Chapter 8 — Yeah, Aku mengerti
“Haaah…. Gadis itu, bukannya dia semakin lama semakin ngelunjak saja
….? ”
Sepulang sekolah, Masachika
bergumam begitu setelah melihat pesan yang Ia terima dari Yuki.
Dia harus pergi berbelanja
untuk kebutuhan tugas OSIS tapi karena punya urusan mendadak, jadi dia meminta
Masachika untuk pergi menggantikannya.
『Nii-ni,
kumohooooooon ♡』
“….”
Masachika merasa agak kesal dan
lelah di bagian terakhir pesan, yang secara licik cukup genit untuk membuatnya
merasa sedikit bahagia.
“Baiklah, jadi pergi atau tidak?
Kurasa aku akan pergi tapi…. ”
Masachika membalas dengan lugas
『Siap』 sambil menggerutu.
『Yaaay,
daisuki dayo onii-chan ♡』
“Yeah, yeah”
Sambil tersenyum kecut pada
stiker hati yang menari dengan liar dan dikirim berturut-turut, Masachika
memasukkan smartphone-nya ke dalam sakunya dan menuju ke ruang OSIS.
Masachika punya sisi selalu
merasa tak tega menolak permintaan adik perempuannya. Sampai-sampai takkan
terasa aneh jika orang lain memanggilnya siscon bila mereka melihat perilakunya
ini.
“Permisi.”
Masachika mengetuk pintu ruang
OSIS dan membukanya. Di dalam ruangan, ada dua orang.
“Masuklah, Kuze. Aku minta maaf
karena membuatu datang jauh-jauh untuk membantu kami lagi.”
“Yah, aku datang hanya untuk
menggantikan Yuki.”
Salah satu orang di ruangan
tersebut adalah ketua OSIS, Kenzaki Touya. Dan yang lainnya….
“Ooh? Jadi kamu yang namanya
Kuze-kun, ya? Aku Maria Mikhailovna Kujou. Aku kakak perempuan Alya-chan dan
sekretaris OSIS. Senang berjumpa denganmu oke ~? ”
“Ah, sama-sama. Alya selalu
membantuku terus.”
Maria menyapanya dengan senyuman
lembut dan ceria. Sebagai tanggapan, Masachika membungkuk sedikit sambil berpikir,
“Kedua saudari ini benar-benar punya aura
yang sangat kontras, ya”.
“Hari ini kudengar akan
berbelanja dengan Kujou-senpai ...”
“Kamu bisa memanggilku Masha,
oke? Teman Alya-chan adalah temanku juga~”
“Ah iya….”
Sambil berpikir “Di-Dia orangnya gampang bergaul”,
Masachika tersentak ke belakang sedikit pada Maria yang berlari ke arahnya
sambil tersenyum lebar.
“Masha-senpai atau Masha-san ~,
yang mana saja tidak masalah, oke? ~”
“Uhuh… kalau begitu, Masha-san.”
Masachika mengalihkan pandangannya
dengan malu-malu. Setelah akhirnya di depannya, Maria menggenggam tangan kanan Masachika
dengan kedua tangannya dan menggoyangkannya dengan ringan ke atas dan ke bawah.
“Mm-hmm, senang bertemu, denganmu….”
Jika ini dalam acara jumpa fans
dengan idol, ekspresi Maria yang berjabat tangan sembari tersenyum bisa membuat
seorang cowok menjadi tawanan cinta dalam sekejap. Tapi, ekspresinya mendadak
berubah serius begitu melihat wajah Masachika dari dekat.
Mata menyipitnya yang biasanya
memberikan perasaan lembut sekarang terbuka lebar-lebar, dan senyumannya yang
ramah benar-benar menghilang dari wajahnya.
“Ad-Ada apa?”
Masachika secara tidak sadar
mencoba untuk mundur karena terkejut dengan perubahan sikap Maria, tapi Ia
hanya bisa mundur satu langkah karena tangan kanannya digenggam dengan kekuatan
yang tidak terduga.
“Kuze-kun…. Bagaimana cara
penulisan nama aslimu? ”
“Eh? Masachika (政 近)… Masachika (政 近) yang ditulis dengan kanji Sei
(政) dalam kata Seiji (政治) dan kanji Chika (近) dalam kata Chikai (近 い)” (TN : Arti kanji di nama Masachika, (政) : Pemerintahan, Politik. (近) : Dekat)
“Masa .. chika…”
Maria menatap lekat-lekat wajah
Masachika dengan ekspresi yang sangat tajam, seolah-olah tatapannya bisa
menembus lubang di wajah Masachika.
Ditatap begitu dekat sementara
tangannya digenggam dengan kedua tangan oleh Senpai berparas cantik yang baru Ia
temui untuk pertama kalinya membuat Masachika sangat gugup, dan Ia mulai merasa
tidak nyaman.
“Apa ada yang salah? Kakak perempuan
Kujou. Apa ada sesuatu yang menghantui punggung Kuze?”
“Ketua, jika kamu ingin
mengatakan sesuatu seperti itu, seharusnya 'Apa
ada sesuatu yang menempel di wajahnya?'”
“Ooh, kamu pandai tsukkomi ya, Kuze”
Touya mengulurkan uluran tangan
dan Masachika segera meraihnya. Touya memujinya sambil mengacungkan jempol pada
balasan cerdiknya.
Saat melihat acara melawak yang
tiba-tiba itu, Maria berkedip perlahan dan mulai menunjukkan senyum lembutnya
yang biasa.
“Aah, maafkan aku. Aku terlalu
asyik berpikir 'Jadi ini temannya
Alya-chan ~' ”
Maria segera melepaskan
tangannya, dan meletakkan tangannya di pipinya sambil memiringkan kepalanya
meminta maaf. Seolah-olah ingin menenangkan diri, dia lalu bertepuk tangan lalu
berbicara.
【Baiklah, ayo kita pergi】
Masachika mengedipkan matanya
pada penggunaan bahasa Rusia yang mendadak. Tentu saja maknanya telah disampaikan
kepadanya, tapi Ia tidak dapat menganggukkan kepalanya di sini karena Ia
berpura-pura tidak mengerti bahasa Rusia kepada adik perempuannya, Alisa.
“Maaf, tapi apa yang kamu katakan
tadi?”
Saat Masachika bertanya balik
dengan wajah melongo, mata Maria melebar sesaat kemudian dia langsung tersenyum
lagi.
“Maaf, aku cuma bilang 'ayo kita pergi'”
“Aah, oke.”
“Baiklah Ketua, kami pergi dulu~.”
“Ya, aku mengandalkanmu.”
“Kalau begitu, permisi.”
“Aku juga mengandalkanmu,
Kuze-kun.”
“Iya.”
Sambil membungkuk sedikit,
mereka berdua meninggalkan ruang OSIS.
“Kita akan pergi berbelanja
persediaan, kan? Meski aku belum sempat bertanya pada Yuki mengenai
rinciannya.”
“Benar sekali~ ruang OSIS
menggunakan banyak barang, tahu ~”
“Uhuh ... di SMP, OSIS biasanya
memesan keperluan sekaligus untuk sesuatu seperti ini, tapi sepertinya di SMA
kelihatannya berbeda, ya?.”
“Kami juga melakukan itu untuk
barang habis pakai, oke ~? Tapi bagaimanapun juga itu adalah ruang OSIS yang
kami gunakan. Bukannya kita ingin menambahkan sedikit warna kita sendiri? Kamu
harus memilih sesuatu dengan mata kepalamu sendiri. Misalnya saja, teh. Kamu
tidak bisa memilih yang bagus tanpa mencium aromanya.
“Ooh, jadi seperti itu…. Jika begitu
masalahnya, aku merasa bimbang apa tidak masalah bagi orang luar seperti aku untuk
semakin terlibat,”
“Kurasa begitu ... lalu,
bukannya tidak ada masalah jika Kuze-kun juga ikut bergabung dengan OSIS?”
“Yah, aku tidak tertarik dengan
itu.”
“Masa? Sayang sekali~ ”
Masachika tersenyum kecut
padanya sambil mengangkat bahunya yang sepertinya benar-benar mengecewakan.
“Kalau begitu, kurasa aku akan
melakukan yang terbaik sebagai pembawa belanjaan.”
“Ya, tolong lakukan, oke ~?”
Sebagai
orang luar organisasi, kurasa aku akan melakukan yang terbaik menjadi pembawa
bagasi ketimbang memberikan pendapat yang buruk ... itulah
yang Masachika pikirkan, tapi pemikiran semacam itu ternyata sedikit naif.
“Aromanya sangat harum ~. Untuk
saat ini, aku akan menguji semua jenisnya—”
“Tidak, harusnya tidak boleh ada
aroma begitu di ruang OSIS, ‘kan? Tolong lakukan hal semacam ini di kamarmu
sendiri,”
“Ya ampun~ boneka kucing-kucing
ini terlihat seperti Alya-chan! Ah, benar juga. Bagaimana kalau kita menyusun
deretan boneka binatang yang mewakili semua anggota OSIS?”
“Tempat dreamland macam apa yang mau kamu buat! Mengesampingkan anggota
gadis yang lain, pasti Ketua merasa tidak betah bila ada benda-benda seperti
itu di ruang OSIS!”
“Ah, boneka singa berkacamata
di sini adalah presiden~”
“Tidak, seperti yang kubilang….
Tung— , mereka sangat mirip!”
“Kalau yang ini——.”
“Tidak, mereka memang mirip,
tapi tetap saja! Boneka binatang di ruang OSIS biasanya dilarang, ‘kan!”
“Eeeeh~”
“Tidak, akulah yang seharusnya bilang
'Eeeeh ~'”
“Muu…. Aku mengerti. Tapi kucing-kucing ini lucu, jadi aku akan mebeli
satu untuk diriku sendiri.”
“Aah, kamu tidak boleh menaruhnya
di kwitansi yang sama! Kamu nanti akan dimarahi oleh Alya!”
Masachika punya firasat buruk
saat Maria masuk ke toko mewah tanpa ragu-ragu pada satu titik tetapi itu lebih
dari yang dia bayangkan. Jiwa bebas Maria terbang jauh melampaui imajinasi
Masachika.
Maria mencari ke mana-mana, dan
mencoba dengan serius membeli barang-barang yang jelas-jelas tidak sesuai untuk
ruang OSIS. Selain menjadi pembawa belanjaan, Masachika melakukan yang terbaik
untuk membuat segala sesuatunya tidak melebar kemana-mana.
(Tidak bagus, orang ini terlalu bebas. Apa dia selalu seperti ini?
Jika itu masalahnya, pasti cukup menyebalkan bagi Alya, ya)
Entah bagaimana berhasil
membeli item yang diperlukan, Masachika benar-benar kelelahan secara mental
saat mereka menuju ke toko teh terakhir. Sambil memenuhi perannya sebagai
pembawa belanjaan seperti yang sudah Ia nyatakan sebelumnya, Ia melihat ke arah
Maria yang berjalan sambil memeluk boneka kucing di pelukannya.
Jangankan anak SMA,
berjalan-jalan di pusat kota sambil memeluk boneka binatang tampaknya menjadi
rintangan yang cukup berat bagi bocah SD, tapi anehnya, rasanya tidak terlalu
aneh ketika Maria yang melakukannya.
(Uhuh, ya… rasanya seperti, 'Hei boneka kucing, gantian tempat
sebentar dong')
Melihat kepala boneka kucing
terjepit oleh bukit kembar membuatnya secara tidak sadar berpikir begitu….
Segera, Masachika menggigil kedinginan saat wajah Alisa yang menatap jijik
seperti sampah muncul di benaknya.
(Apa boleh buat ‘kan .... Jika ada sesuatu yang begitu menakjubkan
terjadi di depan matamu, mana mungkin
ada cowok yang takkan melihatnya. Karena itu salah satu sifat menyedihkan para cowok)
Masachika meminta maaf kepada
Alisa yang ada di dalam kepalanya, membuat alasan dalam dialek Kansai karena
suatu alasan.
“Tempatnya di sini, Kuze-kun~”
“Ya! Maafkan aku!”
“…? apa ada yang salah?”
“Tidak, umm, ya. Bukan apa-
apa….”
Melihat Masachika yang
menundukkan kepalanya, Maria hanya membalas “Hmm ~?”, sambil memiringkan kepalanya
dengan rasa penasaran dan pergi ke dalam toko.
“Umm, Masha-san. Seperti yang
diharapkan, biar aku saja yang memegangnya untukmu.”
“Aah, makasih ~. Kalau begitu,
jaga baik-baik Alya-nyan, ya ~? ”
“A-Alya-nyan….”
Masachika menerima boneka
kucing dari Maria sementara wajahnya berkedut karena penamaan yang agak
mengerikan.
(…. Tunggu, aku sudah memeganginya, tapi aku akan difoto!)
Jika melihat ada gadis SMA
memegangi boneka, tanggapan orang-orang biasanya cuma memberikan senyum masam.
Tapi beda lagi ceritanya jika ada cowok SMA yang memegang boneka, kamu pasti
akan diperhatikan dengan seksama. Ini adalah kasus di mana tidak melakukan
kontak mata itu penting. Tapi….
“Ya ampun ~ itu benar-benar
cocok untukmu ~”
“Selera macam apa yang kamu
miliki.”
Masachika penasaran, apa yang
menarik hati Maria yang tersenyum begitu bahagia dan dari semua hal,
mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk mengambil fotonya (mencoba untuk
meninggalkan catatan).
“Katakan Cheese~”
“Nuh-uh, aku tak akan
membiarkanmu, oke?”
“Eeeh ~ tidak ada salahnya ‘kan
~”
Masachika memblokir lensa
kamera ponsel Maria dengan tas belanja di tangannya. Di luar titik ini,
Masachika tidak lagi ragu-ragu untuk membalas sindiran Senpai-nya ini.
“Lihat, kamu mau mencari teh, ‘kan?”
“Aah, itu benar. Tenchou-san~ ”
Entah bagaimana berhasil
menghindari difoto, Masachika berdiri di sudut toko dan mengawasi Maria.
Maria sepertinya pengunjung
reguler di toko ini, dan dia mencoba aroma daun teh sambil membicarakan sesuatu
dengan Tenchou, yang sepertinya adalah kenalannya.
“Kuze-kun, menurutmu mana yang
bagus?”
“Yah, aku tidak tahu apa-apa
mengenai teh. Lagipula, aku jarang meminum teh.”
Mungkin khawatir kalau
Masachika bosan menunggunya, Maria meminta pendapatnya tetapi Masachika dengan
sopan menolak.
(Jika itu Yuki, aku yakin dia bisa membahasnya dengan baik, terutama
dalam situasi seperti ini)
Sebagai putri keluarga Suou,
Yuki pasti memiliki pengetahuan yang baik tentang merek teh.
Saat Ia memikirkan hal ini,
sepertinya dia akan diizinkan untuk mencicipi teh yang dia minati. Seorang
karyawan wanita datang dari bagian belakang toko, membawa beberapa cangkir
kertas yang diletakkan di atas nampan.
“Nnn ~ enak. Mumpung kita di
sini, bagaimana kalau Kuze-kun ikut mencobanya juga?”
Usai menyicipi rasa dari salah
satu cangkir kertas, Maria tersenyum lebar dan memberi isyarat kepada
Masachika. Situasi ini menyentuh hati Masachika.
(Ini-ini .... Peristiwa ciuman tidak langsung!)
Suatu
peristiwa di mana kamu dengan acuh tak acuh diberikan gelas atau botol minuman,
yang isinya sudah dikonsumsi sebagian, oleh seorang gadis. Sebuah peristiwa
yang menyebabkan banyak protagonis romcom tersipu malu, dan memberikan sedikit
kebahagiaan sebagai ganti banyak rasa malu!
(Namun, aku berbeda)
Dalam
acara semacam ini, Kamu akan kalah jika merasa malu; Kamu akan kalah jika kamu
ke-GR-an; dan aku sepenuhnya menyadarinya. Ya, kamu harus cerdik di saat-saat
seperti ini. Kamu harus melalui ini dengan gaya! (TN :
GR = Gede Rasa)
“Baiklah kalau begitu….”
Dengan tekad seperti itu,
Masachika meletakkan tas belanjaan yang dibawanya dan dengan langkah yang stylish (menurut standar Masachika), Ia
berjalan mendekati Maria—-
“Ya, cobalah ini.”
“Terima kasih-ssu” (TN: Tau karakter gobta dari anime ke isekai jadi slime?
Bayangin aja cara bicara gobta yang setiap akhir kalimat ditambah kata-ssu XD)
Dan karyawan wanita itu
menawarinya cangkir baru, dan Masachika menerimanya dengan senyuman. Rupanya,
dari awal meang disiapkan untuk dua orang. Ini benar-benar toko yang penuh
perhatian dan murah hati. Namun, pertimbangan semacam itu tidak terlalu disukai
Masachika.
(Nuooooooooooo—– !! Ini .. bukan !! Aku seharusnya minum .. gelas
yang itu !!)
Masachika menyesap teh dengan
senyum terpampang sambil menderita di dalam batinnya.
“Gimana? Enak, ‘kan? ”
“Yessu, benar-benar enak-ssu”
“Iya ‘kan~”
“Yessu, yessu”
Masachika menggeliat aneh di
dalam batinnya. Beginilah bila otakmu dipenuhi denga hal-hal otaku, yang tidak
bisa membedakan antara kenyataan dan dua dimensi.
◇◇◇◇
“Ooh, kalian sudah kembali.
Terima kasih atas kerja kerasmu… dan, kamu membawa sesuatu yang luar biasa di
sana.”
Touya, yang sedang mengerjakan
tugas dokumen di ruang OSIS, menunjukkan senyum masam saat melihat Maria
memegangi boneka kucing.
“Imut, ‘kan?”
“Yah, imut sih tapi…. Apa kamu berniat
akan menaruhnya di ruang OSIS? ”
“Eh~ boleh~?”
“Tidak, tolong jangan sampai
melakukan itu.”
“Ketua, di mana aku harus
meletakkan ini?”
Masachika bertanya sambil mengangkat
tas belanjaannya. Touya bangkit dari mejanya lalu datang menghampiri untuk
melihat isinya.
“Biar kulihat-lihat dulu…. Ya,
sepertinya persediaan yang biasa. Kamu benar-benar sangat membantu, Kuze. Aku
tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku mempercayakan semuanya pada kakak
perempuan Kujou …. ”
“Ruangan OSIS akan berubah
menjadi taman dreamland.”
“….Begitu rupanya. Ya, aku
sangat senang. Terima kasih.”
Mungkin setelah menebak banyak
hal dengan melihat Maria yang memegang boneka, Touya menepuk bahu Masachika
dengan ekspresi lembut.
“Bagaimana dengan itu, Kuze.
Kenapa kamu tidak ikut bergabung dengan OSIS?”
“Umm kalau masalah itu…. jika hanya
membantu sesekali, aku tidak keberatan.”
“Kalau begitu maumu, bagaimana
kalau kamu menjadi anggota di nama doang ? Aku takkan mengatakan apa-apa jika kamu
tidak mau,”
“Aah, Kakak Kujou juga ikut
mendukung, ya.”
“Umm kalau jadi anggota di
namanya saja …. Aku tak berpikir kalau bukan seperti itu cara kerjanya. Maksudku,
aku mengerti jika Yuki yang bertanya, tapi kenapa Ketua sangat ingin membuatku
bergabung?”
Ketika Masachika bertanya
dengan curiga, Touya mengelus dagunya dengan ekspresi seolah berkata, “Sebaliknya, menurutku inilah yang aneh.”
“Hmm…. Justru sebaliknya, kenapa
Kuze tidak ingin bergabung dengan OSIS? Aku merasa kalau tidak mau melakukan pekerjaan
yang melelahkan bukanlah satu-satunya alasanmu menolak ajakan bergabung iya,
‘kan?”
“… .Aku .. bukan seseorang yang
layak menjadi anggota OSIS.”
Aku
sama sekali tidak pantas …..memperoleh posisi itu saat aku tidak memiliki
keinginan yang kuat untuk meraih posisi itu, atau kesiapan untuk memikul
tanggung jawab yang menyertai posisi tersebut. Saat Masachika
tersenyum getir dan ekspresinya mulai suram, Touya mengangkat alisnya,
memiringkan kepalanya dengan ragu dengan “Hmm?”.
“Aku tidak berpikir kalau kamu
itu bukan orang yang layak. Lagipula, bukannya kamu memiliki rekam jejak yang
bagus sebagai wakil ketua di OSIS SMP?”
“Aku dapat mengatakan ini
dengan yakin karena pernah mengalaminya. Lagipula dari awal, aku menjadi Wakil
Ketua OSIS hanya karena Yuki memintaku. …. Dan bukan karena aku punya keinginan
untuk mendapatkan posisi itu.”
“…. Hmm, dan memangnya ada yang
salah dengan itu?”
“Eh?”
Masachika tanpa sadar
mengangkat suaranya saat mendengar ucapan Touya yang terheran-heran. Touya
kemudian menyeringai, dan berbicara dengan dadanya yang membengkak dengan
bangga.
“Bahkan aku menjadi ketua OSIS
demi bisa membuat gadis yang aku sukai mau melirikku, tahu? Aku akan mengatakan itu lebih dari motif
yang tidak murni daripada motifmu! Ha ha ha!”
“Eh? Ap-apa benar-benar itu
alasannya?”
Masachika terkejut dengan
pernyataan berani Touya seolah-olah tidak ada yang perlu merasa malu. Saat
Masachika membuka lebar matanya karena terkejut, Touya mengoperasikan
smartphone-nya dan menunjukkan satu foto padanya.
“Lihat ini.”
“….? Umm, apa ini adik
laki-lakimu? ”
“Itu aku saat kelas 3 SMP
dulu.”
“Eh !?”
Kalau secara blak-blakan, foto yang
ditampilkan di sana adalah cowok yang sangat tidak menarik dan gemuk yang sama
sekali tidak mirip seperti Touya saat ini.
Rambutnya tidak rapi;
kacamatanya ketinggalan zaman; dan wajahnya dipenuhi jerawat.
Ditambah pula, caranya
meringkuk tubuhnya yang besar secara horizontal dan vertikal seolah-olah Ia
tidak yakin pada dirinya sendiri, kesan rendah diri yang kuat, dan bahkan tidak
ada sedikitpun kemiripan dengan Touya yang sekarang.
“Seperti yang sudah kamu lihat
sendiri, dua tahun lalu aku adalah tipikal cowok suram. Nilaiku jelek dan aku
juga tidak pandai berolahraga. Sejujurnya, aku tidak terlalu suka pergi ke
sekolah tapi…. terlepas dari kenyataan kalau aku tidak layak untuk itu, aku
jatuh cinta dengan salah satu dari dua gadis tercantik di angkatanku. ”
“Dan dia adalah….”
“Ya, Wakil Ketua OSIS sekarang.
Sarashina Chisaki.”
Fakta bahwa Ketua dan Wakil
Ketua OSIS berpacaran sudah menjadi buah bibir di sekolah. Sampai-sampai
Masachika, yang tidak tertarik dengan ghibah
seperti itu, bisa ikuta mengetahuinya.
Namun, hingga saat ini
Masachika mengira kalau dua elit dari kasta teratas sekolah berpacaran karena
pilihan. Ia tidak menyangka kalau Ketua OSIS berkarisma itu dulunya berasal
dari kasta terendah sekolah. (TN : Tuh, bagi yang sedang mengejar cewek idaman kalian,
kalian perlu ngerubah diri demi bisa menjadi cowok layak dan baru deh dilirik
sama cewek pujaan hati elu XD)
“Jadi, aku berusaha mati-matian
untuk menjadi cowok yang layak menjadi kekasihnya. Bahkan aku memenangkan
posisi ini sebagai Ketua OSIS adalah bagian dari itu. Bagaimana menurutmu? Niat
yang tidak murni, ‘kan?”
“Ha ha ha…. Ya, kurasa
begitu….”
Adapun Masachika, Ia hanya bisa
tertawa setelah diberitahu sampai sejauh ini olehnya dengan begitu percaya
diri. Saat Masachika hanya tersenyum kecut tidak tahu harus berkata apa, Touya lanjut
berbicara.
“Itu sebabnya, ya ... Tidak
peduli motif apa yang menjadi alasanmu. Bahkan kakak perempuan Kujou di sana
juga bergabung dengan OSIS karena dia diundang oleh Chisaki.”
“Benarkah?”
“Itu benar, loh? ~ Yah,
sebagian lagi karena aku memang tertarik,”
Maria menegaskan itu dengan
senyum lembut di wajahnya. Kemudian wajah Maria menjadi sedikit serius, dan
berbicara seolah menegurnya dengan lembut.
“Dengar .. Aku pikir tidak
masalah motifnya, selama kamu
meninggalkan hasil yang bagus maka tidak masalah. Baik untuk cinta atau
persahabatan, tidak masalah selama kamu melakukan sesuatu untuk kepentingan siswa
sebagai bagian dari OSIS.”
“Apa… begitu?”
“Tentu saja. Jika tidak,
bagaimanapun, politisi harus menjadi orang suci dulu untuk menjadi politisi.”
“Ahaha, aku rasa itu ada benarnya
juga.”
Saat Masachika tertawa sinis
dan agak lucu, Touya juga ikut mengangguk, seolah-olah menegaskan kata-kata
Maria.
“Itu yang aku maksud. Tidak
peduli motifnya, bersama dengan Suou, kamu sudah meninggalkan hasil yang luar
biasa sebagai wakil ketua OSIS. Tidak ada yang perlu merasa malu-malu segala,
atau merasa bersalah.”
Kata-kata tersebut tanpa diduga
bergema kuat di hati Masachika.
Ia .. entah kenapa selalu
merasa bersalah. Tidak peduli seberapa banyak pencapaian yang Ia peroleh, "Ada orang lain yang lebih pantas
untuk posisi ini daripada aku", pemikiran seperti itu akan selalu
muncul.
Rasa bersalah karena telah
merebut posisi dari "seseorang" itu selalu membayangi hati Masachika.
Tidak peduli seberapa banyak
lingkungan sekitarmemujinya, jika orangnya sendiri tidak dapat mengenalinya,
itu sama saja tidak ada artinya. Tidak peduli kemuliaan apa yang dia terima,
tanpa disertai harga diri itu hanya akan menjadi kemuliaan kosong. Tapi
sekarang, melalui kata-kata Touya dan Mariya, Masachika bisa mengenali sedikit
dari dirinya yang dulu.
“Jadi kamu bergabung dengan
OSIS supaya seseorang bisa menjadi Ketua OSIS? Itu lebih dari cukup. Aku, serta
Chisaki dan kakak perempuan Kujou, kami menyambutmu. Aku tidak akan membiarkan
siapa pun mengeluh.”
Masachika merasa ingin
menitikkan air mata ketika Touya mengatakan itu dengan bangga sembari
menunjukkan senyum tak kenal takut. Ia tidak tahu apa itu karena Ia senang merasa
dimaafkan untuk masa lalunya, atau karena kekaguman pada Touya yang begitu
mempesona.
“… .Aku akan, memikirkannya
dulu.”
“Ya, pikirkan baik-baik. Sudah
jadi hak istimewa para anak muda untuk mengkhawatirkan hal-hal semacam itu.”
“Bukannya Ketua masih anak muda
juga ~. Sejujurnya, kamu tidak terlihat seperti siswa SMA,”
“Hahaha, memang! Bahkan
beberapa waktu yang lalu, aku dikira sebagai mahasiswa pascasarjana!”
Masachika juga sedikit
tersenyum pada kedua Senpai baik hati yang tersenyum cerah.
(Supaya seseorang bisa menjadi Ketua OSIS, ya….)
Ia merenungkan kata-kata Touya
di benaknya, dan terkejut oleh orang yang secara alami muncul di pikirannya
segera setelah itu. Itu karena .. orang yang muncul bukan Yuki….
“…. Ngomong-ngomong, Alya ada
di mana hari ini?”
Demi mencoba mengalihkan
perhatiannya, Masaschika bertanya sambil melihat sekeliling ruangan. Sebuah
pertanyaan yang terlalu mendadak, tapi Touya menjawabnya tanpa terlalu
mempedulikannya.
“Aah, adik perempuan Kujou pergi
untuk menengahi perselisihan antar klub olahraga…. Sekarang setelah kamu
mengungkitnya, dia memang agak lama juga.”
“Perselisihan? Itu….”
“Jangan khawatir. Ini
sebenarnya bukan perselisihan. Sebenarnya—”
Menurut apa yang Touya katakan,
sepertinya terjadi perebutan tentang hak menggunakan lapangan sekolah antara
klub sepak bola dan klub bisbol.
Baik klub sepak bola dan bisbol
memanfaatkan lapangan sekolah sebagai lokasi latihan mereka.
Dan tampaknya sekarang adalah
waktu di mana klub bisbol biasanya menggunakan lapangan sekolah sedikit lebih
banyak dari biasanya untuk pertandingan tahunan mereka di luar sekolah.
Namun, klub sepak bola tahun
ini memprotes masalah ini. Dalihnya adalah, “Tim
sepak bola juga akan mengadakan pertandingan di luar sekolah, jadi kami ingin
memiliki hak untuk menggunakan lapangan sekolah”.
“Klub bisbol berpendapat kalau
kegiatan ini adalah sesuatu yang mereka lakukan setiap tahun, dan klub sepak
bola memprotes bahwa hanya karena itu kegiatan rutin setiap tahun, rasanya aneh
kalau klub bisbol dengan prestasi yang lebih sedikit harus diberi prioritas.
Sebetulnya, prestasi klub sepak bola semakin bagus dalam beberapa tahun terakhir,
sementara prestasi klub bisbol telah menurun dalam beberapa tahun terakhir
dengan jumlah anggotanya yang semakin menurun, Jadi…. Kedua belah pihak
memiliki argumen masing-masing, jadi agak sulit untuk berkompromi .”
“Lalu, Alya yang menjadi
mediatornya?”
“Ya. Biasanya, Chisaki yang
bertanggung jawab atas perselisihan antar klub semacam ini, tapi hari ini dia
tidak bisa melakukannya karena punya urusan di klub kendo. Kupikir itu bisa
menjadi sebuah pengalaman, jadi aku mempercayakannya pada adik perempuan Kujou
tapi…. Sepertinya dia mengalami kesulitan juga, ya.”
Setelah melirik jam, Touya
melihat keluar jendela menuju gedung klub.
“… .Apa dia akan baik-baik
saja?”
“Hmm? Yah, mungkin situasinya
berubah sedikit memanas, tapi menurutku itu tidak akan berubah menjadi
pertunjukkan adu jotos.”
Touya mengatakan itu dan mengangkat
bahunya. Maria mengatur persediaan yang dibeli, dan tidak menunjukkan perhatian
khusus.
Namun, sosok Alisa yang
mengalami situasi sulit dengan karyawan yang mabuk beberapa hari lalu terlintas
di benak Masachika. Perlahan, perasaan tidak enak menyebar di dalam dadanya.
“.... Baiklah, aku mau permisi
dulu.”
“Ya, hati-hati.”
“Terima kasih untuk hari ini,
oke. Aku akan mengucapkan terima kasihku lain kali.”
“Iya.”
Mengucapkan selamat tinggal
kepada para Senpai-nya sambil merasa gelisah, Masachika kemudian meninggalkan
ruangan OSIS.
“…. Cuma berjaga-jaga kalau
situasinya tidak berubah menjadi perkelahian.”
Masachika menggumamkan itu. Ia bukan
menuju ke gerbang sekolahan, melainkan ke gedung klub.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Alisa)
“Seperti yang sudah aku bilang!
Meski kalian mengatakan kalau itu kegiatan rutin, itu cuma pertandingan
persahabatan, ‘kan? Klub kami akan mengadakan pertandingan turnamen penting di
sini!”
“Ini juga penting karena
pertandingan persahabatan! Kami juga punya hubungan dekat dengan sekolah lain,
dan pertama-tama kamulah yang terus bersikap tidak masuk akal!”
Ruang klub klub sepak bola saat
ini berada di tengah situasi yang memanas. Selusin murid dari kelas 2 dan 3
dari klub sepak bola dan bisbol berkumpul, dan saling menatap tajam dengan kedua
belah pihak tidak mau mengalah.
“Kumohon tenanglah dulu. Tidak
ada gunanya meneriaki satu sama lain, bukan?”
Alisa, yang berdiri di antara
mereka, sudah mencoba menengahi situasi untuk kesekian kalinya tetapi masih
belum berhasil.
Untuk berjaga-jaga, Alisa sudah
menyiapkan tempat latihan lagi di pinggir sungai dekat sekolah sebagai solusi.
Namun, kali ini terjadi perselisihan tentang siapa yang akan menggunakan
lapangan sekolah dan siapa yang akan menggunakan lapangan tepi sungai.
Masih belum mencapai
kesepakatan, diskusi antara kedua belah pihak sudah berubah menjadi
perselisihan dengan kata-kata kotor.
Alisa mencoba memikirkan
sesuatu untuk membuat merek berkompromi, tapi kedua belah pihak memanas dan
menolak untuk mengalah sama sekali.
“Sejak awal, klub sepak bola
punya anggota yang lebih banyak! Mempertimbangkan waktu untuk bepergian, klubmu
yang harus pindah! ”
“Seperti yang kubilang,
masukkan saja ke dalam rencanamu! Mencoba mendapatkan tempat untuk berlatih
dengan alasan itu hanyalah penindasan mayoritas!”
“Tolong, tolong tenang dulu!”
Sambil mati-matian berusaha
meninggikan suaranya untuk menenangkan kedua belah pihak, hati Alisa sudah di
ambang kehancuran.
Bahkan bagi Alisa, dikelilingi
oleh cowok yang lebih tua dan kekar terasa sedikit menakutkan.
Selain itu, setiap saran yang
dia buat ditolak mentah-mentah dan terus menerus mendapat perkataan kasar dari
kedua belah pihak, seperti yang diharapkan, bahkan Alisa akan kewalahan secara
mental.
Dia berhasil bertahan sejauh
ini hanya karena rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang dia terima dan
semangat kompetitifnya, tapi meski begitu, dia sudah hampir tidak sanggup lagi.
(Tak ada… yang mau mendengarkan apa yang
aku katakan. Seperti yang diharapkan… Aku….)
Tidak bisa menggerakkan hati orang.
Itu adalah sesuatu yang
samar-samar dia sadari dari dulu.
"Tidak
ada yang bisa mengimbangi levelku", memandang rendah pada orang
lain seperti itu, dia menjauh dari orang lain, dan menolak untuk mengerti atau
memahami orang lain.
Inilah harga yang dibayar atas
sikap angkuhnya.
Adakah orang di dunia ini yang
mau mendengarkan perkataan manusia seperti itu?
Bagaimana mungkin hati orang bisa
tergerak oleh seseorang yang hanya bisa memberikan argumen kritis, tanpa berusaha
memahami perasaan orang lain.
(Aku …….sendirian)
Realitas semacam itu, bak racun
dingin, menembus jantung Alisa yang berderit-derit dan menyiksanya.
Aku tahu. Aku sendiri yang memilih
seperti ini. Menganggap semua orang di sekitarku hanya sebagai saingan,
menjalani hidupku seolah-olah tak akan kalah dari siapa pun.
Semua itu pilihanku sendiri, jadi mau
bagaimana lagi.
(Itu benar, aku tahu. Aku .. me .. ngert
.. hal itu)
Tapi….tapi…..!
【Tolong….】
Gumaman kecil dan lemah dalam
bahasa Rusia bisa terdengar, namun tidak bisa dimengerti oleh siapa pun di
tempat itu.
Tidak mampu membuang harga
dirinya dan melarikan diri, atau berteriak; bahkan tidak bisa dengan jujur meminta
bantuan orang lain.
Di sudut pikirannya, dirinya
yang tenang dengan dingin berkata, "Itu
sebabnya kamu sendirian". Saat dia menertawakan dirinya sendiri bahwa
ini memang masalahnya, mulut Alisa masih berhasil mengeluarkan suara dari
belakang tenggorokannya yang gemetar.
【Seseorang,
tolong bantu aku….】
Suaranya terlalu kecil dan
menyedihkan, tapi cuma gumaman kecil itu yang bisa dilakukan Alisa, pertanda SOS
yang memilukan hati.
Tanpa niat untuk
menyampaikannya kepada siapa pun, kata-kata yang digumamkan oleh gadis terisolasi
dan menyendiri itu melayang ke dalam ruangan dengan sia-sia, tenggelam oleh
raungan marah…. Atau seharusnya begitu.
Kretek
kretek!
Suara pintu geser dibuka
bergema di dalam ruangan, menarik semua tatapan semua orang di ruangan itu
sekaligus.
Ada seorang murid cowok muncul dengan
penampilan biasa.
Dilihat dari warna dasinya, Ia
adalah anak kelas 1. Tubuhnya tidak terlalu tegap, dan di antara cowok di
tempat ini, tubuhnya paling ramping.
Namun, saat Ia menatap ke
sekeliling ruangan, semua orang di ruangan itu menelan ludah. Untuk sesaat,
mereka tertelan oleh aura yang dipancarkan oleh cowok tersebut.
Membungkam senior yang penuh
kemarahan sampai beberapa saat yang lalu dengan tatapannya saja, cowok itu
melangkah ke dalam ruangan dengan percaya diri dan…. tiba-tiba, Ia
memperkenalkan diri dengan senyum angkuh di wajahnya.
“Halo ~ Aku datang sebagai
tenaga bantuan dari OSIS. Aku Kuze Masachika dari urusan umum OSIS.”
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Orang Ketiga)
Setelah tiba di depan ruang
klub sepak bola, Masaschika pun mendengarkan situasi perjuangan Alisa
sendirian.
(Ini .. sudah tidak mungkin. Alya)
Masachika menilai dengan tenang
sambil mendengarkan suara satu orang, Alisa, yang mati-matian berusaha agar
kata-katanya didengar.
Kedua belah pihak sudah tidak
bisa berpikir jernih karena suasana yang sudah memanas. Dalam situasi ini,
pembahasan harus dimulai lagi di kemudian hari setelah kedua belah pihak sudah merasa
tenang.
Jika itu Alisa biasa yang
pintar, dia seharusnya tahu kalau itu adalah solusi terbaik untuk situasi
tersebut.
Mungkin, dia tidak sabar dengan
kenyataan bahwa dia telah dipercayakan pekerjaan oleh Ketua, dan tidak memahami
momen untuk berhenti.
(… .Nah, aku merasa kasihan, tapi ini juga pembelajaran baik
untukmu)
Kalau terus begini, tak akan
butuh waktu lama sebelum diskusi berakhir bahkan tanpa perlu campur tangan Alisa.
Dan dari situ, mereka bisa
melakukan diskusi lagi di waktu yang berbeda.
Sebagai orang luar, aku seharusnya tidak mengganggu. Jika aku
mengganggu, itu akan melukai harga diri Alisa.
“Berusahalah yang terbaik,
Alya.”
Masachika hanya mengirimkan
sedikit kata-kata penyemangat, dan dari tempat itu—
【Tolong….】
Masachika berbalik, dan suara SOS
kecil mencapai punggungnya. Ia menghentikan kakinya dan diam di tempat.
Suara kecil yang menyayat hati.
Suara yang meminta bantuan
datang dari Alisa, suara yang belum pernah Masachika dengar bahkan sampai
sekarang.
Masachika menggaruk kepalanya
dengan keras karena suara yang membuat dadanya menegang tanpa sadar.
(Aah, sial! Kenapa kamu mengatakan itu!)
Aku harusnya meninggalkan tempat ini sedikit lebih awal. Jika begitu,
aku tidak perlu mendengar suaranya seperti ini.
Sungguh SOS yang kikuk. Kamu bisa saja dengan jujur meminta bantuan Ketua, atau
bahkan kakak perempuanmu. Karena jika kamu tidak dapat melakukannya, kamu akan
selalu sendiri tidak peduli berapa lama waktu berlalu. Dan karena itu….
【Seseorang,
tolong bantu aku….】
Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian.
【Японял】 (Ya, aku mengerti)
Gumam Masachika dengan tenang
dan menyisir rambutnya, Ia sekali lagi membalikkan badannya.
◇◇◇◇
Di antara banyak orang yang
dibuat bingung oleh pendatang baru yang muncul tiba-tiba, beberapa siswa,
termasuk ketua klub bisbol, “Kuze ....”, berseru kaget. Mereka semua adalah
orang-orang yang mengenal Masachika saat Ia masih menjabat Wakil Ketua OSIS SMP.
“Kuze .. kun…”
Alisa memanggil namanya dengan
suara yang penuh keterkejutan dan kebingungan, tapi sepertinya bergantung
padanya. Masachika menepuk punggung Alisa dan melangkah maju ke depan untuk
menutupi Alisa dengan punggungnya seolah-olah berusaha melindunginya.
“Aku sudah mendengar garis
besar penjelasannya dari Ketua OSIS, tapi apa benar perselisihan ini dipicu
mengenai siapa yang harus menggunakan lapangan sekolah dan area tepi sungai
sebagai tempat latihan? ”
“Ya, itu benar.”
“Terima kasih banyak.”
Yang menjawab pertanyaan
Masaschika adalah ketua klub bisbol, yang entah kenapa masih tetap diam sampai
sekarang.
Sementara anggota klub lainnya
melontarkan ejekan, Ia tetap diam dan menatap Masachika dengan mata setengah
berharap dan setengah mempercayainya.
Seolah menanggapi tatapannya,
Masachika melihat sekeliling sekali lagi dan menatap semua wajah dari kedua
sisi sebelum berbicara.
“Lalu, bagaimana menurut kalian
tentang hal seperti ini. Mempertimbangkan jumlah orang yang perlu beregrak,
klub bisbol harus pergi ke daerah tepi sungai. Sebagai gantinya, klub sepak
bola yang punya banyak anggota harus mengirimkan personelnya untuk membantu.”
Mendengar usulan Masachika, anggota
klub sepak bola menjadi bingung dan anggota di klub bisbol bersikap antagonis.
“Apa-apaan itu! Pada akhirnya kitalah
yang berakhir kotor-kotoran!”
“Kenapa harus kita yang
mendapat lapangan di daerah tepi sungai!”
Rentetan suara protes mulai
menyerang Masachika. Namun, semuanya langsung mereda hanya dengan satu suara
yang berasal dari klub sepak bola.
“Kalau begitu, kami, para
manajer, akan membantu klub bisbol.”
Orang yang angkat bicara adalah
seorang siswi yang merupakan salah satu manajer klub sepak bola
Dia adalah ketua manajer klub
sepak bola, yang cukup populer di kalangan cowok karena wajahnya yang cantik
dan dukungannya yang setia kepada para pemain.
Saat mendengar uslan tak
terduga, “Jika dia akan datang maka….”,
Suasana hati semacam itu mulai menyebar di antara para anggota klub bisbol tapi
kali ini, suara enggan datang dari sisi klub sepak bola.
Namun, keengganan mereka
langsung dibungkam oleh komentar manajer itu, “Jika kamu bersedia melepaskan
hak untuk menggunakan lapangan sekolah, maka ini wajar saja.”
“.... Adapun di pihak kami,
kami tak keberatan dengan kondisi itu tapi bagaimana dengan sisi kalian?”
Merasakan suasana hati para anggota
klub, ketua klub bisbol bertanya dan ketua tim sepak bola juga mengangguk
setuju dengan kerutan halus di wajahnya.
“Jadi, itulah yang akan kami
lakukan. Silakan datang ke OSIS besok untuk secara resmi mengisi formulirnya.”
Masachika menyimpulkan seperti
itu, dan pembicaraan antara kedua belah pihak secara tak terduga mampu diselesaikan
dengan mudah.
◇◇◇◇
Setelah diskusi selesai, Masachika
dan Alisa berjalan menysusri lorong gedung klub dan menuju ke gedung sekolah
utama. Keduanya berjalan dengan tenang tanpa adanya percakapan maupun bertukar pandang.
“… .Aah ~, maaf soal itu.”
Lalu akhirnya Masachika angkat
bicara, karena tidak mampu menahan suasana yang hening. Alisa kemudian berbalik
ke arah Masachika dengan ekspresi bingung.
“Aku membicarakan diriku yang
ikut campur dan mengalihkan pembicaraan secara sewenang-wenang. Aku hanya membuatmu
kehilangan muka, ‘kan?”
“….Tidak juga.”
Menanggapi dengan singkat,
Alisa sekali lagi menghadap ke depan. Namun, segera saat masih menghadap ke
depan, “Umm”, dia angkat bicara.
“Kenapa kamu .. membuat usulan
semacam itu?”
“Hm?”
“Kalau dipikir-pikir secara
normal, mana mungkin klub bisbol mau menerima usulan semacam itu. Dari sudut
pandangku, sepertinya kamu sudah tahu kalau Senpai itu akan datang untuk
menawarkan bantuan.”
“Hee…. Kamu melakukannya dengan
baik saat menyadarinya.”
“Tentu saja aku akan
menyadarinya. Kamu terus menatap Senpai itu saat klub bisbol melancarkan
protes, bukan?”
Sambil merasa terkesan karena
diawasi dengan penuh perhatian, Masachika membeberkan sebuah rahasia dengan
nada basa-basi.
“Ini rahasia, oke?”
“? Oke.”
“Manajer itu ... sebenarnya,
berpacaran dengan ketua klub bisbol.”
“Eh !?”
Mata Alisa membelalak dengan
megah dan menatap Masachika saat menemukan informasi tak terduga.
“Selama waktu diskusi, ketua
klub bisbol terus-terusan diam saja, ‘kan? Ia tidak bisa mengatakan apa-apa
karena pacarnya ada di sisi lain. Ini sedikit mencampurkan urusan publik dan
pribadi, tapi kurasa mau bagaimana lag. ”
“Jadi begitu .. rupanya.”
“Di sisi lain, si Manajer
merasa canggung karena dia sadar bahwa pihaknya yang memaksakan masalah
tersebut. Itulah mengapa aku tahu jika aku membuat saran seperti itu di sana,
dia langsung ikut mendukung usulanku. ”
“….Begitu ya.”
“Klub bisbol senang ada
gadis-gadis cantik yang membantu mereka dalam sesi latihan. Klub sepak bola
dengan senang hati menggunaan lapangan sekolah untuk mereka sendiri. Dan dua
orang yang berpacaran itu ikutan senang bisa mendapatkan acara kencan yang
melampaui batas antar klub. Ya, itulah yang disebut sekali dayung, dua atau
tiga pulau terlampaui! ”
Bukannya
aku tidak merasa kalau anggota klub bisbol biasa yang tidak tahu apa-apa cuma
mendapat getahnya doang , dan Masachika menambahkan sambil
tersenyum. Alisa juga sedikit tersenyum menanggapi ucapan Masachika.
“….Tunggu—”
Tapi kemudian, saat mereka
melihat cowok berdiri di ujung koridor gedung sekolah utama, senyuman Masachika
berubah sedikit getir.
“Hei, apa diskusinya berjalan
lancar?”
“Ketua….”
Cowok yang menunggu mereka
adalah Touya. Ia sepertinya tidak meragukan keberadaan Masachika bersama Alisa,
dan tersenyum seolah-olah sudah
mengetahui segalanya.
“.... Klub sepak bola akan
menggunakan lapangan sekolah dan klub bisbol akan menggunakan lapangan yang di
tepi sungai. Tapi sebagai gantinya, selama waktu itu, para manajer klub sepak
bola akan memberikan bantuan mereka dalam pelatihan klub bisbol, begitulah
diskusi mencapai kesepakatan …. Itu semua berkat Kuze-kun.”
“Begitu ya, terima kasih atas kerja kerasmu, adik perempuan
Kujou.”
Touya menunjukkan apresiasinya
tanpa mengatakan apapun yang tidak perlu pada Alisa yang melaporkan kebenaran
dalam nada yang sebenarnya. Melihat Touya seperti itu, yang paling bisa dilakukan
Masachika hanyalah menatapnya dengan tatapan mencela.
“Apa semuanya .. berjalan
sesuai rencanamu?”
“Hmm? Bukannya aku punya alasan
seperti itu.”
“Pada saat kamu tidak
mengatakan, 'Apa yang kamu bicarakan?',
Tampaknya Ketua merasa bersalah dalam hal ini sampai batas tertentu.”
“Ups… Kamu menebak dengan
tepat.”
Ketika Touya dengan jujur mengangkat
kedua tangannya, Masachika menghela nafas seolah energinya telah tersedot
keluar darinya.
“Jadi gimana? Apa kamu sudah
memutuskannya? ”
“….”
Semuanya
sudah terlihat jelas, pikir Masachika dalam hati, sementara kali ini
Ia dengan jujur mengibarkan bendera putih.
“Ya, baik…. Kuze Masachika yang
tidak layak ini, ingin bergabung dengan OSIS sebagai anggota terbarunya .”
“Ya, senang bisa menerima
anggota seperti dirimu.”
Touya menunjukkan senyum,
senyum jantan dan Masaschika tersenyum pahit sepertinya ingin mengatakan, aku bukan tandingannya. Kedua orang
dengan senyum kontras di wajah mereka berjabat tangan dengan kuat.
Alisa sedang menonton adegan
itu dari jarak satu langkah dengan ekspresi yang agak rumit di wajahnya.
<<=Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>
Bukannya pacarnya Maria itu ada di luar negeri ya? Dan Maria katanya setiap tahun bakal ke luar negeri buat ketemu pacarnya. Jadi g mungkin dong kalau pacarnya Maria ataupun orang yang di liontin Maria itu si masachika?
BalasHapusDan menurut gua Maria g kaget liat marga masachika, tapi dia mikirin tentang sesuatu seperti "oh ini toh cowo yang di suka adek gua?" Entahlah wkwk
Ingat, itu cuman rumor/gosip yg beredar, bener atau enggaknya masih belum tau
BalasHapusEh cuma gosip? Hmmm interesting
BalasHapus