Motokano Vol.1 Chapter 05 Bahasa Indonesia

Chapter 5 – Serbuan Kakak Ipar

 

  [Sudut Pandang Isurugi Haru]

Aku terus menerus merasa gelisah sepanjang pagi ini.

“Haru, bukannya kamu kebanyakan minum?”

Saat aku hendak menyeduh kopi Dolce Gusto yang ketiga, Rio memperingatiku.

“… Ya, kamu mungkin benar.”

Minum tiga cangkir kopi di pagi hari mungkin terlalu banyak. Setiap kali aku tidak bisa rileks, aku secara tidak sadar ingin membawa kopi ke mulutku. Untuk pertama kalinya dalam kehidupan pengantin baru kami, ada tamu yang akan datang mengunjungi kami. Masalahnya, keluarga kami tidak tahu kalau pernikahan kamu hanyalah pernikahan palsu. Itulah sebabnya, kami harus memastikan supaya kami bertingkah sempurna, dan tidak menimbulkan kecurigaan. Terlebih lagi orang yang bertamu ini—

“… Ya ampun. Pagi-pagi begini sudah cemas begitu, rasanya bikin menjengkelkan, tau. Cuma melihatmu saja sudah membuatku ikutan gelisah. Apa kamu tidak bisa duduk diam? ” Rio sepertinya kesal padaku yang berjalan mondar-mandir di ruang tamu, dan mengeluh. “Memangnya Akino-san yang bertamu kita bisa menjadi masalah besar?”

“……”

“Lagian… bukankah aku yang seharusnya merasa gugup? Kakak ipar suamiku akan datang berkunjung, tapi… kenapa kamu begitu tegang kayak robot? ”

“... Ada banyak alasan.” Setelah menimpalinya dengan nada terganggu, aku duduk di sofa. “Karena Akino-san adalah tamu pertama yang datang, memberitahuku untuk tidak gugup itu terlalu berlebihan.”

“… Apa kamu seburuk itu berurusan dengan Akino-san? Aku pernah berbicara dengannya beberapa kali, tapi munurutku dia tidak memberi kesan yang buruk. Aku pikir dia seperti orang lain. Selalu sopan dan menjaga penampilan.”

“Tapi cuma penampilan luarnya saja yang begitu.”

Akan tetapi — karena aku adalah anggota dari Keluarga Isurugi, aku tahu identitas aslinya — Tidak, apa yang aku tahu mungkin hanya cuma sepucuk gunung es. Apa yang ada di lubuk hatinya adalah sesuatu yang bahkan tidak aku ketahui.

“Kamu pasti sudah mendengar tentang Sora Aniki, ‘kan?”

“Y-Ya.” Rio menjawab tergagap, dan melanjutkan. “... Ia pergi, dan belum kembali lagi, ‘kan.”

“Ya.”

Isurugi Sora adalah putra kedua dari Keluarga Isurugi, dan kakak laki-laki keduaku. Kakak pertama, kupanggil 'Nii-san', sedangkan Sora, aku memanggilnya dengan 'Aniki'.

“Sora Aniki pasti tidak menyukai formalitas dan aturan kaku keluarga.” Aku masih mengingat saat terakhir kali bertemu dengannya, dan menjelaskan.

Isurugi Sora selalu menjadi orang yang paling berbakat dari kami bertiga bersaudara, bisa dibilang sampai pada tingkat jenius, anak ajaib. Apalagi Ia tidak menyombongkan bakatnya sama sekali, Ia selalu bersikap merendah dan santun. Ia selalu menjadi pusat perhatian di setiap pertemuan, seorang pria muda yang  membawa harapan orang-orang di sekitarnya.

Namun, Ia menentang disiplin, formalitas, dan tradisi keluarga, itulah sebabnya Sora aniki sering berdebat dengan orang tua kami atau kakak tertuaku. Sejak Ia mulai bekerja untuk Grup Isurugi, perdebatan tersebut semakin menjadi-jadi.

Dan kemudian, dua tahun lalu, Ia tiba-tiba menghilang dari keluarga. Ia turun dari rel yang menuntun hidupnya, dan mulai berjalan di jalur yang Ia putuskan sendiri.

“Yah, bukannya Ia menghilang, sih. Aku kadang-kadang menghubunginya ... dan karena Ia sekarang sudah terbebas dari keluarga, Ia menikmati hidupnya.”

Ayahku dan kerabat lainnya tampaknya tak Ia gubris, tapi Ia tetap menjalin hubungan denganku. Aku mendengar kalau Ia sedang mengerjakan proyek baru di Amerika.

“Jika Sora-san baik-baik saja, maka tak perlu dikhawatirkan, tapi… aku merasa kasihan pada Akino-san. Dia menikah ke dalam keluarga, namun pasangannya malah pergi.”

“…Ya memang.”

Dua tahun sebelum Sora Aniki meninggalkan keluarga — mereka berdua sudah menikah. Akino-san akhirnya ditinggal di keluarga Isurugi. Dari sudut pandang orang luar, dia mungkin tampak 'kasihan' dan 'menyedihkan'. Dia sudah menikah, mengganti namanya, dan pindah dengan suaminya — hanya untuk ditinggal sendirian.

Namun… itu saja tidak cukup untuk menjadi alasan buatku kenapa aku enggan berurusan dengannya .

“Pokoknya, di hadapan Akino-san, kita harus memastikan untuk memerankan pasangan yang sudah menikah dengan sempurna.”

“Aku tahu itu kok. Malahan kamu yang harusnya berhati-hati. Jangan tersipu atau kabur saat aku mencoba bertingkah mesra, oke? ” Rio menggodaku seperti biasa.

Namun, aku tidak bisa bermain-main dengan itu sekarang.

“Tolong… Dia itu berbahaya. Dia adalah satu-satunya orang yang tidak diizinkan untuk mengetahui kalau ini adalah pernikahan palsu.”

“… Y-Ya, aku mengerti.”

Permintaan putus asaku pasti tersampaikan padanya, karena Rio mengangguk dengan ekspresi pucat. Aku tahu kalau aku terlalu membesar-besarkan masalah ini, tapi hal ini sangat perlu dilakukan. Di depannya, kami tidak bisa menunjukkan celah. Bagaimanapun juga, dialah yang menjadi alasan kenapa aku harus segera menikah, bila mengesampingkan situasi Tamakiya. Bisa dibilang, dialah biang keladi dari situasi ini.

Dan kemudian — Ding dong.

Bell pintu berbunyi. Tubuhku tersentak sebagai tanggapan, tapi aku agak mengendalikan diri, dan berdiri. Baik Rio dan aku menuju pintu depan. Ketika aku membukanya — wanita cantik ala Yamato Nadeshiko tengah menunggu kami.

“Selamat siang, Haru-san, Rio-san.” Dia menyambut kami dengan suara tenang dan nada lembut.

Seperti biasa, dia mengenakan kimono hitam. Sejak dia menikah dengan keluarga kami, aku tidak pernah melihatnya memakai apa pun kecuali kimono itu. Dia memiliki mata sayup dengan wajah yang dipoles cantik, tapi cahaya yang berkilauan di matanya terlihat tajam, memancarkan warna yang menakjubkan. Perawakannya yang besar tampak seperti bunga yang begitu indah, dan meskipun sosoknya berbeda dari Rio, dia memancarkan pesona yang serupa.

“Sudah lama tidak berjumpa, Akino-san. Aku senang kamu datang menemui kami.” Rio memberi salam dengan sopan.

“Maaf mengganggu waktu kalian berdua hari ini. Aku membawakan hadiah, jadi terimalah.”

“Wah, terima kasih banyak.” Rio menerima kantong plastik itu.

Setelah itu, Akino-san menatapku dengan tatapan dingin.

“Aku sudah lama tidak melihatmu, Haru-san.”

“... Tidak terlalu lama juga. Kami bertemu di upacara pernikahan.”

“Ara~, jangan seperti itu." Akino-san terkekeh. “Aku sudah tidak sabar menunggu hari dimana kita bisa bertemu lagi. Lagipula, kamu adalah adik iparku yang sangat lucu dan menggemaskan.” Dia berbicara dengan suara anggun, dan nada menenangkan di telinga.

Namun, aku merasakan kalau punggungku menggigil.

Isurugi Akino adalah istri dari kakak keduaku, dan seorang kakak ipar perempuan. Faktanya, dua tahun lalu, ketika Sora Aniki meninggalkan keluarga Isurugi, dan pembicaraan ini menyebar, dia menerima tatapan kasihan baik dari dalam maupun luar keluarga.

'Kasihan sekali Akino-san. Dia berhasil menikah dengan keluarga itu, namun suaminya kabur.’

'Aku mendengar desas-desus bahwa dia hanya mendominasi Sora-san, itulah sebabnya Ia pergi.'

'Ahh, dia terdengar agak merepotkan.'

"Lagipula aku tidak pernah berharap mereka bertahan lama."

"Dia mungkin akan pergi, ya."

'Tentu saja, mana mungkin dia bisa tetap tinggal di keluarga suaminya.'

'Benar, segalanya mungkin berbeda jika dia punya anak, tapi ...'

"Dia mungkin akan lebih bahagia jika pergi."

Namun, pada akhirnya — dia tetap tinggal. Tidak menunjukkan rasa malu sama sekali, dia tetap menggunakan nama Isurugi, dan tetap menjadi anggota keluarga. Hampir seolah-olah dia mencoba mengatakan 'Tapi aku yang jadi korban di sini?'. Dia selalu bekerja sebagai penasihat Aniki di Grup Isurugi, dan bertindak sebagai penggantinya.

Dengan kecerdasan dan keterampilannya yang tak tertandingi dalam  mengelola manajemen, dia membawa nilai yang tinggi bagi grup. Sebagai orang luar keluarga, belum lagi statusnya yang sebagai menantu, jika dibiarkan memiliki kebebasan memerintah organisasi, kamu bisa membayangkan reaksi dari lingkungannya, tetapi mungkin karena merasa berhutang budi setelah apa yang terjadi dengan Aniki, begitu juga dengan aku. Baik Ayahku maupun orang lain tidak ada yang memprotes. Itu mungkin salah satu bagian dari perhitungannya.

Dia menggunakan citra 'istri menyedihkan yang ditinggal suaminya yang melarikan diri' untuk naik jabatan ke dalam organisasi. Saat ini, dia adalah salah satu dari salah satu staf eksekutif. Di Grup Isurugi, dia adalah orang termuda yang mencapai tingkat staf eksekutif, meski bukan dari keturunan langsung. Jalannya menuju kemenangan diprakarsai oleh ambisi dan strategi — kemungkinan besar itulah jati diri Isurugi Akino sebenarnya.

Dan sejujurnya, aku tidak terlalu nyaman dengan dia. Sekitaran waktu dia baru menikah dan tinggal di keluarga, dia… yah, normal. Meski begitu, kami tidak benar-benar dekat, tapi juga tidak membenci satu sama lain, hanya menjaga jarak yang normal. Namun, setelah Aniki menghilang, hubungan kami berubah dengan cepat.

“Ah, kamu duduk saja, Haru. Tidak perlu khawatir, aku bisa mengurusnya sendiri.”

Ketika aku ingin membantu mendapatkan minuman, Rio menolakku seperti itu. Alhasil, aku kembali ke ruang tamu, di mana Akino-san menyambutku dengan tawa cekikikan. Dia pasti mendengar percakapan kita di dapur.

“Rio-san sungguh pekerja keras.”

“Ya. Dia pasti merasa senang karena kita kedatangan tamu pertama.”

“Dia merasa seperti istri baru, menurutku dia cukup menggemaskan. Aku penasaran apa aku juga bertingkah seperti itu saat baru menikah?”

“... Kamu selalu tenang dan pendiam, Akino-san.”

“Ara ara, apa kamu memujiku?”

“Iya.”

“Fufu, maka dengan senang hati aku menerima pujian itu.”

Setelah kami bertukar beberapa kata, Rio kembali sambil membawa minuman dan makanan manis. Dia meletakkan kopi Dolce Gusto di atas meja, dan membagi kue yang dibawa Akino-san bersamanya. Kami menikmati sedikit itu, ketika…

“Jadi, bagaimana kehidupan pengantin baru kalian?” Akino-san bertanya.

“Yahh… Aku pikir itu berjalan dengan lancar. Iya ‘kan, Rio? ”

“Y-Ya. Tentu saja, kita baik-baik saja, Haru… Haru-san. ”

Mungkin karena dihadapan kakak iparnya, Rio menambahkan '-san' di belakang namaku.

“Aku turut senang mendengarnya. Bagaimanapun juga, pasangan yang sudah menikah memang harus rukun.”

“Ahahaha ...” Aku hanya bisa membalas tawa kering.

Dari sudut pandangnya, sulit untuk mengatakan apa pun.

“Jadi—“ Setelah menyesap kopinya, Akino-san melanjutkan… tanpa menunjukkan perubahan ekspresi apa pun dan nada acuh tak acuh. “Kapan kita bisa mengharapkan momongan?”

““… ..!?” ”

Rio dan aku hampir menyemburkan teh yang kami minum.

“Bi-Bisa tidak jangan tiba-tiba mengungkit hal aneh seperti itu, Akino-san…”

“Ara, Haru-san, aku tidak mengatakan hal yang aneh, iya ‘kan?" Akino-san bersikap seolah dia tidak mengatakan sesuatu yang luar biasa. “Setelah menikah dan hidup bersama, merencanakan anak adalah langkah selanjutnya, bukan? Aku yakin orang tuamu sangat ingin menjadi kakek-nenek.” Setelah mengatakan hal itu dengan senyum hangat, dia menatap Rio dengan tajam. “Rio-san, sekarang kamu telah menikah dengan Keluarga Isurugi, kamu harus bersiap untuk menjadi ibu yang mengandung anak, apa aku salah?”

“I-Itu… um…”

“—Kami belum berencana memiliki momongan.” Karena Rio kesulitan menjawab, aku menyela. “Kami mungkin sudah menikah, tapi kami berdua sama-sama masih mahasiswa. Saat kami meminta orang tua kami membayar biaya kuliah, kami tidak dapat mempertimbangkan untuk memiliki anak. Itulah sebabnya, kami baru merencanakan ini setelah lulus dari universitas. ”

“I-Itu benar. Itulah ... yang kami putuskan.”

“Ara~, begitukah. Yah, tidak perlu terburu-buru, lagipula kalian berdua masih muda. ” Lanjutnya. “Dan juga, sekarang kalian berdua tinggal di bawah satu atap, hal-hal ini bisa terjadi bahkan tanpa perencanaan sebelumnya. Lagipula, kalian berdua masih muda.”

"Ahahaha ... mungkin bisa begitu, ya.” Aku hanya bisa menertawakannya.

Mengapa dia mencoba membuat segalanya lebih canggung dari sebelumnya.

“… Seolah-olah itu akan terjadi. Kami bahkan tidak — Mguh. ”

Karena Rio hampir keceplosan, aku bergegas untuk menutupi mulutnya. Tolong, ikuti saja akting ini, oke. Kita perlu menunjukkan kepadanya kalau kita adalah pasangan suami istri aktif yang bergelud di ranjang setiap hari!

“Kami memang memperhatikan hal semacam ini, tetapi… jika itulah yang terjadi, maka biarlah terjadi. Benar ‘kan, Rio? ”

“K-Kamu benar, Haru-san. Apa yang terjadi, biarlah terjadi. ”

“Fufu. Ara~ ara~ kalian berdua mesra sekali.” Akino-san mendengarkan cara kami yang mengerikan untuk menutupi semuanya, dan melanjutkan. “Hari di mana aku bisa melihat keponakanku yang manis mungkin tidak terlalu jauh, sepertinya. Lagipula — kalian berdua cukup mesra untuk tidur di tempat tidur ukuran single.” Dia mengatakannya dengan acuh tak acuh, tapi kami berdua dibuat terkejut.

Kenapa… kenapa dia bisa tahu ranjang seperti apa yang kita punya? Memang benar kami menggunakan ranjang ukuran single karena hanya aku yang tinggal di sini sebelum Rio pindah, tapi… bagaimana Akino-san tahu tentang itu? Dia bahkan tidak melihat kamar tidurnya, dan aku sangat ingin tidak menunjukkannya juga. Membuat alasan juga akan sulit jika dia tahu itu. Jadi, bagaimana bisa…

“Apartemen ini milik Keluarga Isurugi. Jika aku mau, aku bisa memastikan tata letak dan furnitur kamar.” Seolah merasakan keraguanku, Akino-san menjelaskan dengan tenang. “Baru seminggu sejak Rio-san pindah ke apartemen ini, tapi aku belum melihat ada agen pindahan yang membawakanmu tempat tidur baru. Itu berarti tempat tidurnya masih sama dengan saat Haru-san tinggal di sini sendirian, ‘kan? ”

“………”

“Kupikir kamu akan membeli ranjang baru setelah tinggal bersama, tapi… Kalian berdua pasti puas dengan ranjang ukuran single, kurasa? Sungguh menyenangkan, rasanya seperti kalian berdua benar-benar pasangan muda… Atau, ada satu orang yang tidur di futon? ”

“………”

“Tentu saja tidak begitu, ‘kan. Pasangan yang baru menikah mana mungkin sengaja tidur di tempat yang berbeda. Jika kalian dipersatukan oleh cinta, tidur bersama sudah menjadi hal yang biasa.”

Aku bisa merasakan keringat dingin mengalir di punggungku. Ini gawat, sangat gawat. Apa yang dia katakan mungkin tuduhan yang berat, tidak lebih. Meski kamu adalah pasangan yang sudah menikah, belum tentu mereka tidur di ranjang yang sama. Pasti ada pasangan di dunia ini yang tidak berbagi ranjang setelah menikah saat itu juga. Semua perkataannya hanya berdasarkan hipotesis.

Namun masalahnyabukan pada isi perkataannya. Masalah terbesarnya adalah dia memperhatikan gaya hidup kita bersama. Dia sadar siapa yang masuk dan keluar rumah, dan mencoba mengguncang kita dengan mengungkapkan fakta kalau dia mempunyai mata di mana-mana. Firasat buruk yang kurasakan, sekarang jadi masuk akal.

Dia meragukan kami. Meragukan pernikahanku dengan Rio.

“… Ahaha. Kami sudah berpikir untuk membeli tempat tidur baru, tapi karena ada banyak yang terjadi, kami jadi melupakannya.” Aku mencoba yang terbaik untuk mengarang cerita yang bisa dipercaya, dan merangkul bahu Rio saat dia duduk di sampingku. “Tapi, kami berdua baik-baik saja bahkan di tempat tidur kecil kami.”

“Ap…” Rio menunjukkan reaksi terkejut sesaat, tapi segera menyerah saat menundukkan wajahnya karena malu.

“Ya ampun, sungguh mesranya. Aku bahkan merasa terbakar di sini.” Akino-san berbicara dengan senyum tenang seperti biasa, tidak menunjukkan perubahan ekspresi apapun.

Aku tidak tahu berapa banyak yang dia percayai, tidak tahu apakah akting kami cukup untuk meyakinkannya.

“Oh, aku baru ingat. Untuk merayakan pernikahanmu, aku membawa hadiah dengan… Hm? ” Akino-san meletakkan tangannya di saku dada kimononya, tapi kemudian dia menunjukkan ekspresi bermasalah. “Maaf, aku pasti lupa membawanya dan tertinggal di dalam mobil.” Dia melanjutkan dengan nada minta maaf, lalu melihat ke arah Rio. “Rio-san… Maukah kamu mengambilnya untukku?”

“Eh…?”

“Aku sungguh minta maaf. Aku sebenarnya memakai geta* baru hari ini, tapi aku rasa itu tidak cocok untukku… Kembali lagi ke mobil dan kembali ke sini… akan sangat merepotkan. ” (TN : Sandal yang terbuat dari kayu)

“... Jika memang begitu, tentu saja.”

“Terima kasih banyak. Mobilnya diparkir di tempat parkir apartemen ini. Tanyakan saja kepada pengemudi yang ada di dalam mobil, dan Ia akan membantumu. ”

Itu adalah tugas yang membosankan, tapi karena permintaan itu datang dari kakak iparnya, Rio mungkin tidak bisa menolaknya. Oleh karena itu, dia berdiri dari sofa, dan keluar dari kamar. Lalu, di apartemen ini hanya ada aku dan Akino-san.

“... Aku akan membawakan minum lagi.” Aku meraih cangkir, dan berdiri.

Bukannya aku melarikan diri, tapi bertatapan muka dengan dia untuk waktu yang lebih lama terasa cukup canggung. Saat aku hendak memasuki dapur—

“… Fufu.”

Gyuutt, seseorang memelukku erat dari belakang. Pelukannya sangat erat, kemungkinannya cuma dari satu orang.

“Apa…”

“Akhirnya, cuma ada kita berdua.” Akino-san memelukku seraya membisikkan kata-kata ini dengan suara yang menggoda dan manis.

Suara itu sangat berbanding terbalik dari suara tenang dan percaya diri yang dia gunakan sebelumnya.

“Sungguh… kamu sangat kejam sekali, Haru-san. Padahal kamu sudah memiliki aku, namun kamu pergi dan menikah dengan gadis itu.” keluhnya, dan mengusap-usap dada dan perutku.

Gerakannya yang menggoda seolah-olah untuk memikat pria sepertiku.

“Aku sangat-sangat kesepian, tau ... menghabiskan malam sendirian berkali-kali, menghibur diriku sambil memikirkanmu—”

“…Lepaskan aku.” Aku memutar tubuhku, melepaskan lengannya.

“Ahnn… Sungguh, kamu sangat kasar, Haru-san.” Akino-san mengeluarkan suara yang sengaja memikat. “Fufu, kamu masih polos seperti biasanya.”

“Menjadi polos atau tidak, bukan itu masalahnya.” Aku menghela nafas.

Astaga… mengapa firasat burukku harus benar lagi. Wanita ini — masih belum menyerah padaku.

“Bagaimana kalau kamu menyerah saja? Aku sudah menolak lamaranmu berkali-kali. Aku takkan menikahimu.”

“… Ya, kamu memang menolaknya berulang kali. Tak peduli seberapa besar aku menunjukkan cintaku padamu, melamarmu, kamu tetap menolakku. Aku hampir kehilangan kepercayaan diri sebagai seorang wanita, tahu?” Setelah mengangkat bahunya, dia menatapku. “Apa aku benar-benar tak punya pesona?”

“Bukan itu masalahnya … Segalanya takkan berhasil apa pun yang terjadi. Lagipula, kamu adalah istri Aniki.”

“Namun… orang itu tidak lagi bersama kita.” Dia menyatakan dengan suara dingin. “Pada periode Showa, sudah menjadi hal lumrah untuk wanita menikahi adik laki-laki dari almarhum suaminya.”

“Kita berada di periode Reiwa sekarang, dan Aniki belum mati.”

“Ia hampir sama dengan orang mati.” Dia berkata dengan jijik. “Baiklah… Aku pikir aku telah menjalani kehidupan yang bijaksana, tapi aku jelas gagal dalam memilih suami. Putra pertama sudah menikah, dan putra ketiga masih terlalu muda, jadi aku memilih putra kedua, tapi… Aku tak menyangka akan menikah dengan pria yang sembrono dan tidak bertanggung jawab.”

“………”

“Karena itu, aku menyadari bahwa aku seharusnya mengincar Haru-san sejak awal.” Dia menunjukkan senyum menawan, dan berbicara tentang keinginannya sendiri tanpa ragu-ragu.

Betul sekali. Sejak awal, dia hanya mengejar pengaruh dan kekayaan Keluarga Isurugi. Cinta untuk Aniki? Sama sekali tidak ada. Dia hanya memilihnya karena dia belum menikah. Melalui berbagai metode dan teknik, dia dengan paksa menikah dengannya. Setelah Aniki pergi, penyihir wanita ini — mencari penggantinya, suami baru.

Orang berikutnya, tentu saja, adalah aku. Dia memutus hubungan dengan suaminya, dan mengincar putra ketiga sebagai gantinya.

“Kamu harusnya mengerti keadaanku, Haru-san. Seorang wanita yang  ditinggalkan oleh suaminya, dalam keluarga yang tidak dia kenal, hanya bisa berakhir kesepian dan ditinggalkan.”

“… Tapi aku merasa kalau kamu baik-baik saja, Akino-san.”

“Aku hanya mencoba untuk bertingkah sok kuat di luar, tapi batinku tersesat dan berantakan. Bagaimanapun, tidak perlu menunjukkan pertimbangan apa pun untuk suami yang tidak berguna seperti itu. Lain kali jika aku melihatnya, aku akan langsung menyodorkan surat cerai padanya.”

“…… Bahkan jika kamu bercerai dari Aniki, aku tidak berrencana untuk menikahimu.” Aku menunjukkan kepadanya cincin di tangan kiriku. “Aku sudah menikah.”

“…Betul sekali.” Akino-san menunjukkan ekspresi bermasalah yang disengaja. “Tidak seperti kedua kakak laki-lakimu, Haru-san tidak terlalu terke — Maaf, kamu sangat rajin dan polos, jadi kupikir aku bisa mengambil waktu untuk menangkapmu ... tapi tak disangka kamu akan menikah saat masih menjadi mahasiswa. Sungguh, aku merasa seperti dibodohi.”

“……”

“Apa kamu tidak menyesal menikah dengan gadis egois yang tumbuh dalam kemanjaan? Aku sangat yakin seseorang seperti aku dapat memuaskanmu jauh lebih baik daripada seorang gadis muda seperti dia. Baik dalam kehidupan sehari-hari… dan juga kegiatan pasangan nikah malam kita… ”Dia mengusap ujung jarinya di sepanjang bibirnya, dan menyipitkan matanya sembari senyuman.

“… Aku lebih suka jika kamu tidak berbicara buruk tentang istriku. Dia adalah orang yang aku pilih.”

“Lalu, apa kamu puas dengan wanita itu?”

“Iya.”

“Bahkan di malam hari juga?”

“T-Tentu saja.” Jela-jelas itu bohong, tapi aku hanya bisa mengangguk.

Lagipula, untuk pasangan yang sudah menikah, melakukan hal-hal semacam itu di malam hari adalah hal yang normal. Namun…

“Fufu, bohong.” Akino-san terkekeh.

Seperti laba-laba tawon, dia mendekati mangsanya, membuat jaring agar aku tidak bisa kabur.

“Haru-san, kamu — masih belum mendekapnya di malam hari, ‘kan?”

“……!”

“Aku cukup sensitif dalam hal itu. Melihat jarak kalian… Kalian berdua tidak terlihat seperti pasangan menikah yang menghabiskan malam bersama seperti itu. ” Dia melanjutkan, saat menutup jarak di antara kami. “Aku masih bisa merasakan bau perjaka yang menyengat darimu, Haru-san.”

“... A-Aku tidak percaya itu.”

“Tidak, tidak, itu bau busuk yang kudapat darimu sejak kita bertemu ... Bau perjaka.”

“……” Rasanya hatiku hancur berkeping-keping.

A-Apa kurangnya pengalamanku benar-benar kelihatan jelas?

“Kupikir ada yang salah dengan pernikahan mendadak antara kalian berdua, tapi hari ini aku sudah memastikannya sendiri. Haru-san… ini cuma pernikahan palsu, ‘kan? ” Akino-san menyimpulkan. “Adapun tujuanmu dengan ini… itu pasti untuk menyelamatkan gadis kecil 'Tamakiya' dari masalah keuangannya. Kamu menggunakan pernikahan ini untuk mencapai itu, benar?”

“……”

Ini buruk. Segalanya bakal jadi sia-sia bahkan lebih cepat dari yang aku harapkan. Akino-san sudah menebak situasi kami. Pengamatan matanya dan keterikatannya padaku telah membawanya mencapai kesimpulan yang hampir mendekati kebenaran — kenyataan kalau Rio dan aku melakukan pernikahan palsu.

“… Aku tidak begitu mengerti apa yang kamu bicarakan. Aku ingin kamu jangan asal menerka-nerka pernikahan orang lain. "

“Fufu, percuma saja kamu berpura-pura, Haru-san ... Bahkan jika kamu mencoba untuk menyangkalnya, apa yang harus kulakukan tidak akan berubah.” Ujarnya, semakin mendekatkan jarak di antara kami. “Fufu, aku tadinya sedikit menahan diri untuk mencuri pria yang baru menikah, tapi jika kamu bahkan belum berhubungan badan, Cuma bermain nikah-nikahan, maka aku tidak perlu menahan diri sama sekali.”

Satu langkah, dua langkah, saat dia menunjukkan senyuman yang memikat. Aku mencoba berjalan mundur, tapi punggungku menabrak dinding.

“Mungkin sulit dilihat karena kimononya, tapi aku sebenarnya mempunyai badan yang lumayan juga, paham? Jika kamu punya permintaan atau keinginan, silakan beri tahu aku. Aku pasti akan memuaskanmu, Haru-san. Ke tingkat di mana kamu takkan puas lagi merangkul wanita lain.”

“A-Apa yang kamu…”

“Kamu masih belum mengerti? Aku memintamu untuk menjadikanku simpananmu.” Dia berkata.

Wajahnya terlihat tersenyum, tapi nadanya terdengar serius. Aku bisa mengatahui kalau dia sudah mati-matian tentang hal ini, terlepas dari aku mau atau tidaknya.

“Jika pernikahan palsu ini diperlukan demi 'Tamakiya', maka aku akan menunggu. Namun, hidup bersama dengan wanita yang tidak bisa kamu rangkul pasti sulit, ‘kan? Itulah sebabnya, aku berpikir untuk menawarkan bantuanku untuk melegakan hasratmu.”

“Melegakan hasratku…”

“Jika itu kamu, aku akan bersedia memberimu layanan di mana pun dan kapan pun. Sampai kamu setuju untuk bertunangan denganku. "

“……”

Dia serius. Dia berencana untuk menikahiku. Dia menggunakan semua yang dia miliki — tidak berhenti mencoba merayu adik laki-laki suaminya, saudara iparnya sendiri, semuanya untuk mengamankan posisi yang lebih baik dalam keluarga. Itu semua hanya untuk tidak kehilangan pengaruhnya. Pada saat yang sama, untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar dalam keluarga.

“Bagaimana, Haru-san? Usulan ini akan menguntungkanmu, benar? ”

“… Aku tidak bisa.” Aku langsung menolaknya.

Jawabanku sudah diputuskan sejak awal.

“Tidak ada kompromi. Apapun yang kamu lakukan, aku tidak akan menikahimu. Aku tidak punya rencana untuk melanjutkan hubungan kita lebih jauh dari ini.” Aku berbicara tanpa ragu-ragu. “Karena aku mencintai Rio — Aku mencintai istriku.”

Kata-kata ini keluar lebih mudah dari yang aku harapkan. Pada saat yang sama, aku merasa menyedihkan. Selama orang itu sendiri tidak ada di depanku, dan selama aku tidak harus bersikap seperti suami yang baik, aku bisa mengatakan 'Cinta' ini dengan mudah.

“Kami bukan pasangan palsu, melainkan pasangan menikah yang terikat bersama melalui cinta. Itu sebabnya aku tidak bisa mengkhianati istriku seperti itu.”

“… Cih.” Dia secara terbuka mendecakkan lidahnya. “Sungguh, semua pria di keluargamu semuanya sama saja…”

Meski menunjukkan perilaku manis dan malaikat sampai sekarang, Akiko-san sekarang terlihat terganggu dalam kemarahan dan frustasi — Namun, ini hanya berlangsung sesaat. Kemarahannya langsung menghilang.

“Kalau begitu apa boleh buat. Kupikir pendapat yang keluar dari mulutmu tidak akan berubah dalam waktu dekat, jadi — aku akan bertanya pada tubuh bagian bawahmu.”

“Eh… ap !?”

Tanpa memberiku kesempatan untuk bereaksi, Akino-san segera mendekatiku. Dia mendekatkan tubuhnya ke tubuhku seolah-olah ingin memelukku, dan mengusap pahaku. Bahkan jika aku tidak mau, tubuhku secara otomatis merespons-nya, bergerak-gerak karena syok.

“H-Hei… apa yang kamu pikirkan !?”

“Jika bujukan sia-sia, maka aku hanya bisa memenangkanmu dengan paksa, ‘kan?”

“Dengan paksa…?”

“Jangan khawatir, aku tidak berencana untuk melakukannya sampai akhir, jadi tenang saja. Aku hanya akan melayanimu dengan tangan atau mulutku, dan itu akan berakhir pada saat Rio-san kembali. Karena kamu tidak punya pengalaman, pasti kamu tidak akan bertahan lama. Fufu, ini mungkin akan berakhir dalam sekejap, ”

“Ba-Bahkan aku takkan secepat itu… Tunggu, itu tidak penting sekarang, menyerahlah!” Aku mencoba mendorongnya menjauh dengan paksa, ketika—

Bang! Pintu depan dibanting hingga terbuka, diikuti dengan suara langkah kakiku yang menderu mendekati kami. Tak lama kemudian, pintu ruang tamu terbuka.

“A-Apa yang sedang kalian berdua lakukan !?” Melihat kami berdua yang saling menempel satu sama lain, Rio berteriak dengan wajah merah padam.

Aku bisa melihat reaksi itu terjadi, ya. Atau, itu mungkin akting, tetapi reaksinya terlalu sempurna. Rasanya seperti dia menangkap basah suami tercintanya dirayu oleh saudara iparnya.

“Apa artinya ini, Akino-san !? Le-Lepaskan dia! Sekarang juga!”

“…Baik.” Akino-san menghela nafas, dan menjauhkan tubuhnya dari tubuhku. “Kamu kembali cukup cepat, Rio-san.”

“… Aku tidak dapat menemukan hadiah yang kamu maksud di mana pun, dan si supir tidak tahu apa yang aku bicarakan… Belum lagi aku merasakan firasat buruk, jadi aku kembali berlari.”

“Ya ampun, itu sangat memalukan. Tak disangka kamu bisa sepeka itu.”

“Jangan pura-pura bodoh, dan jelaskan dirimu sendiri. Apa yang kamu lakukan pada Haru sekarang? Apa… yang kamu coba lakukan dengannya? ” Suara Rio dipenuhi dengan amarah besar, saat dia melototi Akino-san.

Namun, Akino-san tetap tenang seperti biasanya.

“Sepertinya kita diganggu.” Dia menatapku.

Memperbaiki kimononya, dia membalikkan badan.

“Aku akan permisi dulu untuk hari ini.” Dia akan meninggalkan ruangan, tapi dia mendadak menghentikan langkahnya. “Ah, itu mengingatkanku.” Dia bergumam, dan memasukkan tangannya ke dalam saku dadanya.

Apa yang dia keluarkan — adalah hadiah yang dibungkus. Bagian tentang dia melupakannya di dalam mobil pasti bohong, seperti yang dia lakukan sepanjang waktu. Dia memberikannya kepada Rio dengan senyumnya yang biasa, dan melanjutkan.

“Haru-san, Rio-san, selamat atas pernikahan kalian.” Dia mengucapkan ucapan selamat, dan keluar dari apartemen.

Perkataannya mungkin terdengar baik dan lembut, tapi kenyataannya, ucapannya dipenuhi sengan sarkasme.

“… Aku tidak benar-benar meragukanmu atau apapun.”

Setelah Akino-san pergi, aku duduk di sofa karena lelah secara mental. Rio lalu membuka mulutnya dengan nada tidak nyaman.

“Alasan kamu menikah denganku… Aku berpikir mungkin karena Akino-san mengincarmu setelah Sora-san pergi.”

“… Yah, kurasa itu masuk akal.”

Mana mungkin dia begitu saja mempercayaiku. Kalau dipikir secara rasional, kedengarannya tidak terlalu jauh. Faktanya, di zaman Showa, tidak jarang seorang janda menikah dengan kakak atau adik dari almarhum suaminya, tapi bukan berarti kita bisa memaksanya ke zaman modern.

“Kakak iparmu mengincar kesucianmu sendiri… Aku khawatir kalau kamu akan memiliki fantasi aneh tentang itu, karena kamu tidak populer dan sebagainya, tapi…”

“… Kamu malah mengkhawatirkan tentang itu?”

“Melihat bagaimana tingkah Akino-san hari ini, aku jadi paham. Dia sebenarnya serius.”

“Ya, meskipun aku lebih suka tidak mengakuinya.”

Dia benar-benar serius tentang ini. Meski ini tampak seperti lelucon yang buruk, dia sudah memikirkannya matang-matang.

“Sejak Sora Aniki pergi, dia terus-menerus mendekatiku, bahkan setelah aku mulai tinggal di sini sendirian. Karena menyembunyikan hal ini akan sangat merepotkan, jadi aku akan jujur, tapi… dia sering mengundang dirinya sendiri ke sini dan membuatkan makanan untukku.”

“… H-Hmph. Yah, yang seperti itu tidak penting. Bukan urusanku siapa yang kamu undang ke apartemen ini sebelum kita menikah.”

“Aku tidak mengundangnya, dia menerobos masuk bahkan setelah aku mengatakan tidak.”

“Ngomong-ngomong… D-Dia tidak pernah menginap, kan?”

"Itulah satu-satunya hal yang kularang.”

Batasan itu tidak aku izinkan untuk dilewati. Selalu sulit untuk mengusirnya setelah mencoba menginap dengan alasan apa pun yang perlu dia tambahkan… Jika dia benar-benar menginap, aku tidak akan tahu apa yang akan terjadi.

“… Bukan hanya aku, dia mulai mendekati orang lain. Hal yang sama juga terjadi saat pernikahan sebelumnya dengan Sora Aniki, tapi dia tipe yang tidak takut pada tindakan apa pun. Dia sudah mulai berbicara dengan orang tuaku.”

“Tidak mungkin… J-Jadi, orang tuamu…?”

“Mereka masih mendiskusikannya dengan istilah sederhana, tapi… Baik ayah maupun ibuku sepertinya tidak menentangnya. Paling banternya, mereka mungkin masih merasa bersalah atas apa yang terjadi dengan Sora Aniki, dan karenanya tidak menyangkal lamarannya terlebih dahulu.”

“Oh…”

“Mereka juga tidak menyetujuinya, tapi ... ibuku memberitahuku sesuatu yang berbunyi 'Karena kamu tidak dapat menemukan pacar sendiri, bukannya Akino-san cukup baik untukmu?' ...”

“Yah…” Rio tidak begitu tahu harus berkata apa.

Hei, bisakah kamu menyangkal kata-kata itu? Atau setidaknya memberikan sedikit dukungan? Tapi ya, orang tuaku juga tidak bisa disalahkan. Mereka tidak tahu kalau Rio dan aku pernah berpacaran saat SMA, jadi bagi mereka, aku pasti memiliki kesan 'Tahun-tahun kehidupan = Tahun-tahun tanpa pacar' bagi mereka.

“… Jika Akino-san berhasil membujuk semua orang, dan mengubah Keluarga Isurugi menjadi sekutunya, aku akan menjadi orang jahat yang tidak mau menikahinya. Tanpa bercanda, Keluarga Isurugi bisa menjadi sangat serius dalam masalah aneh. ”

“... Jadi itu alasannya.”

“Ya, aku harus menikah secepat mungkin. Kupikir Akino-san akan menyerah jika itu terjadi. ”

Masalah ini terjadi karena aku belum menikah. Jadi, jika aku menikah hanya di atas kertas, itu akan menyelesaikan masalah — atau begitulah yang kupikirkan.

“… Aku terlalu naif. Aku terlalu meremehkan Akino-san.”

Pernikahan di atas kertas tidak cukup untuk membuatnya menjauh. Dia tidak pernah menjadi tipe orang yang akan menyerah padaku karena pernikahan yang sederhana.

“Sejauh yang aku bisa lihat hari ini ... dia benar-benar meragukan kita.”

Dia selalu ragu, tapi setelah melihat bagaimana kita bertingkah hari ini, dia pasti sudah memastikannya. Jika ada, dia mungkin yakin kita berpura-pura.

“A-Apa yang harus kita lakukan… jika dia memberi tahu seseorang…”

“… Tidak, kalau masalah itu kita tidak perlu cemas. Bahkan jika dia sendiri yakin akan hal itu, dia tidak memiliki bukti.”

Orang luar lain selain dia seharusnya tidak bisa tahu kalau kita sebenarnya tidak sedang jatuh cinta. Jika kami tinggal terpisah,  mungkin semuanya berbeda, tetapi selama kami tinggal di apartemen yang sama, kami adalah pasangan suami istri yang sah.

“Bahkan jika dia menyebarkan rumor aneh, itu hanya akan merusak citranya. Dia bukan wanita bodoh yang akan melakukan itu.”

“Be-Begitu ya.”

“Tapi, menurutku dia tidak tinggal diam terus. Kita perlu melakukan tindakan pencegahan.” Aku memikirkan hal itu, saat….

“…Hei.” Rio bertanya. “Kenapa kamu begitu enggan menikahi Akino-san, Haru?”

“…Hah? Maksudku, bagaimana mungkin aku bisa menikahinya. Aku ‘kan  menikah denganmu sekarang. "

“Bukan itu maksudku… Kamu mengabaikan PDKT-nya bahkan sebelum kamu menikah denganku, ‘kan? Aku cuma penasaran mengapa… ”

“……”

“Ti-Tidak ada alasan khusus, oke. Aku cuma penasaran. Akino-san sangat cantik, dan pintar… Dan meskipun kamu mungkin mengatakan ini dan itu tentang dia, aku tahu kesanmu terhadapnya lumayan tinggi. ”

Yah, memang tidak salah sih. Aku sangat memikirkannya dalam arti bahwa aku tidak bisa melepaskan kewaspadaanku sama sekali.

“... Tapi, semua itu tidak masalah, karena dia adalah istri Aniki. Juga ... bahkan jika seluruh faktor itu tidak ada, aku  merasa tidak mau menikahi seseorang yang semenakutkan dirinya.” Aku berdebat.

Jika aku menikah dengannya, apalagi mendominasiku, dia mungkin akan melatihku untuk menjadi hewan peliharaan, dan membayangkannya saja sudah  membuatku takut.

“Apalagi—” Lanjutku, sambil melirik ke arah Rio.

“… Hm? Apalagi… apa? ”

“Tidak, lupakan saja.”

Bagaimana aku bisa memberitahunya alasan terbesarku tidak ingin menikahi Akino-san — karena aku masih belum melupakan Rio. Bahkan jika itu mencabik-cabikku, aku tidak bisa mengatakan alasan itu di depan wajahnya. Itulah sebabnya, aku memilih alasan terbesar kedua.

“... Aku cukup yakin kalau Akino-san benar-benar menyukai Aniki.”

Mata Rio terbuka lebar.

“Eh… Hah? T-Tapi… bukannya dia menikahi Sora-san karena kekayaan dan pengaruhnya…? ”

“Aku yakin ini adalah alasan awalnya. Tapi, perasaan sukanya muncul selama pernikahan mereka. Apa yang dimulai sebagai kepura-puraan untuk mencari barang sesaat berakhir dengan cinta yang tumbuh di dalam dirinya, atau sesuatu seperti itu. ”

“………”

“Setelah Aniki pergi… Aku melihatnya sekali. Dia melihat foto-foto upacara pernikahan mereka, dan menangis sendirian… ”

Kejadian itu terjadi ketika aku masih duduk di bangku SMA, dan tinggal di rumah keluargaku. Aku berjalan di sekitar kediaman pada malam hari, dan mendengar suara isak tangisan. Setelah mencari sumbernya, aku menemukan kamar Akino-san. Melalui celah pintu yang sedikit terbuka, aku bisa melihatnya duduk di tempat tidur, melihat album upacara pernikahannya dengan Aniki.

Air mata mengalir di matanya, saat dia mengeluarkan erangan samar. Dia mencoba yang terbaik untuk menahan suara seperti itu, tapi tangan yang membalik halaman tidak berhenti. Seolah dia sedang menghidupkan kembali kenangan berharga di masa lalu, tidak bisa mendapatkannya lebih lama lagi. Pada saat yang sama, aku mendengar gumaman samar-samar dia.

Sora-san, Sora-san — Dia mengulangi nama orang yang telah meninggalkannya berulang kali. Itu adalah bukti cinta tanpa akhir, cinta yang bisa membuatmu iri.

“... Jika itu benar, lalu mengapa dia tidak langsung pergi menemuinya? Jika dia memintanya untuk kembali, maka ...”

“Dia tidak bisa melakukan itu. Tidak dengan harga dirinya yang sangat tinggi itu.”

“Tidak mungkin…”

“Aku pikir dia sangat ingin memenangkan aku sehingga dia dengan paksa membuat dirinya melupakan Aniki. Ini mungkin hasil yang dia dapatkan setelah mencoba memisahkan dirinya dari masa lalu.”

Bertingkah seolah-olah tidak merasa terganggu, bertingkah seolah-olah dia tidak terluka, dia mencoba untuk bergerak maju dengan memaksakan dirinya di jalan itu. Meski dia masih diliputi rasa sakit, penuh dengan perasaan yang melekat pada Aniki. Untuk seseorang seperti aku, yang juga memiliki perasaan yang melekat pada orang lain, aku memahami rasa sakitnya dengan sangat baik.

“… Yah, aku tidak punya bukti untuk itu. Ada kemungkinan besar dia sudah melupakan Aniki, dan mungkin inilah yang benar-benar dia inginkan.” Aku mengangkat bahu. “Bagaimanapun juga… aku tidak ingin menikah dengannya. Dia tidak menyukaiku, dan aku juga tidak menyukainya.” Aku terdiam sedetik, hanya untuk mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan. “Pernikahan adalah sesuatu yang harus kamu jalani dengan orang yang kamu cintai.”

“… Eh?” Untuk sesaat, Rio membeku, menatapku dengan tidak percaya.

Perlahan-lahan, wajahnya mulai memerah, dan melihat reaksinya, aku akhirnya baru menyadari apa yang baru saja kukatakan.

“… Tidak, kita berbeda! Pernikahan kita masuknya pengecualian! Apa yang baru aku katakan adalah pemikiran umum! Ide umum, jadi jangan salah paham! "

“A-Aku mengerti, aku tidak akan salah paham!”

Kami berdua mulai tersipu, dan sama-sama memalingkan muka. Sungguh, kita tidak bisa menyalahkan Akino-san sama sekali. Kami mungkin tidak jauh berbeda. Aku pensaran mau di bawa ke mana kehidupan pernikahan kami, yang dimulai dengan perhitungan dan kepura-puraan.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>

close

2 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama