Ore no Onna Tomodachi ga Siakou ni Kawaii Vol.1 Chapter 5 Bahasa Indonesia

 

Chapter 05 — Aku Sudah Berteman dengan Jun Selama Satu Tahun dan Memaksimalkan Banyak Hal

 

Pada akhir pekan, Kai sedang menonton video Let's Play di kamar tidur rumahnya.

Yah, meski disebut “Let’s Play (Ayo bermain)” mungkin akan sedikit melebarkan bagian “Let’s”. Pengupload video, jyunjyun1203, adalah tipe gamer pendiam — Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun komentar atau bahkan menggunakan narator Vocaloid di videonya, Ia justru memilih untuk memunculkan teks pop-up sesekali. Channelnya, yang awalnya dibuat dengan fokus pada seri Monster Hunter, selalu mengunggah video baru dengan skill dewa-nya.

Kai menjadi penggemar saat JJ (diucapkan dengan penuh cinta "Jay-Two") mulai mengupload video permainan MH4U, dan Ia terpesona oleh teknik ahli selama lima tahun atau lebih sejak saat itu.

Kai kadang-kadang menonton video yang sama berulang-ulang, dan ada kalanya Ia menggila karena video baru yang sudah Ia nanti-nantikan. Sudah lama sejak game MHW keluar, jadi channel ini kalah saing di antara streamer besar (meskipun pelepasan ekspansinya, Iceborne, telah membuat pendekatan sekitar lima bulan yang lalu). Namun, JJ tetap memberikan konten yang diinginkan Kai. Meski tidak sering ada atau dengan pemberitahuan apa pun, tetapi video barunya pasti akan selalu ada.

Saat ini, Kai terpukau dengan video solo memburu Arch-Tempered Lunastra yang diunggah JJ pada Jumat malam. Dan ketika Arch-Tempered Teostra bergabung sebelum JJ mengirimkannya dengan bakat? Kai menjadi bersemangat. Matanya terpaku pada layar laptop lawas yang terbuka di atas mejanya.

Sementara itu, Jun datang pas siang hari untuk nongkrong. Dia rebahan di kasur Kai dan sedang asyik membaca salah satu koleksi Kai. Postur tubuhnya tengkurap, dengan salah satu bantal di bawah perutnya. Mode nyaman maksimum telah diaktifkan.

Jika dia terus begitu, Kai akan kesulitan tidur karena aroma wangi Jun akan tertinggal di bantalnya ... tapi untuk alasan yang jelas, Kai tidak bisa menyuruhnya untuk berhenti. Ia terlalu malu untuk mengatakan yang sebenarnya jika Jun bertanya alasannya.

“Whoooooa, Dr. Keine sangat menakutkan ... sekaligus keren juga ...”

Jun, yang masih berbaring tengkurap, tidak bisa menahan diri untuk tidak mengangkat kedua kaki mulusnya dan menendang-nendang kasur. Dia membenamkan hidungnya jauh di dalam halaman saat dia menggeliat karena kegembiraan.

“Aku tahu; Kamu tidak melihat yang itu datang.”

Video yang Kai tonton baru saja selesai, jadi Ia memberikan tanggapan atas reaksi Jun.

“Tapi secara pribadi sih, aku penggemar si Pedagang, Masato. Tidak ada kata mustahil di kamus cowok itu.”

“Setuju banget. Cowok dengan kesan wild emang keren!”

Saat mereka terus melanjutkan pembicaraan tentang kesan mereka, Kai berdiri dari kursinya. Ia dengan santai berjalan ke rak bukunya dan menyomot salinan paperback dari High School Prodigies Have It Easy Even In Another World! Ini adalah LN dari adaptasi manga yang saat ini membuat Jun merinding.

Kai dengan santai duduk di pinggir kasur dan dengan santai menyarankan, “Jika kamu penasaran dengan kelanjutan adaptasi manga, kamu selalu dapat membaca novel.”

“Aku ogah membaca buku yang mengandung banyak tulisan.”

“Yah, LN ini ditulis oleh author yang sama dengan LN Rakudai Kishi no Cavalry, jadi seri ini sangat seru juga!”

“Aku sudah menonton anime Rakudai Kishi no Cavalry, dan mengoleksi setiap volume manganya, jadi ...”

“Kamu bisa mempelajari bagaimana Pertempuran Festival Tujuh Bintang berakhir jika kamu membaca novelnya.”

“Aku bakal ngantuk kalo isinya tulisan semu, jadi mendingan tidak usah membacanya.”

“Guh ...”

Jun menanggapi sambil berbaring dan bahkan tidak melihat Kai, namun tetap membuatnya menyesali takdirnya.

Jun sama seperti Kishimoto dan Satou, dia menyukai manga tapi tidak pernah membaca novel ringan. Mereka takkan kegirangan dengan apa yang terjadi setelah chapter “Love Hunter Ringo” atau adegan “Dragon Fanging Ittou Shura at Night” dengan Kai.

Cuma pada kesempatan langka di mana Jun sangat kebelet untuk mencari tahu apa yang terjadi setelah anime berbasis novel ringan berakhir, dan hanya pada kesempatan langka di mana adaptasi manga juga belum menyamai, dia baru akan mencari sumber aslinya. Dan bahkan kemudian, Kai hanya mendapat sedikir atas tanggapannya setelah satu atau dua jilid. Jun sama sekali tidak memiliki daya tahan membaca.

Kai berharap Ia punya lebih banyak teman yang membaca novel ringan!

Yah, Jun tetaplah Jun. Aku tidak ingin memaksakan hobiku padanya.

Kai dengan menyesal mengembalikan LN High School Prodigies Have It Easy Even In Another World! ke rak bukunya. Sampai hari dimana Kai menemukan novel ringan lain yang bisa Ia sarankan kepada Jun, dia akan kembali ke tabir bayang-bayang, menunggu kesempatannya layaknya seekor harimau menunggu mangsanya.

Dengan skema besarnya kembali tertunda, Kai kembali duduk di pinggir kasur. Jun sekali lagi membenamkan dirinya dalam versi manga dari High School Prodigies. Kai tahu bahwa teman otakunya ini adalah tipe orang yang membaca adegan favoritnya berulang kali segera setelah menyelesaikan satu volume. Itu bagus. Semuanya baik dan bagus. Kecuali...

Astaga naga Jun, aku bisa melihat kancutmu lagi tau!!!.

Itu pasti terjadi ketika dia menendang-nendang kakinya. Roknya yang sudah pendek ... tersingkap. Segala sesuatu mulai dari kain putih bersih yang seharusnya tidak pernah terlihat hingga sulaman renda yang imut sepertinya memohon kepada penontonnya untuk berteriak, "Aku melihat London, aku melihat Prancis!"

Yah, dia memang selalu begini.

Kai hendak memperingatinya sebelum memikirkannya. Jun begitu terpaku dengan bacaannya sehingga dia tidak menyadari roknya yang tersingkap. Jika Kai menunjukkannya, hal itu sama saja dengan Kai berusaha untuk mempermalukannya. Tapi jika Kai dengan santai membenarkan roknya dan berpura-pura Ia tidak pernah melihat apa pun, itu akan menyelesaikan segalanya, bukan?

Ya, ayo lakukan itu.

Kai, layaknya cowok sejati, meraih dengan perlahan dan lembut ke arah ujung rok Jun. Tapi di tengah jalan, Kai mendapat pencerahan yang mengejutkan.

Jika dia melihatku sedang memperbaiki roknya, bukannya aku sendiri yang yang akan mati karena rasa malu?

Mungkin lebih baik untuk membatalkan niat baiknya.

... Atau begitulah pertimbangan Kai, tapi Ia menghilangkan keraguan itu dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa sudah tanggung karena sudah sampai sejauh ini. Ia hanya harus menyelesaikan misinya dengan sempurna. Hanya menyembunyikan hawa kehadirannya, seperti ninja. Ninja cowok sejati, Nakamura. Kai Nakamura.

Hati-hati ... Dengan Hati-hati ...

Kai diam-diam meraih ujung rok Jun.

 

Pada saat itu, Jun tersentak dan menegangkan tubuhnya.

 

Maafkan akuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!

Kai memekik tanpa suara.

Yup, tentu saja Jun akan menyadarinya. Yup, tentu saja Jun tidak bisa mengabaikan jika melihat roknya akan dipegang.

Kai melontarkan ucapan minta maaf dan penyesalan di kepalanya ... sampai akhirnya menyadarinya lagi. Jun sepertinya merasa tegang tanpa sadar. Namun dia masih diam saja. Tatapannya masih fokus pada manga High School Prodigies miliknya.

Tunggu, apa dia tidak menyadarinya?

Apa tubuhnya menegang karena ada adegan twist di manga? Apa volume itu bahkan punya adegan seru sampai membuat tubuh menegang? Entah apapun alasannya, jika Jun tidak menyadarinya, maka Kai masih aman. Ia dengan hati-hati memperbaiki rok Jun yang tersingkap dan meluruskannya. Misi terselesaikan.

Setelah berhasil merebut kemenangan dari rahang kekalahan, Kai menyeka keringat dari kegugupannya. Ia menikmati kepuasan karena telah melakukan perbuatan baik. Ia bangga dengan rasa tanggung jawabnya yang mulia, kewajiban para cowok.

Karena itulah, Kai tidak memperhatikan dua hal penting ...

Yang pertama, tubuh Jun masih menegang. Dan yang kedua, muka Jun sekarang merah padam sampai ke telinganya.

 

……………….

Saat menjelang jam 3 sore, ibu Kai membawa beberapa kue stroberi yang baru dibeli sebagai camilan. Dia membawa piring yang ditumpuk tinggi sampai ke kamar Kai di lantai dua ... dan kemudian tinggal untuk membantu mereka membersihkannya saat dia mengobrol dengan Jun.

“Kamu harus mendengar yang ini, Jun! Jadi anak idiotku ini—”

“Ayolah bu, lebih bersikap baik padanya. Pada kuis terakhir yang diadakan tadi, Kai mencetak sebuah—”

Terus, terus, dan terus (TN : Ghibah mode :v)

Ibu Kai (usia 39) terlibat dalam gosip yang tak ada habisnya dan tetap bersikeras kalau itu cuma "obrolan wanita." Itu adalah suasana yang mana bagi Kai, sebagai putranya, merasa sedikit tidak nyaman.

Yah, dia akan memberi mereka kedamaian dan ketenangan setelah kurang dari setengah jam, jadi Kai tidak membuat keributan. Tapi setelah Ibunya pergi, Jun mengajukan pertanyaan pada Kai saat mereka memutuskan permainan apa yang akan dimainkan bersama.

“Sebentar lagi liburan Golden Week, Kai. Apa yang kamu lakukan tahun ini? ”

“Entahlah, tapi sepertinya keluargaku tidak mengadakan liburan keluarga.”

Kai memiliki gagasan tentang apa yang ada dalam pikiran Jun berdasarkan semua yang dia bicarakan dengan ibunya, jadi Ia segera menjawab. Secara kebetulan, Kai mendengar bahwa sudah menjadi tradisi keluarga Miyakawa untuk pergi berlibur selama tiga hari dua malam selama Golden Week setiap tahun.

“Jadi, kamu bekerja lagi tahun ini?”

Pertanyaan lanjutan Jun bernada sedikit kritik. Kai mengisi setiap hari GW-nya dengan shift kerja tahun lalu, dan Jun jelas-jelas masih punya dendam mengenai hal itu.

Rental Video Beaver  selalu buka 365 hari setahun. Bukan atas permintaan para pekerja, ingat — mereka setidaknya menginginkan cuti untuk liburan besar seperti Golden Week, Tahun Baru, dan Hari Obon. Sebagai kompensasi, pemilik Beaver menawarkan pembayaran bonus (3.000 yen per hari) kepada siapa pun yang mau bekerja selama periode tersebut. (TN : 3.000 yen setara dengan Rp.400 ribuan, Njirr sehari dapet banyak)

Informasi ini membuat emosi Kai naik turun. Bonus harian 3.000 yen sangat besar untuk anak SMA. Bahkan terlalu banyak. Jadi, Ia membiarkan fantasi itu melintas di kepalanya saat Ia mengajukan shift untuk kerja setiap hari selama Golden Week. Dan begitulah.

“Aku akan, eh, lebih luang kali ini.”

Kai memberi jawabannya saat Ia menyalakan PS4-nya dan duduk di samping Jun yang ada di atas kasur.

Ia bertahan delapan hari berturut-turut dari pekerjaan tahun lalu, tapi hal tersebut membebani studinya begitu “liburan” berakhir. Dan, Kai berharap Ia bisa bersenang-senang.

“Aku tidak bisa mendapatkan shift seminggu penuh. Aku yakin semuanya akan memintaku untuk menggantikan shift mereka.”

“Memangnya kamu harus mengambilnya?”

Jun mencemberutkan bibirnya pada implikasi bahwa perjalanan jarak jauh mungkin tidak akan terjadi lagi.

“Semua senior di tempat kerjaku sudah punya pasangan. Sebagai cowok jomblo, aku harus lebih perhatian.”

“Lalu bagaimana kalau aku menjadi pacarmu hanya untuk seminggu ini?”

“?!?!?!?!”

“Bercanda kok, tapi kamu seharusnya sudah melihat wajahmu.”

Jun menggodanya dengan cibiran nakal. Dia terus menatap matanya yang melebar dan tercengang.

“Po-Pokoknya, aku berhutang budi atas semua bantuan yang sudah mereka berikan padaku!”

Mereka adalah orang-orang baik yang membersihkan setelah banyak kekacauan Kai di masa-masa trainingnya tanpa mengeluh. Jika Ia bisa membalas budi mereka dengan cara begitu, Ia dengan senang hati akan mengambil kesempatan tersebut.

“Oke, baiklaaah. Kamu gampang sekali digoda. Tapi kamu lucu sekali.”

“Ka-Kata lucu bukanlah kata yang harus kamu gunakan untuk cowok!”

“Lalu bagaimana kalau kamu mengatakan kepada mereka tidak seperti laki-laki?”

“Hewwo, aku Kai si manis-manis.”

Kai menampilkan kesan karakter maskot falsetto terbaiknya. Jun menepuk kepalanya untuk menghiburnya.

“Tapi oh baiklah, aku mengerti. Bagaimana kalau kita setidaknya nongkrong bareng jika kita punya waktu untuk itu? ”

Jun melemparkan konsol game-nya ke samping saat kembali rebahan ke atas kasur.

“Berbicara tentang pekerjaan, apa kamu tidak bekerja?”

“Tidak, tidak sama sekali. Yah, lebih tepatnya aku tidak bisa. Semua anggota keluargaku bilang, 'Anak SMA tidak perlu melakukan itu' dan 'Jika kamu punya waktu untuk bekerja, lebih baik gunakan waktu luangmu untuk belajar' setiap kali aku membahas masalah ingin bekerja sambilan. ”

“Ah, memang ada banyak model keluarga seperti itu, ya.”

Di saat-saat seperti inilah Kai merasa bersyukur kalau gaya pengasuhan keluarganya sangat santai dan lebih menghargai tanggung jawab pribadi.

“Padahal kamu terlihat seperti berkantong tebal…” kata Kai.

“Apa? Sama sekali tidak! Dompetku selalu kempes sepanjang tahun!”

“Ya, karena kamu tidak bisa mengendalikan kebiasaan belanjamu, ‘kan?”

Kai tidak dapat menghitung seberapa sering Ia melihat Jun menghabiskan uangnya untuk gacha 10 kali roll dan berteriak merana karena zonk melulu. Sementara itu, Kai memainkan game selulernya seolah-olah slogan "free-to-play" mereka merupakan tantangan.

“Jadi, apa keluargamu memberimu uang saku yang besar?” Kai sudah lama penasaran tentang ini, dan sekarang sepertinya ini kesempatan yang bagus untuk bertanya.

“Yah, tidak juga.” balas Jun, tampaknya merasa tidak ada perlu yang disembunyikan, dan melanjutkan. “Aku punya kakak laki-laki yang jauh lebih tua dariku.”

“Hah, sebanyak itu?” Kai sudah berasumsi kalau Jun merupakan anak bungsu  dari tingkah lakunya, tapi Ia tidak tahu berapa banyak atau berapa umur dari saudara-saudaranya.

“Dan mereka semua tipe yang memanjakan adiknya.”

“Hah? mereka semua siscon?”

“Mereka memberiku uang hanya untuk bersaing satu sama lain.”

“Dan sudah di tingkat akut pula ..." Kai menghela nafas, tapi Ia mengerti. “Sejujurnya, aku iri ...”

Kai bertanya-tanya apa kakak perempuannya sendiri sudah bisa mendapatkan pekerjaan sehingga bisa memberinya uang sesekali. Lalu, Ia juga bisa membeli 10 kali roll gacha tanpa peduli nominalnya ...

Oke, sekarang kita menjadi tidak realistis. Hubungan Kai dengan kakak perempuannya tidak setipis es, tapi juga bukan tipe yang memanjakan.

“Sejujurnya, aku iri.” Saking irinya sampai diucap berulang kali.

“Yah, memang kelihatannya bikin iri, tapi itu berarti kamu harus mendengarkan ocehan mereka, tahu? Misalnya saja, aku disuruh jangan mencari pacar atau semacamnya.”

“Ja-Jangan bilang...”

“Dan itulah sebabnya kenapa aku tidak pernah mengajakmu ke rumahku. Aku tahu kalau semuanya akan membuat kepalaku pusing. Mereka pasti akan salah paham kalau kamu itu pacarku. Dan kemudian mereka akan menghajarmu.”

“Ya, aku lebih suka menyimpan omong kosongku di dalam diriku ...” Jelas bukan jenis rumah yang ingin bisa membuat Kai merasa santai. “Tapi itu menjelaskan banyak hal.”

Jun menghabiskan begitu banyak waktu di sekitar rumah Kai sampai-sampai Jun praktis menjadi bagian dari keluarga Kai. Tapi Jun tidak pernah memperkenalkan Kai kepada keluarganya, jadi Ia merasa ada alasan tertentu di baliknya.

“Jadi begitu rupanya, kamu seperti putri kesayangan keluarga Miyakawa. Aku jadi bisa memahaminya.”

“Oh ayolah. Jangan menertawakanku.”

“Aku tidak sedang menertawakanmu. Tapi Jun, sepertinya kalian semua tidak suka menjadi pusat perhatian, ya? Mengingat mereka itu kakak-kakakmu, aku yakin mereka semua punya wajah tampan.”

“Mana mungkin! Tak satu pun dari mereka ada yang ganteng!”

Sembari masih terbaring, Jun membantah tuduhan tersebut dan membuat tanda X dengan tangannya.

“Apa begitu? Yah, aku tahu penilaianmu bisa sangat bias. Aku tahu standarmu tidak masuk akal. Dan aku masih belum memaafkanmu karena menyebut “jelek” Ajudan Perang Kecil dan Waifu Fox-ku. ”

"Hah? Tapi mereka beneran jelek, kok. ”

“Kamu ngajak berantem, yah?”

“Bagaimana kalau memeriksakan matamu dulu? Jika mau dibilang cantik, pilihanmu harus berada di level Catalanta atau Shuten. ”

“Kamu salah! Nightingale dan Tamamo dan Atalanta dan Shuten Douji semuanya lucu!”

Mereka berdua langsung berdebat karakter kesukaan mereka. Kai, yang akhirnya menyadari kesia-siaan perdebatan ini, mulai memikirkan cara untuk kembali ke topic awal.  Sedangkan Jun, di sisi lain, merasa perlu untuk mengunggulkan posisinya.

“Huu, Kai! Huu, huu, huu, huu, huu! ”

Tiba-tiba, dia tampak mengalami momen pencerahan.

“Ngomong-ngomong, Kai, sebenarnya apa yang membuatmu berpikir kalau semua kakakku ganteng semua? Apa sebenarnya yang kamu maksud dengan 'Mengingat mereka adalah saudaramu'?”

Jun berguling-guling di tempat tidur saat dia mengejek Kai dengan ekspresi kegirangan.

“...Sialan.”

“Kenapa menurutmu aku dan semua kakakku mirip? Kenapa? bukannya itu berarti kamu menganggap kalau kakakku ganteng ... karena menurutmu aku ini cantik? Hmmmm?”

“Ah, tutup mulutmu... sudah jelas kamu tidak perlu membuatku mengatakannya, jadi berhentilah bertanya ...”

“Wah, wah, wah, jadi Kai mengira kalau aku cantik, ya?”

Cibiran nakal itu kembali menyergap, membuat Kai merasa sedang dipandang rendah. Jun menambahkan serangannya dengan meletakkan kepalanya di pangkuan Kai.

Kai harus berjuang untuk tidak terpedaya dari beban yang sangat nyaman yang diletakkan di atas pahanya. Ah, berbaring di pangkuan seorang gadis cantik mungkin impian dari semua cowok, tapi tak disangka kalau menjadi bantal untuk seorang gadis bisa pahit manis begini!

“Oke, oke, aku nyerah. Aku ketahuan.”

“Heh. Kamu terlihat lucu saat membantah susah payah begitu.”

“Oke, oke, kamu cantik. Kamu benar-benar menawan. Kamu adalah gadis tercantik yang pernah aku lihat. Gadis paling imut sedunia. Layaknya bidadari yang turun dari khayangan.”

“Hah? Uh, apa? ”

“Aku mengakuinya. Wajah cantikmu benar-benar tipeku. Sangat tepat sasaran dalam segala hal yang aku cari. Kamu adalah gadis idealku…... ”

“Apaaaaaaaaaaaaaaa ?!”

Jun berteriak keras. Wajahnya semerah tomat sampai ke tulang selangka yang mengintip dari blusnya saat senyum kemenangannya lenyap. Ekspresinya sekarang benar-benar manis. Gadis yang menggoda dengan tampang percaya diri menyusut kembali hanya setelah satu gerakan.

... Nah, menyusut kembali takkan membuatnya jauh ketika kepalanya ada di pangkuanku. Jika ada, dia hanya menggeliat padaku.

“... Bukanlah sesuatu yang akan aku katakan, tapi aku ingin tahu bagaimana perasaanmu jika aku mengatakannya. Sebagai referensi, bagaimana perasaanmu saat ini? ”

“Ka-Kamu main-main denganku!”

“Heh, heh, heh. Kena kamu, rasakan sendiri akibatnya karena seenaknya menggodaku!”

Kini, giliran Kai mencibir makhluk lucu yang dengan rela melompat ke dalam jebakannya, menempatkan dirinya pada posisi yang tidak bisa dia tinggalkan.

“Kai, brengsek!”

Jun akhirnya mulai merajuk dan menancapkan kukunya ke paha Kai, tapi titik yang dia pukul tidak sakit sedikit pun!

“Bwahahah, kamu takkan selalu menang melawanku!”

“Baiklah. Aku mau tidur. Disini. Sekarang juga.”

“... Um?”

“Aku tidak akan bergerak, tidak peduli betapa bosannya kamu atau seberapa cepat kakimu tertidur. Jadilah bantal yang bagus, sekarang. ”

“Apa, tunggu ...”

"Zzzzz."

“Jangan berpura-pura tidur, sialan!”

Jun mengungkapkan komitmennya untuk tidak bergerak saat wajahnya terkubur di antara paha Kai. Dia hampir menggunakan akhir pekan sebagai alasan untuk tinggal sepanjang malam, tapi Kai melakukan semua yang Ia bisa untuk menjauhkannya dari pangkuannya.

Yah, meski begitu ...

Keseharian yang seperti ini mungkin tampak kacau, tapi pada akhirnya, Kai tidak dapat menyangkal kalau itu menyenangkan. Hari libur yang dihabiskan bersama Jun tidak seperti yang lain. Tidak peduli apa yang dikatakan Reina, Kai tidak berniat membiarkan sahabatnya atau waktu mereka untuk bersama hilang begitu saja. Kai sekarang merasa lebih yakin akan hal itu daripada sebelumnya.

 

◆◇◆◇◆

 

Tetapi hidup tidak selalu berjalan seperti yang diinginkan.

Saat jam istirahat makan siang di awal minggu sekolah,dan perkembangan yang mengejutkan hampir membuat Kai dan Reina terlempar.

“Wah, wah, wah, Ash. Jadi kamu makan di kantin juga? Kurasa aku ikut juga ~

Dan dengan itu, Momoko yang selalu menyebalkan mengejar Kai saat Ia hendak keluar dari kelas.

Kai mendapati dirinya menatap dengan tidak percaya.

“Ayolah, makan sendirian itu suram, tau, jadi makan denganku lebih baik daripada tidak sama sekali! Lagiaaaaann, aku sedang dalam mood yang murah hati, tahu? Dan mending jujur saja, Ash, aku tahuuuuu kalau makan siang denganku membuatmu ingin meneteskan air mata kebahagiaan, ‘kan? Ah, aku memang sungguh dewi yang baik hati!”

Jika dia seorang dewi, dia adalah dewi yang super duper menyebalkan. Kemampuannya untuk mengatakan omong kosong seperti itu membuat Kai kehilangan kata-kata.

Namun, para siswa di sekitarnya melirik dengan penuh rasa penasaran karena seluruh kelas mulai bergosip di antara mereka sendiri. Kenapa geng cewek nomor 3 yang populer, khususnya yang dikenal tidak pernah mendekati cowok, tiba-tiba mengobrol dengan otaku paling biasa-biasa saja di kelas mereka?

Sebuah misteri yang memohon untuk dipecahkan, dan pesona dalam misteri itu menyebar ke seluruh kelas layaknya api yang membara. Para siswa tampaknya menunjukkan kesungkanan, tapi keingintahuan mereka tidak bisa disembunyikan. Mereka curi-curi pandang ke arah Kai yang tidak bergerak saat Momoko mencoba mendorongnya untuk makan siang.

Tapi beberapa orang di kelas lebih marah pada apa yang baru saja mereka dengar daripada yang lain. Terlebih lagi, yang marah bukan Reina. Justru yang menunjukkan ketidaksenangannya adalah Matsuda, Takeda, Umeda, dan Fukuda — geng di puncak kasta anak cowok. Dan karena mereka baru saja ditolak mentah-mentah oleh gengnya Jun dan Reina setelah mengajak mereka untuk makan siang beberapa saat yang lalu, waktu yang tepat untuk Kai tidak bisa lebih buruk.

Untuk apa dia mengundang otaku menyeramkan itu?

Momoko bahkan tidak pernah berbicara dengan kita!

Persetan dengan pecundang ini!

Atau, begitulah tatapan mereka pada Kai dikomunikasikan dengan cukup jelas. Namun, Kai pura-pura tidak menyadarinya (karena takut akan nyawanya) dan berkata kepada Momoko:

“Maaf, tapi uh, tidak, terima kasih.”

“Huuuuh?”

Momoko sepertinya tidak menyangka kalau ajakannya akan ditolak. Matanya yang mencurigakan melebar karena tidak percaya kalau Kai menolaknya.

Atau begitulah tampaknya, sampai alisnya mulai berkerut karena marah. Upaya putus asa untuk menahannya menyebabkan wajahnya berkedut dengan lucu.

“Ma-Maaf? Ash, ka-kamu sadar sudah menolak ajakan siapa, ‘kan? ”

“Mihara, kan?”

“Kamu menolak ajakan Momoko! Gadis paling imut di sekolah, Momoko! Jelas-jelas ini adalah kesempatan yang takkan pernah kamu dapatkan lagi jika kamu membiarkannya begitu saja!”

“Maksudku, aku baik-baik saja dengan itu ...”

Kai tidak berbasa-basi. Mata Momoko melotot karena terkejut, tapi dia tidak peduli.

Kai belajar satu hal dari rentetan penghinaan Reina beberapa hari yang lalu. Memang, Reina benar tentang satu hal: tidak peduli apa yang diminta Momoko, tolaklah dengan sopan. Jika kamu tidak dapat melakukan seperti yang dilakukan orang Romawi, maka tetaplah di rumah. Itu prinsip yang bagus untuk diikuti.

...Jadi.

Kai tidak terlalu akrab dengan Momoko, dan Ia tidak pernah melupakan siapa yang menghinanya dalam obrolan grup itu, jadi Ia pikir makan siang bersama Momoko sama saja mengundang bencana. Karena itu, Kai menolak pada kesempatan pertama. Dengan sopan.

“Mati saja sana. ” Karena marah, Momoko mencoba menendang tulang kering Kai. Ia dengan mudah menghindar. Kenapa kamu malah menghindar?!

“Kenapa tidak? Aku tidak ingin terluka.” Jawab Kai.

“Kamu seharusnya diam saja dan membiarkanku menendangmu!”

“Tidak mungkin! Ini bukan kartun.”

“Dasar  Ash bodoh! Aku membencimu!” Setelah meneriakkan kata-kata perpisahan dari drama komedi teman masa kecil, Momoko berlari menjauh dengan rasa frustrasi dan berlinangan air mata.

“Aku yang menyebalkan?” Kai menggerutu saat Ia berdiri diam.

Setelah terjangan badai Momoko di luar musim berlalu, Kai berjalan ke lorong. Kali ini, dia bertemu dengan Nocchi, yang berasal dari kelas yang berbeda. Dia adalah jagoan tim voli putri SMA Asagi. Saat mereka berdiri bersama, Kai benar-benar tahu seberapa tinggi dan langsingnya dia.

Tapi saat itu, Ia mendapat sesuatu yang tidak terduga!

Dia bertanya apa Kai berencana untuk makan di kantin dan mengajaknya untuk makan bersamanya. Tidak seperti Momoko, Kai tidak merasakan aura kebencian yang datang darinya, perasaan yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh ukuran dadanya. Tapi makan berduaan dengannya, tanpa Jun, terasa agak sulit. Kai merasa terintimidasi.

“O-Oh, aku tidak bisa—”

“Bagus, senang itu diselesaikan! Ayo pergi!”

Nocchi meraih tangan Kai tanpa ragu dan menariknya dengan kekuatan seorang atlet.

A-Apa yang terjadi dengan menolaknya dengan sopan ...?

Ah, betapa sulitnya menahan diri untuk tidak terbawa arus orang lain. Ini bukan keterampilan yang bisa dikuasai dalam sehari. Kai hanya bisa mendecakkan lidahnya. Dan merasa cemas apakah Ia bisa melakukan percakapan di antara mereka berdua.

“Ash, kamu tahu banyak tentang manga, kan?”

“Mu-Mungkin. Aku tahu cuma beberapa.”

Nocchi mengemukakan topik yang tidak terduga, jadi Kai langsung memasang pertahanannya. Sejujurnya, Ia tidak yakin bisa memberikan opini yang terinformasi tentang topik khusus seperti tren yang berubah di manga wanita era 2000-an dalam 100 karakter atau kurang di tempat, jadi Kai memutuskan untuk bermain aman.

“Kamu lihat betapa viralnya Hinomaru Sumo belakangan ini? Selain itu, ini masih agak tidak terdeteksi oleh semua orang yang aku kenal, tapi aku sangat menyukai Jujutsu Kaisen ...”

Dia hanya bertanya tentang Shounen Jump ?!

Tentu, itu adalah nama terbesar dalam industri manga, tapi Kai merasa sedikit tertipu . Dan sudah agak terlambat untuk memberitahunya bahwa semua orang dan ibu mereka mengikuti Jujutsu Kaisen ...

Oh well, Kai juga cukup menyukai percakapan seperti ini.

“Jika kamu menyukai Hinomaru, apakah Kamu tahu bahwa meme internet Jin'ou? Saat dia menangisi Uruka dari Bokutachi wa Benkyou Dekinai.”

“Yang benar? Kirimkan aku link-nya.”

Nocchi memamerkan esensi ekstrovernya dengan dengan santai mengeluarkan smartphone-nya dan memaksa Kai menambahkannya sebagai teman.

Kai mungkin terhanyut oleh kecepatan dan kekuatannya, tapi pembicaraan manga mereka terbukti lebih menarik dari yang diharapkannya. Kai menaruh rasa hormat yang baru ditemukan untuk Jump sebagai bahasa universal untuk semua orang, baik tua atau muda, laki-laki atau perempuan, riajuu atau introvert.

Itulah sebabnya Kai tidak menyadari ...

Bahwa dari dalam kelas, geng Matsuda memelototinya dengan tajam. Tatapan mereka yang penuh rasa permusuhan dan kebencian tidak membiarkannya pergi.

 

◆◇◆◇◆

 

Jam pelajaran setelah istirahat makan siang adalah olahraga. Bulan April merupakan bulan evaluasi fisik, jadi mereka harus berlari mengitari lapangan. Bahkan saat kelas 2, rutinitasnya tetap sama. Kai tidak terlalu atletis. Jika menilai kemampuannya pada kurva yang sangat murah hati, Ia berada di bawah rata-rata.

Juga, Ia lambat.

Sebagai seseorang yang ahli dalam permainan aksi, Ia seharusnya memiliki refleks yang baik, tapi segala sesuatunya tidak berjalan sesuai kehendaknya saat menyangkut menggerakkan seluruh tubuhnya.

“... Wah. Bagaimana jika aku, seperti, Kirito? ”

Dia pernah menyarankan itu pada Jun dengan nada melodramatis. Tapi sebagai seseorang yang tidak pernah membaca LN Sword Art Online, Jun hanya menatapnya dengan kebingungan. Ia mengira bahwa penggemar anime saja tidak akan menangkap nuansanya ...

Namun, kai bisa merasakan hasil dari latihannya. Heh, aku adalah cowok yang melakukan sepuluh ribu pukulan dalam sebulan di Fitness Boxing. Aku dibangun berbeda. Kai secara mental menghibur dirinya sendiri. Ia pikir Ia hanya akan mendesah jengkel jika membual kepada orang lain, jadi Ia menyimpannya untuk dirinya sendiri.

Setelah jam pelajaran selesai, semuanya menyeret diri mereka kembali ke ruang ganti anak laki-laki. Ruang gantinya berada di sebuah bangunan kecil yang berdiri sendiri di samping gedung olahraga. Ruangannya terawat dengan baik, dengan deretan loker di dalamnya berkilau bersih, jauh dari sarang kotoran dan debu. Hal itu menunjukkan bahwa sekolah swasta ini menganggap serius bidang atletiknya.

“Mengaku saja, Nakamura. Kamu cuma punya waktu lima detik untuk memberitahuku ssejak kapan kamu dekat dengan Nocchi. Jadi?”

“Hei sabar dulu, Kishimoto. Aku pikir kamu tidak perlu bertingkah seperti pembully demi bisa mendapatkan jawaban ...”

“Jangan ikut campur, Satou! Sialan, Nakamura, pelet macam apa yang kamu gunakan supaya bisa dekat sama gadis cantik ?! ”

“Bu-Bukan seperti itu! Aku hanya berpapasan dengannya sesekali sejak aku mengenal Jun.”

“Dan aku sudah iri dengan itu, ya dweebenheimer! Tolong, kapan-kapan kamu harus memperkenalkan aku, aku mohon! ”

“Aku akan mengatakan sesuatu kepada Jun lain kali aku menemuinya ...” Satu hal.

“Nakamura ... kamu memang juru selamat!”

Kai bertukar obrolan sepele dengan Kishimoto dan Satou saat mereka berganti pakaian. Itulah sebabnya Ia tidak menyadari apa yang meluncur ke arahnya dari belakang.

Dalam sekejap...

Ya, itu terjadi dalam sekejap. Belakang kepalanya dipukul sesuatu. Dia tersandung ke depan, dan dahinya bertabrakan dengan loker.

“Ad ... uh ...”

Kai berbalik untuk melihat sekelilingnya dan menyimpulkan bahwa ada bola basket yang dilemparkan ke arahnya.

“Maaf tentang itu, otacreep. Tanganku licin tadi. ”

Ternyata pelakunya Matsuda, yang sedang berkeliaran dengan kroconya di sekitar jendela. Meski bilang minta maaf, tapi tidak satupun dari mereka berusaha menyembunyikan cibiran mereka. Itu cuma provokasi murahan, tapi Kishimoto dan Satou sudah gemetar. Murid jaman sekarang menjalani seluruh hidup mereka tanpa pernah terlibat perkelahian. Dan Kai tidak terkecuali.

Kamu ingin mencobanya, Matsuda? Melawan legenda sepuluh ribu pukulan itu sendiri? Ia bisa memberanikan dirinya sendiri semaunya, tapi lututnya sudah gemetar. Dan geng Matsuda? Mengabaikan omong kosong dari orang lemah adalah spesialisasi mereka.

“Kalian semua bisa enyah dari sini,” kata salah satu kroco Matsuda.

“Kami cuma punya urusan dengan orang-orang ini,” ujar yang lain.

Kroco-kroco Matsuda, Takeda dan Umeda, mencibir sinis saat mereka berpura-pura bersikap baik kepada cowok-cowok lain. Seperti biasa, mereka mengoceh seperti orang bodoh yang mungkin bahkan tidak bisa mengikat sepatu mereka sendiri (menurut pendapat Kai yang bias).

Tapi hanya itu yang Ia butuhkan untuk menyelesaikan perubahan dan pergi lebih cepat. Mereka tidak ingin terlibat dalam hal ini. Dan mereka tentunya tidak ingin menjadi target pelampiasan dari geng kasta teratas kelas, jadi mereka meninggalkan kelompok Kai dan lari dari ruang loker.

Segera, hanya Kai, Kishimoto, dan Satou yang tersisa. Seolah-olah mereka sedang menatap sekawanan serigala lapar, dan nafsu makan mereka terhadap darah terlihat jelas.

“Nakamura. Kamu. Temui Aku. Sepulang sekolah nanti.” Matsuda tanpa basa-basi lagi menyatakan urusannya.

“Kamu tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak muncul, kan?”

“Kalian semua akan menjalani kehidupan neraka sampai kamu putus sekolah. "

“Kamu tidak akan melakukan itu pada temanmu, ‘kan, Nakamura?”

Ketiga kroco-kroco itu terkekeh seperti hyena. Kai tidak bisa bernapas dalam menghadapi kekejaman yang begitu berani. Keringat dingin yang menetes dari keningnya terus mengalir deras.

Bagaimana bisa Ia terlibat dalam kekacauan ini? Kai hanya tahu satu hal. Kabur bukanlah pilihan yang bagus. Ia tidak bisa mengambil risiko melibatkan Kishimoto atau Satou bersamanya. Jadi Ia hanya bisa menghadapi Matsuda dan kroco-kroconya sendirian.

 

 

<<=Sebelumnya   |   Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama