Chapter 6 — Latihan Pelukan
Bila membicarakan keluarga
Tamaki Rio — pemilik pembuat manisan Jepang 'Tamakiya',
mereka merupakan perusahaan terkemuka di timur laut Jepang. Mereka mempunyai
beberapa toko cabang, dan semua orang bisa menyenandungkan jingle iklan TV yang
mereka putar di televisi lokal.
Semuanya bermula dari bisnis
keluarga yang berfokus pada dorayaki, dan sekarang setelah bisnis tersebut berlangsung
selama 50 tahun, mereka berkembang menjadi perusahaan besar yang menawarkan
berbagai manisan lainnya. Belum lagi mereka mulai mengembangkan bisnis mereka
ke sektor yang tak berhubungan dengan manisan jepang.
Kakek-nenek dari Tamakiya
selalu berhubungan baik dengan Keluarga Isurugi yang mengatur daerah ini
sebagai tuan tanah. Di timur laut, Tamakiya mungkin merupakan pembuat manisan
yang tak tertandingi. Namun, pada tahun lalu, dan tahun sebelumnya, mereka
mengalami rentetan tragedi yang membuat bisnis mereka terpukul.
Pertama-tama, bisnis baru yang
mereka investasikan, yaitu membuat bir, yang membutuhkan banyak dana, berakhir
dengan kegagalan karena kurangnya pengetahuan, dan kalah saing dengan
perusahaan lain. Selain itu, salah satu pabrik penting mereka terkena dampak banjir
akibat meluapnya sungai karena tsunami, dan semua mesin di pabrik tersebut
rusak. Selanjutnya, dua orang petinggi ditangkap karena perampasan dan
penganiayaan. Banyak kejadian malang terjadi bertubi-tubi, yang mana membuat
keadaan finansial Tamakiya berada di ujung tanduk.
Pihak Bank meminta pengurangan
bisnis dan pengurangan jumlah karyawan, dan meski begitu, mereka menemukan diri
mereka dalam skenario terburuk di mana bahkan sudah melakukan semua itu
memiliki peluang kecil untuk memperbaiki keadaan genting mereka. PHK
karyawanmu, atau jual bisnis mereka dan ganti manajemennya. Pada intinya, keluarga
Tamakiya saat itu akan mengalami perubahan drastis tidak peduli pilihan apa
yang diambil. Setelah menyadari keadaan mereka — aku menelepon Rio. Aku
menelepon mantan pacarku yang belum pernah aku ajak bicara sejak kami putus.
‘Haru…’
Suara Rio yang menyapaku di
telepon… terdengar gemetar. Sejujurnya, aku sudah mempersiapkan diri untuk dihina.
Menghubungi mantan pacarku dalam keadaan seperti itu mungkin akan memperkeruh
keadaan. Mungkin dia sama sekali tidak membutuhkan bantuan dariku. Semua
kemungkinan tersebut memenuhi isi kepalaku, akan tetapi…
'Apa
yang harus kulakukan, Haru ... Tamakiya ... Tamakiya yang dibangun Nenek ...
semuanya mungkin akan lenyap ...'
Saat aku mendengar suara lemahnya
yang penuh dengan rasa sakit dan kecemasan — bahkan keraguan sekecil apa pun segera
lenyap dari dalam diriku. Rasanya seperti rem yang menahanku telah rusak.
“Rio, menikahlah denganku.”
'... H-Huuuh ?!'
Ada keheningan sejenak, sampai
Rio mengeluarkan suara yang benar-benar bingung.
'Me-Menikah
... Apa yang kamu bicarakan, pada saat seperti ini!'
“Aku bilang begitu karena
sekarang adalah waktu yang tepat.” Aku tidak bertele-tele, dan melanjutkan.
“Aku memang mengatakan menikah, tapi… pernikahan tersebut demi bisa memenuhi
tujuan kita. Bisa dibilang kalau pernikahan kita adalah pernikahan palsu.”
'Pa-Palsu
...’
“Kami sendiri memiliki koneksi
yang dalam dengan Tamakiya. Baik kakek dan ayahku sudah mencoba memikirkan cara
untuk membantumu. Tapi… mereka tidak dapat membantumu hanya karena niat baik.
Demi bisa menggerakkan keluarga konglomerat… Kamu membutuhkan alasan yang bagus.
”
'Al-Alasan
yang bagus ... jadi pada dasarnya.'
“Itu
benar, pernikahan kita.”
Jika itu pernikahan anak-anak
mereka, maka itu akan menjadi alasan yang cukup dan menyebabkan keluargaku
terlibat. Tradisi ini mungkin tampak kuno, tetapi kebiasaan semacam ini masih
terjadi dalam dunia bisnis. Belum lagi — itu sangat membantu citra perusahaan.
‘Putri bungsu Tamakiya menikahi putra bungsu dari keluarga Isurugi’
akan sangat membantu untuk menyingkirkan citra negatif yang dimiliki perusahaan
Tamakiya saat ini.
“Aku sudah berbicara dengan
orang tuaku mengenai hal itu. Jika aku menikah denganmu… maka kami akan
menawarkan bantuan untuk merehabilitasi manajemen Tamakiya.”
'B-Benarkah
!?'
Suaranya dipenuhi dengan harapan sesaat, tapi kemudian dipenuhi kecemasan lagi.
'Ta-Tapi ... apa kamu baik-baik saja
dengan itu? Mengapa kamu berbuat sejauh itu hanya untuk membantu keluargaku?’
“… Sayangnya aku harus menikah
secepat mungkin. Aku akan menjelaskan semuanya nanti, tapi Akino-san sudah
cukupp menggangguku belakangan ini. Itulah sebabnya… jangan merasa berhutang
budi padaku atau semacamnya, aku juga mendapat keuntungan dari pernikahan ini.
” Aku menarik napas dalam-dalam, dan mengambil keputusan.
“Kamu mungkin tidak ingin
melihat wajahku lagi. Kamu mungkin membenci gagasan untuk menikah denganku,
meski status tersebut cuma di atas kertas ... Tapi, jika bisa, aku ingin kamu
menerima ini.”
'……'
“Tentu saja, Kamu boleh
menolaknya. Jika itu masalahnya, maka kita akan memikirkan alasan lain. Karena
hal ini tidak bisa dipiutuskan secepatnya, kamu dapat meluangkan waktu dan berpikir—”
'—Baiklah.' Rio
menyela kata-kataku di tengah kalimat. "Aku akan menerima tawaranmu — Tidak, aku seharusnya meminta itu."
‘Tolong nikahi aku,’ katanya.
Dan dengan demikian, pernikahan
palsu kami dimulai. Berawal dari kesepakatan tersebut, bisa dibilang kalau
semuanya berjalan dengan baik, setidaknya sesuai dengan rencana. Setelah kami
menikah, Grup Isurugi mendukung manajemen Tamakiya. Karena situasi yang
mengerikan ini disebabkan oleh sederet kecelakaan atau insiden di luar kendali
mereka, begitu mereka berhasil melewati krisis ini, mereka seharusnya bisa
kembali ke masa kejayaan sebelumnya.
Karyawan Tamakiya sangat
berterima kasih kepadaku dan Rio untuk ini, tapi sejujurnya… aku tidak merasa
terlalu senang tentang itu. Pada akhirnya, kami cuma menipu mereka. Yang
terpenting… Aku merasa sangat menyedihkan karena tidak berdaya. Tanpa bantuan
keluargaku, aku bahkan takkan bisa menyelamatkan satu-satunya mantan pacarku.
“Hei, Haru.” Saat kami sedang
makan malam di dapur, Rio membuka mulutnya.
Menu hari ini adalah babi
goreng dengan jahe, dan sedikit salad. Makanan yang bisa dimasak Rio sangat
berorientasi pada masakan rumahan dan dibuat untuk orang biasa. Rupanya,
Hayashida-san menancapkan ini padanya selama pelatihan menjadi istri. Mungkin
tidak terlalu mencolok, tapi rasanya rata-rata bisa aku nikmati setiap hari.
“Tentang hadiah yang kita dapat
dari Akino-san beberapa waktu lalu ... apa yang harus kita lakukan dengan
hadiah balasannya.”
“Ahh… pertanyaan yang bagus.”
Karena kami menerima hadiah
untuk merayakan pernikahan kami, sudah menjadi hal lumrah untuk membalas
sesuatu dengan barang yang lain. Aku memeriksanya sendiri, tetapi tampaknya itu
adalah 'Budaya Timbal Balik’ Jepang yang sangat berbeda, yang tidak persis
tertulis dalam undang-undang atau semacamnya, tapi lebih cenderung terukir di benak kita saat sudah menjelang
dewasa.
Saat membalas budi dengan
hadiah untuk pernikahan, pada dasarnya kamu perlu mencari hadiah yang bernilai
setengah dari jumlah hadiah perayaan asli.
“Bila dilihat kepribadiannya
yang sebenarnya, aku hanya ingin memberinya sesuatu untuk menyelesaikannya ...
Tapi karena dia memberi kita 100.000 yen, kita perlu memikirkannya dengan
matang-matang.” Ujar Rio, terutama didorong oleh harga dirinya.
Hadiah 100.000 yen memang
kelihatannya cukup mahal, tapi jika kamu melihatnya sebagai hadiah perayaan
untuk adik iparmu, jumlah tersebut rasanya tidak terlalu banyak.
“Yah, karena tak ada labelnya,
jadi mending gunakan uang yang kita punya saja, dan berikan kembali hadiah
terima kasih yang pantas.”
Supaya dia tidak bisa memiliki
sesuatu yang menentang kita, hal yang terbaik adalah melindungi akal sehat dan
sopan santun.
“Kamu benar. Jadi, karena kita
menerima 100.000 yen, kita perlu mengembalikan setengahnya… Tapi, barang apa
yang kita beli dengan 50.000 yen? ”
“Aku membaca secara online
bahwa dengan hadiah yang mahal, tidak perlu mengembalikannya setengah seperti
biasanya.”
“Ya. Jadi ... Aku akan
menggabungkannya menjadi satu. Karena kita juga menerima hadiah dari karyawan
Tamakiya, aku akan mengumpulkannya.”
“Boleh aku menyerahkan itu
padamu?”
“Aku sudah terbiasa berkeliling
mengunjungi kerabat kita, jadi serahkan pada istrimu yang luar biasa ini.” Dia
berbicara dengan percaya diri.
Tanpa bagian terakhir itu, aku
akan benar-benar melihatnya sebagai istri yang luar biasa. Setelah kami selesai
makan, kami membawa piring-piring ke dapur, dan mulai mencuci piring. Hal ini
berubah menjadi kebiasaan bahwa kami selalu melakukannya bersama. Rio bersikukuh
untuk mengurusnya sendiri, tapi karena dia yang mengurus masakannya, aku ingin
membalasnya setidaknya dengan cara tertentu, jika tidak, aku akan merasa
bersalah. Pada akhirnya, kami berdua mencucinya bersama.
“Haru, apa kamu bisa
mengambilkan ketel di dalam rice cooker? Aku akan mencucinya juga.”
“Iya.” Aku berjongkok untuk
meraih penanak nasi dari rak peralatan makan.
Tepat saat aku ingin membalik
tutup bagian dalam dan ketel — sebuah kecelakaan terjadi. Aku merasakan sensasi
kenyal di sikuku.
“Ahnn!”
Pada saat yang sama, aku mendengar
jeritan yang menggemaskan dari atas kepalaku. Mungkin agak terlambat untuk
mengatakan ini, tapi… ruangan ini agak kecil. Jika kami berdua bekerja di sini
pada waktu yang sama, hampir tidak ada ruang terbuka. Untuk menyerahkan Rio
tutup bagian dalam, aku berdiri, dan kebetulan menabraknya di belakangku. Atau
lebih tepatnya, sikuku menusuk pantatnya.
Saat ini, Rio mengenakan baju
santai yang dia kenakan di rumah. Celana dalamnya pasti agak longgar, dan
sangat tipis… makanya aku bisa langsung merasakan elastisitas dari bagian tubuh
itu. Aku masih bisa merasakan sensasi lembut di ujung sikuku, yang mana hal itu
membuatku tersipu.
“Maaf, aku tidak sengaja
melakukannya, aku hanya…”
“A-Aku tahu itu.” balas Ri,
seolah-olah dia putus asa untuk menekan rasa malunya sendiri. "Ruangan ini
cukup sempit, jadi mau bagaimana lagi jika kamu menyenggolku ... Kamu tidak
perlu meminta maaf hanya karena sikumu menyenggolku.”
“Tapi, aku menyenggol pantatmu
cukup keras ...”
“~~~ !! Baka~! Kamu tidak perlu
menjelaskannya juga kali!”
Pada akhirnya, dia masih marah
padaku. Setelah itu, kami berdua tinggal dalam suasana yang canggung ini
sembari terus mencuci piring. Tepat setelah kita menyelesaikannya…
“... Kita mungkin perlu
melakukan sesuatu tentang ini.” Rio bergumam.
“Tentang apa?”
“Suasana yang canggung dan kaku
ini. Kita seharusnya takkan menjadi seaneh ini hanya karena tubuh kita
bersentuhan.”
“……”
“Sikap seperti ini pasti
mencurigakan. Pasangan normal pasti takkan panik hanya karena sedikit skinship. ”
Itu memang masuk akal. Sepasang
suami istri biasanya melewati beberapa tahap dalam hubungan mereka. Setelah
pindah bersama, mereka takkan panik cuma karena sedikit kontak kulit.
“Alasan Akino-san semakin
meragukan kita karena dia melihat jarak yang canggung di antara kita, ‘kan?”
“…Sepertinya begitu.”
Padahal menurut penuturannya,
akulah yang bersandiwara dengan buruk. Sesuatu di sepanjang aroma keperjakaanku
memenuhi udara… Sial, hanya mengingat membuat hatiku serasa akan hancur.
“Kita harus melakukan sesuatu
tentang ini. Akino-san akan terus mengawasi kita… dan jika orang lain melihat
kita seperti ini, mereka mungkin mulai meragukan kita juga. ”
“Ya… masuk akal.”
Aku ingin melakukan sesuatu
tentang ini. Tapi, aku tidak tahu bagaimana caranya. Mau tidak mau aku jadi
kebingungan. Tidak peduli seberapa perjaka melawan, aku masih perjaka.
“Aku sedang memikirkan tentang
ini, tapi pilihan terbaik… adalah membiasakan diri, ‘kan?”
“Membiasakan diri…”
“Aku yakin setiap pasangan yang
sudah menikah pada awalnya masih terasa canggung, dan tidak nyaman dalam situasi
seperti ini. Tapi, dengan mengalami berbagai pengalaman, mereka akan terbiasa
satu sama lain, dan akhirnya menerima 'kesan
pasangan menikah' ini, tahu? ” Rio melanjutkan dengan nada acuh.
Namun, wajahnya semerah tomat,
dan demi menyembunyikan rasa malunya, dia mulai berbicara tentang penalaran
logis lebih dari sekedar perasaan.
“Untuk mendapatkan 'kesan pasangan menikah' ini, aku pikir
kita perlu mengalami banyak hal dengan orang lain, dan meningkatkan keintiman
kita.”
“……”
Meningkatkan keintiman kita…
agar suasana yang canggung ini tidak terjadi hanya karena sedikit kontak fisik.
Sederhananya, itu berarti ...
“Pada dasarnya… kamu menyuruhku
untuk lebih sering menyentuh pantatmu?”
“Bukan itu maksudku, baka!”
Sepertinya aku salah.
“Kenapa malah sampai pada
kesimpulan itu!? Memangnya kamu ini bodoh!? ”
“Ka-Kamu sendiri yang
mengungkitnya, kan? Itu sebabnya… supaya kita tidak panik hanya dengan aku
menyentuh pantatmu, jika aku terbiasa, maka… ”
“Sa-Salah! Cu-Cuma orang cabul
yang akan melakukan itu!” Dia tersipu, dan menghela nahas. “… Aku tidak sedang
berbicara tentang sentuhan tubuh seksual, tetapi lebih pada tentang skinship
sederhana…”
Dia sedikit tenang, dan
melanjutkan. “Sepasang suami istri akan melihat sedikit skinship sebagai hal
yang sangat normal. Itu sebabnya, jika kita terbiasa dengan itu juga, akting
kita akan menjadi lebih baik. Kami pasti takkan panic lagi hanya karena sedikit
sentuhan seperti sebelumnya.”
Hmm, begitu rupanya. Jadi skinship tapi bukan dalam artian
seksual.
“… Aku mengerti maksudmu, tapi
apa kamu punya ide tentang itu? Aku tidak bisa benar-benar memikirkan contoh
sederhana untuk skinship semacam
itu.”
“Yah, misalnya—” Rio berbicara
dengan suara canggung, mencoba menyembunyikan rasa malunya yang jelas tidak
berhasil. “—B-Bagaimana kalau kita mulai dengan berpelukan?”
Kami berdiri di ruang tamu, dan
berhadapan satu sama lain seakan-akan siap untuk berperang. Aku mengerti bahwa
ini latihan supaya kita tidak menjadi kaku seperti sebelumnya, tapi… rasanya
lebih mengerikan mengetahui bahwa kita berlatih. Suasana canggung memenuhi
ruangan — hanya agar mata Rio terbuka lebar. Dia tampak bertekad… atau hanya
gungho.
“A-Ayo lakukan ini!”
“… Tidak, tunggu! Tunggu
sebentar! ”
Aku merasa ketakutan karena
tekad Rio, dan memohon padanya untuk berhenti.
“Apa lagi?”
“Yah, kau tahu ... bukannya
pelukan tingkatannya terlalu sulit?”
Pelukan ... ini pelukan, tahu?
Perilaku di mana kamu saling merangkul satu sama lain, ‘kan? Aku merasa seperti
kami melewatkan beberapa langkah di sini.
“Aku merasa kita terlalu
terburu-buru di sini, jika kita hanya akan mempraktikkan skinship sederhana
...”
“Jika kita tidak melakukan
sesuatu yang lebih merangsang, itu bahkan takkan menjadi latihan yang tepat.
Apalagi… namanya pelukan itu normal, ‘kan? Di Amerika, gerakan pelukan sama
seperti sapaan.”
“Tapi kita ini di Jepang…
apalagi…..”
Aku merasa sangat menyedihkan
karena baru memastikannya sekarang, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk
bertanya.
“Bukannya kamu… membencinya?”
“…Tidak juga.” balas Rio tanpa
perubahan emosi. “Aku bukan gadis remaja lagi, jadi pelukan bukanlah hal yang
istimewa. Aku tidak merasakan apa-apa, sama sekali tidak ada.”
Berhenti
berbohong, pikirku. Muka terlihat sangat tersipu sama sepertiku.
“Dan… bukannya kita sudah
pernah berpelukan sebelumnya”” Rio
mengalihkan pandangannya karena malu, dan menggumamkan kata-kata ini. “Saat
kita masih pacaran… pada hari musim gugur yang dingin itu…”
“… Yang ada di bangku taman
umum? Aku… pikir yang satu itu berbeda dari pelukan biasa. Karena kamu
mengatakan 'Peluk aku' dengan suara yang manis, aku dengan lembut memeluk
bahumu, itu saja ...”
“A-Aku tidak mengatakannya
seperti itu! Lagian ... menurutmu salah siapa aku terpaksa mengatakan itu !? ”
“Eh, jadi itu salahku?”
“Itu karena kamu tidak peka
sama sekali! Aku terus mengatakan 'Ahh,
sangat dingin' dan 'Hari ini dingin
banget' berulang kali, berusaha memberi kode, tapi amu tidak akan memelukku
sama sekali, jadi aku harus mengatakannya secara langsung…! Itu semua karena
kamu tidak peka!”
“Mana mungkin aku bisa
mengetahuinya!”
Aku berteriak sekuat tenaga,
tapi sejujurnya… Aku benar-benar menduga kalau dia memberi kodgitue . Aku
berpikir 'Jika dia terus-menerus mengeluh
tentang betapa dinginnya cuaca hari ini, mungkin dia ingin aku memeluknya?',
namun langsung aku buang jauh-jauh pemikiran itu dengan 'Tidak, mana mungkin. Apa sih yang aku pikirkan, najis ', dan
menyerah. Tindakan berinisiatif memeluknya seperti pria tampan akan… sayangnya
tidak mungkin bagi seseorang seperti aku yang tidak memiliki pengalaman.
“… Mending berhenti menggali masa
lalu kita yang kelam. Kita takkan mendapatkan apa-apa.”
“…Setuju.”
Kami berdua mendesah lelah.
“Jadi apa yang akan kita
lakukan?”
“…Kita harus latihan pelukan.
Tidak ada jalan mundur lagi.” Rio merengut padaku dan membuka tangannya
lebar-lebar.
Dia siap melakukan pelukan dan
tidak menunjukkan keraguan sedikit pun.
“Jika aku mundur sekarang, itu
menunjukkan kalau aku terlalu GR sama
kamu, dan aku tidak dapat menerimanya.” (TN : GR – Gede Rasa/ salting di depan orang yang kamu suka)
“Apa kamu benar-benar harus
memprioritaskan harga dirimu terus?”
“Seorang wanita memberimu lampu
hijau, jadi kenapa kamu masih belum melakukannya? Dasar cowok pengecut, apa
kamu tidak merasa kalau kamu itu menyedihkan? "
“… Itulah yang kamu sebut
diskriminasi. Lagian, aku tidak takut, kok. Aku hanya mempertimbangkan
konsekuensinya… Tapi, terserahlah. Aku akan melakukannya.” Aku berhenti
membuat-buat alasan.
Lebih dari ini hanya akan
membuang-buang waktu, belum lagi itu akan terlihat menyedihkan. Sebagai seorang
pria, aku harus mengambil keputusan, dan menunjukkannya.
“Ini cuma pelukan ringan, jadi
tidak perlu terlalu memikirkannya.”
“Itu benar, ini cuma latihan.”
Setelah selesai membuat alasan
masing-masing, kami berdua saling menatap mata.
“Lalu… Ay-Ayo.”
“Y-Ya.”
Kami berdua perlahan dan dengan
canggung mendekatkan diri. Setelah hampir menyentuh satu sama lain, kami
membuka tangan. Dan kemudian, dengan lembut merangkul punggung satu sama lain —
Peluk erat.
““ ~~ !!! ””
Wow. W-Wow… apa ini. Ini…
sensasi yang lembut. Dengan dia sedekat ini denganku, aku bisa langsung
merasakan seluruh tubuhnya. Sensasi kulitnya, kehangatannya, napasnya, dan
aromanya, semuanya berada dalam jangkauan indraku.
Pelukan ini sangat berbeda dari
pelukan yang kami lakukan saat jaman sekolah dulu. Kami saling berpelukan
sambil bertatap muka, dan kami juga mengenakan pakaian yang berbeda. Sekarang,
kami tidak mengenakan seragam sekolah yang kaku, tetapi pakaian santai yang
longgar. Tubuh yang kurasakan di lenganku, hampir tidak tertutup kain, adalah
tubuh seorang wanita. Hal tersebut membuatku sadar bahwa aku sedang memeluk
seorang wanita dengan tubuhku sendiri. Kepalaku hampir gila karena ketegangan
dan kegembiraan—
“… Ja-Jangan diam saja, coba katakan sesuatu.” ujar Rio, di dalam pelukanku. Suaranya terdengar bergetar.
“... Kenapa kamu tidak
mengatakan sesuatu?”
“Y-Yah ... ini sudah seperti
yang kuduga”
“Be-Benar. Ini bukan masalah
besar.”
“Ya, ini tidak spesial sama
sekali.”
Tentu saja, ini masalah yang
sangat besar. Rasanya seperti, kewarasanku sendiri akan meledak
berkeping-keping setiap saat. Segala sesuatu dari Rio yang kurasakan di dalam
pelukanku mengarah ke hatiku. Dan yang paling berbahaya dari semuanya — adalah
dadanya. Payudaranya sering kali mengalihkan pandanganku ke arahnya, tapi
sekarang payudaranya ditekan cukup kuat ke dadaku sehingga bisa berubah bentuk.
Dia seharusnya menyadari hal
ini, namun dia tidak mengatakan apa-apa… Apa itu berarti dia sudah
mempersiapkan dirinya untuk ini? Bukannya ini gawat? Mereka melakukan ini
sebagai sapaan di luar negeri? Bagaimana mungkin kamu tidak memikirkan sesuatu
yang berbau seksual di sini. Bahkan jika aku melakukan ini dengan seseorang
yang tidak aku sukai, aku mungkin akan sedikit terangsang. Terutama jika aku melakukannya
dengan mantan pacarku yang masih memendam rasa…
“…Hei.”
Saat aku tersiksa di dalam
batinku, aku mendengar suara lemah Rio.
“… Bukannya kita harus…
melanjutkan ke tahap selanjutnya?”
“Tahap…..selanjutnya…?”
“… Ya ampun, kenapa kamu tidak
memikirkannya sendiri? Apa kamu tidak bisa melakukan apapun tanpa aku
menunjukkannya?”
“Urk…”
Memang benar bahwa aku mungkin
terlalu banyak menerima. Tapi, karena dialah yang memikirkannya, bukannya lebih
logis kalau dia yang ... Tidak, kurasa itu bukan alasan yang bagus. Karena
masalah ini menyangkut kami berdua, tidak pantas juga menyerahkan semuanya padanya.
Kalau begitu, selanjutnya …
“……”
Aku mencapai pada satu
kesimpulan, dan langsung menerapkannya. Aku melepaskan tanganku dari
punggungnya, meletakkannya di pundaknya. Aku mundur selangkah, dan menatap
langsung ke matanya, sambil mati-matian berusaha menyembunyikan rasa maluku.
“Aku mencintaimu, Rio.”
“~~~ !?”
Setelah mukanya berubah memerah
sebentar, dia sekarang mengomel. Dia lalu meletakkan tangannya di dadaku, dan
mendorongku.
“Apa… eh… Hu-Huuuh !? Apa yang
sedang kamu lakukan!? Ke-Kenapa… kamu tiba-tiba mengatakan sesuatu seperti itu
!? ” Dia berteriak dengan suara nyaring, tatapannya mengarah kemana-mana.
Sepertinya dia panik.
“Maksudku… kamu membicarakan
tentang tahap selanjutnya, jadi… kurasa membisikkan kata-kata cinta sangat
cocok untuk pasangan yang sudah menikah…”
“Kenapa malah berakhir seperti
itu !? Pasti… pasti ada sesuatu yang lebih ringan… seperti mengelus kepalaku,
atau meletakkan tanganmu di atas kepalaku! ”
“A-Ahh, begitu…”
Mengelus kepalanya, ya. Aku
kira dia hanya berbicara tentang tahap selanjutnya dalam konteks pelukan.
“Dan, melakukan serangan
mendadak seperti itu… Uuuuu…!” Dia menyembunyikan wajahnya dengan tangannya,
mengeluarkan erangan. “Ini yang terburuk… kamu selalu seperti ini… Tidak peka,
dan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika waktunya tiba, namun tiba-tiba
keceplosan begitu…”
“…Maaf.” Aku hanya bisa meminta
maaf.
Kali ini, jelas-jelas aku yang bersalah,
jadi aku tidak bisa membantahnya. Seriusan, aku tadi ngelakuin apaan sih. Sudah
berapa tahun sejak aku mengucapkan kata-kata itu?
“Serius, apa yang akan kamu
lakukan dengan suasana canggung ini, huh…?”
“… Aku tidak tahu.”
Tujuan kami ialah membiasakan
satu sama lain dengan berpelukan, dan sekarang kami malah semakin canggung.
Jika pun ada, lain kali saat tubuh kita bersentuhan tak sengaja, aku mungkin
akan teringat pada pelukan ini, yang memiliki efek sebaliknya.
“Sepertinya… latihan skinship
masih terlalu dini bagi kita. Ketika gagal seperti ini, yang ada malah
berdampak negatif pada kehidupan masa depan kita bersama, oleh karena itu… ”
“T-Tentu saja tidak! Mana
mungkin ideku salah. Hanya saja, kali ini tidak berhasil.” Lanjutnya dengan
wajah yang tampak sedikit malu, tetapi masih menunjukkan tekad. “Ayo lakukan
lagi.”
“… Ki-Kita akan berpelukan lagi?”
“Tidak, kita akan mengambil
pola yang berbeda dari sebelumnya.” Ujar Rio. “Kali ini… Aku telah mendapat informasi
bahwa jika kita melakukan ini, kita pasti akan berakhir lebih dekat, dan lebih
terbiasa.”
❀❀❀❀
[Sudut Pandang Tamaki Rio]
Beberapa jam sebelumnya.
“Ahhh, berada di rumah sendiri
memang membuatku nyaman ~”
“Apa Anda akan mengucapkan
kalimat yang sama setiap kali ada ke sini?”
Saat aku duduk di sofa,
Hayashida mengeluh dengan suara acuh tak acuh seperti biasanya.
“Anda cenderung sering kembali
kemari, Rio-sama.”
“Memangnya ada masalah? Lagian
tempat tinggalku dekat kok.”
“Jika ini periode Showa, ibu
mertu anda akan mengomeli anda.”
“Aku ini wanita dari zaman
Reiwa, jadi tidak apa-apa. Terlebih lagi ... Aku datang ke sini karena aku
dipanggil, jadi kurasarasa aku tidak pantas menerima dendam untuk itu?”
“Memang betul. Maafkan saya,
Rio-sama, tetapi setiap kali melihat anda, saya memiliki rasa kewajiban untuk
menyampaikan setidaknya satu keluhan kepada anda.”
“... Kewajiban macam apa itu?”
“Anggap saja itu sebagai bagian
dari pertumbuhanmu, Rio-sama. Saya pastinya tidak merasa cemburu kepada anda
yang merupakan mahasiswa sekaligus ibu rumah tangga. Saya juga tidak mengutukmu
karena menikahi seorang suami yang tampan dan kaya, namun bahkan tidak menginap
di rumahmu bersama, dan malah berlari pulang ke rumah keluargamu.”
“Aku bisa mendengar apa yang
sebenarnya kamu rasakan, oke!”
Setelah olok-olokkan yang biasa, Hayashida meletakkan beberapa kantong
plastik di atas meja. Alasanku kembali ke rumah keluargaku adalah untuk
menerima ini.
“Bingkisan ini merupakan hadiah
perayaan dari karyawan Tamakiya yang pernah saya beritahu.”
“Wah… Wow, ada banyak sekali.”
Di dalam kantong plastik
tersebut terdapat banyak bungkus kado, paket, dan bahkan surat.
“Saya sudah mengumpulkan semua
hadiah dan benda kecil lainnya bersama-sama… Selain ini, kami telah menerima
buah dan sayuran dalam jumlah yang berlebihan, serta barang elektronik dan peralatan
makan… mana mungkin Anda bisa membawa semuanya, jadi harap tentukan
barang-barang kecil yang bisa dibawa oleh Anda.”
“E-Ehhh… ini cukup mengejutkan…
Kenapa orang-orang dari Tamakiya begitu bahagia dengan pernikahan kita…?”
“Apa Anda serius mengatakan
itu, Rio-sama?” Hayashida mengangkat bahunya menghadapi keraguanku. “Bagi
orang-orang Tamakiya, kalian berdua seperti juru selamat.”
“Ju-Juru selamat…?”
“Jika
bukan karena pernikahan Anda berdua, dan dukungan yang berasal dari keluarga
Isurugi, keluarga Tamakiya takkan bisa menghindari pengurangan biaya, dan
pemecatan banyak karyawan. Bagi kebanyakan orang, Anda menyelamatkan keberadaan
mereka dari peristiwa yang dapat mengguncang hidup mereka.”
“……”
“Saya
tidak tahu seberapa sadarnya Anda akan hal ini, Rio-sama, tapi semua orang yang
bekerja di Tamakiya selalu merasa berterima kasih kepada kalian berdua. Hadiah
yang sangat banyak ini adalah buktinya.”
“…Begitu.”
Perasaan suram memenuhi dadaku, membuatku tidak bisa memberikan apapun kecuali
respon yang samar-samar. “Diberikan ucapan terima kasih dan menerima semua
hadiah ini… membuatku merasa menyesal. Pada akhirnya, kami cuma menipu semua
orang.”
Ketimbang
merasa bahagia, rasa bersalah yang mencuat jauh lebih besar. Setiap hadiah
serasa seperti tusukan kecil ke dalam hatiku ... Yah, kesampingkan hadiah dari Akino-san.
“Meski
Anda mengatakan itu, tapi anda melakukan pernikahan palsu ini semata-mata demi
Tamakiya, ‘kan? Pada akhirnya, orang-orang yang diselamatkan hanya mendapat
untung darinya, jadi saya ragu kenapa Anda merasa bersalah tentang ini.”
“Itu
mungkin benar, tapi…”
“…
Meski Anda sering bersikap egois dan memaksa, Anda mengatakan sesuatu yang
rendah hati pada saat-saat seperti ini. Anda tinggal bertingkah seperti biasa
saja, misalnya saja seperti 'Wohooo,
hadiah dari rakyat jelata', dan tertawa songong.”
“Jadi
itu gambaran diriku di matamu !?” Aku melontarkan jawaban. “… Juga, bagaimana
mungkin aku bertingkah songong di sini.” Aku mendesah. “Aku tidak melakukan
apa-apa. Orang yang mengajukan pernikahan palsu ini, dan yang menawarkannya
sendiri… adalah Haru. ”
Aku
hanya menerima persyaratannya. Jika mereka menyebut kami juru selamat karena
sudah menyelamatkan Tamakiya, maka Haru adalah juru selamatku. Tidak bisa
melakukan apa-apa saat keluarga tercinta dalam keadaan darurat, dan hanya
menghabiskan waktu dengan menangis, Ia mengulurkan tangannya dan
menyelamatkanku.
“Aku
perlu berterima kasih padanya suatu hari nanti.” Kataku, terkejut betapa jujurnya
perasaanku.
“…
Rio-sama, saya sangat berharap kalau saya salah, tapi… apa jangan-jangan Anda
belum berterima kasih pada Haru-sama?” Hayashida menatapku dengan tidak
percaya.
“Eh…
E-Emang belum?”
“………”
“Hei,
kenapa kamu memandangku dengan jijik…”
“Aku
jijik, dan kecewa. Tidak berterima kasih kepada orang yang menyelamatkan
seluruh keluargamu dari krisis seperti itu… Saya tidak menyangka kalau Anda adalah
anak nakal yang tidak tahu berterima kasih, Rio-sama. ”
"A-Aku
bukannya tidak tahu berterima kasih. Aku sangat berterima kasih atas apa yang
dia lakukan, aku hanya… tidak menunjukkannya di wajahku.”
“Itulah
yang disebut sebagai tidak tahu berterima kasih.”
“Urk…
T-Tapi, pernikahan ini memiliki keuntungan besar juga untuknya, tahu? Itu
sebabnya Ia bilang aku tidak perlu membalas budi atau semacamnya ...”
“Tentu
saja Haru-sama akan mengatakan itu. Ia orang yang sangat baik. Ia mempertimbangkan supaya Anda takkan merasa
bersalah tentang apa pun.”
“…
I-Itu mungkin benar, tapi…”
Aku
tahu. Bahkan aku mengerti ini. Haru mengatakan bahwa 'Kami berdua mendapat manfaat dari pernikahan ini, jadi kita sama-sama
impas', tetapi perbedaan dalam keuntungannya sangar berbeda Ia sepertinya
menggunakan pernikahan ini sebagai cara untuk melindungi dirinya dari
pendekatan Akino-san, tapi… itu tidak sebanding dengan apa yang sudah Ia
lakukan untukku. Sebagian besar motivasinya pasti berasal dari keinginannya
untuk menyelamatkan Tamakiya. Karena itulah, Isurugi Haru, mantan pacarku, Ia
cowok yang—
“… Aku
tahu bahwa aku harus mengucapkan terima kasih padanya.” Aku bergumam. “Tapi…
Aku terlalu malu untuk melakukan itu… Aku mencoba mengatakannya beberapa kali,
tapi setiap kali tatapan mata kita bertemu, kepalaku menjadi kosong.”
“Setiap kali tatapan mata Anda
bertemu, apa itu… Hmmm.” Hayashida menunjukkan gerakan seperti sedang memikirkan
sesuatu. “Rio-sama, jikasaya mengerti ini dengan benar, jadi Anda memiliki
keinginan untuk berterima kasih padanya, tapi Anda terlalu malu setiap kali
saling berhadapan langsung. Apa itu benar?”
“… Be-Benar.”
“Lalu, bagaimana dengan ini?”
Dia melanjutkan. “Ada posisi tertentu yang hanya tersedia untuk orang pacaran atau
pasangan yang sudah menikah, yang mana memungkinkanmu mengatakan hal-hal yang
sulit untuk dikatakan secara langsung…”
*****
“... Hei, Haru, jangan hanya
menyentuh perutku seperti itu.”
“Ma-Maaf… Aku tidak bisa
menahannya. Jika aku tidak ingin menyentuh dadamu, aku hanya bisa menyentuh
perutmu ...”
“Urk… Kalau begitu, kamu bisa
menyentuhnya, tapi jangan membelainya.”
“Siapa yang membelai apa?”
“Ayo… letakkan tanganmu dengan
benar…”
“Y-Ya…”
“Seperti itu.”
Kami terus menyesuaikan postur
tubuh kami berulang kali, sampai kami menemukan posisi yang nyaman.
“Jadi ini ... pelukan yang akan
meningkatkan keintiman kita?”
“Benar. Tampaknya efisiensi
melakukan ini memliki tingkat yang paling tinggi.” Aku merasa jika aku lengah
sebentar saja, suaraku akan mulai bergetar.
Apalagi, aku bisa mendengar
suaranya tepat di sampingku. Sebenarnya, kami berdua bahkan lebih dekat
daripada saat pelukan kami sebelumnya. Hembusan nafasnya saat berbicara
menggelitik hidungku. Setiap kali Haru mengatakan sesuatu, itu membuatku
merinding.
Saat ini kami duduk di sofa
ruang tamu. Haru duduk lebih dulu, membuka kakinya lebar-lebar. Aku duduk di
antara kedua kakinya, dan bersandar di dadanya, sementara Ia memelukku dari
belakang. Itu yang disebut pelukan dari belakang.
“Bagi pengantin baru atau
pasangan yang tinggal bersama, yang masih perlu membiasakan diri satu sama
lain, ini adalah posisi yang tepat untuk menonton TV atau film bersama setelah
makan malam.”
“Benarkah?”
Benar…. Itulah yang Hayashida
katakana padaku.
“Ini
adalah ... sesuatu yang hebat, izinkan saya memberitahu Anda. Hal ini membuat anda
merasa aman dan damai, mengetahui bahwa anda memiliki seorang pria dengan anda.
Apalagi, melakukan ini setelah bertengkar selalu jadi pilihan bagus. Kalian
tinggal merasakan kehangatan satu sama lain, tapi tidak melihat wajah mereka,
jadi lebih mudah untuk meminta maaf. "
Itulah yang dia katakan.
'...
Rasanya benar-benar luar biasa. Kami sering melakukannya setelah hidup bersama,
tapi Anda hanya mulai menghargai sesuatu setelah kehilangannya. Ahh, kulitku
merindukan kehangatan manusia ...’
… Kurasa tidak perlu mengingat
bagian terakhir itu. Tapi, bagaimanapun juga. Seperti yang telah kami
rencanakan, kami berhasil mencapai posisi pelukan belakang. Sebenarnya ada banyak
masalah ... Karena mengungkit pelukan dari belakang pasti akan mengingatkannya
dengan Akino-san yang mana terlalu berisiko untuk kulakukan, aku malah
mengemukakan gagasan untuk melakukan pelukan normal ... dan entah bagaimana aku
berhasil membuat kami berada di sutuasi ini.
Semuanya untuk momen yang satu
ini. Semua itu agar Haru mau memberiku pelukan mesra seperti ini — Tunggu,
tidak. Bukan itu tujuanku! Aku melakukan ini agar aku bisa mengatasi rasa
maluku sendiri dan berterima kasih dengan baik pada Haru, tidak menggunakan
alasan yang memungkinkan sehingga Haru akan memelukku—
“…Apa ada yang salah?”
Saat aku mati-matian mencari-cari
alasan di kepalaku, Haru membisikkan suaranya di telingaku lagi. Uuu… posisi
ini benar-benar berbahaya. Suaranya begitu dekat, dan napasnya menggelitikku.
Setiap kali Haru berbicara, suaranya itu membuat tubuhku mengejang.
“Apa ini meningkatkan keintiman
kita?”
“… Y-Ya, tentu saja. Apa kamu
tidak bisa merasakannya?”
“Rasanya masih tidak jelas.”
“Cerewet. Aku tidak bisa
meyakinkan diri sendiri, karena… ini pertama kalinya aku melakukan ini sendiri.
”
Benar, ini pertama kalinya aku
membuat Haru memelukku seperti ini. Pelukan semacam ini membuatku menyadari
kalau pelukan yang kami lakukan di masa SMA tidak lebih dari permainan
anak-anak. Pelukan yang kami lakukan sebelumnya cukup nyata, tapi yang ini
bahkan lebih berbahaya. Aku bisa merasakan jantungku berdegup kencang, da tubuhku
terasa panas. Menjadi sedekat ini dengannya, merasa seperti Ia membungkusku…
itu berbahaya. Aku hanya bisa mengucapkan kata-kata seperti 'ini buruk' atau 'ini berbahaya.'
“Y-Yah, kamu tahu. Yang Ini…
lebih baik ketimbang yang sebelumnya. Yang ini membuatku merasa lebih rileks,
dan aku sudah bisa merasakan 'kesan
pasangan menikah' tumbuh.” gumamku.
“…Benar. Ini terasa lebih alami
daripada pelukan sebelumnya.”
Aku cukup tegang, tetapi aku
perlahan mulai sedikit tenang. Tentu saja, jantungku masih berdebar kencang,
tapi sepertinya aku takkan terkena serangan jantung dalam waktu dekat.
Dibandingkan dengan pelukan sebelumnya, aku merasa kepalaku benar-benar bisa
berpikir dengan tenang. Meski masih ada rasa malu dan tegang, tetapi pada saat
yang sama, ada perasaan aman dan lega. Alasan besarnya mungkin karena Ia tidak
tepat di hadapanku.
Karena kami tidak saling memandang,
aku tidak perlu mempertimbangkan dan berhati-hati dengan ekspresinya. Belum lagi
... payudaraku tidak menyentuhnya, jadi hal itu takkan membuat canggung.
Seorang pria yang lebih besar dariku dengan lembut memelukku dari belakang
seolah-olah untuk melindungiku. Aku bisa mengerti mengapa Hayashida sangat
menyukainya.
Ini nikmat. Rasanya hampir…
terlalu nikmat. Apa semua pasangan yang baru menikah atau pasangan di dunia ini
menikmati perasaan seperti ini setiap hari? Ahh… enak sekali. Meski jantungku
berdegup kencang, aku merasa sangat rileks. Aku ingin waktu ini berlanjut
selamanya—
“………”
Tunggu sebentar. Kenapa aku
terlena dalam kebahagiaan seperti ini !? Aku malah melupakan tujuan awalku!
Mengapa aku bahkan repot-repot melakukan semua ini! Jika berakhir seperti ini…
dan aku harus meminta lagi padanya, itu akan membuatnya tampak seperti aku
benar-benar menginginkan pelukan yang seperti ini! Sepertinya aku hanya
menggunakan alasan Haru untuk memelukku seperti ini!
Bukan itu yang terjadi
sekarang! Semuanya… agar aku bisa berterima kasih pada Haru! Ya itu benar.
Karena kami tidak saling berhadapan, aku merasa kalau aku benar-benar bisa
melakukannya sekarang. Belum lagi, ini bukan masalah besar. Aku hanya mengatakannya,
karena itu adalah tugasku sebagai manusia ... M-Mengucapkan terima kasih dan
perasaan romantis sama sekali tidak sama! Aku hanya berterima kasih padanya
sebagai balas budi. Hanya itu saja.
Dengan tekad yang mendidih di
dalam diriku, aku berniat membuka mulutku, ketika…
“… Hei, Rio.” Haru berbicara
lebih dulu. “Apa kamu tidak merasa menyesal?” Suaranya menggelitik telingaku,
dipenuhi dengan ketegangan dan kecemasan.
“Menyesal… apa?”
“Kamu tahu… menikah denganku
seperti ini.” Ujarnya, dengan nada yang lirih dan lemah. “Saat aku mengungkit
pernikahan palsu ini, aku meminta pendapat dan persetujuanmu, ‘kan?”
Itu benar. Ia menghormati
pendapatku, yang mana sekali lagi menunjukkan betapa perhatiannya dirinya—
“Tapi, kalau dipikir-pikir
lagi… hal ini sangat tidak adil.”
“Eh…”
Tidak adil? Apa itu? Apa yang sedang
Ia bicarakan?
“Dari sudut pandangmu, pada
dasarnya aku tidak memberimu pilihan lain selain menikahiku. Keberadaan
keluargamu tengah dipertaruhkan. Aku berbicara tentang pendapatmu, tapi pada
akhirnya tetap mengekangmu, membuatmu berpikir jika kamu tidak menikah denganku,
keluargamu akan berakhir ...”Ia melanjutkan dengan suara yang terdengar seperti
putus asa untuk menahan rasa sakit.
“Aku… pada dasarnya menyandera keluargamu. Melihat situasi itu, bahkan jika kamu
membenci hal itu, membenci diriku… mau tak mau kamu cuma bisa setuju untuk
menikah denganku. ”
“………”
“Karena Kamu mencintai
keluargamu dan Tamakiya, kamu takkan menelantarkan mereka. Aku tahu itu,
menghitungnya, dan memaksakan pernikahan palsu ini padamu. "
“……”
“Aku harusnya… mencoba
menemukan metode yang lebih baik.”
“……”
Ia serius bilang begitu? Haru mengkhawatir
tentang itu? Ia khawatir kalau aku menyesal menikahinya? Aku tak pernah
menyangkanya. Mengapa. Bagaimana. Kamu… itu penyelamatku tau !? Kamu
menyelamatkan keluargaku dari kemungkinan bangkrut. Papa, Mama, Onii-chan,
setiap karyawan Tamakiya, bahkan Hayashida, mereka semua merasa bersyukur dan
berterima kasih. Tentu saja, hal itu termasuk aku juga.
Panggilan telepon Haru saat itu
benar-benar menarikku keluar dari jurang keputusasaan yang mendalam. Mana mungkin
aku menganggapnya sebagai ancaman. Mana mungkin aku menganggapnya menyandera
keluargaku. Namun… Haru memikirkannya seperti itu, memikul tanggung jawab dan
rasa bersalah karena mengungkit situasi ini. Serius, kenapa Ia selalu…
“…Kamu ini memang bodoh.” celotehku.
Ada banyak kata yang tersangkut
di tenggorokanku, tetapi ini adalah yang pertama keluar. Rupanya, aku cuma bisa
mengatakan hal-hal seperti ini.
“A-Apa maksudmu? Aku sedang
serius… ”
“Dasar idiot. Terlalu serius
dan rajin sampai-sampai kayak orang idiot.”
“……”
“Astaga-naga. Kamu benar-benar
tidak memahamiku sama sekali. Padahal aku adalah teman masa kecilmu, dan mantan
pacarmu.”
“…Apa maksudmu dengan itu?”
“Dengarkan baik-baik, kamu
mungkin tidak tahu dari tingkahku yang biasanya, tapi ... aku sebenarnya sangat
egois.”
“……”
Haru terdiam. Ia pasti
terkejut, berpikir 'Egois? Siapa? Kamu?
Tidak bisa dibayangkan dari seseorang yang tulus sepertimu.’ Aku tahu itu.
“Selain itu, aku yakin kamu
bahkan tidak tahu, tapi… Aku tipe orang yang dengan jelas mengatakan ketika
membenci sesuatu. Aku biasanya menyembunyikannya, tetapi aku bisa menjadi
sangat sombong dan memaksa.”
“……”
Haru kembali terdiam. Dia pasti
kaget, berpikir 'Mana mungkin, wanita ini
selalu memikirkan orang lain dulu, aku belum pernah melihat dia bertindak egois
dan sombong'. Aku sangat memahami jalan pikirnya.
“Mengatakan bahwa aku tidak
menyukai sesuatu biasanya adalah sisi yang aku coba sembunyikan. Makanan, pakaian,
tempat tinggal… dan bahkan orang yang aku nikahi. ” Aku melanjutkan. “Bahkan
jika itu cuma pernikahan di atas kertas, aku takkan setuju untuk melakukannya
dengan seseorang yang aku benci ..”
“Rio…”
“A-Aku hanya tidak membencimu,
oke! Bukan berarti aku menyukaimu! Cuma ingin bilang kalau tidak ada
misnusnya!” Aku menarik napas dalam-dalam, dan menata kata-kataku sendiri
sebelum melanjutkan. “Serius… kamu terlalu memikirkan segalanya. Bahkan dalam
kasus ini, kamu dapat bertindak lebih bangga tentang hal itu, seperti 'Lihat itu, kebaikanku menyelamatkan orang
lain!', Kamu tahu. ”
“… Bolehkah aku melakukan itu…”
“Semua orang berterima kasih
padamu, Haru. Papa, Mama, semua orang dari Tamakiya, dan semua orang yang
terlibat, kamu menyelamatkan mereka. Tentu saja… hal yang sama juga berlaku
untukku. ” Aku meletakkan tanganku di tangan Haru yang diletakkan di perutku.
Seakan mengonfirmasi tangannya,
serta keberadaannya di belakangku, aku terus melanjutkan.
“Terima kasih banyak, Haru. Aku
sangat bersyukur kamu menikahiku.”
Kata-kata yang tidak pernah
bisa aku ucapkan, tiba-tiba keluar dengan lebih mudah. Aku benar-benar idiot. Aku
seharusnya bersikap jujur sejak awal. Jika itu
membantu menghilangkan kecemasannya, aku seharusnya mengatakannya lebih awal.
“Rio…”
Setelah mendengar namaku dipanggil,
aku merasakan kalau tangan Haru yang memelukku semakin kuat. Hampir seolah-olah
ingin mencoba menunjukkan — bahwa aku adalah miliknya.
“H-Haru…”
“……”
“Bukannya ……pelukanmu terlalu
erat?”
“... Maaf, aku belum terbiasa,
jadi aku tidak tahu.”
“…Ya ampun. Kamu ini benar-benar
kikuk. ”
“Aku bisa berhenti jika kamu
membencinya.”
“…Lakukan apapun yang kamu
inginkan.”
Saat menanggapi dengan balasan
yang tidak jujur, aku merasa Haru mengerahkan lebih banyak tenaga dalam
rangkulannya. Aku menyadari betapa memerahnya wajahku. Aku senang Ia tidak bisa
melihat wajahku.
Setelah itu, Haru terus
memelukku erat-erat.
Aku sendiri tidak mengerti.
Meski aku selalu jujur tentang hal-hal yang tidak aku
sukai — mengapa aku tidak pernah bisa jujur dengan
hal-hal yang aku suka?
Kami menonton TV bersama,
membicarakan ini dan itu, dengan Haru sesekali menempel padaku dengan lengket,
aku melontarkan godaan… tapi secara keseluruhan kami menghabiskan waktu yang
nyaman bersama. Aku pikir pelukan punggung ini berlanjut selama sekitar satu
jam. Setelah kami saling memandang lagi — kami bahkan tidak berani melakukan
kontak mata.
““ ~~~ !? ””
Kami berdua sama-sama membuang
muka. Ahhh, rasanya sangat memalukan! Apa yang sudah kita lakukan sampai
sekarang !? Apa kita benar-benar saling bermesraan sebanyak itu hanya karena
kita tidak bisa melihat wajah satu sama lain !? Kami melakukan begitu banyak
hal yang biasanya tidak kami lakukan !? Wah, ini… kekuatan dari pelukan
belakang…
“… Um.”
Saat aku sibuk menyembunyikan
wajahku dengan kedua tanganku, Haru membuka mulutnya.
“Sepertinya… itu bekerja dengan
cukup baik.”
“Me-Menurutmu begitu?”
Aku merasa itu memiliki efek
sebaliknya.Sampai-sampai aku tidak berani menatap wajahnya.
“Maksudku… I-Ini masih canggung
seperti sebelumnya, tapi… Aku merasa aku sudah sedikit terbiasa dengan skinship ini.”
“Y-Ya, mungkin.”
Duh, kami melakukannya cukup
lama.
“Y-Yah… bukannya itu baik-baik
saja? Aku tidak menyangka kalau semuanya akan terselesaikan dengan melakukan
hal seperti ini sekali.” Aku menunjukkan senyum pahit.
“Ya kamu benar. Melakukannya
hanya sekali tidaklah cukup.”
“…Iya.”
“Ya…”
“I-Itu sebabnya… kamu tahu,
jika kamu bersikeras, kita bisa… melakukan ini… lagi… lain kali?” Aku melirik
Haru.
“Aku sendiri… tidak terlalu
peduli. Itu juga bukan masalah besar.”
“Ya, kamu bisa mengatakan itu
lagi. Ini bukan masalah besar. Melakukan atau tidak… tidak masalah… Jadi, kita
mungkin lain kali? ”
“B-Benar. Karena tidak sakit,
kita mungkin bisa melakukannya lagi kapan-kapan.”
“Lalu… ya.”
"Ya, um, seperti itu.”
“Lagi… lain kali.”
“Lain kali, ya.”
Oleh karena itu, pelukan dari
belakang ini menjadi acara rutin bagi kami sebagai pasangan suami istri.
<<=Sebelumnya
| Daftar isi |
Selanjutnya=>>