Ore no Onna Tomodachi ga Saikou ni Kawaii Vol.1 Chapter 6 Bahasa Indonesia

Chapter 06 — Saat Pertarungan Sekolah Menjadi Hal yang Biasa

 

Bagian belakang gedung olahraga SMA Asagi terlihat sunyi. Tempat favorit melakukan kenakalan yang mana tanpa seorang pun, bahkan seorang guru, bisa menyadarinya. Tempat di mana tidak ada yang akan mendengarmu meski kamu berteriak kencang.

Meski sudah memasuki musim semi, hembusan angin masih terasa dingin, membuatnya semakin sulit untuk mengabaikan keheningan yang melayang di udara.

Sungguh, bahkan aku tidak sudi datang ke sini jika tidak punya alasan.

Reina menatap dingin dari jendela di balkon dalam ruangan gym.

Objek dari tatapannya adalah Matsuda. Ia berdiri dengan berani di dekat kaki tangga yang menuju ke balkon tempat Reina menyembunyikan diri. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya dan seringai menjijikkan terpampang di wajahnya saat  menunggu tamunya.

Tentu saja, tamu tersebut tidak lain adalah Kai. Pacar dari sahabatnya. Ia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya — Kai muncul di belakang gedung olahraga dengan gaya berjalan hewan pengerat yang ketakutan.

“Waduh,waduh, ternyata ada Tuan Otacreep. Aku terkesan kamu berani datang sendirian, daripada kabur tunggang langgang.”

Matsuda mengejeknya sebagai sapaan. Reina harus menyetujui hal itu. Dia merasa Kai akhirnya menunjukkan keberaniannya.

Cibiran Matsuda terus berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih menyeramkan. “Itu satu-satunya pujian yang akan kamu dapatkan dariku. Di sini, kami akan memberimu hadiah.”

Untuk sesaat, Kai terlihat tidak memahami maksud Matsuda. Sayangnya, Ia segera tahu.

“Hadiah” yang dimaksud adalah tumpahan air yang diguyurkan kepalanya.

Sekarang, Kai jadi basah kuyup dari kepala sampai ujung kaki, ekspresi Kai sangat mirip dengan definisi kamus tentang tercengang. Tapi hal tersebut tidak berhenti sampai di situ ...

“Gaaaaaaaahahahahaha!”

Bro, lihat wajah itu!”

“Yo, anak aneh, kurasa kamu harus menunggu beberapa minggu sebelum kolam bisa buka!”

“Dasar pecundang! Pecundaaaaaaaaaaaaang! ” Mereka juga memastikan untuk tidak lupa menambahkan ejekan.

Matsuda tidak datang sendiri. Takeda, Umeda, dan Fukuda muncul dari tangga menuju balkon. Ketiganya mengintip dari bawah melalui tangga setengah putaran, membuat mereka tepat di bawah tempat Reina berdiri. Mereka mengisi ember dengan air dan menunggu sampai Kai berada tepat di bawah mereka. Itu benar-benar lelucon yang kasar dan kekanak-kanakan.

“Bagaimana dengan paket selamat datang kita, otacreep?”

“Kami tahu kamu akan menyukainya!”

“Ayo kawan, kita ini teman sekelas, bukan?”

“Ya, dan hei, kami juga otacreeps! Kita semua tentang loli, pemerkosaan, dan eroge ... BUKAN! Gahahahaha! ”

Ejekan jahat mereka mengungkapkan betapa tidak berbudayanya mereka sebenarnya, membuat Reina merasa sangat jijik. Tapi dia tidak memiliki ilusi tentang sifat mereka, jadi dia harus melihat peristiwa ini sepenuhnya.

“Baik, Nakamura ... untuk seorang otacreep, belakangan ini kamu tidak mengurus urusanmu sendiri, tahu?” Matsuda berbicara seolah-olah Kai akan datang.

“... Oke, aku sudah cukup banyak mendengar kata itu, kamu harus lebih spesifik. Apa kamu ingin mengatakan kalau aku menyeramkan? Atau apa kamu ingin mengatakan kalau secara keseluruhan para otaku itu menyeramkan? Jika kamu menjelek-jelekkan otaku, kamu harus memperbaiki perkataanmu. ” Meski basah kuyup, tapi Kai membantah dengan suara berbisik. Anehnya, Ia masih memiliki nyali.

“Lihat, inilah yang aku maksud dengan tidak mengurus urusanmu sendiri! Ini sangat menyeramkan!”

“... Jadi, maksudmu aku menyeramkan karena aku tidak mengurus urusanku sendiri. Dan itu mengganggumu?”

“Tentu saja. Kamu seorang otacreep pergi dengan Jun? Dan ada apa dengan hari ini? Kamu sok-soka dekat dengan Momoko dan Mizuno, hanya untuk pamer ?! ”

“Mizuno” adalah nama asli Nocchi.

“Ada yang tidak benar di sini! Kenapa mereka mau berbicara dengan otaku menjijikaan macam kamu tapi justru acuh dengan kami? Apa kamu memeras mereka seperti salah satu game pornomu? Hah?!”

Konyol. Betapa bodohnya orang-orang ini?

“... Betapa bodohnya kalian?”

Reina kesal karena dia harus berbagi pemikiran dengan Kai. Dia dengan marah menghubungkan kekesalan ini dengan betapa memuakkannya perilaku Matsuda.

Namun Matsuda, jauh lebih kesal darinya. Kekesalannya terlihat jelas di wajahnya saat Ia berteriak, “Kamu itu merusak pemandangan, dasar otacreep!”

“... Jadi, apa yang kamu ingin aku lakukan? Kamu tidak memintaku untuk DO dari sekolah, ‘kan?”

“Maksudku, hei, aku tidak akan menghentikanmu.” Orang dengan imajinasi dan keterampilan perencanaan yang buruk memiliki kemampuan untuk dengan santai mengatakan hal-hal yang paling kejam. Matsuda membuktikannya dengan menyatakan ultimatum pada Kai:

 

“Tapi kamu tahu apa yang kuinginkan. Cepat putus dengan Jun.”

 

Ia memberikan perintahnya dengan tatapan melotot yang menakutkan. Reina tidak tahu siapa yang mati dan menjadikannya raja, tetapi nadanya hampir menyiratkan bahwa ini adalah caranya menunjukkan belas kasihan. Bagi Kai, ini sepertinya sesuatu yang tidak tahan Ia dengar. Tapi untuk Reina? Inilah yang dia tunggu-tunggu untuk didengar.

“Aku dan Jun bahkan tidak pacaran!”

Jadi, pilihan Kai adalah membalas.

“Aku tidak peduli. Aku memberitahu mu untuk menjaga jarak darinya mulai dari sekarang. Dari Jun, dari semua orang di geng Reina. Jadilah otacreep yang baik dan jangan berani-berani mendekati mereka lagi! ”

“Aku menolak!”

Kai dengan tegas menolaknya. Bisa dibilang Ia bahkan menunjukkan beberapa keberanian. Sayangnya, Matsuda memanfaatkan momen itu untuk menggempurkan tinjunya jauh-jauh ke dalam perut Kai.

“Guh ... Haiiee ...”

Isi paru-paru Kai diperas sampai mengeluarkan suara bayi yang menyedihkan. Matsuda ahli dalam memukul orang. Kai mungkin mencoba menghindar tapi usahanya gagal. Tubuhnya terjungkal dengan bentuk yang agak lucu. Ia jatuh ke tanah dengan posisi merangkak dan menggeliat, seolah-olah hantaman itu membuatnya tidak bisa berdiri atau bahkan mengendalikan tubuhnya. Kai sepertinya kesulitan bernapas juga. Wajahnya tersengal-sengal kesakitan.

“Mulai menyadari posisimu?” Matsuda mengejeknya dari atas.

“Yuhuuuuuuu, sepertinya itu menyakitkan sekaliiiiii!”

“Yo, Matsuda, menurutmu kamu bisa menjatuhkan gajah dengan pukulan itu?”

“Hei, otacreep, kamu baik-baik saja? Masih sadar? Hanya bercanda. Sampai jumpa di pemakaman!” Kroco-kroco Matsuda tertawa cekikikan dan mengejek dari tangga. Bahkan di tengah hujatan ini, Reina melihat Kai tidak bisa berbuat apa-apa selain menggeliat kesakitan.

Cowok yang menyedihkan. Reina secara mental menendangnya saat Ia jatuh terseungkur. Tetap saja, dia harus mengakui. Kekerasan memang sulit untuk dilawan.

Jika Kai tidak berpacaran dengan sahabatnya, Reina tidak akan langsung membencinya. Faktanya, Ia tidak pernah memperhatikan Kai sejak awal. Tapi seorang cowok  harus punya keberanian untuk menjadi layak bagi Jun. Reina menatap Kai dengan tatapan dingin, tidak berperasaan, dan kejam.

Reina tahu kalau Kai dipanggil di belakang gedung olahraga setelah pulang sekolah. Dia mengira bahwa geng Matsuda mengancamnya untuk tidak memberi tahu siapa pun, tapi Kishimoto dan Satou memberanikan diri untuk datang padanya untuk meminta nasihat.

“Yah, menurutku kamu sudah benar untuk bertanya padaku daripada ke guru.”

Reina dengan sepenuh hati memuji mereka karena membuat pilihan yang tepat. Jika kamu menginginkan solusi nyata untuk masalah penindasan, ancaman, dan kekerasan, para guru jarang sekali mau memikirkannya. Mereka memaksa siswa yang bersangkutan untuk berdamai dengan cara yang tidak masuk akal. Masalah intinya tidak pernah terselesaikan, pelaku semakin marah, mereka semakin melampiaskannya pada korban, dll. Kamu tidak perlu menonton berita malam untuk bisa memikirkan hal itu. Setiap siswa tahu betul kalau guru cuma ingin melindungi diri mereka sendiri.

Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi. Masalah antar siswa membutuhkan solusi antar siswa. Dan asumsi temannya Kai ini bahwa ratu dari kasta teratas akan menjadi taruhan terbaik mereka adalah hal yang benar.

Tapi sebelumnya aku perlu minta maaf ... Kebetulan aku punya dendam pribadi terhadap Nakamura. Jika itu orang lain, Reina bisa saja campur tangan dan menghentikan kekerasan Matsuda dengan mudah. Tapi sebaliknya, dia mengamati.

“Aku akan mengurus ini,” dia berbohong kepada teman-teman Kai. Reina membuat mereka merasa lega sehingga dia bisa melihat Kai menderita. Dia punya rencana untuk pergi berbelanja dengan gadis-gadis lainnya, tetapi dia memberi tahu mereka bahwa ada sesuatu yang mendesak dan membatalkan rencananya. Setelah melihat mereka pergi, Reina diam-diam bersembunyi di tempat ini dimana tidak ada yang bisa disembunyikan dari pandangannya.

Kesempatan yang bagus. Reina berharap dia bisa memberitahu Kai untuk tidak pernah menunjukkan wajahnya di sekitar Jun dengan kekerasan Matsuda yang masih segar. Hal itu seharusnya membuat cukup ketakutan pada Kai sehingga Ia akan memutus hubungannya dengan Jun. Sejauh ini, ini sempurna.

“Nakamura yang malang. Kamu tidak ingin Ia menjadi lebih kasar sekarang, ‘kan? ” Reina bergumam pada dirinya sendiri seperti seorang ratu yang berhati dingin.

Ayo, menyerah saja. Katakan kalau kamu akan putus dengannya. Jika begitu, aku akan memberimu belas kasihan dan meminta bantuan.

 

Dan kemudian, akhirnya ...

Kai berusaha sekuat tenaga menggerakkan tubuhnya. Ia lalu bangkit dengan tubuh yang gemetaran tapi dengan hati yang teguh. Dan Ia memelototi Matsuda tepat di matanya. Tatapannya mungkin ternoda oleh air mata, tapi itu sangat tajam!

“Kurasa kamu mengerti maksudnya sekarang,” ejek Matsuda. “Jangan berani-berani mendekati Jun lagi, mengerti?”

Mendengar permintaan itu, Kai hany punya satu tanggapan. “Aku menolak!!” Ia berteriak dengan tegas.

Reina, ratu yang berhati dingin, hanya bisa menatap Kai dengan heran.

Dia bisa saja bersumpah kalau cowok yang menyedihkan ini takkan bangkit lagi. Dia bisa saja bersumpah Kai akan tunduk dan menjilat Matsuda sebanyak yang Ia bisa. Ini sama sekali tidak terduga.

“Berhenti jadi sok kuat, otacreep!”

Matsuda memukul Kai lagi dan tubuhnya jatuh ke tanah lagi.

“Aku menolak!” Tapi Kai berdiri sekali lagi. Dan kali ini, Ia memelototi dari jarak dekat.

“Kamu tidak punya pilihan lain!”

“Aku menolak!”

Kai dipukul lagi. Ia jatuh. Tapi berdiri kembali. Dan masih memelototi Matsuda.

“Jika kamu cari mati, dengan senang hati akan kukabulkan!”

“Aku menolak!”

Kai dipukul lagi. Ia jatuh. Tapi berdiri kembali. Dan masih memelototi Matsuda.

“Orang sepertimu yang tidak berhak menghirup udara yang sama seperti Jun!”

“Aku menholak ...”

Kai kembali dipukul. Terjatuh lagi. Tapi Ia tetap berdiri kembali. Dan memelototi Matsuda.

“Su-Sudah cukup! Kamu membuatku merinding!”

“Aku ... me ... nholak ...”

Kai lagi-lagi dipukul. Jatuh tersungkur. Tapi masih sanggup berdiri.

Kai masih tetap berdiri kembali. Reina tidak dapat membayangkan kenapa Kai sampai berbuat sejauh ini, atau bagaimana Ia bisa melangkah sejauh ini. Dan meski sudah jelas memiliki keberanian untuk membalas pukulan itu, Kai tidak pernah melakukannya.

Kenapa? Reina berdiri di dekat jendela balkon dengan mata terpaku pada Kai.

“Kenapa kamu ngotot sekali?” kata Matsuda.

Ketidakpercayaannya tampaknya juga dirasakan oleh Matsuda. Tapi kali ini, Ia tidak menganggapnya memuakkan. Reina tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Kai. Tangannya yang biasanya dingin mulai berkeringat.

“Kami otaku adalah tipe pasifis! Kami tidak berpemikiran cetek seperti keparat macam kalian! Kami tahu apa yang terjadi jika memukul orang, jadi kami tidak melakukannya! ” Kai berteriak sekuat tenaga. Kekuatannya itu cukup untuk membuat Matsuda tersentak.

“Akulah yang bersama Jun!” Ia melanjutkan. “Dan aku ingin tetap bersamanya! Kamu tidak berhak mengaturnya, akulah yang punya hak!” Kai berteriak sekeras suaranya. Reina tertegun seolah kata-kata itu mengenai dirinya secara langsung.

Kai tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya memelototi Matsuda dengan rasa permusuhan di matanya. Matsuda tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya gemetar dengan tinjunya yang terangkat di udara. Di hadapan keteguhan hati Kai, Ia benar-benar kewalahan.

Dan itulah mereka. Matsuda diam-diam ditakuti oleh hampir semua siswa di kelas. Namun lawannya, Kai, adalah cowok otaku yang paling sederhana dari semuanya. Dengan pertarungan yang sudah mencapai titik buntu, bisa dibilang kalau Kai yang menang. Dan Ia tidak mengandalkan kekuatan tinjunya, tapi kekuatan hatinya. Atau, setidaknya, bagian hatinya yang menyimpan perasaannya pada Jun.

Di balik jendela di balkon, Reina mendapati dirinya menghela napas. “Aku tidak pernah menyangka akan menjadi seperti ini ...”

Harapannya benar-benar pupus. Namun, dia merasakan sesuatu yang membara di dalam hatinya. Tubuhnya gemetar karena kegembiraan.

Dia terus menatap wajah Kai di kejauhan. Wajahnya menjadi lebam karena babak belur. Mulutnya basah kuyup karena hidung berdarah. Namun ... di mata Reina, Kai tampak begitu gagah dan sangat berani!

“Ayo Matsuda, tunggu apa lagi?”

Dorongan dari Takeda membuat Reina kembali sadar.

“Ayo pukuli si bodoh ini!”

“Ah, Ia sudah mati! Beristirahatlah dalam damai, otacreep! ”

Kroco-kroco Matsuda bergegas menuruni tangga untuk mendukung bos mereka. Dengan itu, Matsuda cukup berbesar hati untuk memukuli Kai lagi.

Pertarungan tersebut sekarang berubah menjadi pembantaian empat lawan satu. Mereka mengepung Kai dan mempermainkanya sebagai samsak tinju. Kai masih mencoba untuk berdiri, tetapi secara fisik itu tidak memungkinkan lagi. Lawannya menyadari kalau jauh lebih cepat untuk terus memukulinya daripada membiarkannya bangun setiap kali. Yang tersisa hanyalah tatapannya.

“... Tunggu di sana. Tunggu sebentar lagi. ” Didorong untuk bertindak, Reina meninggalkan tempatnya dan lari mencari bantuan. “Oh, aku benci lari!”

Sebagai seseorang yang membanggakan diri atas sikapnya yang elegan, dia tidak dapat mengingat kapan terakhir kali dia berlari demi orang lain. Dia menahan keinginan untuk mendecakkan lidahnya dan berlari sekuat tenaga.

Kai mendapati dirinya mengalami tornado siksaan.

“Katakanlah kalaua kamu akan putus dengan Jun, sialan!”

“Bersumpahlah kalau kamu tidak akan dekat-dekat dengan kelompok Reina lagi!”

“Dan mari kita dengar kamu mengatakannya di video!”

“Cepat katakan jika kamu ingin hidup! Karena riwayatmu bakalan tamat!”

Rentetan pukulan dan tendangan disertai dengan ancaman. Kai hanya bisa tertawa sendiri saat diombang-ambingkan oleh gelombang kebrutalan mereka.

Bagaimana kalau kalian berhenti berbicara keras dan menyumbat mulut baumu? Coba, bunuh aku ... jika kamu punya nyali.

Tepi bibirnya yang sobek berlumuran darah melengkung ke atas, membuat pipinya melengkung sinis.

“Aku menolak!” Kai berteriak. Ia mendapat bogem mentah lain saat menggeliat di tanah. Tidak peduli seberapa menyedihkan atau lemahnya dirinya, Kai tidak akan menyerah pada pukulan atau ejekan mereka.

“Aku menolak!!” Kai berteriak. Tapi kali ini ... seolah-olah ada orang yang mendengarnya ...

 

“Kalian yang di sana! Apa yang sedang kalian lakukan?! ”

 

Bantuan telah tiba. Kai mendengar suara langkah kaki bergegas ke arahnya. Ia  memiringkan kepalanya ke arah mereka dan mengintip di antara benjolan yang menutupi penglihatannya.

Orang yang datang adalah seorang guru. Guru dengan tampang ikemen dari manga shoujo dan reputasi yang cocok untuk bangsawan.

Royalteach-sensei datang untuknya.

Dan di belakangnya ada Reina. Dalam tampilan emosi mentah yang langka, dia berjuang untuk menahan air matanya.

“Sial, Matsuda!”

“Ayo enyah!”

“Sial, itu Reina? Dia memergoki kita?”

Kroco-kroco Matsuda jelas merasa panik karena seorang guru menangkap basah aksi mereka.

“Persetan dengan itu! Kamu pikir kita akan mundur sekarang ?! ”

Matsuda tidak sependapat dengan mereka. Matanya merah, dan akal sehatnya dikalahkan oleh aliran adrenalin. Ia mengarahkan tinjunya ke guru.

Tapi kepalan tangannya tidak mencapai sasaran.

“Apa tidak ada yang pernah mengajarimu untuk jangan menggigit lebih dari yang bisa kamu kunyah?”

Royalteach-sensei dengan mudah menangkap kepalan tangan Matsuda dengan telapak tangan kanannya. Gerakannya jauh lebih kuat dari yang diharapkan dari seseorang yang begitu tampan. Dia pasti pernah melewati banyak perkelahian daripada berandal abal-abal seperti Matsuda.

“Geh ...”

Matsuda langsung tersadar saat Royalteach menyeringai tak tergoyahkan.

“Tapi jika kamu tetap bersikeras, aku akan melayani kalian, baik itu satu-satu maupun empat lawan satu. Jangan khawatir. Aku bukan orang pengecut yang membawa kasus perkelahian antar cowok ke meja hijau, jadi kalian bebas mengamuk sepuasnya.”

“U-Uh, setelah dipikir-pikir ...” Matsuda tergagap, Ia tidak menyangka kalau guru biasa sampai mengintimidasinya. Sikap sombongnya saat memukuli Kai sampai babak beluk nampaknya telah layu.

“Jika kalian tidak ingin melawanku, maka ini hanyalah tindakan kekerasan, dan aku takkan ragu untuk melaporkannya ke sekolah. Kalian paham?”

“Oh. Tunggu, maksudku—”

“Apa. Kalian. Paham?!”

Royalteach meneriaki mereka dengan suara menggelegar. Geng Matsuda segera mundur dan berlutut. Bahu mereka terkulai sebagai tanda menyerah.

Ia benar-benar tahu bagaimana memberi orang pelajaran ...

Saat melihat Royalteach menatap tajam ke arah geng Matsuda, Kai merasa kagum pada seberapa jauh hal itu terjadi lebih dari sekedar jabatan guru ini.

Tak lama kemudian, Royalteach berbaik hati membawa Kai ke rumah sakit.

“Aku akan memberitahu wali kelasmu tentang apa yang terjadi nanti. Masuk — jangan malu-malu. ”

Dan dengan itu, Ia menawarkan Kai kursi penumpang Suzuki Swift Sport yang terparkir di sekolah. Seragam Kai masih belum kering dari air yang ditumpahkan padanya, tapi Royalteach tidak keberatan jika kursinya basah. Desas-desus tentang dirinya yang bisa diandalkan memang benar.

Saat mereka berada di jalan, Kai memeriksa wajahnya berulang kali di kaca spion dan selalu merasa ingin tertawa. Kelopak matanya begitu bengkak hingga hampir membuatnya tampak seperti hantu. Pipinya lebam seperti ikan buntal. Mulutnya berlumuran darah kering dari hidungnya. Meski Ia tahu itu adalah wajahnya sendiri — atau mungkin karena itu — Ia menganggap wajah jelek itu begitu aneh sehingga tawa kecilnya hampir keluar. Sayangnya, Ia sudah tidak punya tenaga untuk tertawa.

“Aku terkesan kamu sanggup bertahan begitu lama,” ucap Royalteach sambil terus menatap jalan dan tangannya memegang kemudi. “Dan apalagi kamu tidak pernah membalas pukulan mereka.”

“... Yah, karena, aku ini pengecut.”

“Seorang pengecut biasanya akan menangis dan meminta ampun. Mereka tidak akan berani membalas.”

“... Ya, aku melakukan sepuluh ribu pukulan di Fitness Boxing. Tinjuku adalah senjata yang mematikan.”

“Ha ha ha!”

Royalteach tertawa terbahak-bahak. Kai senang Ia menyukai lelucon itu.

“Yah,” lanjut guru itu, “melawan balik memang bukan cuma satu-satunya cara bagi seseorang untuk mempertahankan harga dirinya. Kamu tidak ingin derajatmu turun ke level orang bodoh seperti mereka. Aku mengerti.”

Kalimatnya norak, tapi suaranya terdengar serius.

... Aku jadi paham kenapa cowok-cowok kelas 1 bersikap ramah terhadap orang ini.

Kai bersyukur atas pujian murahan itu. Ia bersyukur bahwa Mr.Prince memahaminya tanpa membutuhkan penjelasan. Ia bersyukur tidak pernah berhenti melihat ke depan. Itu berarti Kai akan terhindar dari rasa malu jika Ia tiba-tiba menangis.

Setelah mendapatkan perawatan ringan di rumah sakit, Kai menjalani pemeriksaan untuk memastikan tidak ada kerusakan permanen. Hasilnya:

“Pulang dan istirahat sampai besok supaya aman. Kamu seharusnya baik-baik saja, tetapi segera ke sini lagi jika mengalami sakit kepala atau mual. Panggil ambulans jika perlu. ”

Seorang dokter memberinya diagnosis singkat dan membiarkannya pergi. Pada dasarnya, Ia harus memperhatikan gejalanya di rumah. Kai yakin Ia perlu dirawat di rumah sakit, tepi ternyata dugaannya meleset.

Manga dan sejenisnya telah mengajarkan Kai bahwa pendarahan dari kepala (terutama dahi) adalah tanda intensitas, wajah dapat membengkak dengan cepat menjadi kontraksi yang menyakitkan, tapi terkadang kerusakan yang paling parah adalah kulit bagian dalam. Kai akhirnya memiliki kesempatan untuk mendapatkan kebenaran dari pelajaran tersebut secara harfiah.

Namun, setelah pengalaman yang mengerikan dan menyakitkan ... seorang dokter memandangnya secara objektif dan mengatakan bahwa dia tidak dipukul terlalu parah.

“Uh, tentu ...”

Rasanya kurang tepat, tapi Kai tetap duduk di kursi penumpang Swift Sport. Apa ini yang namanya efek plasebo? Mengetahui kalau Ia akan baik-baik saja membuat rasa sakit di sekujur tubuhnya semakin berkurang.

“Mungkin terdengar aneh bagiku untuk mengatakannya, tapi kurasa kau agak kecewa?”

Royalteach tertawa dari kursi pengemudi. Setelah menemani Kai selama perawatan dan pemeriksaan, Ia sekarang mengantarnya pulang.

“Yah, cuma segitu saja yang bisa dilakukan berandal jaman sekarang. Mereka semua takut untuk bertarung sendirian, jadi mereka biasanya mengumpulkan teman-teman mereka untuk memastikan siapapun orang lemah yang meraka pilih tidak dapat membela diri. Mereka tidak pernah bertarung secara nyata. Mereka tahu sedikit tentang bagaimana menyakiti, tapi itu tidak sama. ”

“... Apa Anda mantan berandal, Mr. Prince?”

“Yah, tentu saja lebih dari aku sekarang. Tapi itu adalah sesuatu yang aku dengar dari seorang guru ketika aku masih remaja. Berandalan jaman sekarang Cuma abal-abal, 'ujarnya padaku.”

“Apa guru Anda bersekolah di Sparta kuno?”

Kai tidak yakin apa Ia seharusnya menganggap ini sebagai lelucon. Jika dihitung-hitung, guru itu pasti murid dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu? Bahkan mungkin empat puluh? Yang jelas hal tersebut sebelum Kai lahir, jadi Ia kesulitan membayangkannya.

“Dulu ada manga bernama Be-Bop High School. Manga yang mengisahkan sekelompok preman yang saling memukul, tapi sampai Attack on Titan muncul, manga itu memegang rekor untuk cetakan pertama volume tunggal terbesar dalam sejarah seri Kodansha. Di zaman di mana manga bukan kultur budaya populer seperti sekarang, manga itu dianggap laris manis.”

“Wow!”

“Dan Rokudenashi Blues di Jump juga lumayan seru. Lihat, setiap sekolah di negara ini pasti saja ada berandal pemarah. Mereka akan berkelahi tentang siapa yang kuat, saling mengalahkan, dan yang terakhir berdiri adalah yang paling keren. Orang-orang mengidolakan kehidupan semacam itu. Itulah mengapa mereka menggambar manga tentang hal itu, dan penjualannya meroket. Sekarang waktunya sudah berbeda; bagi milenial seperti kami, ini mungkin terlihat seperti Sparta.”

“Uh, haha ​​...”

Kai tertawa kecil dengan canggung dan berterima kasih kepada bintang keberuntungannya karena tidak terlahir sebagai boomer. Tapi apa yang sebenarnya Royalteach coba lakukan? Kai menemukan perumpamaannya cukup menarik, jadi Ia mendengarkan dengan saksama, tetapi tidak memahami maksud atau niat di balik itu semua. Ia hanya memirigkan kepalanya karena bingung.

“Jadi, apa yang ingin aku katakan,” Royalteach melanjutkan. Sambil tetap memperhatikan jalan, seperti pengemudi yang baik.

Ia mempertahankan tangan kanannya di atas kemudi, tapi mengangkat tangan kirinya dari tongkat persneling untuk mengulurkannya ke arah kepala Kai. Ia meletakkannya di atas dan mengacak-acak rambut Kai sedikit.

“Jika sesuatu seperti hari ini terjadi lagi, datang langsung kepadaku. Aku lebih membantu daripada mencoba menyelesaikan semuanya di antara siswa. Yah, bagaimanapun, aku masih mencoba menjadi guru begitu.”

Tangan yang bergetar dengan setiap tawa hangat Royalteach lebih besar dari yang diharapkan Kai. Dan lengannya terlihat kekar. Ia mungkin terlihat lemah, tapi Ia sudah dewasa.

Dengan itu, Kai mengerti apa maksud Royalteach.

Aku tidak takut dengan berandalan seperti Matsuda dan kroconya. Jika mereka memulai sesuatu, aku akan menghentikannya. Secara fisik. Aku tidak akan melihat ke arah lain.

Itulah janji yang Ia buat dengan Kai.

Jika orang ini menulis ulangan bahasa Jepang, aku yakin setiap pertanyaannya berisi troll.

Kai melupakan sedikit rasa sakit di perutnya saat tersenyum dan berterima kasih atas kebaikan yang Royalteach ajarkan pada pelajaran sosial.

“Terima kasih banyak, Saya akan memanggil Anda ketika waktunya tiba.”

“Tentu.”

Royalteach menarik tangannya. Dan untuk waktu yang singkat sampai mereka sampai di rumah Kai, keduanya bersemangat membicarakan tentang tiga besar manga shounen modern bersama. Saat itulah Kai teringat bahwa Ia selalu ingin mengobrol manga dengan guru ini.

 

◆◇◆◇◆

 

Begitu sampai di rumah, Kai mengurung diri di dalam kamarnya, mengganti seragamnya, dan meringkuk di tempat tidur.

Royalteach menjelaskan situasinya kepada orang tuanya melalui telepon, jadi ibu Kai memilih untuk tidak bertanya kepada putranya tentang hal itu. Apa yang sudah terjadi biarlah berlalu, dan dia tidak ingin membuat Kai mengakui kalau Ia dihajar secara sepihak. Ibu Kai mengerti bahwa jika dia bertingkah terlalu cemas  hanya akan lebih menyakiti Kai. Jadi  lebih baik membiarkan putranya sendiri sebentar.

“Aku tahu aku harus istirahat ... tapi ya ampun, aku bosan.”

Kai memeriksa jam, dan itu bahkan belum sampai jam 7 malam. Masih terlalu sore untuk pergi ke alam mimpi.

Membaca manga atau novel ringan dihitung sebagai istirahat, ‘kan? Bagaimana dengan menonton anime? Atau bermain game?

Beberapa waktu berlalu saat pikirannya terfokus pada pikiran sepele seperti itu. Tapi tak lama kemudian, Kai mendengar langkah kaki gemuruh dari seseorang yang berlari menaiki tangga. Dan tak lama kemudian, pintu kamar tidurnya terbuka.

“Kai!”

Ternyata itu Jun, yang datang dengan nafas terengah-engah.

“Kamu pergi ke rumah sakit? Apa yang dokter katakan ?! ”

Dia berlutut di samping tempat tidur dengan tatapan begitu tegang sehingga kamu akan dimaafkan karena mengira dialah yang akan dikirim ke UGD.

“... Oh, dokter bilang tidak ada yang serius. Aku ... bisa kembali ke sekolah besok.”

Jun mendekati Kai dengan sangat agresif sehingga Kai mendapati dirinya mundur sedikit.

“Beneran?!”

“A-Ayolah, buat apa aku berbohong padamu?”

“Pheeeew, syukurlah ...”

Jun tampak seolah-olah beban dunia terangkat dari bahunya saat dia merilekskan tubuhnya dan merosot di atas kasur.

“... Bukannya kamu sedang berbelanja dengan teman-temanmu?”

“Memang. Tapi aku mendapat telepon dari Reina, jadi aku langsung lari ke sini. ”

Jun menjawab dengan suara teredam, karena wajahnya masih terkubur di seprai.

“Kalau dipikir-pikir, dialah yang membantuku keluar dari situasi itu ... Aku harus berterima kasih padanya besok.”

“Ya, aku sudah banyak-banyak mengucapkan terima kasih melalui telepon.”

“Ah, benar. Itu ide yang lebih baik. Fujisawa mungkin lebih suka mendengarnya darimu ketimbang dariku.”

Kai bercanda kalau dia bukan penggemar nomor satu. Ia sedang menunggu balasan Jun, tapi dia tidak menanggapi. Jun tetap membenamkan wajahnya di tempat tidur tanpa ada indikasi bahwa dia akan mengangkatnya, jadi Kai tidak tahu ekspresi apa yang dia buat.

Tapi ... Kai mendengar suara sesenggukan. Kai mendecakkan lidahnya saat mendengarnya.

“Ayol, Jun, jangan menangis.”

“...Aku tidak menangis, kok.”

“Akulah yang cukup kesakitan sampai-sampai aku mau menangis, tau?”

“... Sudah kubilang kalau aku tidak menangis.”

Jun terus bersikap tenang dengan wajah tertunduk kuat. Namun terlepas dari upaya terbaiknya, sesenggukannya semakin keras sampai beberapa di antaranya berubah menjadi isak tangis.

Kai hanya bisa tertawa kecil lagi. Meniru Royalteach, Ia mengulurkan lengan kanannya dan dengan lembut meletakkan tangannya di belakang kepala Jun. Sembari menikmati kelembutan rambutnya, Kai dengan lembut membelai kepala Jun untuk menenangkan sarafnya dan menenangkan hatinya.

Begitu Kai mengelus kepalanya, tanggul tersebut akhirnya pecah. Jun meratap dan mulai menangis keras, membuat genangan air semakin terlihat di selimut Kai.

“Lihat? Kamu lagi menangis.”

“Tapi aku sangat khawatir ... Hanya karena kamu tidak dirawat di rumah sakit bukan berarti aku tidak khawatir. Dan aku tidak bisa tenang sampai aku melihat wajahmu ...”

“Apa sekarang sudah tenang?”

“Ya, sudah sangaaat tenang ... tapi masih sedikit khawatir ...”

“Yah, tetaplah di sini sampai kekhawatiranmu menghilang.”

“Ya ...”

Jun menyeret wajahnya ke atas dan ke bawah ke selimut sebagai tanda setuju.

Kai terkekeh lagi. Ia harus bertanya-tanya siapa yang mengunjungi siapa di sini. Yah, aku sangat senang karena ada seseorang untuk diajak bicara. Saat-saat seperti ini membuatnya sangat bersyukur memiliki teman seperti Jun.

...Namun. Kai menyadari rasa geli yang aneh di hidungnya saat Jun meluapkan perasaannya. Dan tak lama kemudian, Kai bersin berturut-turut.

Uh-oh, itu tidak bagus, Kai menyadarinya sambil mengendus dalam-dalam.

“... Maaf, Jun. Luka-lukanya mungkin tidak parah, tapi sepertinya aku masuk angin ...”

Mungkin karena seember air yang disiram oleh kroco-kroco Matsuda sebelum mereka memukulinya. Hari ini cuacanya cukup dingin, dan Ia basah kuyup selama beberapa saat. Mungkin karena sudah mengering saat Ia pulang membuatnya ceroboh. Ia seharusnya mandi air panas untuk menghangatkan badannya begitu sampai di pintu ...

Justru, badannya terasa semakin dingin setiap detik. Kai mengenal tubuhnya dengan baik; saat kena demam, Ia akan mulai kedinginan.

“Jadi uh, kamu harus pergi untuk hari ini. Oke? Aku tidak ingin kamu ikut tertular.”

“Tidak maslaah, birakan aku ketularan.”

“Jangan konyol ...”

Kai mencoba berunding dengan Jun. Tapi sebelum bisa melangkah lebih jauh, Jun mendongak, dan Kai sedikit tertegun oleh ekspresi yang akhirnya dia ungkapkan.

Matanya yang berlinang air mata sangat berkesan. Bagi seseorang seperti Jun yang selalu memperhatikan penampilannya, itu pasti merupakan keadaan yang memalukan. Tapi air mata itu datang dari kepeduliannya pada Kai dan ditumpahkan demi dirinya. Bagaimana mungkin Kai melihatnya sebagai sesuatu yang kurang dari cantik?

Jun membantah dengan wajah berkaca-kaca dan hidung meler.

“Matsuda menghajarmu karena salahku, ‘kan?!”

Kai menelan ludah sebelum membuang muka dengan tegas menyatakan. “Tidak. Itu sama sekali bukan alasannya.  Itu salah Matsuda. Salah pengecut itu dan bukan orang lain.”

“Aku tahu itu! Selain itu ... jika aku berada di posisi yang sama denganmu dan ada seseorang yang memberitahuku untuk berhenti berteman denganmu, aku tidak akan pernah melakukannya tidak peduli seberapa keras mereka meninju atau menendangku! Aku tidak akan menerimanya! Aku akan terus mengatakan tidak sampai nafas terakhirku!”

“Jun ...”

Pernyataannya membuat hatinya bergetar. Kai hampir menangis karena tangisannya. Betapa senangnya dia mendengar Jun mengatakan itu.

“Jadi biarkan aku ketularan. Kita akan kena demam bersama-sama.”

“Haha ... aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi padamu ...”

Kai tidak tahu apa yang ada di benak Jun. Ia tidak tahu apakah ada logika di dalamnya. Namun, anehnya Ia menemukan argumennya meyakinkan.

“Baiklah. Tolong tetaplah di sisiku sebentar. ”

“Tentu!”

Jun menanggapi dengan penuh semangat dan melompat ke tempat tidur. Yang mengejutkan Kai, dia menarik seprai dan membungkusnya di sekitaran mereka. Yang lebih mengejutkan lagi, Jun merangkul sisinya saat berbaring telentang.

“Tunggu, apa?”

“Kamu selalu bilang kalau kamu akan merasa kedinginan saat masuk angin, kan? Jadi aku menghangatkanmu.” Dia sendiri yang mengatakannya, tapi wajahnya sudah keliahatan memerah.

“Kamu tidak perlu melakukannya jika itu akan membuatmu tersipu ...”

“Siapa yang tersipu. Itu karena demam.”

“Ha ha. Tentu, kamu tertular dengan cepat.”

Kai bercanda tentang itu, tapi wajahnya mungkin tidak kalah memerah. Mungkin itu karena mereka berdua berada di bawah seprai, tapi aroma wangi Jun lebih kuat dari biasanya. Dan kehangatannya menjalar lebih jauh dari yang Kai harapkan ... seolah-olah Ia bisa merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang melalui kulitnya.

“...Hei...”

“...Ada apa?”

“... boleh aku mendekat?”

“...Tentu saja. Lagipula, kita ini berteman.”

Jun berbisik ke telinga Kai dan suaranya hampir menggelitiknya.

“... Yah, karena kita berteman ...”

“...Ya. Kemarilah.”

Dengan izin Jun, Kai mengubah posisinya. Ia berbalik dari berbaring telentang ke berbaring miring dengan posisi mereka yang hampir berpelukan. Wajah gadis paling imut di dunianya, begitu dekat sampai-sampai Ia menarik napasnya.

“...Suka?”

“... Ya.”

Tubuh yang dipeluk Kai begitu lembut, dan sangat hangat. Rasa dingin karena demam merupakan hal terjauh dari pikirannya.

 

Keesokan harinya, Kai dan Jun sama-sama absen dari sekolah. Keduanya dengan gembira kena demam.

 

◆◇◆◇◆

 

Setelah tidur seharian penuh, kesehatan Kai kembali normal. Ia cepat pulih karena mungkin Jun memikul setengah bebannya. Setelah bertukar pesan singkat di LINE, Ia mengetahui kalau Jun berencana untuk kembali ke sekolah hari ini, Rabu. Dengan kesepakatan mereka untuk bertemu di kelas, Kai pergi ke sekolah setelah jeda satu hari.

Aku perlu meminta seseorang untuk menunjukkan catatan mereka kemarin. Kishimoto mungkin tidak banyak menulis, jadi mungkin aku harus meminta Satou...

Kai berpikir panjang dan keras tentang masalah kelas seperti itu saat tiba di sekolah tanpa insiden. Begitu mencapai loker sepatu, Ia menemukan Reina, yang tampaknya sedang menunggu seseorang ...

Ugh.

Kesadaran Kai akan rasa permusuhan Reina membuatnya mundur secara refleks, tapi Ia dengan cepat memikirkannya lagi. Reina lah yang menyelamatkannya dengan memanggil Royalteach, jadi Ia harus mengucapkan terima kasih.

“S-Selamat pagi, Fujisawa!”

Kai dengan takut-takut mendekatinya saat Ia melakukan senam mental yang diperlukan untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu bukanlah "kontak yang tidak perlu" atau hal itu takkan membuatnya marah.

“Selamat pagi. Aku sudah menunggu!”

Reina menyapanya dengan senyum palsu yang bersinar dan tanpa cacat.

A-A-A-Apa yang sedang merasukinya ?!

Kai sedikit terkejut tetapi terlalu takut untuk menanyakannya, jadi Ia memilih untuk menyelesaikan urusannya terlebih dahulu. Saat mereka berjalan berdampingan menuju ruang kelas, Kai langsung membicarakan topik utama.

“Kamu yang memanggil Royalteach ketika geng Matsuda memukuliku, ‘kan? Terima kasih untuk itu.”

“Oh, kamu tidak perlu berterima kasih padaku. Itu berkat Kishimoto dan Satou yang mengumpulkan keberanian mereka untuk memberitahuku kalau kamu dipanggil geng Matsuda.”

“Ah, begitu. Sepertinya ada banyak orang yang harus aku ucapkan terima kasih. "

Kai mungkin terdengar malu, tapi ekspresinya berseri-seri. Ia baru saja mengetahui bahwa ada banyak orang di pihaknya. Apa lagi yang bisa membuatnya lebih bahagia?

Sang Ratu juga memberitahunya apa yang terjadi saat Ia absen sekolah.

“Geng Matsuda diskors selama dua minggu dan menerima kartu kuning. Mereka diberi tahu dengan tegas bahwa setiap perilaku kekerasan lebih lanjut akan membuat mereka di-DO dari sekolah.”

“... Bukannya itu terlalu berat?”

“Mungkin. Jika kamu punya pemikiran dangkal seperti mereka, kamu juga akan ikut menjalani sebagian dari hukuman mereka. ” Bahkan Reina terkesan bahwa Kai tidak membalas pukulan Matsuda.

“Di sisi lain, itu berarti aku harus melihat wajah mereka lagi hanya dalam dua minggu. Aku tidak terlalu menantikannya, sih ...”

Kai mengeluh saat Ia menyembunyikan pipinya yang memerah. Tapi sekarang setelah Ia mengucapkannya dengan lantang, Ia menyadari itu sebenarnya bisa menjadi masalah serius. Orang-orang seperti Matsuda bukanlah tipe orang yang gampang kapok, jadi mereka akan kembali untuk membuat hidupnya sengsara. Atau lebih buruk — keluar untuk membalas dendam. Mereka juga tidak ingin di-DO, jadi mereka mungkin akan beralih ke metode penyiksaan yang lebih diam-diam, metode yang tidak akan meninggalkan banyak bukti. Kalau begitu, mungkin ada batasan seberapa banyak bahkan Royalteach bisa membantu ... Hanya memikirkan itu saja sudah membuat Kai cemas.

“Kamu akan baik-baik saja.” Reina tidak memedulikan ketakutan Kai saat dia membuat pernyataan santai. “Jangan khawatir, geng Matsuda akan banyak memikirkan apa yang sudah mereka lakukan. Mereka tidak akan mengganggumu lagi.”

“Uhhhhh, benarkah?” Kai merasa bahwa pernyataan Reina sulit dipercaya. Ia tidak pernah melihat penjahat seperti mereka membuka lembaran baru.

“Tenang saja, aku akan membuat mereka berpikir.”

“Um?”

“Oh, jangan pedulikan ocehan tadi, aku hanya berbicara pada diriku sendiri.”

Reina tersenyum sempurna lagi. Kai memutuskan untuk tidak menanyakan detailnya karena takut akan nyawanya, Jadi Ia memilih untuk kembali ke topik utama yang ada.

“Pokoknya, Fujisawa, aku hanya ingin berterima kasih.”

“Seperti yang sudah kukatakan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.”

“Hm?”

Kai merasa sedikit curiga dengan betapa terlindunginya Reina meski tetap mempertahankan senyum manisnya. Tapi Reina dengan mudah mengakui kebenarannya.

“Memangnya kamu tidak berpikir itu aneh? Aku tahu sejak awal kalau kamu dipanggil geng Mtasuda. Mereka menghajarmu. Tapi, bantuanmu tidak tiba tepat waktu.”

“... Memangnya seaneh itu?”

“Aku melihat mereka memukulmu babak belur sejak awal.”

“Geh!” Wajah Kai berkerut setelah mendengar pengakuan kalau Ia bisa menjalani seluruh hidupnya tanpa mengetahuinya. “...Kenapa?”

“Aku pikir kamu tidak datang. Lagipula, aku juga ingin kamu putus dengan Jun.”

Oke, aku jadi semakin yakin, gadis ini memang menakutkan. Tubuhnya yang merinding mengingatkannya dengan baik. “... Tapi tunggu sebentar. Itu masih belum menjelaskan semuanya.”

“Oh? Bagaimana?”

“Lalu apa gunanya memanggil Royalteach? Kamu bisa saja menungguku meminta ampun pada Matsuda.”

“Memang, itu adalah rencana awalnya…” Reina tiba-tiba berhenti. Dia berbalik menghadap Kai, yang juga berhenti. “Tapi kamu bersikeras tidakk akan pernah putus dengan Jun tidak peduli apa yang mereka lakukan padamu. Aksimu itu membuatku berpikir lebih baik tentangmu. Jadi, aku berubah pikiran dan memutuskan untuk membantu. Cuma itu saja.”

Anehnya, mereka mendapati diri berada di lorong yang sama di mana Reina memberitahu Kai bahwa dia telah melebih-lebihkannya satu minggu yang lalu. Tempat ketika dia mengatakan kepadanya bahwa Kai bukanlah cowok yang pantas untuk Jun, dan dia tidak akan menerima hubungan mereka,.

Dan di tempat yang sama persis ...

“Jadi, maukah kamu mempertimbangkan untuk berteman denganku?” Reina bertanya dengan senyum berseri. Salah satu yang lebih sulit untuk dilihat apa itu senyum palsu atau jujur.

“Apa…..kamu…..serius?” Kai tidak percaya bahwa dia akan bertanya setelah sekian lama, tapi sang Ratu tetap tidak gentar.

“Kenapa tidak? Teman dari temanku adalah temanku juga, bukan?”

“Memang….tidak salah sih?”

Dan saat itulah Kai dapat memanggil satu gadis lagi sebagai temannya.

“Sekarang, ayo kita pergi ... Ash.” Reina mengundang Kai ke ruang kelas. Ia tampak tidak terlalu senang, tapi tetap mengikuti.

“Sudah kubilang, namaku Nakamura!”

“Masa? Karena kita sudah berteman. Kamu bisa memanggilku Reina, dan itu hak istimewa.”

“Setidaknya panggil aku Kai! Jun juga memanggilku begitu!”

“Kalau begitu biarkan aku memanggilmu Ash. Mengubah nama panggilan seseorang adalah teknik penting untuk menekankan karakter seseorang, menurut Jun.”

“Apa kamu tahu apa artinya itu?”

Tak lama kemudian, wajah Jun berbinar, dan seluruh mata kelas melebar saat melihat keduanya bercanda saat mereka memasuki kelas.

 

◆◇◆◇◆

 

Tapi ada beberapa hal yang lebih baik tidak dijamah. Dan bagi Kai, hal ini merupakan salah satunya.

Teriakan Matsuda menggema di seluruh ruang karaoke.

“Sial, aku tidak bisa menghubungi Chiaki!”

“Pesan kita cuma dibaca doang !”

“Mereka bertingkah seolah-olah itu akan membunuh mereka jika bergaul dengan kita!”

“Padahal mereka sendiri yang meminta saat kita mengajak mereka tempo hari!”

Matsuda dan kroco-kroconya sedang menjalani hukuman skorsing. Mereka seharusnya menghabiskan waktu terkurung di rumah dan belajar mandiri, tetapi mengikuti aturan yang membosankan seperti itu bukanlah gaya mereka. Hari ini, hari Rabu, menandai pertemuan kedua berturut-turut dalam dua hari setelah insiden tersebut, tapi mereka tidak dapat mengangkat semangat dari kesuraman penangguhan dengan pesta. Mereka membutuhkan yang namanya gadis-gadis.

Dan di sinilah mereka, memanggil setiap gadis yang mereka kenal. Dan setiap gadis yang mereka panggil bersikap acuh. Itu sudah cukup untuk membuat mereka gila. Mereka tidak muluk-muluk memanggil gadis selevel Reina; lonte pun akan mereka embat. Tapi bahkan setelah menurunkan standar mereka sejauh itu, mereka masih belum mendapatkan apa-apa.

“Persetan dengan cewek lacur ini!”

“Memangnya dia pikir dia itu siapa ?!”

Ejekan dan  umpatan mereka semakin menjadi-jadi, para cowok itu mulai melampiaskan rasa frustrasi mereka ke dinding.

Kenapa mereka tiba-tiba diacuhkan? Mereka berempat punya petunjuk. Orang pertama yang mereka kirimi pesan melalui LINE adalah cewek lonte yang mereka kenal, Suama Sakakibara dari Kelas 3. Reaksi cewek itu menceritakan semuanya.

“Bukannya kalian lagi diskors?”

“Wkwkwkwk dasar pecundang~”

Dan kemudia, dia bahkan berhenti membaca pesan dari mereka.

Dan Matsuda yakin dia tidak sendirian; Ia yakin semua orang di sekolah bergosip tentang mereka! Gengnya menjadi sasaran lelucon mereka! Bagaimana Ia bisa menunjukkan wajahnya lagi di sekolah setelah masa skorsing mereka berakhir?

“Itu semua salah otacreep itu ...”

Matsuda meninju tembok dengan kesal. Orang-orang dari ruang sebelah membalas, berteriak padanya untuk tutup mulut. Geng Matsuda takkan menerima begitu saja.

“Kalian berani melawan kami?!”

“Kami sedang tidak mood di sini!”

“Ayo ke sini kalau berai! Biar kami cabik-cabik!”

“Kamu tidak ingin melihat betapa tangguhnya Matsuda!”

Mereka menendang tembok dan membuat ancaman. Perilaku mereka tidak lebih dari amukan. Tapi ruangan sebelah menjadi sunyi, mungkin karena mereka ketakutan.

“Jangan bicara omong kosong jika kamu tidak punya nyali!” Matsuda menggebrak dinding satu atau dua kali lagi untuk menenangkan dirinya. "Ya itu benar. Beginilah kami. Tidak ada yang berani melawan kami.” Seringai sinis muncul di wajah Matsuda saat Ia akhirnya mendapatkan ide yang bagus. “Saat kita kembali ke sekolah, otacreep itu akan dibantai.”

“Setuju!” yang lainnya menanggapi serempak.

“Kita harus membuat contoh darinya untuk menunjukkan apa yang terjadi ketika ada yang melawan kita.”

“Ide bagus!”

“Bung, ayo kita lakukan!”

Kroco-kroconya dengan gembira bergabung. Jika mereka menyiksa Kai untuk dilihat semua orang, maka semua orang bodoh itu akan tahu persis betapa menakutkannya Matsuda. Karena saat hujan, itu ... sesuatu. Apa pun yang muncul di kuis itu. Mereka akan mendapatkan kembali rasa hormat mereka dan menempatkan mereka di puncak teratas kasta kelas.

“Jadi, apa yang akan kita lakukan pada si otacreep itu?”

“Aku tidak ingin dikeluarkan, jadi itu pasti sesuatu yang lebih menyenangkan daripada menghajarnya.”

“Bagaimana kalau kita menyandera Kishimoto atau seseorang yang dekat denagnnya dan membuatnya telanjang bulat di sekitar sekolah?”

“Ooh, aku menyukainya! Tapi pertama-tama, kita harus memastikan Jun memperhatikan otong kecil pacarnya!”

“Gahah, itu sih kejam banget, bung! Tapi si creepy itu pasti bakalan ngaceng juga.”

“Aku tahu, kayak psychopath!”

“Ya, anak otaku selalu menjadi orang yang kacau balau, hahah!”

Geng Matsuda bersenang-senang mencari cara untuk menghancurkan kehidupan Kai, masing-masing ide mereka lebih kejam dari sebelumnya. Mereka mencatat ide-ide mereka di smartphone mereka dan berkomitmen untuk menjalankannya.

Pada saat itu, mereka mendengar ketukan di pintu.

Mereka saling bertukar pandang. Tidak ada yang memesan minuman, jadi yang datang pasti bukan karyawan karaoke. Mereka mengira itu aneh, tapi pintu itu terbuka sebelum mereka sempat menjawab. Seseorang memasuki ruangan ... dan orang tersebut tidak lain adalah Reina.

“Yooooo!” mereka semua langsung kegirangan.

Setelah diabaikan oleh setiap gadis yang mereka ajak, bahkan mereka yang biasa menjerit kegirangan saat mereka ikut, satu-satunya yang muncul adalah wanita cantik yang paling tak tersentuh di sekolah. Bicara tentang merebut kemenangan dari ... suatu tempat. Yang itu juga ada di kuis.

“Reina, sayang, kebetulan sekali! Ayo duduk ke sini!”

“Kamu mau nyanyi apa? Aku akan memasukkannya!”

“Atau, hei, mau dengar Matsuda menyanyikan Kanjani?”

“Kamu bebas memesan apa saja. Biar kami yang traktir!”

Geng Matsuda segera mengganti nada mereka untuk menyambut Reina. Sayangnya, kegembiraan mereka langsung berhenti. Karena ada orang lain mengikutinya ke dalam.

“Geh ... erm ...”

Mereka semua tersentak. Mata mereka membelalak tidak percaya pada apa yang mereka hadapi.

Sosok cowok yang mengikuti Reina benar-benar mengesankan. Tingginya jauh melebihi rata-rata pria Jepang sehingga Ia harus merunduk saat memasuki ambang pintu. Tubuhnya sangat kekar sehingga Ia tampak seperti mengenakan armor. Usianya mungkin di akhir 20-an? Wajahnya tampak mengancam seperti binatang haus darah yang telah didandani dan dikirim ke kota. Dan Ia mengenakan jenis jas yang tidak seorang pun yang berjalan di jalan lurus dan sempit akan tertangkap basah; warna dan pola seperti burung merak, tapi kerahnya sangat lebar. Dengan kata lain, setelan bergaya mafia.

Ja-Jadi rumor kalau Reina berpacaran dengan yakuza itu benar?!

Matsuda menelan ludah. Ia ingin lari dari tempat ini. Secepatnya. Setidaknya, jika itu masih menjadi pilihan . Sayangnya, satu-satunya pintu masuk sepenuhnya diblokir oleh pria besar yang ada di hadapan mereka.

“Jadi mereka para bajingan yang memukuli pacar Jun?”

Cukup dari tatapannya saja sudah membuat Matsuda menggigil. Dan tatapan darinya, memproyeksikan kehadiran yang jauh lebih banyak daripada yang bisa dihadapi oleh seorang siswa SMA, sudah cukup untuk membekukan Matsuda di tempatnya.

“Ya, itu mereka. Jika itu belum cukup, mereka adalah orang bodoh yang tidak pernah belajar dari kesalahan mereka.”

Cemoohan Reina mengajari Matsuda pelajaran berharga: suara manusia mampu terdengar jauh lebih berdarah dingin daripada yang pernah Ia pikirkan.

“Bukannya gurumu sudah memperingati untuk tidak menggigit lebih dari yang bisa kamu kunyah?” Pria misterius besar di depan mereka terdengar tidak terlalu senang.

“Tu-Tunggu, kumohon! Maksudku, saya mohon pada anda!”

“Ya, kita tidak akan pernah berkelahi dengan seseorang yang menakutkan — maksudku, sehebat Anda!”

“Anda pasti salah orang!”

Geng Matsuda buru-buru menjabat tangan dan menggaruk kepala mereka berusaha untuk mendapatkan belas kasihan dan dengan putus asa membantah bahwa mereka tidak bersalah. Sayangnya...

“Kalian benar-benar orang bodoh,” hardik Reina saat dia menjelaskan bahwa dia tidak punya belas kasihan untuk mereka. “Kalian masih belum mengerti juga? Karena sudah menyakiti daging dan darahku sendiri, hal itu sama saja menandatangani surat kematiankalian.”

“Da-Daging dan darah? Siapa?!”

“Aku tidak tahu siapa yang kamu bicarakan!”

“Pacar sahabatku sudah dianggap sebagai keluarga bagiku.”

Dengan palu yang dijatuhkan, geng Matsuda langsung ketakutan. Karena sekarang menjadi sangat jelas bahwa tatapan mematikan yang menatap wajah mereka tidak terjadi hanya karena kesalahan identitas.

“Di-Diamlah!”

“Cepat kepung!”

“Ia cuma pria tua! Tidak ada yang perlu ditakuti!”

Karena tidak punya kesempatan untuk kabur, geng Matsuda melakukan tindakan putus asa dan mengeroyok pria besar itu ... sampai Ia tiba-tiba mengepalkan tangan kanannya dan menunju dinding tepat di samping pintu dengan sekuat tenaga. Itu cuma satu pukulan, tetapi dinding tersebut menjadi berlubang dengan dikelilingi retakan besar.

“Geh ...” cuma itu satu-satunya tanggapan geng Matsuda.

Geng Matsuda meratap, tidak bisa mengerahkan tenaga mereka karena ketakutan. Bagaimana tinju manusia bisa menahan kekuatan seperti itu? Tempat karaoke ini mungkin dibangun dengan harga murah, tapi dindingnya bukanlah dinding yang bisa dihancurkan dengan tangan kosong. Bahkan orang bodoh seperti mereka pun bisa mengerti, terutama setelah semua hukuman yang mereka berikan pada tembok itu beberapa menit sebelumnya. Kekuatan pria ini berada pada level yang berbeda dari mereka; membandingkannya saja merupakan tindakan konyol.

“Kusarankan supaya kalian menahan diri untuk tidak berbicara omong kosong jika kalian tidak punya.”

Bahkan dalam menghadapi ejekan dan hinaan Reina, mereka tidak bisa membalasnya.

Dan dengan itu, mereka dihajar habis-habisan.

Bagi geng Matsuda, kekerasan hanyalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka diberkahi dengan tubuh besar dan kemampuan atletik sejak kecil, sehingga mereka bisa memenangkan pertarungan tanpa berusaha keras. Mereka memilih orang yang lebih lemah dari mereka untuk dikerjai dan digertak, dan jika mereka tidak menyukai seseorang, mereka tinggal emnghajar mereka. Begitulah cara mereka hidup sampai sekarang, dan perlakuan mereka ke semua orang.

Tapi sekarang ... rentetan kebrutalan yang menghujani daging mereka adalah sesuatu yang secara fundamental berbeda dari perkelahian yang mereka anggap sebagai spesialisasi mereka. Pria ini tidak berteriak untuk mengintimidasi lawan-lawannya. Pria ini tidak menggunakan ancaman. Ini adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh geng Matsuda, sesuatu yang sama sekali tidak mereka ketahui. Inilah yang bisa disebut kekerasan sejati, dan itu adalah sesuatu yang jauh dari kehidupan yang mereka jalani.

Setelah itu...

Masa skorsing geng Matsuda berakhir setelah dua minggu. Namun, keempat-empatnya kebetulan menghabiskan hari itu di atas ranjang rumah sakit. Baru setelah liburan musim panas berakhir, awal semester kedua, mereka kembali ke sekolah seperti orang yang berbeda.

Inilah dunia yang tidak perlu dimasuki Kai. Dan itu membutuhkan waktu yang sangat-sangat lama sebelum pria misterius itu muncul di hadapannya.

 

 

<<=Sebelumnya   |   Selanjutnya=>>

close

11 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama