Chapter 5 — Berhenti! Jangan Berkelahi Memperebutkan Aku!
“Hnng ~ akhirnya kelar juga ~
Ayo ke ruang klub~ Hikaru. ”
“Oke.”
Setelah semua jam pelajaran
selesai, Masachika menatap kedua teman dekatnya saat mengemasi barang-barangnya
di kelas dengan santai.
“Hah? Takeshi, kamu ada
kegiatan di klub musik ringan hari ini? Bagaimana dengan klub bisbolmu? ”
“Sekarang sih lagi libur dulu.
Sekitar periode ini, aktivitas kami sedikit tidak teratur.”
“Hmmm~”
Takeshi dan Hikaru berada di
sebuah band di klub musik ringan, tapi Takeshi juga masuk ke tim klub bisbol.
Alasannya bergabung dengan dua
klub ialah “Pertama-tama, jika aku jago olahraga
dan musik, bukannya aku akan populer di kalangan gadis-gadis?”. Alasannya
sederhana dan sarat dengan motif tersembunyi tapi, inilah alasan kekuatan
Takeshi.
“Apa kamu mau langsung pulang?”
“Ya ~ yah, tidak banyak yang
bisa dilakukan ~”
“Kenapa tidak bergabung dengan
klub saja, Masachika? Meski agak terlambat, tapi masih belum terlalu terlambat,
‘kan? ”
“Terlalu merepotkan.”
“Kamu ini benar-benar…. Cuma
masa-masa SMA saja kamu bisa menghabiskan masa mudamu dalam kegiatan klub, ‘kan?
”
Takeshi menggelengkan kepalanya
dan berkata “Astaga ~ Nih anak
benar-benar~,” dan melihat ke langit dengan gaya terlalu lebay.
“Persahabatan diperdalam melalui
aktivitas klub! Bau debu, keringat, dan air mata tercurah dari usaha
berhari-hari! Lalu…. Di tengah semua itu, perasaan cinta membara dengan warna
biru!”
“Persahabatan akan runtuh
karena perbedaan pendapat. Bau besi, darah dan penyesalan tercurah dari usaha
berhari-hari. Lalu…. Perasaan cemburu membara ketika ada pemain andalan
mendapatkan semua gadis untuk diri mereka sendiri.”
“Berhenttiiiiii! Jangan hanya
menonjolkan sisi gelap dan membosankan dari aktivitas klub! Kegiatan klub kami
bukan tempat yang seperti itu!”
“Bahkan persahabatan…
bagaimanapun juga, hanyalah hal yang rapuh, tahu?”
“Lihat! Sekarang Hikaru hampir
menyebrangi sisi gelap! ”
“Maaf, Hikaru. Ini salahku jadi
tolong kembalilah.”
“Cinta…. Mungkin jauh lebih
menyakiti orang, tahu?”
Masachika dan Takeshi mencoba
yang terbaik untuk menarik Hikaru kembali, yang tiba-tiba kehilangan cahaya di
matanya dan mulai membawa bayangan gelap di punggungnya.
Setelah mereka entah bagaimana
berhasil membuat Yamiru-san* kembali ke dunia nyata, Masachika berpisah dengan
mereka berdua dan menuju loker sepatunya. (TN : Yamiru-san = Sisi gelap (Hika)ru. Yami = Gelap)
“Kegiatan klub…. ya.”
Masachika menggumamkan itu
dengan suara acuh tak acuh sambil melihat anggota tim klub sepak bola yang
berkumpul di halaman sekolah.
Berbeda dengan waktu di SMP
yang selalu sibuk dengan OSIS, kini Masachika punya banyak waktu luang untuk
kegiatan klub. Bukannya Ia tidak pernah memikirkan hal ini ketika melihat
teman-temannya menikmati kegiatan klub mereka.
Tapi hal tersebut tidak pernah
berhasil menggerakkan hatinya. Ia sama sekali tidak bisa termotivasi. Perasaan
kalau itu terlalu merepotkan akan selalu muncul.
Bagi Masachika, butuh banyak
usaha untuk memulai sesuatu yang baru.
“Yah, begitulah caraku
perlahan-lahan kehilangan peluang dan pada akhirnya, tidak melakukan apa-apa….”
Ia bergumam pada dirinya
sendiri, tetapi hanya perasaan depresiasi diri yang menyebar di dadanya.
“Ups”
Dan kemudian, smartphone yang
ada di saku celananya bergetar.
Untuk beraga-jaga, Ia melihat
sekeliling untuk memastikan tidak ada guru di dekatnya, dan Masachika
mengeluarkan smartphone-nya dan melihat pesan yang ditampilkan di layar.
“… .Haaa.”
Ia kemudian menghela nafas dan
berbalik arah.
◇◇◇◇
Saat menyusuri lorong,
Masachika mengetuk pintu ruangan yang ditunjukkan oleh pesan yang barusan
diterimanya dan membukanya. Di sana, pelaku yang memanggil Masachika untuk
datang kemari, Suou Yuki, menoleh ke arah Masachika.
Yuki, yang sedang berjongkok di
depan rak peralatan pengorganisasian, tersenyum seperti bunga yang sedang
mekar. Dia menahan roknya sambil berdiri…. Dan segera setelah itu, dia bergegas
ke Masachika dengan derai-derai sambil menaikkan suara yang manis.
“Ah, Masachika-kuu~un. Ayo
sini~ sini~ ”
Sikapnya yang biasa seperti
nyonya muda dari keluarga ningrat tidak terlihat di mana pun, dan dia
bertingkah sok manis.
Jika ada murid lain melihat
ini, mereka pasti akan terkejut, “Apa tuan putri memakan sesuatu yang aneh !?”,
dan tercengang oleh pemandangan ini tapi, Masachika menunjukkan senyum masam
dan meladeni tingkahnya.
“Maaf ~, apa kamu sudah menunggu
lama~?”
Masachika bergegas dengan cara
yang sama sambil mengangkat suara centil. Mengesampingkan Yuki yang merupakan
gadis cantik, tingkah laku Masachika yang ini secara obyektif sangat
menyeramkan.
Tapi, Yuki sepertinya tidak
mempermasalahkannya dan melanjutkan aktingnya yang lucu.
“Nnn. Emang, aku sudah menunggu
lama, tahu~”
“Hei, kamu ‘kan seharusnya bilang 'Tidak, aku baru saja sampai di sini'
‘kan?”
“Kalian berdua sangat dekat,
ya”
Saat suara dingin datang dari
balik rak yang berjejer di ruangan, dalam sekejap, Masachika berhenti bergerak.
Masih dengan ekspresi membeku,
Ia berderit mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Di sana, mata biru
itu mengintip dari celah antara peralatan yang ditumpuk di rak.
“… .Jadi kamu ada di sini juga,
Alya.”
“Ya aku disini. Aku minta maaf,
oke? Kalau aku mengganggu kalian.”
“Mana mungkin, haha….”
Sambil tersenyum kaku kepada
Alisa, yang mengatakan itu dengan nada nyelekit,
Masachika mengalihkan pandangannya dengan protes kepada Yuki.
Namun, pipi Masachika berkedut
saat Yuki, yang telah sepenuhnya kembali ke sikapnya yang seperti nyonya muda,
tersenyum anggun sambil memiringkan kepalanya.
(Nih
anak, awas saja nanti….)
Masahika punya dorongan untuk menyubit
wajah menyebalkan Yuki, tapi Ia tidak bisa melakukannya di hadapan Alisa. Oleh
karena itu, Masachika pura-pura terbatuk dan menutupinya.
“Ummm… jadi? Kamu ingin aku
membantumu mengatur peralatan? ”
“Iya. Kelihatannya kalau cuma
kami berdua saja yang melakukannya bakal kesulitan…… Boleh aku meminta bantuanmu?
”
“Yah, kurasa aku bisa
membantu…. Aku merasa bahwa aku harus memulai dengan masalah lain terlebih
dahulu dan rasanya tidak enakan ”
“Itu hanya imajinasimu”
“Aku ragu dengan hal itu.”
Masachika menuju ke belakang
bersama Yuki sambil membuat lelucon.
“Alya juga, ayo lakukan yang
terbaik.”
“….Iya”
Alisa membalas tanpa
mengalihkan pandangannya dari peralatan di rak. Sementara Masachika tersenyum
kecut, Ia menerima daftar alat-alat dari Yuki.
“Untuk sekarang, apa kamu bisa mulai
dari sekitar sini?”
“Meja dan kursi lipat.
Memeriksa kuantitas dan kerusakannya, ya. Siap~ ….. Tunggu sebentar, aku sudah
penasaran sejak SMP tapi, apa ini tugas OSIS….? ”
“Entah… tapi, bisa mempermudah
pada saat acara untuk mengetahui peralatan apa yang tersedia, di mana mereka,
dan berapa banyak yang kamu miliki, tahu?”
“Uhuh, itu benar tapi… ini,
kupikir itu tidak masuk akal untuk dua gadis….”
“Untuk jaga-jaga, Ketua OSIS
bermaksud untuk membantu kami nanti tapi ya, Ketua OSIS juga sangat sibuk.”
“Begitu ya.”
Sekali lagi menyadari kurangnya
SDM di OSIS saat ini, Masachika memulai pekerjaannya.
Ia memeriksa jumlahnya persis
seperti yang tertulis di daftar, dan menyingkirkan bantal atau kursi yang robek
dengan penutup kaki yang lepas.
“Mengesankan sekali, kamu
sangat ahli melakukannya..”
“Sepertinya begitu.”
Masachika merasa staminanya
memburuk karena pujian jujur Yuki dan tatapan agak
mengagumi Alisa di punggungnya.
(Ah
~ sial, lenganku mulai nyeri)
Ia tidak menunjukkan
kepura-puraan seperti itu di depan mereka berdua, tapi kekuatan fisiknya pasti
tidak sebanyak dua tahun lalu ketika Ia terbiasa sibuk dengan urusan OSIS.
Lengan dan pinggul Masachika
mulai terasa nyeri setelah berulang kali mengangkat dan menurunkan tumpukan
kursi lipat.
(Aah
~ berat, sulit merepotkan. Aku seharusnya tidak menerima pekerjaan ini begitu
saja. Jika Yuki baru saja menghubungiku sedikit lebih awal ~ Aku bisa saja
menyeret Takeshi ~~ Sekarang aku baru sadar, jika si Ketua OSIS bakal datang,
dia tidak perlu meneleponku, ‘kan?)
Sambil membuat beberapa
komentar kecil di benaknya, Masachika mengubah frustrasinya menjadi energi dan
bekerja dengan sangat cepat. Di belakangnya, suara Yuki memanggilnya.
“Masachika-kun, bisa bantu aku
sebentar tidak?”
“Hmm?”
Saat berbalik, Yuki terlihat
bermasalah, menunjuk ke karton yang ditempatkan di kolom paling atas. Bahkan di
antara gadis-gadis, Yuki berada di sisi yang lebih kecil. Jadi mungkin sulit
bagi Yuki untuk menurunkan barang-barang yang ditempatkan di kolom paling atas.
(Begitu,
jadi kamu memanggilku untuk melakukan pekerjaan fisik dan mencapai
tempat-tempat tinggi, ya)
Yakin akan hal ini, Masachika
menghampiri Yuki dan mengambil kotak kardus itu untuknya.
“Terima kasih banyak,
Masachika-kun.”
“Ya… tunggu, apa ini?”
Tutup yang sedikit terbuka
menunjukkan kotak berwarna-warni yang aneh. Karena penasaran, Masachika
membukanya dan menemukan segala macam alat permainan di dalamnya.
“Permainan dadu dan kartu… Apa
ini? Mengapa berang-barang yang begini bisa ada di sini? ”
“Aku dengar sih kalau
barang-barang ini dulunya milik klub permainan papan yang dibubarkan beberapa
tahun yang lalu. Banyak barang yang dibeli dengan anggaran sekolah, jadi
sekolah menyitanya kembali.”
“Haa ~ jadi begitu…. Tunggu, apa barang ini boleh dipinjam?”
“Tentu saja. Tetapi sebagian
besar murid tidak menyadari kalau barang ini tersedia untuk dipinjamkan, ”
“Kupikir juga begitu. Maksudku,
kamu akan menggunakan barang-barang ini untuk apa? ”
“Untuk pertunjukan festival
sekolah…. Atau peluncuran klub, mungkin? Aku juga sedikit bersenang-senang di
acara kumpul-kumpul beberapa hari yang lalu untuk merayakan kelahiran OSIS
angkatan sekarang.”
“Hmmmm ~, ngomong-ngomong siapa
yang menang?”
“Err ~ Kupikir aku yang
menang?”
“Keliatan jelas,”
“Dan yang kedua ….”
“Kalian berdua, cepat lanjutkan
pekerjaan kalian.”
“Ah, maafkan aku. Alya-san ”
“Baik, permisi”
Terkejut saat mendengar
peringatan Alisa, mereka berdua berhenti mengobrol dan kembali bekerja. Merasa
kapok, Masachika memutuskan untuk tidak memikirkan hal yang tidak perlu dan
fokus pada pekerjaannya.
Untuk sesaat, di dalam ruangan
sunyi senyap. Suara yang terdengar hanyalah suara peralatan yang dipindahkan
dan sesuatu yang tertulis di daftar. Dalam keheningan, bahasa Rusia Alisa mulai
keceplosan.
【Beri
aku perhatianmu juga】
Pukulan kritis di hati
Masachika! Serangan mendadak dan sangat efektif!
(Ngguuuh
~~! Tidak, ini cuma sekilas! Ini cuma sekilas dari secuil eksibisionisme Alya!
Aku tidak perlu menanggapinya!)
Dengan menggigit bibirnya,
Masachika mati-matian berjuang untuk menahan serangan perasaan manis yang
datang. Benar, Alisa hanya menikmati keseruannya.
Alisa hanya bersenang-senang membuat komentar memalukan yang seharusnya tidak
diperhatikan. Dengan kata lain, ini bukanlah perasaan dia yang sebenarnya dan
dia tidak ingin orang-orang bereaksi terhadapnya!
【Beri ~
aku ~ perhatianmu ~, beri ~ aku ~ perhatianmu, beri aku ~】
Tekanannya
.. luar biasa….!
Masachika memuntahkan darah di
dalam hatinya karena mendengar gumaman manis Alisa yang diselubungi seolah-olah
dia sedang bernyanyi. Itu bukan situasi di mana orang bisa mengatakan dia tidak
bersungguh-sungguh lagi.
(Sebaliknya,
bagaimana perasaanmu tentang ini!? Apa kamu tidak merasa malu!?)
Masachika meneriakkan hal itu
di dalam pikirannya tapi, bahkan Alisa juga merasa malu.
(Hnnnnggg—– !!)
Alisa mengerang tanpa suara.
Saat dia berjongkok di depan rak untuk melakukan pekerjaannya, jauh di lubuk
hatinya, Alisa sangat bersemangat dalam berbagai hal.
Dia menoleh ke belakang untuk
memeriksa, meskipun dia tahu kalau gumamannya takkan tersampaikan.
Dia merasa lega setalah melihat
punggung Masachika masih melanjutkan pekerjaannya
(Fu, fuu ~ n. Ia tidak mengerti ~. Ini
juga mudah untuk memahami daya tarik…. Sungguh, dasar cowok yang tidak peka)
Mereka bekerja sambil
memunggungi satu sama lain, tapi dalam kenyataannya, tubuh keduanya gemetaran
karena rasa malu. Tingkah mereka sangat lucu jika dilihat dari samping.
【Beri ~
aku ~ perhatianmu ~, berikan ~ aku ~ perhatianmu ~】
(Gufuh!
T-tidak, masih belum! Masih ada kemungkinan bukan aku orangnya! Mungkin saja
dia meminta perhatian Yuki, lagipula—)
Yuki memanggil Alisa dari pintu
masuk, meskipun dia mungkin tidak menyadari keadaan mereka berdua.
“Alya-san, apa ada masalah?”
Alisa terkejut, tetapi dengan
cepat menutupi penampilan dan nadanya.
“Aah, maafkan aku. Aku tadi
bernyanyi sedikit. ”【Bukan
kamu yang aku maksud】
(–Bukan
dia, oke! Aku tahu itu!)
Masachika hampir terkapar
karena kombo tiga kali lipat tanpa henti. Kaki dan pinggulnya mulai gemetar.
“He-hee~h, lagu Rusia? Lagu
apa?”
Mendengar pertanyaan Masachika,
Alisa tiba-tiba menoleh ke belakang. Dia tampak agak bahagia dan Masachika
bertanya-tanya apa itu cuma imajinasinya saja. Meski tidak tahu kebenarannya,
tapi untuk saat ini, hati Masachika mengalami damage yang tak bisa ditahan lagi.
“Judulnya…”
“Apa, kamu tidak bisa mengingatnya?”
“Ya,… judulnya 'Perasaan yang Tak Tersampaikan'?”
“Ooh….”
Hati Masachika mati dengan selamat karena jawaban yang
diberikan dengan tatapan yang tersipu.
◇◇◇◇
“Dengan ini, kerjaan kita
kurang lebih sudah selesai. Terima kasih atas kerja kerasmu. Terima kasih
banyak, Masachika-kun ”
“Terima kasih, Kamu benar-benar
sangat membantu kami.”
“Ya.”
Sekitar satu jam kemudian,
dengan upaya luar biasa dari Masachika, yang telah mencurahkan hati dan jiwanya
ke dalam pekerjaannya, mereka bertiga meninggalkan ruang peralatan setelah
menyelesaikan pekerjaan jauh lebih awal dari yang direncanakan. Kemudian,
seorang murid laki-laki bertubuh bongsor mendekati
mereka.
“Apa, kalian sudah selesai?”
“Aah, Ketua. Terima kasih atas
kerja kerasmu. Dan ya, berkat bantuan Kuze-kun, kita bisa selesai lebih awal
dari yang dijadwalkan ”
“Ah, jadi kamu yang namanya
Kuze, ya. Aku Kenzaki, Ketua OSIS angkatan sekarang. Aku pernah mendengar
tentangmu, tahu? Aku dengar kamu sangat luar biasa.”
“Uhuh, terima kasih”
Sambil membungkuk ringan,
Masachika menatap cowok di depannya. Tidak perlu yang namanya perkenalan diri, karena
Masachika sudah tahu siapa cowok tersebut.
Anak kelas 2, Kenzaki Touya. Ia
adalah ketua OSIS karismatik yang memimpin OSIS angkatan sekarang di divisi
SMA.
Ia orang berbadan bongsor.
Selain tinggi, bahunya terlihat lebar
dan dada yang tebal, yang membuatnya terlihat lebih besar dari yang sebenarnya
jika kamu melihatnya dari dekat. Sekilas, Ia bukanlah cowok yang tampan.
Sebaliknya, Ia memiliki wajah
yang tampak cukup tua. Ditambah dengan fisiknya, Ia tidak terlihat seperti
murid kelas 2 SMA. (TN : Jadi keinget Juumonji dari anime Mahouka :v)
Namun, alisnya terawat rapi dan
kacamatanya bergaya.
Di atas segalanya, kepercayaan
dirinya yang meluap dari ekspresinya memberinya pesona dan martabat sebagai
seorang pria.
(Sekarang
aku mengerti, Ia benar-benar orang yang berkarisma)
Hanya sekali melihatnya, Ia
akan membuatmu merasa kalau Ia adalah cowok yang dapat diandalkan. Dan secara
alami membuatmu berpikir bahwa jika kamu mengikuti orang ini, semuanya akan
baik-baik saja. Secara lebaynya sih, bisa dibilang kalau Ia memiliki aura
penguasa.
Aku
penasaran cowok macam apa yang bisa menarik empat gadis cantik berspesifikasi
tinggi sendirian, tapi aku akan mengerti jika cowok ini.
Masachika berpikir dengan sangat jujur.
“Kalau begitu, aku akan pergi
sekarang”
“Tunggu dulu. Sangat
disayangkan membuatmu pulang tanpa bisa membalas budi setelah menerima bantuan darimu.
Waktu sangat penting. Jika kamu tidak keberatan, izinkan aku mentraktirmu makan.”
“Umm tidak perlu repot-repot,
perasaanmu saja sudah cukup….”
Masachika merasa enggan
menerima tawaran Touya. Ia hanya merasa sungkan ditraktir makanan oleh Senpai
yang baru saja Ia temui, tetapi pada saat yang sama Ia punya firasat buruk di
kepalanya.
Untuk lebih spesifiknya,
Masachika curiga kalau ini mungkin tujuan sebenarnya dari pemanggilan Yuki.
Yuki membuka mulutnya seolah-olah menegaskan tebakannya.
“Tidak perlu sungkan-sungkan.
Bagaimanapun juga, saat kamu sampai di rumah, kamu takkan punya makanan, ‘kan?
”
“Yuki….”
“Hmm? Kenapa Suou tahu tentang
situasi rumah Kuze?”
Yuki menjawab dengan senyuman
yang jelas ke arah tatapan bertanya yang sangat masuk akal dari Touya dan
Alisa.
“Bagaimanapun juga, kita adalah
teman masa kecil.”
(Tidak,
itu sama sekali bukan jawabannya)
Meski Masachika…. mungkin Touya
dan Alisa juga membuat pernyataan seperti itu di benak mereka, tapi senyum Yuki
begitu kuat sehingga tidak ada yang berani membuat bantahan.
“Begitu ya…. Nah, kalau begitu
kebetulan sekali. Suou dan adik perempuan Kujou juga bisa ikut datang. Ini sebagai
permintaan maafku karena membuat kalian melakukan pekerjaan berat. Anggap saja
hadiah dariku hari ini.”
“Dengan senang hati aku
menerimanya, Ketua.”
“….Aku mengerti. Terima kasih
banyak.”
“Eee~h serius”
Hal berikutnya yang Ia tahu, Ia
harus pergi juga. Sejujurnya, Ia tidak terlalu tertarik, tapi Ia tidak bisa
memaksa dirinya untuk terus-terusan menolak ajakan mereka. Oleh karena itu,
Masachika dengan diam-diam mengikuti mereka.
(Jadi
ini kekuatan dari ketua OSIS, ya….)
Saat memikirkan hal itu dengan
pasrah, Yuki melihat ke belakang dan memberinya senyuman puas. Rupanya, ini
benar-benar tujuan aslinya.
(Jadi
ini taktik dari humas OSIS, ya….)
Masachika mendesah dalam hati.
Mengikuti arus, Masachika mengalihkan perhatiannya ke Alisa yang berjalan di
sampingnya.
“….Apa?”
“Yah, bukan apa-apa.”
“Apa-apaan itu. Biasanya tidak
sopan menatap wajah wanita tanpa alasan, tahu.”
“Maaf.”
Pernyataan Alisa ada benarnya
juga, jadi Masachika dengan jujur merenungkannya
dan melihat ke depan.
(Jadi
ini perlakuan judes dari bendahara OSIS, ya ....)
Masachika memikirkan hal-hal bodoh
sambil melihat ke arah langit yang jauh.
【Sekarang
aku jadi gugup】
Masih dengan tatapan ke arah
jauh, Masachika memuntahkan darah. Ia bisa merasakan kalau Alisa meliriknya
sambil menyeringai, tetapi Ia tidak punya tenaga untuk menanggapinya. MP
Masachika sudah nol.
Masachika mengganti sepatunya
di pintu masuk dan keluar dari gedung sekolahan.
Kemudian setelah beberapa saat,
mereka berpapasan dengan sekelompok klub sepak bola.
Mereka sepertinya telah
menyelesaikan latihan mereka, dan ketika mereka melihat kelompok Masachika yang
terdiri dari empat orang, mereka secara alami menyingkir ke samping.
(Tidak,
mereka hanya melihat mereka bertiga dan bukan aku,)
Bahkan saat mereka berpapasan,
Ia bisa merasakan tatapan mata dari sampingnya. Seperti yang diharapkan, Alisa
paling menarik perhatian.
Lalu Yuki, dan setelah itu
Masachika. Namun, perhatian yang terkumpul pada Masachika adalah, "Siapa
cowok ini", dipenuhi dengan kecurigaan seperti itu.
(Ya,
wajar saja)
Masachika sendiri sadar bahwa
keberadaannya seperti salah tempat, tapi Ia masih merasa sedikit tidak nyaman.
Sebaliknya, seperti yang
diharapkan dari Alisa dan Yuki. Mereka menarik lebih banyak perhatian ketimbang
Masachika, tapi mereka sama sekali tidak terlihat gugup. Mereka berdua bahkan terlihat
tidak peduli dengan tatapan murid lain.
Pemandangan tersebut bahkan tidak
berubah setelah meninggalkan sekolah. Kedua gadis ini bahkan mengumpulkan
perhatian orang-orang yang lewat. Namun, mereka bertiga, kecuali Masachika,
berjalan dengan santai dan memasuki restoran keluarga sekitar sepuluh menit
berjalan kaki dari sekolah.
Mereka dipandu ke meja mereka.
Touya duduk pertama di ujung terjauh, dan Masachika mendesak kedua gadis itu
untuk duduk lebih dulu agar tidak duduk di depannya. Namun…
“Masachika-kun, tolong?”
“Kamu tahu sendiri lah… Alya,
silahkan.”
“Kenapa kamu melemparkannya
padaku”
Yuki merekomendasikan tempat
duduk di depan Touya dengan senyum acuh tak acuh dan Masachika melimpahkannya
kepada Alisa dengan wajah pura-pura tidak tahu. Dengan demikian, ada keheningan
selama beberapa detik. Dan Touya-lah yang memecahkan suasana hening tersebut.
“Duduk saja, Kuze. Kamu
merepotkan karyawan di sini.”
Saat melihat sekelilingnya,
memang ada seorang karyawati berdiri diam, memegang nampan dengan kacamata di
atasnya. Masachika menyerah dan duduk di depan Touya. Yuki dengan mulus duduk
di sampingnya dan Alisa duduk di sebelah Touya.
“.... meski agak terlambat
tapi, Bukannya ini melanggar peraturan sekolah karena mampir dengan memakai
berseragam?”
“Jangan pedulikan itu. Tidak
jarang aku terlambat menghadiri rapat OSIS, keluar untuk makan, lalu pulang.
Itu peraturan sekolah yang sudah lama usang. Lupakan itu dan pesan apapun yang kamu
mau. Pesan apa saja asalkan yang kurang dari seribu yen.”
“Ketua, Kamu benar-benar kehilangan
setengah dari kejantananmu karena kata-kata terakhir itu, tahu?”
“Fuu, kejantanan tak akan memenuhi dompetmu, Suou.”
Kalimat ceria Touya melembutkan
suasana, dan Masachika juga merilekskan bahunya. Tapi, masih terlalu dini untuk
kehilangan fokus. Begitu mereka menyelesaikan pesanan mereka, dan tepatnya
seribu yen/orang, topik pembicaraan langsung beralih ke Masachika.
“Meski begitu, kamu berhasil
melalui semua itu dalam waktu yang sangat singkat, ya. Aku sudah siap-siap
kalau pekerjaan itu akan memakan waktu sampai besok.”
Tepat setelah Touya mengatakan
itu, Yuki segera menimpali.
“Itu semua berkat Masachika-kun
yang melakukan yang terbaik. Seperti yang diharapkan, ada bantuan dari cowok
benar-benar membuat perbedaan. Apalagi jika sudah terbiasa.”
“Kurasa kamu benar.”
“Masachika-kun itu luar biasa.
lho? Ia dapat melakukan pekerjaan fisik dan administrasi tanpa mengeluh, dan Ia
juga sangat pandai dalam bernegosiasi dan menjalin relasi.”
“Hei, Yuki. Kamu terlalu banyak
memujiku. Melebih-lebihkan seseorang juga ada batasannya kali.”
“Hoh, tidak biasanya sampai
membuat Suou memujimu seperti itu. Bagaimana menurutmu, Kuze. Apa kamu tertarik
untuk bergabung dengan OSIS? Kebetulan saja masih ada posisi kosong untuk jabatan
urusan umum.”
Akhirnya
mengungkit hal ini lagi. Masachika memelototi Yuki yang ada
sampingnya, dan kemudian secara resmi memberitahu Touya.
“Maaf, tapi aku tidak mau
menjadi anggota OSIS lagi. Aku sudah mendapat banyak pengalaman saat di SMP
dulu.”
“Begitu ya…. Memang benar
pekerjaan OSIS di divisi SMA lebih melelahkan ketimbang di SMP, tapi itu
sepadan dengan usahanya, oke? Dibandingkan dengan sekolah lain, sekolah kita
memberi OSIS lebih banyak wewenang keleluasaan, dan sejujurnya, ini akan berdampak
besar pada evaluasi pribadimu.”
Perkataan Touya ada benarnya.
Menjadi anggota OSIS di Akaemi Seirei merupakan status yang besar.
Secara khusus, gelar Ketua dan
Wakil Ketua, yang merupakan pusat kelembagaan OSIS, adalah gelar elit absolut
yang melampaui batas kasta sekolah. Belum lagi ada keuntungan mendapat
rekomendasi universitas, itu juga akan sangat penting setelah terjun di
masyarakat.
Lagipula, bahkan ada pertemuan
sosial yang hanya terdiri dari mantan ketua dan wakil ketua OSIS Akademi
Seirei, yang merupakan anggota dari sejumlah besar tokoh penting di lingkaran
politik dan bisnis.
Jika kamu bisa menjalankan OSIS
tanpa masalah selama setahun, hal itu seperti jaminan sukses di masyarakat.
Di sisi lain, jika kamu
menjalankan OSIS dengan buruk dan menyebabkan masalah, Kamu akan dicap sebagai "tidak kompeten". Meski
demikian, masih banyak orang yang mengincar posisi itu, dan cara tercepat untuk
mengambil kursi ketua OSIS dan wakil ketua di semester berikutnya adalah dengan
mengumpulkan banyak pencapaian sebagai anggota OSIS.
“Sayangnya, aku tidak punya
ambisi besar atau aspirasi sebanyak itu. Saat ini aku tidak berencana untuk
melanjutkan ke universitas lain dan memiliki koneksi dengan orang-orang terkenal
tidak terlalu menarik buatku.”
Bagi Masachika, yang hanya
menghabiskan kehidupan sehari-harinya dengan santai tanpa tujuan masa depan,
hal seperti itu tidak ada manfaatnya.
“Jangan bilang begitu, dan ayo
bekerja sama di OSIS. Dan kemudian, mari mencalonkan diri dalam pemilihan lagi,
oke?”
“Jangan seenaknya meningkatkan
permintaanmu begitu saja. Maksudku, bahkan tanpa aku, kamu pasti akan menjadi
Ketua OSIS berikutnya, ‘kan? Lagipula kau adalah mantan ketua OSIS di SMP.”
“Aku ingin bekerja di OSIS
bersamamu, Masachika-kun.”
“Tidak mau. Terlalu
merepotkan.”
Lebih dari 90% cowok di sekolah
kemungkinan besar akan menganggukkan kepala mereka tanpa sadar terhadap
permohonan Yuki, tapi Masachika tidak menggubrisnya. Melihat mereka dengan
lucu, Touya mengelus dagunya.
“Kuze, mengatakan kalau Suou
pasti akan memenangkan pemilihan adalah kesalahan besar, oke? Ada kandidat lain
juga, dan ada adik perempuan Kujou.”
Usai mengatakan itu, Ia lalu menatap
Alisa yang duduk di sebelahnya. Merasa terkejut, Masachika juga menatapnya dan
matanya bertemu dengan tatapan Alisa yang menatapnya dalam diam.
“Alya, apa kamu berencana
mencalonkan diri untuk pemilihan ketua OSIS berikutnya?”
“Ya, Yuki-san dan aku akan
bertarung memperebutkannya di tahun depan.”
Alisa menatap Yuki yang duduk
di seberangnya. Yuki membalas tatapannya dengan senyuman tenang. Masachika
membayangkan bayangan api yang membumbung di belakang mereka berdua.
Seolah-olah ingin mencairkan
suasan yang emmanas, Touya sekarang mengungkit masalah Alisa.
“Kalau tidak salah, adik
perempuan Kujou duduk di sebelah Kuze di kelas, ‘kan. Jadi bagaimana Kuze? Dari
sudut pandangmu.”
Tapi ternyata, itu cuma
menambahkan bahan bakar ke dalam api.
“Bahkan jika kamu bertanya
bagaimana ... Jika aku harus mengatakan dalam satu kata, Ia itu 'sembrono'”
“Hoh?”
Alisa mencemoohnya dengan wajah
berhati dingin, sementara Touya terlihat sangat tertarik.
Alisa melirik Masachika sesaat,
tapi Masachika menyadarinya dan hanya bisa mengangkat bahu.
“Hebat,
terus lakukan dan singkirkan pujian berlebihan Yuki",
itulah yang dipikirkan Masachika.
“Selalu melupakan banyak hal,
dan sikapnya di kelas juga tidak bisa dikatakan baik. Tampaknya lebih cepat
juga untuk mencari nilainya dari bawah ”
“Masachika-kun .. Ia hanya
melakukannya seminimal mungkin saat motivasinya rendah. Tapi Ia selalu berhasil
mendapat nilai yang pas-pasan,”
Yuki segera melakukan bantahan
setelah evaluasi jelek Alisa terhadap Masachika. Alisa mengerutkan keningnya,
dan kobaran api sekali lagi muncul di belakangnya.
“… .Kurasa begitu, aku duduk di
sebelahnya jadi aku tahu nilainya. Bahkan pada kuis, Ia selalu menghindari
ujian remidi. Itu membuatku sedikit terkesan. Andai saja Ia serius berusaha,
bukannya Ia juga bisa mendapatkan nilai tinggi, itulah yang aku pikirkan”
“Bagaimanapun juga,
Masachika-kun pada dasarnya sangat pintar. Ia juga bisa berhasil masuk ke
Akademi Seirei tanpa banyak kesulitan. Ah, aku tahu semua ini karena kita
adalah teman masa kecil.”
“Kuze-kun tidak hanya pintar
tapi juga atletis, namun .. Ia tidak pandai bermain bola. Beberapa hari yang
lalu juga, saat pelajaran basket, jari-jarinya sampai terkilir. ”
“Masachika-kun .. memang tidak
pandai bermain bola sejak Ia masih kecil. Meski aku bilang begitu, aku tidak
dapat berbicara untuk orang lain. Aah, Masachika-kun, favoritmu di pelajaran
olahraga adalah lari marathon, ‘kan? ”
Wuss
wuss wuss
Ada bayangan kobaran api di
belakang Alisa. Bertanya-tanya apakah itu akan mengenainya dan membuat
Masachika berkeringat dingin. Namun kenyataannya, Ia sama sekali tidak merasa
panas.
Yuki anehnya bisa menghadapinya
langsung dengan ekspresi yang dingin dan tenang.
“Te-Terima kasih sudah menunggu
~”
Kemudian, karyawan tersebut
memanggil dengan takut-takut, membawakan pesanan mereka.
Dari semua tempat, dua gadis
cantik yang duduk di sisi lorong memberikan suasana yang tidak biasa, dan pada
saat itu, senyum dari karyawan itu menjadi kaku. Masachika menoleh, dan melihat
kalau dia karyawan tadi yang memegang nampan dan berdiri diam.
Sungguh malang sekali. Dari
sudut pandang si karyawan tadi, hari ini mungkin adalah hari sialnya.
“Oh, makanannya sudah datang.
Untuk saat ini, bagaimana kalau kita mulai makan.”
Mendengar kata-kata Touya,
Alisa dan Yuki menghentikan pertarungan mencolok mereka, dan suasananya
melembut.
Rasa hormat Masachika terhadap
Touya semakin meningkat. Selain itu, kesukaan karyawan terhadap Touya telah
meningkat. Namun, itu tidak akan pernah berkembang menjadi acara romantis
karena Touya sudah punya pacar.
◇◇◇◇
Setelah selesai makan di
restoran keluarga, mereka pergi keluar dan seperti yang diharapkan, langit di
luar sudah gelap.
Sebelum itu, pertama-tama
selama makan mereka melakukan percakapan yang ramah. Pembawa acara, Touya, pada
dasarnya melakukan hampir semua pembicaraan, Yuki mengambil peran sebagai moderator
situasi dengan kemampuan komunikasinya yang tinggi, dan Masachika dan Alisa
sepenuhnya mengambil peran pendengar sehingga situasinya tidak lepas kendali.
Sebagai gantinya, Masachika selalu
diundang untuk bergabung dengan OSIS beberapa kali oleh Touya dan Yuki, tapi
Masachika tidak mengangguk.
“““Terima kasih untuk
makanannya.”””
“Ya”
Setelah Touya selesai membayar,
Ia meninggalkan restoran keluarga. Ketiga junior masing-masing berterima kasih
padanya dan Touya mengangguk dengan rendah hati. Kemudian Ia sepertinya sedang
memikirkan sesuatu sambil berjalan ke tempat parkir.
“Adik perempuan Kujou pulang
jalan kaki, ‘kan. Suou naik kereta seperti aku, kalau Kuze bagaimana?”
“Ah, aku juga akan berjalan
kaki.”
“Gitu ya. Lalu Kuze, tolong
antar adik perempuan Kujou pulang. Aku akan mengantar Suou pulang.”
“Iya.”
Masachika mengangguk patuh saat
penghormatannya terhadap Touya, yang merupakan seorang pria yang bisa
mengatakan hal-hal ini secara alami, telah meningkat. Kemudian, Yuki mengangkat
tangannya dengan hati-hati.
“Umm, Ketua. Aku sangat
menghargai perhatianmu tapi, aku akan memanggil mobil jadi tidak perlu repot-repot
mengantarku.”
“Hmm, begitukah?”
“Iya. Aku akan menunggu di sini
sampai mobil jemputanku tiba, jadi
jangan khawatirkan aku.”
“…. Begitu ya. Sampai jumpa
minggu depan.”
Masachika melihat Touya yang
menjauh dan berjalan menuju stasiun. Kemudian Masachika melakukan kontak mata
dengan Alisa.
“Baiklah, ayo pergi?”
“Ini bukan seperti, kamu harus
repot-repot untuk mengantarku pulang. Tidak apa-apa.”
“Alasan itu tidak akan
berhasil. Ayo pergi. Sampai jumpa, Yuki ”
“Ya, sampai jumpa.”
“Sampai jumpa besok, Yuki-san”
“Ya, Alya-san juga.”
Yuki membungkuk dengan indah
saat berpisah dengan mereka. Masachika dan Alisa mulai berjalan ke arah
berlawanan yang dituju Touya.
“Seberapa jauh rumah Alya
dengan berjalan kaki?”
“Kira-kira sekitar dua puluh
menit.”
“Begitu, kamu pasti banyak
berjalan.”
“Bagaimana dengan Kuze-kun?”
“Aku? Kira-kira 15 menit.
Mempertimbangkan kecepatan berjalan kita, mungkin jaraknya tidak jauh berbeda.”
“Oh”
Lalu, hening. Mereka berjalan
tanpa bisa menemukan topik pembicaraan, dan sedikit lebih jauh dari mereka,
sebuah pintu toko yakitori dibuka. Dari dalam, sekelompok orang yang tampak
seperti karyawan kantoran keluar dari toko tersebut.
“Sheesh, dasar orang-orang dari
divisi pengembangan keparat itu, memangnya mereka pikir kita orang marketing
ini apaan!”
“Pak Kepala, Anda terlalu
banyak minum.”
“Isoyama-san, jangan terlalu
keras-keras, oke?”
Seorang pria paruh baya yang terduduk
dengan wajah dan mata merah berteriak dan berbicara omong kosong, dan beberapa
pria tampaknya bawahannya berusaha menenangkannya.
Jelas sekali kalau Ia sedang
mabuk. Masachika memindahkan Alisa ke sisi dekat jalan dan mencoba berjalan
melewati mereka tanpa melakukan kontak mata.
Namun, saat mereka hendak
berjalan melewati mereka, pria yang dipanggil “Pak Kepala” melihat Masachika
dan Alisa yang kebetulan lewat. Kemudian, mungkin ada sesuatu yang tidak beres
dengannya, ekspresi wajahnya berubah menjadi tidak senang dan mulai berteriak
dengan suara keras.
“Apaaaa? Melakukan hubungan
seksual terlarang pada jam segini? Astaga, pelajar jaman sekarang cuma berpikir
main terus! Tugas pelajar adalah belajar, kaliaaaan dengar itu ~~? ”
“Isoyama-san! Itu tidak baik!”
“Ma-Mari kita sudahi saja o ..
oke?”
“Tutup mulut kalian! Lagipula…
apaan .. Apaan itu? ”
Bahkan tidak mempedulikan
bawahannya yang mencoba menghentikannya, pria tersebut memandang Alisa yang
berjalan di bawah bayang-bayang Masachika, dan mendengus.
“Warna rambut yang bodoh. Aku
ingin melihat wajah orang tuamu. Aku yakin mereka tetap saja sama mencoloknya,
orang tua yang tidak berguna! ”
Kaki Alisa tiba-tiba berhenti
mendengar perkataan pria yang sengaja membuatnya mendengar kata-kata kasarnya.
“Hei, Alya.”
Merasakan kemarahan Alisa,
Masachika mendesaknya untuk mengabaikannya untuk menghindari masalah, tapi
Alisa, masih berhenti berdiri, memandang pria itu dengan mata dingin yang
mengerikan. Dia kemudian meludahinya dengan rasa jijik yang tak tertandingi
dengan omelan yang biasanya dia tujukan pada Masachika.
“Benar-benar tipikal orang
dewasa yang memalukan.”
Suaranya tidak lantang, tapi
anehnya terdengar jelas, bahkan di antara suara keras pria dan bawahannya yang
mencoba menenangkannya. Orang-orang itu berhenti bergerak sejenak seolah-olah
terkejut dengan cara berbicara yang tak kenal ampun.
Namun, pria yang dipanggil “pak
kepala” itu mulai terlihat marah dan melepaskan pengekangan bawahannya, yang
telah kembali ke akal sehat mereka. Dengan langkah kasar, ia lalu mendekati
Alisa.
Sebagai tanggapan, Alisa
berbalik dan menunjukkan sikap tidak mundur tapi…. lebih cepat darinya,
Masachika tiba-tiba menyelipkan dirinya di antara mereka.
Ia kemudian menghadapi pria paruh
baya yang mendekatinya dengan amarah yang tidak bisa disembunyikan, dan tersenyum
lembut. Raut muka yang tidak sesuai dalam situasi ini.
“Sudah lama tidak bertemu, Isoyama-san. Kalau
tidak salah saya berkesempatan menyapa anda di pernikahan kakak laki-laki saya?”
“A .. ah .. ya?”
Pria itu menghentikan
langkahnya, terperanjat oleh sapaan sopan yang tiba-tiba. Dia sepertinya telah
sedikit sadar dari situasi yang tidak terduga dan melihat wajah Masachika
dengan ekspresi kebingungan.
“Saya senang melihat Anda masih
terlihat sehat. Kakak laki-laki saya pernah memberitahu bahwa Anda merupakan
mitra bisnis penting perusahaan kita, jadi saya bisa mengingat Anda dengan
baik.”
“A .. aah, ya”
Pria itu mengangguk sambil
terheran-heran dan kebingungan seolah-olah ingin mengatakan, “Eh? Elu siapa?”.
Namun, saat Masachika menyebut
“rekan bisnis”, ekspresi gelisah mulai muncul perlahan di wajahnya.
Sementara bawahan pria itu dan
Alisa merasa kebingungan dengan situasi yang terjadi, Masachika menunjukkan
senyum lembut dan terus melanjutkan.
“Bagaimanapun ... bahkan di pernikahan
kakak laki-laki saya, Anda sepertinya banyak minum. Saya melihat sepertinya
anda sangat suka minum.”
“Ah, ya, ngomong-ngomong
tentang hal-hal yang aku suka, aku pesta minum akhir pekan ini. Ha ha ha.”
“Begitu rupanya. Ah, dan
ngomong-ngomong dia adalah tunanganku.”
Pergantian peristiwa yang
terlalu absurd. Masachika merangkul pundak Alisa dan tersenyum bangga saat
Alisa membuka lebar matanya dan menatap Masachika.
“Dia benar-benar gadis yang
brilian. Kalau boleh jujur sih, dia
gadis yang terlalu baik untuk saya.”
“Begitu. Memang, dia tampaknya
adalah gadis yang cerdas.”
Bahkan saat kebingungan masih
tampak jelas di raut wajahnya, pria itu membuat penilaian yang berlawanan
seperti sebelumnya dengan senyuman kaku.
Masih menanggapi dengan
senyuman lembut, Masachika menurunkan nada suaranya dengan mata yang
memancarkan cahaya dingin.
“Anda juga setuju? Oh
ngomong-ngomong, ibunya berasal dari luar negeri. Dan dia mewarisi rambutnya
dari ibunya, tahu. Bagaimana menurut Anda? Bukankah itu indah?”
“Ka-Kalau dilihat-lihat, memang
rambut yang indah….”
Melihat wajah Alisa dari dekat,
pria itu pasti menyadari bahwa kata-katanya bukanlah kebohongan.
Pria paruh baya itu tampaknya
sudah tersadar dan canggung. Ia menghadap Alisa dan sedikit menundukkan
kepalanya.
“Err .. Maafkan aku sebelumnya.
Meski aku mabuk, aku mengatakan sesuatu yang kurang ajar.”
Usai melihat ini, Masachika
menarik tatapannya yang tajam dan berkata dengan lembut.
“Saya telah menerima permintaan
maaf anda. Kamu juga, ‘kan? ”
“… ..”
Masachika menatap Alisa dari
balik bahunya, dia tidak mengatakan apa-apa saat memelototi pria itu.
Namun demikian, Masachika
mengangguk setuju. Dia meletakkan tangannya di bahu Alisa seolah menyembunyikan
ekspresinya, dan mendesaknya untuk berjalan.
“Baiklah, kalau begitu kami
permisi dulu.”
Ia kemudian meninggalkan tempat
itu bersama Alisa. Mereka melanjutkan beberapa saat dalam diam. Ketika
orang-orang itu tidak terlihat, Masachika melepaskan tangannya dari bahu Alisa
dan menghela nafas.
“Ya ampun, kamu terlalu
sembrono. Kamu tahu jika kamu mengatakan sesuatu seperti itu kepada seorang
pemabuk, mereka akan langsung marah, ‘kan? ”
“… .Orang tuaku dihina, tahu.
Cuma karena Ia mabuk, bukan berarti aku akan tinggal diam.”
“Seperti yang sudah kubilang, kamu
terlalu sembrono. Bagaimana jika dia memukulmu atau melakukan hal lainnya.”
“Walau aku terlihat begini,
tapi aku juga mempelajari beberapa teknik bela diri. Aku bukan gadis lemah yang
gampang dilukai oleh seorang pemabuk.”
Suara Alisa terdengar datar,
seolah-olah dia masih marah dan dengan paksa menahan amarahnya. Masachika
menggaruk kepalanya bertanya-tanya apa yang harus dilakukan karena Ia juga
mengerti bagaimana perasaannya.
“.... Yah, bahkan pria itu
sudah mengakui kesalahannya. Jadi kamu harus puas dengan itu kali ini.”
“….Aku tahu itu.”
Alisa menghela napas panjang
dan ekspresinya kembali tenang sesuai kata-katanya.
“Ngomong-ngomong, pria tadi itu
kenalanmu?”
“Tidak? Aku sama sekali tidak
mengenalnya.”
“….Hah?”
Saat Alisa menatapnya dengan
ekspresi terperangah, Masachika berkata sambil tersenyum tipis.
“Yah, itu kejutan besar.
Sepertinya penipuan yang berpura-pura menjadi kerabat juga bisa sukses sambil
bertatap muka.”
“Ha-Haaaaah !? Eh, lalu pria
itu benar-benar orang asing? Bagaimana dengan apa yang terjadi di pernikahan
kakak laki-lakimu !? ”
“Tapi aku tidak punya kakak
laki-laki, kok?”
“Wa-wah….”
“Ya, karena Ia sedang mabuk dan
sebagainya, tapi aku juga tidak pernah menyangka bakal berjalan semulus itu. Sejujurnya,
Aku juga sangat gugup tadi. Ha ha ha, utung saja semuanya berjalan dengan
baik.”
Alisa sepertinya merasa sakit
kepala karena tawa kosong Masachika.
“….Kenapa kamu sampai melakukan
itu?”
“Hmm? Nn ~ bagaimana bilangnya
ya ~, sepertinya pria tadi terlalu banyak menenggak alkohol. Aku hanya mencoba
menenangkannya sedikit dengan mengemukakan pembicaraan tentang pekerjaan. Dan
kemudian ada masalah itu juga ... kurasa.”
“Apa itu?”
Masachika melirik Alisa yang
curiga dan mengangkat bahu.
“… .Aku .. dicemooh oleh
kata-kata kasar pria tua itu juga. Aku hanya ingin menakut-nakutinya sedikit.
Untungnya, semuanya tidak semakin runyam dan kita mendaat permintaan maaf
darinya. Soal hasilnya, menurut aku sudah cukup.”
“Haah… Tak dapat dipercaya kamu bisa membuat banyak kebohongan
secara mendadak seperti itu. Kamu .. Kamu memiliki bakat sebagai penipu ulung,
‘kan?”
“Kejam sekali. Kamu berani
berbicara seperti itu terhadap Masachika-san yang murni dan polos ini.”
“… .Ya, ya, murni dan polos.”
“Hentikan. Jangan mengatakannya
dengan pandangan mata kosong seperti itu. Itu jauh lebih merusak secara
mental.”
Mencibir wajah menyedihkan
Masachika, Alisa mulai berjalan cepat ke depan. Setelah Masachika menyusul dan
mengimbangi kecepatan jalannya, Alisa bergumam dengan suara kecil, masih
melihat ke depan.
“….Terima kasih.”
“Yeah.”
Dan Masachika pun menanggapi
sambil tetap melihat ke depan. Setelah itu, tidak ada percakapan di antara
keduanya. Mereka terus berjalan dalam suasana hening, dan tak lama kemudian
mereka berhenti di depan gedung apartemen Alisa.
“Apa di sini tempatnya?”
“Ya, terima kasih sudah
mengantarku,”
“Ya”
Saling berhadapan di depan
pintu masuk, Masachika menggaruk kepalanya sambil memperingatkan Alisa.
“Yah, kurasa kita sedang apes
mengalami kejadian tadi. Namun, saat kamu sendirian, kamu benar-benar harus
mengabaikannya, oke? Semuanya bakal terlambat jika ada sesuatu yang terjadi.”
“Apa? kamu mengkhawatirkanku? ”
“Yeah, aku khawatir. Lagipula, kamu
itu sedikit kikuk dalam hal berinteraksi dengan orang lain.”
Masachika menjawab dengan
menatap langsung ke mata Alisa, yang tertawa seolah mengolok-oloknya.
Alisa mengedipkan matanya
dengan wajah terkejut saat mendengar balasan jujur Masachika. Dia kemudian
menggumamkan sedikit “Begitu ya”.
Dia kemudian berbalik dan
meliirik kembali ke pintu masuk melalui bahunya.
“….Aku mengerti. Aku akan ..
lebih berhati-hati.”
“Baik. Kalau begitu tolong
lebih berhati-hati nanti.”
“….”
Setelah berjalan beberapa
langkah, dia berhenti di depan pintu otomatis. Tanpa berbalik, dia lalu
memanggil Masachika.
“Nee, Kuze-kun.”
“Hmm?”
“Apa kamu benar-benar …....
tidak mau bergabung dengan OSIS?”
“Oh ayolah, bahkan kamu juga?”
“Jawab aku.”
Masachika berhenti memasang
ekspresi jenakanya saat mendengar suara tegas Alisa yang takkan memafkan adanya
kejahatan atau tipu daya. Ia kemudian menjawab dengan suara tegas yang sama,
agar tidak meninggalkan harapan yang tersisa.
“Ya, aku tidak akan bergabung
dengan OSIS.”
“….Jika—”
Namun, Alisa tidak gentar.
Suaranya terdengar sedikit lebih tidak sabaran saat terus berbicara.
“Bagaimana jika aku—”
Tapi, kata-katanya berhenti di
sana. Setelah beberapa detik terdiam, Alisa berkata, “tidak”.
“Bukan apa-apa. Selamat malam.”
“Ya, malam juga.”
Alisa kemudian langsung masuk
ke gedung apartemennya. Setelah melihat sosoknya masuk ke dalam apartemen,
Masachika juga berbalik. Ia menatap langit malam dan bergumam pada dirinya
sendiri, tertawa sinis.
“… .Aku ingin tahu apa yang
mereka harapkan dariku ~? Alya, dan Yuki juga.”
Masachika bisa menebak apa yang
akan dikatakan Alisa. Ia mengetahuinya, dan berpura-pura tidak menyadarinya.
“Tidak .. tidak ada yang bisa aku
lakukan tentang itu”
Masachika mengejek dirinya
sendiri, dan berjalan pulang dengan perasaan suram yang aneh.
◇◇◇◇
“Aku pulang ~”
Ketika Masachika kembali ke
apartemennya sendiri setelah mengantar pulang Alisa, Ia mengerutkan kening karena
melihat sepatu yang berjejer di pintu masuk.
Satu-satunya yang tinggal di
apartemen ini hanya dua orang, Masachika dan ayahnya, yang bekerja sebagai
diplomat dan saat ini berada di luar negeri karena urusan pekerjaannya.
Namun, ada sepasang sepatu di
lantai yang bukan milik Masachika atau ayahnya.
(Bukannya
kamu bilang kalau kamu akan pulang….)
Sambil mengerutkan alisnya,
Masachika menuju ke ruang tamu. Saat Ia membuka pintu ruang tamu, di sana sudah
ada Yuki dengan rambutnya yang dikuncir ala ponytail,
berpakaian sangat santai dengan kaos lengan panjang dan celana olahraga pendek.
Dia sedang duduk di kursi dan menonton anime di televisi, bertindak seolah-olah
kalau itu merupakan tempatnya sendiri.
“Ah, selamat datang kembali ~.
Apa kamu sudah mengantar pulang Alya-san? ”
“Kamu, kenapa kamu ada di sini?”
“Eh? Itu karena mulai hari ini,
aku akan tinggal di sini.”
“Tidak, aku tidak pernah
mendengar hal ini, tahu.”
“Yah, karena aku memang tidak
pernah mengatakannya.”
Yuki mengatakan ini tanpa rasa
malu sembari masih asyik menonton televisi.
Penampilan dan sikapnya adalah
gambaran sempurna dari nyonya muda keluarga terpandang - seperti yang dia
tunjukkan di sekolah. Sebuah perubahan 180 derajat jika seseorang melihat ini
untuk pertama kalinya, mereka mungkin salah mengira kalau dia adalah orang
lain.
Kemudian anime yang Yuki tonton
berakhir, dan iklan mulai diputar.
Iklan tersebut menayangkan
berita film adaptasi live-action berdasarkan manga fantasi gelap yang terkenal.
Menunjuk kea rah iklan itu, Yuki tiba-tiba berbicara.
“Ah, aku akan melihat ini besok.”
“Hmm~”
“Tidak, kamu juga ikutan
nonton.”
“Aku tidak pernah mendengar
tentang ini.”
“Aku tidak mau mendengar adanya
penolakan.”
Mengeluh pada Yuki yang sama
sekali tidak tahu malu, Masachika melirik iklan itu.
“Ngomong-ngomong, bukannya kamu
berada di faksi oposisi yang menentang adaptasi live-action seperti ini?”
“Tahan dulu omonganmu itu!”
Yuki tiba-tiba berteriak sambil
mengangkat telapak tangannya saat mendengar ucapan Masachika, dan mulai
berbicara dengan cepat.
“Aku tahu. Aku tahu dari saat
castingnya, 8/9 dari 10 itu ranjau
darat! Sejujurnya, PV tersebut tidak memberikan kesan apa-apa selain firasat buruk! Tapi
menurutku, tidak supan mengkritiknya tanpa benar-benar menontonnya. Mungkin itu
bukan ranjau darat. Mungkin saja ada berlian yang terkubur menunggu untuk
ditemukan di sana! Aku tahu. Karena ada orang seperti aku yang mau mengeluarkan
uang untuk itu, ada begitu banyak film live-action buruk di luar sana, aku tahu
itu. Aku tahu semua itu!! ”
“Tidak, ketegangan ini. Apa-apaan
dengan ketegangan ini? Ketegangan ini mirip seperti seolah-olah kamu akan
mengakui sebuah rahasia yang seharusnya tidak aku ketahui.”
“Aku tahu! Kalau onii-chan-ku
dan aku sebenarnya tidak punya hubungan darah. Aku .. tahu semua itu, lho!? ...
tunggu, apa yang kamu ingin aku katakan ~. Kita punya ikatan darah yang
kuaaaat, ‘kan ~”
“Mengatakan kita punya ikatan
darah yang kuat, kekuatan kata memang tidak bisa diremehkan.”
“Yah, maksudku… ada juga yang
seperti itu, ‘kan? Dikira saudara kandung, tapi ternyata sebaliknya, mereka sebenarnya
adalah sepupu~ sesuatu seperti itu. Dalam situasi itu, bukannya kamu akan bilang
kalau mereka punya hubungan darah?”
“Aaah ~ memang ada yang begitu.
Hubungan yang aman karena mereka sepupu dan bukan saudara kandung.”
“Tentu saja ada. Kamu benar-benar
tidak mengerti sama sekali.”
“Mengerti apa?”
Ketika Masachika memiringkan
kepalanya dengan bingung, Yuki tiba-tiba membuka lebar matanya dan berteriak
sambil meraih kerah baju masachika.
“Dasar bodoh !! Itu tidak
masalah karena mereka adalah saudara yang punya hubungan darah, ‘kan !! ”
“Tidak masalah gundulmu!?”
Suou Yuki. Di sekolah, dia
hanyalah teman masa kecil Masachika, begitulah settingannya. Tapi nyatanya, dia
adalah teman otaku Masachika dan…… hak asuhnya diambil ibunya saat orangtua mereka
bercerai, dia sebenarnya …….adik kandung Masachika.
<<=Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>