.
“Yang namanya menang tetap saja
menang! SALAHMU sendiri karena jadi orang mesum dan mencoba mengintip celana
dalamku!” Kata Jun, dengan santai memperbaiki roknya. “Dasar cowok sangean!”
Meskipun menyeringai jahat
untuk menggoda Kai karena kepolosannya, tapi kalau dilihat lebih baik, pipi Jun
terlihat agak memerah. Dengan kata lain, dia jelas menyembunyikan rasa malunya.
Bagaimana dengan kewaspadaanmu sekarang?
Pikir Kai dalam hatinya.
Pada awalnya, Jun menahan diri
untuk tidak duduk di atas kasur Kai. Dia akan duduk di lantai dengan kedua kaki
menghadap ke samping, dan berhati-hati supaya celana dalamnya tidak terlihat.
Tapi dalam waktu sebulan, dia langsung merasa nyaman dan sangat terbuka di
kamar Kai. Kai sering mengabaikan perilaku Jun karena jauh lebih memalukan
baginya untuk terus-terusan memperingatinya!
“Ngomong-ngomong, ayo satu kali
lagi, Jun,” Kai dengan kasar mengusulkan untuk meredakan suasana canggung.
“Tidak ah. Aku sudah
mengalahkanmu di Mario Kart. ”
“Kamu hanya akan berhenti saat
sudah menang ?!”
“Tepat sekali,” katanya.
“Oh, ayolah, bertanding dengan
adil dan jujur!”
“Aku jadi ingin memainkan MHW karena kamu mengungkitnya! Sudah
lama sekali aku tidak memainkannya,” kata Jun. Tanpa repot-repot untuk
mendapatkan persetujuannya, dia dengan tegas memasang kembali Joy-Con-nya di
Switch dan menyalakan PS4.
“... Apa boleh buat.” Kai
dengan enggan mengembalikan Joy-Con-nya ke konsol dan memulai PS4 yang berbeda.
Yup — kalian tidak salah
dengar.
Jun membawa TV dan PS4-nya
sendiri untuk bisa dimainkan begitu mulai menghabiskan seluruh waktunya di
kamar Kai. Dia bahkan akan membajak Wi-Fi dan terhubung ke internet. Alhasil,
kamar Kai yang sudah kecil terasa lebih sumpek ... Itulah alasan mengapa mereka
memiliki dua PS4 di kamarnya.
“Jadi Jun, kali ini apa yang
kita buru?” Kai bertanya padanya.
“Terserah apa saja, selama itu Tempered Elder Dragon. ”
“Ugh, kalau begitu kumpulkan
jejaknya sendiri saja sana ...”
“Aw, ayolah jangan bilang begitu.
Hibur aku ~ Coba lihat seberapa hebatnya kamu menjadi tulang punggung keluarga~
”Jun terus merayu dan memohon pada Kai sembari menunggu game selesai booting.
Dan kemudian, mereka berdua mendengar suara ibu Kai dari lantai pertama.
“Juuuun! Apa kamu mau makan
malam dengan kami malam ini? ”
“Yaaaaaa, aku mau! Makasiiiiiiih,
Bu!” Jun berteriak ramah sebagai balasan.
“Siapa yang kamu panggil 'Ibu' ...?” Biasanya Jun memanggilnya
“Bibi.”
“Apa yang bisa aku katakan,
Kai? Setiap kali kamu memanggil seorang wanita 'Bibi,' mereka menjadi lebih
tua.”
“Bibi, Bibi, Bibi.”
“Kembalikan waktu tiga hariku!”
“Panggilan 'Ibu' terdengar aneh,
tau.” Gumam Kai.
“Baiklah, bagaimana kalau aku
memanggilnya 'Noriko'?”
“HENTIKAN ITU.” Entah kenapa
Kai merasa aneh jika ada teman sebayanya memanggil ibunya dengan nama depannya.
“Jangan khawatir! Bukan berarti
aku akan mencuri ibumu, Kai.” Jun menggoda sambil tertawa cekikikan.
“Aku tidak mencemaskan hal itu.
Rasanya seperti kamu akan benar-benar menjadi bagian dari keluargaku tidak lama
lagi… ”tutur Kai, setengah jujur.
“Itu akan menyenangkan!”
celoteh Jun. “Wow, Noriko, kamu benar-benar juru masak yang handal ~”
“Berhenti memanggil ibuku 'Noriko' ...” Kai menggerutu, pengontrol
PS4-nya sudah siap. Satu-satunya kelemahan dari mahakarya konsol ini adalah
butuh beberapa saat untuk memulai. Akhirnya, layar TV menampilkan permainan.
Kemudian, Kai dan Jun pergi ke Dunia Baru untuk bermain game.
Beginilah keseharian Kai dengan
teman gadisnya, Jun. Ia berharap kalau hari-hari yang menyenangkan tersebut
bisa bertahan selamanya. Kai tidak pernah berhenti mengharapkan hal itu selama
kehidupan masa SMA-nya.
<<=Sebelumnya |
Selanjutnya=>>
gua iri cuksama kai, dapet temen mabar ciwi lagi bangke lah...
BalasHapusNama game, nama konsol, nama anime gak disensor dari sana nya yah??????? Tapi bagus sih........
BalasHapusItu improv dari mimin sendiri, aslinya sih nama animenya pake bahasa inggris, tapi mungkin ada yang ngga tau itu dari anime apa, jadi mimin ubah ke nama jepang.
BalasHapusLanjut mint
BalasHapus