Ore no Onna Tomodachi ga Saikou ni Kawaii Vol.1 Prolog Bahasa Indonesia

Prolog

 

SMA Asagi tempat Kai Nakamura menuntut ilmu merupakan sekolah swasta yang membanggakan diri akan lingkungannya yang santai. Para murid tidak terlalu terikat dengan aturan kaku dan tidak hanya ponsel, tapi juga mereka diperbolehkan membawa konsol game selama tidak dimainkan di jam pelajaran.

“Seriusan ?! Kita boleh bermain game di sekolah ?! ”

Kai, seorang otaku garis keras, tidak terlalu berharap saat mendengar info ini. Tapi kemudian—

Setelah upacara penerimaan murid baru selesai, tibalah waktunya bagi Kai dan siswa baru lainnya menempati kelas masing-masing dan menunggu jam wali kelas pertama mereka dimulai.

“Pagi! Aku Jun Miyakawa.” Gadis yang duduk di sebelah Kai tiba-tiba berbicara kepadanya.

“Se-Selamat pagi, aku K-K-Kai Nakamura,” balas Kai dengan panik saat memperkenalkan dirinya kembali.

Ia bukannya payah dalam berkomunikai atau semacamnya. Kai bisa berbicara dengan gadis-gadis dengan baik (meski tampil dengan ramah, tapi jika disuruh mengadakan percakapan duluan sih mustahil!). Meski begitu, wajar saja kenapa Ia sampai kalut begitu.

Gadis yang ada dihadapannya merupakan gadis cantik jelita. Matanya yang berbentuk almond memberikan kesan aura nakal, membuat Kai sangat menyadari pesona cerianya. Gadis yang tidak terlihat kekanak-kanakan, tapi juga belum terlihat dewasa. Hidungnya mancung dan bibir lembut dengan warna pink merona. Terlepas dari riasan alaminya, dia sangat imut sampai-sampai tidak aneh jika fotonya terpampang di sampul majalah remaja.

Rambut kecoklatan Jun dikuncir dengan kunciran ala ekor kuda, yang mana rambutnya sampai mengalir ke bahunya. Rambutnya tidak terlihat bercabang sehelai pun. Rambutnya sangat lembut dan berkilau, hampir seperti sinar matahari musim semi yang hanya menyinari ruang kelas untuk menambah daya pikatnya. Kai menyadari seberapa banyak upaya yang dibutuhkan untuk menjaga rambutnya tetap bagus seperti itu karena sering mendengar keluhan kakak perempuannya di rumah.

Tapi daya tarik yang sebenarnya adalah payudaranya yang luar biasa. Ukurannya sangat menggairahkan sehingga tatapan cowok manapun akan langsung terpaku padanya.


“Kamu bisa memanggilku Jun! Senang bertemu denganmu, Tonari-san*,” katanya, menunjuk pada dirinya sendiri dengan senyum yang benar-benar menakjubkan menghias wajahnya.(TN : Tonari bukan nama orang, maksudnya tetanggaan yang duduk di sebelahnya)

Benar, senyumnya tampak menakjubkan. Kai merasa kalau dia tidak sedang mencoba untuk melecehkannya seperti yang biasa terjadi pada beberapa gadis.

“K-Kalau begitu, kamu juga bisa memanggilku Kai,” Ujarnya.

“Baiklah, Kai!”

Wow, dia memanggil namaku! Ini sedikit mengejutkannya. Bukan berarti ada perasaan yang tidak nyaman tentang itu. Justru sebaliknya, Kai merasa senang dan tersanjung karena ada gadis cantik akan berbicara dengannya seolah-olah mereka sudah berteman baik. Aku SANGAT bersyukur bisa datang ke sekolah ini ... pikirnya. Satu-satunya motivasi Kai masuk ke sekolah ini karena bebas memainkan game. Siapa yang menyangka kalau Ia akan duduk bersebelahan dengan gadis semanis dan ramah seperti Jun?!

