Chapter 6 — 12 Juni (Jumat)
Mulai pagi-pagi sekali,
Ayase-san menghindariku, atau setidaknya itulah yang kupikirkan, meski aku
tidak mengerti kenapa alasannya. Bahkan sebelum aku sampai ke meja makan,
Ayase-san sudah pergi, tanpa mengatakan apapun padaku. Aku tidak mengerti. Tadi
malam, hal terakhir yang kulihat darinya adalah senyuman itu. Saat itu, aku
merasa kami sudah dekat tidak seperti sebelumnya. Semakin aku memikirkannya,
semakin tidak masuk akal jadinya.
Jika masih hujan, kami bisa
pergi ke sekolah bersama-sama, yang mana bisa menjadi kesempatan untuk
menanyakan alasannya, tapi secara alami, cuaca mengkhianatiku, karena cuaca di
luar cerah. Sambil mengayuh sepeda, aku melihat ke langit hari 12 Juni ini.
Hamparan warna biru yang mengkhawatirkan. Memang cuaca cerah saat musim hujan,
tidak salah lagi.
Sambil mengayuh, aku mencoba
mengalihkan perhatianku dengan asal mula ekspresi “cuaca cerah selama musim hujan” ini. Jika tidak begitu, isi kepalaku
akan dipenuhi oleh Ayase-san. Aku bahkan tidak mencoba memperlambat perjalananku
ke sekolah. Aku masih bisa melihat jejak-jejak hujan di deretan pohon yang aku
lewati. Tetesan air di dahan pohon jatuh tepat pada waktunya, dan mengenai
wajahku. Berkat sensasi dingin tersebut, wajah lelahku perlahan terbangun juga.
Mungkin dia masih marah karena
insiden kancut kemarin. Memikirkan kemungkinan itu, kupikir kepribadiannya akan
membuatnya langsung memberitahuku jika dia masih marah. Sayangnya, hal itu
membuat segalanya semakin membingungkan. Merenungkan hal ini, aku sudah sampai
di sekolah. Aku melihat ke langit lagi, tetapi tidak dapat menemukan satu awan
pun.
Jika tidak salah, ada pelajaran
olahraga di jam kedua ... Tentu saja, ini latihan untuk festival olahraga lagi.
Sama seperti sebelumnya, kita akan bertemu di lokasi yang sama yaitu, lapangan
tenis. Artinya, aku akan bertemu dengan Ayase-san lagi.
Selama jam pelajaran pertama, aku
ada pelajaran bahasa Jepang modern, tapi seperti yang kau duga, aku tidak bisa
fokus sama sekali, dan aku bahkan tidak ingat apa yang dibicarakan guru.
Akhirnya, periode kedua datang, dan setelah semua orang berkumpul, aku
mengarahkan perhatianku ke para gadis.
“Seryaaaaaaaaaaa!”
Seperti biasa, Narasaka-san
dalam performa terbaiknya. Begitu juga dengan bola yang dipukulnya, terbang
tepat ke lapangan tetangga.
“Maayaaaaaa!”
“Ohhh, homerun!”
“Bego!”
Aku tidak ingat ada teknik homerun dalam permainan tenis. Tetapi
kesampingkan itu dulu, aku tidak dapat menemukan sosok Ayase-san dalam kelompok
gadis yang berlatih. Sebagai gantinya, dia sekali lagi bersandar di pagar kawat
di sudut lapangan tenis, dilengkapi earphone. Satu-satunya perbedaan dari
sebelumnya adalah bahwa dia tidak melihat ke atas langit, melainkan berkutat
dalam pikirannya tentang sesuatu. Dengan wajah tertunduk, matanya terpejam.
Ayo, sekarang aku jadi lebih
penasaran. Aku berpikir untuk memanggilnya di akhir pelajaran, tapi
Narasaka-san menginginkan sesuatu dariku terlebih dahulu.
“Hei, Onii-chan.”
Apa kau tetap memanggilku
seperti itu di sekolah juga? Aku ingin nyeletuk melontarkan jawaban itu.
“Apa terjadi sesuatu dengan
Saki?”
Untuk sesaat, aku kehilangan
kata-kata yang mungkin untuk menjawabnya. Pada dasarnya, dari sudut pandangnya,
terlihat jelas bahwa Ayase-san bertindak berbeda dari biasanya.
“Tidak, aku tidak tahu
apa-apa.”
“Begitu ya.” Sambil
menyilangkan lengannya, dia berjalan menuju gedung utama sekolah.
Gadis-gadis yang menunggunya
menatapku sekilas, tapi ini tidak seperti yang kalian bayangkan akan terjadi,
oke?
“Hei, Asamura.”
“Hm? Ah, Maru. ”
Membalikkan tubuhku, di sana
berdiri temanku Maru Tomokazu.
“Apa-apaan dengan respons tak
bernyawa itu?”
“Aku janya lelah karena
latihan.”
“Kau bahkan belum kehabisan
napas, dan kaos olahragamu juga masih kinclong begitu.”
“Kau benar-benar melihat dari
dekat, ya.”
Oh ya, sepertinya Maru
melakukan latihan softball dengan benar hari ini. Aku bisa melihat kaosnya yang
kotor dan keringat di sekujur tubuhnya.
“Kenapa kau malah menatapku? Kau
tiba-tiba merindukan tubuhku atau sesuatu?”
“Aku hanya berpikir bahwa
mencuci kaos kotor seperti itu pasti merepotkan.”
“Hm, iya sih. Kau tahu, jika kau
membayarku 10 ribu yen, aku takkan ragu-ragu untuk memikirkannya.”
Membayar… Eh, tunggu.
“Da-Dari mana ide itu berasal
!?”
“Aku akan melakukan tugas yang
melelahkan. Dari kebocoran di langit-langit hingga membuat gubuk anak anjing,
menurutku itu harga yang terjangkau, bukan? ”
“Ah, jadi itu yang kau maksud.”
“Asamura, memangnya apa yang
aku bicarakan?”
Apa kau benar-benar mau mengatakannya
sekarang?
“Aku benci memberitahumu, tapi
karena kita tinggal di apartemen berlantai tiga, tidak ada kebocoran yang harus
diperbaiki, dan aku juga tidak punya rencana untuk mengadopsi anak anjing.”
“Begitu ya, sayang sekali. Aku
pikir itu akan membuat pembayaran awal.”
“Bukannya ini sangat berbeda
dari yang kau katakan sebelumnya?”
Bukannya kau sendiri yang
mengatakan pentingnya mengenal masyarakat, dan mengetahui pasar untuk
mendapatkan uang?
“Kalem dulu oke, Asamura. Aku
mengatakan uang tunai 'Awal', tahu. Ulang tahun sudah dekat.”
“Ulang tahun siapa?”
Ah, Ia tiba-tiba menjadi diam.
“Jadi pada dasarnya, kau
mencoba mengumpulkan sejumlah uang untuk hadiah ulang tahun seseorang?”
“Jika kita tidak terburu-buru,
kita tidak akan datang tepat waktu untuk kelas berikutnya.” Dia berbalik ke
arahku, dan berjalan ke depan.
Begitu, jadi Maru ingin membeli
hadiah buat seseorang. Maru yang itu, aku susah membayangkannya.
Pada akhirnya, aku tidak punya
kesempatan untuk berbicara dengan Ayase-san di sekolah. Tentu saja, aku mencoba
menghubunginya melalui LINE, tapi…
'Kamu
tampak sedih, apa terjadi sesuatu?'
'Tidak
ada sama sekali'
Dia bahkan tidak menambahkan
stiker (meskipun Ayase-san sepertinya bukan tipe orang yang menambahkan
stiker), dan hanya memberiku jawaban datar. Setelah kegiatan belajar berakhir, aku
kembali bekerja sambilan. Aku selalu diejek oleh Yomiuri-senpai, tapi tidak ada
hal penting yang terjadi, dan aku kembali pulang ke rumah.
Aku membuka pintu depan. Aroma
lembut dari sup miso melayang ke arahku dari dapur. Jadi Ayase-san sudah ada di
rumah.
“Aku pulang.” Aku menyuarakan
salam, dan berjalan menyusuri lorong.
“Selamat datang kembali… Makan
malam sudah siap.”
Aku merasa kehangatan dalam
suaranya sedikit berbeda… Mungkin tidak? Mungkin aku terlalu memikirkannya.
“Hari ini Sashimi?”
Aku melihat ke meja makan,
melihat piring biru dengan hiasan putih di atasnya, serta tubuh bagian dalam
berwarna merah ikan, mungkin seperti victorfish.
“Ya. Dipotong halus. ”
“Bahan segar memang yang
terbaik.”
Sepertinya kita akan mengadakan
makan malam khas Jepang malam ini. Sup miso terdiri dari potongan kentang
setengah bulan dengan rumput laut di dalamnya. Aku yakin itu akan menghangatkan
tubuhku. Lauk sempurna untuk musim hujan ini. Mangkuk kecil itu juga berisi
banyak mentimun. Sementara Ayase-san menyusun makanan di atas meja makan, aku
mengelap sisa meja, dan menyiapkan teh hangat.
“Terima kasih atas makanannya!”
Aku mulai dengan sup miso. Aku
dengan lembut mengaduk permukaan dengan sumpitku, dan meletakkan ujung mangkuk
ke mulutku. Saat hidungku mencium aromanya, bibirku merasakannya.
“Ya, sup miso-mu sangat enak,
Ayase-san.”
“…Begitu ya.”
“Bagaimana bilangnya ya, aku
bisa mencicipi kaldu sup. Itu benar-benar dibuat dengan baik.”
“Tentu saja, lagipula ini sup
miso.” Ujarnya dengan nada yang agak terganggu.
“Tidak persis.” Balasku.
Bukannya aku tidak pernah
memasak sendiri. Tapi, aku tidak pernah bisa membuat sup miso yang begitu enak
sebelumnya. Aku bahkan tidak bisa berharap untuk menyaingi yang satu ini. Aku
baru mengetahui alasannya sedikit setelah berhenti mencoba memasak, ketika aku
kebetulan membaca buku. Setelah miso tercampur, rebuslah. Begitulah caramu
menciptakan aroma. Aroma ini terutama berasal dari alkohol yang difermentasi.
Tentu saja itu akan melompat ketika mendidih. Itu hanya fisika sederhana. Jika aku
tahu tentang ini sebelumnya, aku mungkin akan tetap tertarik pada memasak juga…
“Nah, mari kita lanjutkan ke
hidangan utama malam ini.”
“Kamu terlalu
melebih-lebihkannya.”
“Tidak, itu beneran kelihatan
sangat enak.”
Aku menaruh sedikit jahe di victorfish, dan membawa sepotong daging di
antara sumpit aku, menambahkan kecap ke dalamnya. Satu potong ini kemudian aku
masukkan ke dalam mulutku, dan dengan hati-hati mengunyahnya. Dagingnya sedikit
elastis, dan semakin aku mengunyah, semakin terasa rasa umami di lidahku.
“Lezat.”
Selanjutnya, aku menambahkan
nasi ke dalam campuran.
“Ini enak. Ayase-san, kau
benar-benar koki yang hebat. ”
“Dengar, yang kulakukan hanyalah
memotongnya… Tapi, makasih. Aku membelinya saat ada diskon, jadi… ”
“Ohh. Jadi kau berusaha keras
untuk membelinya dari diskon.”
“Aku ingin menabung sebanyak
mungkin.”
Oh ya, jika aku ingat dengan
benar, karena Ayase-san bertanggung jawab atas memasak, dia menerima sejumlah
uang dari ayahku. Jika dia membelisnya dari diskon, dia bisa menyimpan uang
yang tersisa untuk dirinya sendiri.
Di sana, aku ingat sesuatu yang
ingin aku tanyakan sebelumnya. Namun, jika dipikir-pikir kembali, hal itu
tampaknya hanya bertindak sebagai pemicu untuk apa yang akan terjadi nanti.
“Kenapa kau begitu bersikeras ingin
menabung?”
Mendengar pertanyaanku, sumpit
Ayase-san berhenti bergerak. Mereka terombang-ambing di atas ikan, maju mundur.
Tentu saja, aku tidak akan mengatakan kepadanya bahwa ini adalah perilaku yang
buruk, karena dia jelas tidak bingung harus memilih apa, melainkan memikirkan
apa yang harus dia katakan.
“Sepertinya aku sudah memberitahumu
tentang ini sebelumnya, tapi untuk membebaskan diri dari pandangan dan harapan
orang lain, aku membutuhkan kekuatan untuk hidup sendiri.”
“Jadi uang adalah kekuatan yang
dimaksud?”
“Apa aku salah?”
“Tidak… menurutku tidak salah
juga.”
Faktanya, tanpa uang, kau tidak
dapat menjalani hidup dengan bebas. Meski begitu, uang bukanlah segalanya.
Bahkan aku tahu ini hanya pernyataan bias.
“Namun, aku tidak bisa
mendapatkan cukup uang.” Dia menghela nafas.
Dia mencondongkan tubuhnya ke
depan, yang menyebabkan rambut panjangnya jatuh ke depan seragamnya, di atas
celemek. Dia meletakkan sumpitnya, dan memperbaiki rambutnya.
“Aku sedang mencari kerja
sambilan dengan bayaran tinggi, tapi ...” aku menggerutu.
“Tidak apa-apa, aku tidak berharap
kamu langsung menemukannya,” itulah yang dia katakan, tetapi pada akhirnya, akulah
satu-satunya yang mendapat manfaat dari ini, dan aku benci hal itu.
“Jika ada sesuatu yang ingin aku
bantu, beritahu saja. Atau, kau bisa mengambil jalan pintas dengan memasak.”
“Iya.”
“30 menit di pagi hari, dan
satu jam masuk di malam hari, maksudmu?” Di hadapan ucapanku, Ayase-san tertawa
kering.
“Jadi kamu menyadarinya.”
“Tentu saja.”
Setiap kali Ayase-san membuat
makanan, dia selalu melihat ke arah jam. Aku ragu itu hanya terkait dengan
memasak. Ada juga fakta bahwa dia menginginkan informasi tentang kerja sambilan
yang bergaji tinggi namun singkat semata-mata untuk tujuan memiliki lebih
banyak waktu untuk belajar.
“Pokoknya, meski aku tahu
resepnya, aku tidak berencana menggunakan waktu lebih dari yang diperlukan. Itu
banyak jalan pintas. " Dia dengan paksa menciptakan ekspresi yang mungkin
berarti mengatakan 'Aku ini orang jahat'.
“Tidak juga.”
Namun, ketika aku mengucapkan
kata-kata itu, ekspresi wajah Ayase-san berubah menjadi sesuatu yang mirip
dengan kejutan.
“Kenapa?”
“Maksudku, dengan terus-menerus
mengulangi sesuatu, kamu menjadi lebih mahir, bukan? Artinya, kau dapat
melakukan lebih banyak pekerjaan pada waktu yang sama seperti sebelumnya, dan
kualitas yang kau lakukan juga dapat meningkat. ”
“… Maksudnya?”
“Bahkan jika kau hanya mempunyai
satu jam yang sama, kau dapat menciptakan sesuatu yang lebih baik — Dalam hal
ini, kau memiliki kesempatan untuk membuat makanan menjadi lebih lezat. Dengan
kata lain, nilai tambah semakin tumbuh. Dan, karena aku memiliki kesepakatan
denganmu, aku perlu meningkatkan nilai tambahku. Jika tidak, itu akan tidak seimbang.”
“Itu ...”
“Kasusnya, ya. Saat ini, aku
tidak punya apa-apa untuk diberikan padamu, Ayase-san. Cepat atau lambat, aku
tidak akan bisa mengikutinya. "
“Jika kamu mengatakan itu,
bukankah semua keluarga di dunia ini sama? Hari demi hari, nilainya tumbuh
seperti itu.”
“Karena mereka sama, ya.”
Ini bukan hanya memasak. Ada
cucian, pembersihan, menjahit. Semua 'tugas' ini dapat membuatmu semakin
terampil ketika kau sering melakukannya. Itulah mengapa gajimu akan naik
semakin lama kau bekerja di sebuah perusahaan. Itu berlanjut sampai pekerjaanmu
menjadi lebih ceroboh dan lebih lambat karena menua. Kerja dalam sebuah
keluarga juga sama persis.
“Ibuku selalu membuatkan
makanan untukku selama bertahun-tahun, namun dia bahkan tidak mendapatkan
imbalan 1 yen pun.”
“Nilai-nilai ini tidak akan
muncul sampai ada kesepakatan. Sampai kau mengalihdayakan nilai-nilai kerja
keras keluarga, Kau tidak menyadarinya. Hanya ketika kau pergi membayarnya, kau
akan memahami seberapa besar nilai sebenarnya yang dimiliki. Itu ide yang
merepotkan di baliknya.”
Karena aku hanya membaca buku
yang berhubungan dengan 'Tenaga Kerja' atau 'Menghasilkan uang', pemikiran dan
persamaan yang rumit ini terus keluar dari mulutku. Jika aku tidak
berhati-hati, aku mungkin akan mulai berasumsi bahwa aku sudah menjadi lebih
pintar, meskipun ini hanya pengetahuan yang dipinjam dari buku.
“Kamu dan aku, Ayase-san, kita
melakukan kesepakatan untuk memasak dan mencari kerja sambilan bergaji tinggi, ‘kan?
Sekarang aku menyadari bahwa nilai masakanmu telah meningkat, yang berarti aku
perlu menemukan cara untuk meningkatkan nilaiku juga.”
Ayase-san tetap diam,
sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak bisa menahannya lagi, jadi aku
mengatakannya begitu saja. Dalam benakku, aku punya solusi, tapi solusi
tersebut tidak enak di hati.
“... Makanannya akan dingin,
jadi ayo makan. Aku sudah menyiapkan air panas untuk mandi.”
“O-Oke.”
Namun sebelum aku bisa
berkomentar tentang itu, aku diminta untuk menggerakkan sumpitku sebagai
gantinya. Sepanjang waktu kami makan, Ayase-san sepertinya tenggelam dalam
pikirannya, sama sekali tidak menatapku. Aku pikir dia datang dengan solusi
yang tidak menguntungkan itu.
Aku diizinkan untuk mandi dulu,
dan setelah selesai mandi, aku membiarkan air panas segar. Aku mengganti
pakaianku, dan kembali ke kamarku. Tiba-tiba, aku memutuskan untuk berbaring di
atas kasur, dan membaca buku. Tentu saja, aku punya beberapa PR yang harus
dikerjakan, tapi tidak perlu buru-buru, karena masih ada sisa hari Sabtu dan
Minggu. Saat ini, aku lebih suka fokus membaca novel ringan dengan gadis cantik
yang tak terhitung jumlahnya di sampulnya.
… Aku pikir ini hanya tulisan
singkat, tapi ini cukup menarik… Meski, memangnya si protagonis benar-benar
perlu berpacaran dengan semua teman sekelasnya… Dan…
“Aduh!”
Karena melamun, aku tak sengaja
menjatuhkan buku, yang jatuh tepat di wajahku. Alhasil, aku mengeluarkan suara
kaget. Itu mengejutkanku.
“Yah… Mungkin sebaiknya aku
pergi tidur saja…”
Ternyata, tubuhku sudah
kelelahan. Aku menengok ke jam, dan watunya belum terlalu larut. Biasanya
Ayahku sudah pulang di jam segini, tetapi masih belum ada tanda-tanda kembali.
Karena hari ini hari Jumat, Ia mungkin minum-minum dengan rekan kerjanya. Aku hanya berharap Ia
bisa pulang dengan kereta terakhir.
Klik, lampu
di kamarku tiba-tiba mati. Dengan suara serupa lainnya, lampu berubah menjadi
mode malam. Aku bisa melihat cahaya memasuki kamarku melalui celah kecil pintu
yang terbuka sebentar. Dan kemudian, keheningan melanda. Ada seseorang masuk ke
kamarku. Yah, itu pasti Ayase-san. Aku ragu ada pencuri yang bisa masuk ke
apartemen ini.
Tapi, apa yang dia inginkan di
kamarku? Bahkan sampai repot-repot mematikan lampu segala. Mungkin dia salah
masuk kamar? Aku hendak bangkit dari atas kasur untuk mengatakan 'Ini adalah kamarku, tahu?', Tetapi aku
langsung menelan kata-kata itu.
“Asamura-kun, kamu masih
bangun, ‘kan?”
Ayase-san mendekatiku dengan
pertanyaan itu, saat aroma wangi dari sabun mandi menggelitik hidungku. Namun,
bukan itu satu-satunya alasan dari keterkejutanku. Bagaimanapun juga, aku sudah
mengalaminya beberapa kali. Dia akan mandi terakhir, dan tidur paling akhir.
Itulah yang dia putuskan, tapi bukan berarti dia tidak mau berbicara denganku.
Ada juga saat-saat dimana aku ingin meminum segelas air pada tengah malam, dan
bertemu dengannya, mengenakan pakaian tidurnya.
Tentu saja, hal itu saja sudah
cukup merangsang untuk cowok SMA sepertiku, tapi Ayase-san yang mendekatiku sekarang
tidak seperti itu. Aku bisa mendengar gemerisik pakaian, diikuti dengan bunyi pakaian
yang jatuh ke lantai. Dia menanggalkan pakaiannya. Karena lampu dimatikan, aku
hampir tidak bisa melihat apa pun. Hanya lekuk tubuh Ayase-san yang terlihat.
Semakin dia mendekatiku,
semakin jelas pula aku melihat dadanya yang diberkahi dengan baik, pinggangnya
yang ramping, lengannya yang panjang dan ramping menjangkau ke bawah dari bahu
telanjangnya. Tidak ada lagi baju tidur untuk menyembunyikan tubuh indahnya. Bagi
yang masih belum paham, Ayase-san hanya mengenakan kancur dan bra saja. Mataku langsung
tertuju pada pinggangnya, yang bergerak ke kiri dan ke kanan di setiap langkah
yang dia ambil.
“Hei, Asamura-kun, ada sesuatu
yang ingin kubicarakan.”
Selangkah dari tempat tidur,
Ayase-san berhenti.
“Sesuatu untuk dibicarakan ...”
Aku mengeluarkan suara tercengang dalam menghadapi situasi ini.
Ayase-san mengambil langkah
terakhir, dan meletakkan tangannya di dekat pinggangku. Dia menatap wajahku,
dan pandangan matanya tertuju pada mataku.
“Maukah kamu ... membeli
tubuhku?” Dia memberitahuku pada jarak yang cukup dekat sampai-sampai aku bisa
merasakan napasnya.
Berkat lampu langit-langit yang
redup, aku bisa melihat jelas wajah Ayase-san.
“…Hah?”
Untuk sesaat, kepalaku terasa
kosong. Apa-apaan maksudnya itu?
“Bagaimana menurutmu?”
“… A-Apa maksudmu?”
“Persis seperti yang aku
katakan. Aku bertanya apa kamu mau membeli tubuhku. Pada dasarnya, dengan
imbalan uang.”
“……”
“Karena kejadian sebelumnya, aku
sangat memahami bahwa tubuhku cukup baik untuk membuatmu terangsang, dan… yah…
Kita tidak perlu melangkah terlalu jauh. Kamu bisa menggunakannya sesukamu. ”
“Oi oi oi oi oi oi…”
“Jika dipikirkan secara
rasional, jawaban inilah yang aku dapatkan.”
Kau bilang ini rasional?
“Dengarkan aku dulu.” Pintanya.
“Ah, oke…”
Akal sehat dan rasionalitasku
hampir saja dibuang jauh-jauh, tetapi aku masih bisa berhasil menahannya.
“Kita ini anak SMA, ‘kan?”
Ayase-san terus melanjutkan.
“…Ya.”
“Itu sebabnya, kamu tahu. Ada
perbuatan canggung yang tidak dapat kamu lakukan sendiri, iya ‘kan?”
Perbuatan canggung yang tidak
bisa dilakukan sendiri? Apa dia sedang membicarakan tentang perbuatan yang ... kau
tahu, membutuhkan alat kelamin pria dan wanita? Yah, aku rasa begitu… Tidak, aku
tidak bisa menyangkalnya. Aku bukanlah orang sok suci atau semacamnya, aku
adalah anak SMA yang sehat, jadi percuma saja menyembunyikannya, tapi aku masih
tidak menyangka akan membicarakannya dengan gadis seusiaku.
“Sekarang kita tinggal di bawah
satu atap, ada kemungkinan kita akan ketangkap basah satu sama lain saat sedang
melakukan itu.”
“Aku tidak ingin memikirkannya,
tapi memang ada kemungkinan itu.”
“Di situlah aku berpikir. Jika
repot-repot cemas akan tertangkap basah, bukannya lebih menguntungkan bagi kita
untuk mengurus kebutuhan satu sama lain dengan jeda waktu yang ditentukan,
dengan izin dari kedua belah pihak?”
“Bagaimana kau bisa sampai pada
pemikiran itu…”
“Saat kamu memuji masakanku
dengan sangat tinggi, Asamura-kun…”
Mendengar perubahan topik yang
tiba-tiba ini, aku bingung. Kenapa dia tiba-tiba membicarakan makan malam?
“…Aku sudah memikirkannya
matang-matang. Jika aku meminta uang sebagai imbalan untuk masakanku, aku bisa
mendapatkan uang dengan sedikit pekerjaan.”
“Itu……memang masuk akal.”
Aku juga memikirkannya. Kurasa
kami berdua sampai pada cara yang agak tidak menguntungkan untuk menyelesaikan
masalah ini.
“Meski tidak dibayar banyak,
itu dapat mengurangi biayaku seminimal mungkin.”
“Kedengarannya ide yang bagus.”
Namun, Ayase-san menggelengkan
kepalanya.
“Aku tidak ingin menghasilkan
uang melalui itu. Aku akan mendapatkan terlalu banyak dari itu dan sangat tidak
sepadan dengan prinsip timbal balik. Tapi, aku ingin uang. Itulah sebabnya aku
menemukan sesuatu yang berharga yang bisa aku berikan, dan mendapatkan uang
kembali.”
“Jadi pada dasarnya, saat
mencari pekerjaan bergaji tinggi, Kau memutuskan untuk bekerja malam dengan
salah satu anggota keluargamu?”
Dia mengangguk. Jalan
pemikirannya sampai pada kesimpulan yang berbahaya.
“Jika kita benar-benar
melakukannya, aku yakin ada sedikit sedikit rasa canggung setelahnya, tapi
ketimbang melakukannya dengan orang yang tidak aku kenal, aku menilai bahwa
jauh lebih nyaman untuk melakukannya dengan seseorang yang baik sepertimu,
Asamura-kun. ”
Jadi dia bahkan berpikir untuk
melakukannya dengan orang asing.
“Jika melakukannya seperti ini,
aku takkan merasa bersalah setelah meminta uang terlalu banyak.”
Aku mendengar suara sesuatu
muncul di dalam kepalaku. Aku mengangkat tubuh bagian atasku, mengulurkan
tanganku. Akibatnya, bahunya gemetaran karena terkejut. Hanya melihat reaksinya
saja, rasa bersalah yang kuat memenuhi dadaku, saat mulutku terbuka perlahan.
“Tipe wanita seperti itulah
yang paling kubenci, Ayase-san.”
“Eh…”
Aku benci yang namanya fitnah
dan ucapan buruk. Apapun alasannya, aku tidak ingin menyakiti orang lain
melalui perkataanku, dan rasanya membuat hatiku sakit saat memikirkan aku
mengatakan ini. Namun, aku harus melakukannya sekarang. Aku harus menghentikan amukan Ayase-san saat ini juga.
Wajah ayahku dan Akiko-san
terlintas di dalam kepalaku. Setelah semua yang Ayahku lalui, dikhianati oleh
mantan istrinya, dan menjadi tertekan karenanya, bisakah aku benar-benar
berpaling dari itu? Tidak. Aku merasa lega ketika aku melihat wajahnya yang
bahagia, dan aku ingin mendukungnya sekarang.
Sedangkan untuk Akiko-san, aku
tidak tahu persis apa yang dia alami, tapi mungkin ada masalah dengan mantan
suaminya, itulah mengapa mereka bercerai. Namun, saat ini, sepertinya dia hidup
bahagia. Jika aku mengikuti ide Ayase-san, permintaannya, dan apa yang akan
terjadi setelah itu, itu akan membawa malapetaka bagi kedua orang tua kami. Aku
tidak bisa menerima itu.
Kami sudah berjanji untuk tidak
mengharapkan apa pun dari satu sama lain. Kami mengkonfirmasinya saat pertama
kali kami bertemu, dan agak menjaga jarak sejak saat itu. Di satu sisi, aku
berharap Ayase-san tidak melakukan hal seperti ini, yang mana menyebabkan
situasi ini sejak awal, artinya aku melanggar janji. Namun, berbicara masalah
siapa yang pertama ingkar janji, pihak yang melanggar duluan adalah Ayase-san.
“Menggunakan penampilanmu
sebagai persenjataan, bukannya itu yang pernah kau katakan?”
Aku tidak tahu mengapa
Ayase-san sangat ingin tidak dianggap remeh sebagai gadis, begitu fokus pada
kemandirian, tapi apa yang dia lakukan saat ini sangat kebalikan dari itu.
Dirinya yang sekarang adalah tipe gadis yang akan diremehkan. Aku tidak
meragukan pemikirannya bahwa ini mungkin mengarah pada urusan timbal balik.
Tapi…
Itu mengingatkanku, kencan
berbayar dan kerja malam seperti tindakan singkat, dan kau berasumsi orang yang
melakukannya hanya untuk mendapatkan uang cepat, tetapi bahkan ada gadis pintar
yang akhirnya melakukannya, atau begitulah yang aku dengar. Tidaklah aneh ada
gadis yang berpikiran sama persis dengan apa yang Ayase-san pikirkan sekarang.
Namun, ini terlalu sederhana.
Dan, itu bertentangan dengan keyakinannya sendiri. Mereka yang menyimpan
kontradiksi mereka dan mengganggu orang lain dengannya… Aku tidak bisa menyukai
mereka. Jika dia cuma orang luar, aku bisa saja mengabaikannya. Tapi sebagai keluarga,
sebagai kakaknya, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Aku meletakkan
handuk di bahunya, memastikan supaya dia tidak kedinginan.
“Bukan itu. Jika kau tidak
menemukan metode untuk membuktikan dirimu lebih unggul, mengabaikan masalah
jenis kelamin, maka tidak ada artinya melakukan ini, bukan.”
“T-Tapi, ini akan menjadi
pilihan yang layak biarpun aku cowok. Itu sebabnya, persenjataan dan sejensinya
tidaklah penting.”
Jadi dia tetap melakukan hal
yang sama jika dia adalah adik laki-lakiku? Untuk sesaat, aku membayangkan
Ayase-san dengan badan laki-laki, tapi itu mengundang banyak masalah dengan
sendirinya, jadi aku segera membuang imajinasi tersebut dari kepalaku.
“Aku tidak mau mendengar alasan
apapun darimu.”
“Ma-Maaf.”
Mungkin karena aku
memperingatkannya dengan nada dingin, tapi Ayase-san menunjukkan reaksi murung.
Dari sana, aku melihat kecemasan, dan penyesalan. Meski aku sudah menyadari
kalau dia kebalikan dari rumor yang beredar, dia hampir bertindak menuruti
rumor tersebut. Sekarang aku mengerti bahwa dia siap melakukan segalanya demi
mewujudkan keinginannya.
Aku sangat senang… Sangat
senang dia mencobanya denganku dulu. Jika dia mencobanya dengan orang lain ….
“Selama kau mengerti, semuanya
baik-baik saja. Lagian, aku tidak keberatan… yah, membayar masakanmu. Tapi
hanya ada satu masalah.”
Itulah alasan mengapa aku
menganggapnya sebagai solusi yang tidak menguntungkan.
“Masalah…?” Ayase-san dengan
lembut memiringkan kepalanya.
“Jika kita mempertahankan
pertukaran moneter di dalam keluarga kita, maka pendapatan ekonomi keluarga
kita tidak akan naik.”
“…Maksudnya?”
“Kedua orang tua kita sama-sama
sibuk, jadi mereka tidak bisa pergi berbelanja terus. Kecuali furnitur mahal
dan peralatan elektronik, kami perlu menghemat uang untuk hal-hal kecil, dalam
skala bulanan.”
“Benar…”
“Dan, aku sendiri bekerja
sambila. Aku pasti bisa membayarmu untuk makanannya. Tapi, coba pikirkan. Jika aku
harus berhenti bekerja karena sakit, atau masalah lain, dan aku tidak
mendapatkan gaji bulananku lagi, maka kau juga tidak bisa mendapatkan uang.
Tapi, apa kau benar-benar berhenti memasak sejak hari itu dan seterusnya? ” Aku
melanjutkan. “Selama sumber penghasilanmu berasal dari dalam keluarga, tidak
pasti apa kau benar-benar dapat menerima harga yang pantas untuk kerja kerasmu.”
“Itu benar ... aku tidak pernah
memikirkan itu.”
“Tentu saja, dibayar dari
keluarga sendiri mungkin ada manfaatnya. Kau pasti takkan tertipu dalam prosesnya.
Saat kau mendapatkan uang dari luar, kau terus-menerus harus berhati-hati
supaya tidak dibayar lebih sedikit atas apa yang pantas kau dapatkan. Tapi,
meski gajinya tidak terlalu bagus, aku masih berpikir lebih baik mendapatkan
nilai obyektif dari orang luar, dan meminta bayaran dalam konteks itu.”
Ayase-san tetap diam, mungkin
memikirkan kata-kataku.
“Itu saja saran yang bisa aku
berikan. Tentu saja, aku akan membantumu mencari pekerjaan, tapi tidak lebih
dari ini.”
“Oke ….aku minta maaf.”
“Tidak apa-apa.” Aku menerima
permintaan maaf Ayase-san.
Tidak ada alasan untuk
memarahinya lebih jauh sekarang karena dia sudah menyadari kesalahannya dengan
caranya sendiri.
“Tapi, ada sesuatu yang perlu
kita bicarakan.”
“Eh?”
“Sejujurnya, aku tidak berpikir
kamu adalah tipe orang yang melakukan ini, Ayase-san.”
“Itu… sama untukku juga.”
“Kupikir seluruh kejadian ini
terjadi karena aku tidak pernah benar-benar memahamimu, Ayase-san. Itu sebabnya
aku ingin tahu lebih banyak mengenai dirimu. ”
“…Baik. Aku tidak suka membicarakan
masa lalu, tapi aku sudah merepotkanmu seperti ini… ”Ayase-san memejamkan mata
dan memikirkannya.
Menghela nafas, dia berbicara
tentang kenangan masa lalunya. Ini terjadi ketika dia masih kecil.
Ayah Ayase-san tampaknya adalah
pengusaha yang hebat. Namun, karena Ia dikhianati oleh teman-temannya, Ia
kehilangan perusahaan, menderita inferiority
complex, dan mulai menjaga jarak dari istri dan putrinya.
“inferiority complex?”
“Kalau dipikir-pikir lagi,
ayahku mungkin cemburu. Ibu selalu bilang, sebagai lulusan SMA, dia hanya bisa
mengandalkan bisnis kehidupan malam , tapi mendengar pendapat dari rekan-rekannya,
dia cukup populer.”
“Akiko-san sepertinya pembicara
yang hebat. Dia oranganya selalu ceria.”
“Ya… Aku pikir ayahku adalah
orang yang baik. Tapi, setelah kehilangan perusahaan, Ia jadi berubah.”
Terkadang Ayahnya menjauh dari
keluarga nya, atau menghabiskan waktu dengan seorang wanita di tempat lain. Ia
pada dasarnya berhenti memiliki kasih sayang terhadap Ayase-san dan Akiko-san.
Ia berhenti memberi uang ke keluarganya, memaksa Akiko-san untuk membayar semua
uang yang dibutuhkan Ayase-san, yang menyebabkan dendamnya terhadap ayahnya.
Ada juga fakta bahwa, semenjak istrinya bekerja di bisnis malam, Ia selalu
mencurigai istrinya punya pria lain, bahkan mengejeknya karena itu.
“Meski begitu, bukan berarti
itu menjadi alasan Ia sampai membuat Ibu menderita banyak hal.”
Itu menjelaskan mengapa dia
membenci pandangan yang meremehkannya sebagai wanita ...
“Aku memahami bagaimana
perasaanmu.”
Ayase-san menatapku.
“Asamura-kun?”
“Ah, yah, aku hanya berpikir
kalau kita sangat mirip sekali.”
“Itu sama dengan keluargamu
juga, Asamura-kun?”
“Ya, untuk waktu yang singkat,
ayahku menderita ginofobia untuk sementara waktu. Aku kaget melihatnya bisa menikah
lagi. Mungkin itu berkat Akiko-san. ” (TN : ginofobia adalah rasa takut berlebihan
kepada perempuan)
“Ginofobia? Sungguh?”
“Ya.”
“Begitu ya…”
Jadi,
apa kamu juga sama? - Aku mendengar gumamannya yang samar, tapi aku
memutuskan untuk mengabaikannya.
“Ahh, itulah sebabnya Ia
menjaga jarak yang aneh dengan Ibu…” gumamnya.
Rupanya dia menyadari bahwa aku
menjaga jarak dengan Akiko-san.
“Kita berdua benar-benar sangat
mirip.”
“Benar.”
“Bahkan bagian yang buruknya
hampir sama persis.”
Aku menunjukkan senyum masam,
tidak bisa menyangkal kata-katanya.
“Yah, kita masih harus melalui
ini, termasuk semuanya. Sebagai kakak beradik.”
“… Sebagai kakak beradik?”
“Ya.”
Ayase-san terkekeh, dan melepas
handuk yang ada di pundaknya.
“Tolong jaga aku dengan baik
mulai sekarang, Asamura-kun.”
“Sama juga. Ah, aku tidak
keberatan jika kau mulai memanggilku 'Nii-san'
...”
“Hal itu takkan pernah
terjadi.”
“Ehhh…”
Sayang sekali. Tapi, tidak
perlu terburu-buru. Kita akan menjadi saudara untuk waktu yang lama sekarang.
“Aku tidak berencana untuk
melangkah lebih jauh dari ini, Asamura-kun.” Ayase-san meletakkan handuk di
tempat tidur, dan mendekatiku sambil tersenyum. “Takkan. Pernah.”
Dia melontarkan dua kata ini
padaku, keluar dari bibirnya yang memerah, yang dia tekan di wajahku. Aku sudah
mengerti itu, ya ampun. Bagaimanapun juga, hari-hariku bersama dengan adik tiri
yang cantik namun anehnya berbahaya ini baru saja dimulai.
<<=Sebelumnya | Selanjutnya=>>
Bahaya Nih Cewek Kalo Dibiarin
BalasHapusAnu gak?
BalasHapusJadi bagian terakhir mc kena cium?
BalasHapusWaduhhh kayak nihh imouto perlu penjagaan ketat
BalasHapusUntung minta ke mc duluan, klo jadi lonT kan auto stop baca😌
BalasHapusSama bro
BalasHapusHarus dikandangin
BalasHapusagak sedikit unsur dark
BalasHapusNii~ Nii~
BalasHapusBetul banget bro
BalasHapusMungkin maksudnya tidak ingin melangkah lebih jauh ke zona saudara-saudari, ya 'kan?
BalasHapusGua kira mau di Ento* anjimc:v
BalasHapusBuset kawal ketat si imouto
BalasHapusMungkin, tapi bisa jg maksudnya dia gabakal ngelakuin hal2 gak senonoh lagi kyk tadi wkwk
BalasHapusBantu jawab, setelah ane melakukan riset dan membaca versi eng dan raw nya ternyata mereka gk kissu :(
BalasHapus