Saat Kai menikmati keberuntungannya, Jun mulai membuka tas yang ada di sebelahnya. Tas dengan model yang sangat feminim dan dilapisi dengan aksesori karakter maskot. Aku yakin dia akan mengeluarkan alat riasnya, pikir Kai, tapi ternyata tebakannya salah dan dibuat terkejut lagi.

Jun dengan cepat dan lincah mengeluarkan konsol Switch dari dalam tasnya!

“Aku sudah MENUNGGU ini!” itulah yang Jun katakan dengan penuh semangat dan tanpa malu-malu mulai bermain.

Hah? HAH? Kai tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik. Gadis yang bermain game bukanlah hal yang langka di jaman sekarang. Tapi, apa dia benar-benar membawa konsol game bersamanya di hari pertama sekolah? Dan mulai bermain segera setelah upacara masuk selesai? Padahal mereka masih ada jam wali kelas? Itu sih terlalu berani, bahkan untuk sekolah yang mengizinkan siswanya bermain game!

Jun pasti merasakan tatapan Kai padanya.

“Penasaran?” Jun bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

“Oh ... U-Uh, ya. Kamu sedang main apa?”

Breath of the Wild!”

“Oh, Zelda? Bagus!” Kai menoleh ke kursi di sebelahnya dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Setelah lebih dekat, Kai mencoba melihat layar gamenya. Minatnya sebagai otaku mengalahkan rasa takut yang Ia rasakan tentang mendekati seorang gadis cantik yang baru saja Ia temui.

Semua orang masih membicarakan tentang game itu meski game tersebut sudah keluar selama kurang lebih satu tahun. Kai menginginkannya juga, tapi sebagai seseorang yang dengan hati-hati mengelola uang sakunya yang sedikit, Ia menunda niatnya untuk membeli game tersebut. Ada terlalu banyak game, manga, dan novel ringan yang Ia inginkan.

Kai memperhatikan dari samping dan merasa geli saat Jun dengan gembira melemparkan item yang tampak seperti bom ke dalam danau dan menangkap ikan yang mengapung ke permukaan (cara yang mengerikan untuk memancing!).

“Mau mencobanya, Kai?” Tanya Jun.

“Mm ... Terima kasih, tapi aku baik-baik saja.”

“Yakin? Kamu tidak perlu sungkan-sungkan, lho.”

“Beneran, tidak usah,” jawab Kai. Game aksi seperti Mario Kart atau Smash Bros dengan putaran pendek sih tidak masalah, tetapi BotW adalah jenis permainan yang kamu pilih untuk dimainkan. Ia tidak ingin main setengah-setengah. Kai ingin menyimpan kenikmatan bermain saat sudah membeli dan memainkannya sendiri, jadi Ia bisa menikmati sensasi di level yang lebih dalam!

... Itulah yang Ia mulai ocehkan dengan penuh semangat. Setelah secara tidak sengaja mengoceh tentang kisah otaku, Kai merasa sedikit menyesal. Mungkin ini terlihat menjijikkan karena kita baru saja bertemu ...

Tapi kemudian Jun menjawab, “Aku paham maksudmu! Kamu benar; Kamu takkan bisa puas memainkannya. Maaf!”

Dia mendongak dari layar game-nya lalu menatap Kai dan terkekeh. Kemudian dia menunjukkan senyum kemenangan lain padanya. Antara mengagumi daya tariknya dan merasa terguncang karena ada gadis yang bisa memahami sikap gamer fanatiknya, Kai menjadi panik.

“Lagi pula…” ujar Kai, masih bersemangat. “Aku sudah mebawa peralatanku sendiri.” Kai mengeluarkan Switch-nya sendiri dari tasnya.

“Haha Apa itu normal membawa game di hari pertama sekolah~?

“Aku tidak mau mendengarnya dari seseorang yang tiba-tiba bermain game setelah menempati kelas baru.” Sindir Kai saat menyalakan Switch-nya. Kai mulai memainkan Monster Hunter, dan berpikir kalau mulai dari situlah, mereka terasa seperti teman lama.

Kai dan Jun duduk bersebelahan dan keduanya asyik bermain game. Akibatnya, tak satu pun dari mereka menyadarinya: mengingat hari dan waktu mereka berdua mulai bermain game, sudah ada sekelompok kecil penonton  terbentuk di sekitar mereka berdua. Orang-orang yang berkumpul menunjukan raut muka yang seakan-akan ingin berkata, "Apa yang mereka berdua lakukan ...?"

Karena penampilan Jun yang sangat menonjol, banyak murid laki-laki maupun perempuan ingin berbicara dengannya. Namun, karena suasananya yang sedang asyik membuat mereka ragu untuk mendekatinya. Satu-satunya yang bisa diajak bicara Kai dan Jun saat mereka  bermain hanyalah diri mereka sendiri. Atau bisa dibilang, mereka pada dasarnya menciptakan dunia kecil mereka sendiri. Hal ini dengan cepat menghasilkan suasana dimana orang lain susah untuk masuk.

Cowok berpenampilan biasa dan gadis super imut ... Dari luar, mereka berdua sepertinya berasal dari dunia yang sama sekali berbeda. Tapi karena satu hobi —  game — berfungsi sebagai perantara!

“Apa itu Generations Ultimate? Kamu melakukan perburuan Thunderlord? ” Tanya Jun saat bermain BotW.

“Kamu tidak akan pernah memiliki pelindung kaki yang cukup,” jawab Kai sambil memainkan MH. Ia tutup mulut kepengen armor karena desainnya yang seksi, untuk alasan yang jelas.

“Tapi, bukannya game MH yang baru sudah keluar? Yang itu sudah lama, ‘kan? ”

“Maksudku, ya, pihak pengembang merilis versi World,”jawab Kai. Generations Ultimate hanyalah satu-satunya judul yang bisa Ia mainkan di Switch. Kai tahu betul kalau Ia sedang memainkan serial lama. “Aku akan memainkan MHW setibanya di rumah.”

“Kamu punya game-nya ?!” Jun bertanya dengan bersemangat, mendongak dari layarnya lagi.

“Yah begitulah, aku menabung demi bisa membelinya,” jawabnya. Harga perangkat PS4 itu sendiri lumayan mahal. Bisa dibilang itulah alasan terbesar mengapa Kai menunda membeli game BotW.

“Kedengarannya luar biasa ...” Ujar Jun sambil mendesah.

“Ka ... kamu tidak memilikinya, Jun?” Untuk sesaat Kai tidak yakin apakah akan memanggil namanya atau nama marganya, tapi pada akhirnya tetap memilih untuk memanggil namanya.

Jun tampaknya tidak menyadari maupun peduli dengan konflik batin Kai. “Ada BANYAAAK manga, CD, lipstik, dan sandal yang ingin aku inginkan di bulan ini ~”

“O-Oh ya ...?” Kai tergagap. Semua gadis otaku yang pernah Ia temui biasanya terbagi jadi dua tipe. Tipe yang pertama, “Aku membaca manga, tapi fashion adalah prioritas utamaku!” dan tipe lainnya “Aku sangat suka anime! Fashion adalah yang kedua!”. Ini pertama kalinya Ia bertemu dengan gadis seperti Jun, yang sepertinya tidak ingin menyerah pada kedua hobinya. Atau mungkin, ini pertama kalinya dia bertemu dengan gadis yang tertarik dengan permainan yang membuat darah mendidih seperti Monster Hunter. Mau tak mau Kai semakin tertarik padanya.

Jun terus melanjutkan dengan nada penuh semangat, “Bukankah gameplay-nya  sangat berbeda di MHW? Sebagai pemain lawas, aku sedikit gugup karena itu tidak sama sebelumnya, tahu? Jadi aku hanya ingin menunggu dan melihat? ”

Kai tahu persis apa yang Jun maksud. Itulah alasan sebenarnya Kai ingin membelinya sendiri. Kai menghentikan permainannya, menoleh ke arah Jun dan dengan tegas berkata, “Gameplay-nya tidak jauh berbeda sampai sekarang, dan elemen gameplay barunya juga menarik!” Sebagai pencinta MH dan orang yang selalu up-to-date, Kai tidak bisa menahan diri untuk melangkah ke wilayah baru yang menyenangkan.

“Kedengarannya bagus ~” kata Jun, menggeliat karena rasa iri. Payudaranya yang besar bergoyang dan memantul.

“... Mau mencobanya?” Tanya Kai.

“Tentu saja!!!” Jun dengan tegas menanggapi pertanyaan yang Kai ajukan dengan takut-takut. Melihat perilakunya, Kai lalu memberanikan dirinya sendiri.

“Ba-Baiklah, mau coba datang ke rumahku?”

Kai bertanya dengan lantang, suaranya gemetaran tapi masih terdengar jelas. Apa itu akan mengejutkannya, karena terlalu mendadak? Atau apakah dia akan tertawa dan berkata kalau dia takkan pernah pergi ke rumah cowok yang baru dikenalnya? Atau dia akan menolaknya dengan nada judes?

Semua kekhawatiran itu memenuhi isi kepala Kai, tapi ternyata percuma saja saja Ia merasa khawatir.

“Tentu!”

Karena — tentu saja — Jun memberinya seringai kekanak-kanakan, dan menjawab tanpa ragu sedikit pun.

 

◆◇◆◇◆

 

“Saat itu Aku tak menyangka kalau kamu beneran datang, tahu ”Gumam Kai sambil menekan Joy-Con miliknya dengan kasar.

Di sisi kanan layar terbagi, karakter game Kai, Morton, memeluk bagian dalam trek di Bone-Dry Dunes dengan Mushroom Dash.

“Ya, kamu memang bertingkah agak berlebihan sampai mengundangku,” tutur Jun, mencemberutkan bibirnya dengan cara yang lucu saat bertarung mati-matian dengan Joy-Con-nya sendiri. Karakter yang dia kendalikan di sisi kiri layar, Isabelle, tertinggal (dan pintasan yang diambil Kai) dalam debu.

Mereka sedang berada di kamar Kai di lantai dua rumahnya. Kamarnya seluas sembilan meter persegi dilengkapi dengan meja belajar, rak buku, TV, serta barang-barang lainnya. Kai adalah cowok yang hanya memasang satu poster — favorit mutlaknya saat ini — meski terlihat sangat polos. Saat ini, langit-langit kamarnya terpajang poster Goblin Slayer yang digambar oleh Noboru Kannatsuki ... menggambarkan empat heroine yang dibalut bikini cerah. Poster yang cukup mesum. Kai menginginkan figurin animenya, tapi harganya di luar jangkauan anak SMA seperti dirinya.

Kai duduk di atas kasurnya bersama dengan seorang gadis seksi nan cantik jelita, dan memainkan game Mario Kart.

Ia dan Jun bermain video game, saling bergiliran membaca manga, dan menonton anime yang sudah mereka rekam sampai larut malam. Kadang-kadang mereka bertengkar karena memiliki karakter favorit yang berbeda, tapi pada dasarnya mereka memiliki selera yang sama dalam segala hal. Kai belum pernah bergaul dengan seseorang sedekat ini sebelumnya.

Dia adalah teman gadis pertama yang pernah Kai miliki. Tidak, Jun adalah sahabat terbaiknya.

Kai tidak menggubris pandangan orang lain apakah ini normal atau tidak! Bagaimanapun juga, sejak saat itu, Jun selalu pergi bermian ke rumah Kai sekitar lima kali dalam seminggu.

Kalian tidak salah mendengarnya — sejak saat itu. Setahun telah berlalu sejak Kai bertemu Jun. Mereka berdua naik ke kelas 2 dan berakhir di kelas yang sama lagi. Hari ini adalah hari pertama mereka masuk sekolah.

“Setelah  kupikir-pikir, ada banyak hal yang telah terjadi tahun ini,” Kai berkomentar.

“Nuh-uh! Yang kita lakukan cuma nongkrong setiap hari. ” Maka dimulailah percakapan sepele mereka, saat memainkan Mario Kart.

“Dulu kamu sangat ingin memaikan MHW iya ‘kan, Jun?”

“Ya, emang!” Jawab Jun.

“Memangnya kamu tidak takut pergi ke rumah cowok yang baru kamu kenal?”

“Kupikir nanti ada orang tuamu, jadi aku tidak keberatan,” dia mengangkat bahu.

“Apa yang akan kamu lakukan jika aku tinggal sendiri di apartemen atau semacamnya?” Kai bertanya padanya.

“Aku akan mencari alasan dan langsung berbalik pulang.”

“Masuk akal.”

“Maksudku, aku harus selalu waspada dengan penampilan seperti ini, tahu?” ucap Jun dengan sikap datar saat dia menekan tombol Joy-Con-nya.

“Emangnya orang yang kalah dariku dan Morton punya hak bilang begitu!” sindir Kai.

“Tapi aku tidak sedang membicarakan game itu sekarang!” seru Jun. Kai menatapnya dari sudut matanya dan menatapnya dengan ekspresi penuh kemenangan. Kemudian Jun melanjutkan, “Sungguh pembicaraan yang benar-benar agung dan sok untuk cowok yang diam-diam mengintip kaki telanjangku!”

Kai melotot setelah mendengar godaan Jun. Tapi tidak ada gunanya. Jun sedang duduk bersila di sampingnya. Duduk di posisi itu berarti dia bisa fokus bermain game, tapi ... Kai benar-benar bisa melihat kaki mulus Jun karena roknya yang begitu pendek, belum lagi secarik kain putih yang seharusnya tersembunyi justru  menyapanya.

“Hei, celana dalammu keliatan, tuh!”

“Kena juga kamu, Kai!” Jun tidak mempedulikan peringatan Kai. Permainan itu menarik perhatiannya sepenuhnya. Karakternya Isabelle menyalip Morton dan mencapai garis tujuan.

“Yaaay, aku menang! Aku menang!” dia bersorak.

“Dasar LICIK !!!” teriak Kai, tidak terima dengan kekalahannya.

“Yang namanya menang tetap saja menang! SALAHMU sendiri karena jadi orang mesum dan mencoba mengintip celana dalamku!” Kata Jun, dengan santai memperbaiki roknya. “Dasar cowok sangean!”

Meskipun menyeringai jahat untuk menggoda Kai karena kepolosannya, tapi kalau dilihat lebih baik, pipi Jun terlihat agak memerah. Dengan kata lain, dia jelas menyembunyikan rasa malunya. Bagaimana dengan kewaspadaanmu sekarang? Pikir Kai dalam hatinya.

Pada awalnya, Jun menahan diri untuk tidak duduk di atas kasur Kai. Dia akan duduk di lantai dengan kedua kaki menghadap ke samping, dan berhati-hati supaya celana dalamnya tidak terlihat. Tapi dalam waktu sebulan, dia langsung merasa nyaman dan sangat terbuka di kamar Kai. Kai sering mengabaikan perilaku Jun karena jauh lebih memalukan baginya untuk terus-terusan memperingatinya!

“Ngomong-ngomong, ayo satu kali lagi, Jun,” Kai dengan kasar mengusulkan untuk meredakan suasana canggung.

“Tidak ah. Aku sudah mengalahkanmu di Mario Kart. ”

“Kamu hanya akan berhenti saat sudah menang ?!”

“Tepat sekali,” katanya.

“Oh, ayolah, bertanding dengan adil dan jujur!”

“Aku jadi ingin memainkan MHW karena kamu mengungkitnya! Sudah lama sekali aku tidak memainkannya,” kata Jun. Tanpa repot-repot untuk mendapatkan persetujuannya, dia dengan tegas memasang kembali Joy-Con-nya di Switch dan menyalakan PS4.

“... Apa boleh buat.” Kai dengan enggan mengembalikan Joy-Con-nya ke konsol dan memulai PS4 yang berbeda.

Yup — kalian tidak salah dengar.

Jun membawa TV dan PS4-nya sendiri untuk bisa dimainkan begitu mulai menghabiskan seluruh waktunya di kamar Kai. Dia bahkan akan membajak Wi-Fi dan terhubung ke internet. Alhasil, kamar Kai yang sudah kecil terasa lebih sumpek ... Itulah alasan mengapa mereka memiliki dua PS4 di kamarnya.

“Jadi Jun, kali ini apa yang kita buru?” Kai bertanya padanya.

“Terserah apa saja, selama itu Tempered Elder Dragon. ”

“Ugh, kalau begitu kumpulkan jejaknya sendiri saja sana ...”

“Aw, ayolah jangan bilang begitu. Hibur aku ~ Coba lihat seberapa hebatnya kamu menjadi tulang punggung keluarga~ ”Jun terus merayu dan memohon pada Kai sembari menunggu game selesai booting. Dan kemudian, mereka berdua mendengar suara ibu Kai dari lantai pertama.

“Juuuun! Apa kamu mau makan malam dengan kami malam ini? ”

“Yaaaaaa, aku mau! Makasiiiiiiih, Bu!” Jun berteriak ramah sebagai balasan.

“Siapa yang kamu panggil 'Ibu' ...?” Biasanya Jun memanggilnya “Bibi.”

“Apa yang bisa aku katakan, Kai? Setiap kali kamu memanggil seorang wanita 'Bibi,' mereka menjadi lebih tua.”

“Bibi, Bibi, Bibi.”

“Kembalikan waktu tiga hariku!”

“Panggilan 'Ibu' terdengar aneh, tau.” Gumam Kai.

“Baiklah, bagaimana kalau aku memanggilnya 'Noriko'?”

“HENTIKAN ITU.” Entah kenapa Kai merasa aneh jika ada teman sebayanya memanggil ibunya dengan nama depannya.

“Jangan khawatir! Bukan berarti aku akan mencuri ibumu, Kai.” Jun menggoda sambil tertawa cekikikan.

“Aku tidak mencemaskan hal itu. Rasanya seperti kamu akan benar-benar menjadi bagian dari keluargaku tidak lama lagi… ”tutur Kai, setengah jujur.

“Itu akan menyenangkan!” celoteh Jun. “Wow, Noriko, kamu benar-benar juru masak yang handal ~”

“Berhenti memanggil ibuku 'Noriko' ...” Kai menggerutu, pengontrol PS4-nya sudah siap. Satu-satunya kelemahan dari mahakarya konsol ini adalah butuh beberapa saat untuk memulai. Akhirnya, layar TV menampilkan permainan.

Kemudian, Kai dan Jun pergi ke Dunia Baru untuk bermain game.

Beginilah keseharian Kai dengan teman gadisnya, Jun. Ia berharap kalau hari-hari yang menyenangkan tersebut bisa bertahan selamanya. Kai tidak pernah berhenti mengharapkan hal itu selama kehidupan masa SMA-nya.

 

 

<<=Sebelumnya   |   Selanjutnya=>>

close

4 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

  1. gua iri cuksama kai, dapet temen mabar ciwi lagi bangke lah...

    BalasHapus
  2. Nama game, nama konsol, nama anime gak disensor dari sana nya yah??????? Tapi bagus sih........

    BalasHapus
  3. Itu improv dari mimin sendiri, aslinya sih nama animenya pake bahasa inggris, tapi mungkin ada yang ngga tau itu dari anime apa, jadi mimin ubah ke nama jepang.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama