Prolog
Shirakawa Luna, gadis tercantik
nomor satu di sekolah.
Keberadaan Shirakawa-san sudah
terkenal sejak kelas 1, dan bahkan cowok tipe suram seperti aku saja sudah
mendengar desas-desus mengenai dirinya yang menjadi “gadis paling cantik nomor satu seangkatan”, dan aku sudah
menyadarinya sedari awal.
"Nomor
satu seangkatan" hanyalah istilah yang digunakan semua orang
karena tidak ada yang tahu seperti apa rupa semua murid cewek di sekolah, tapi aku
pikir ada kemungkinan besar kalau dia beneran “gadis tercantik nomor satu seangkatan”.
Shirakawa-san juga memiliki
rumor yang membuat hati para cowok berdebar kencang. Desas-desus kalau dia
adalah “Cewek lonte yang menyukai hal-hal
ecchi dan sering berganti pacar karena tidak pernah puas hanya dengan satu cowok”,
atau semacamnya.
Sepertinya dia cuma pacaran
dengan cowok paling banter tiga bulan lamanya, dan selera orang yang dia
kencani bervariasi dari yang lebih tua sampai dengan yang sebaya, dan dari
atletik hingga yang berbudaya.
“Kalau
begitu, aku mungkin punya kesempatan”, banyak cowok bersemangat yang
berpikiran begitu. Ketika mereka mendengar desas-desus kalau Shirakawa-san
sedang jomblo, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir kalau lucu
melihat para cowok mengerumuninya seperti hyena meski mereka tidak begitu
tampan.
Ya, aku tahu derajatku sendiri dan
tidak pernah berharap bisa berpacaran dengan Shirakawa-san. Sesekali menatapnya
dari jauh saja sudah cukup bagiku.
Bagiku, keberadaan
Shirakawa-san mirip seperti matahari.
Dia begitu menyilaukan sehingga
aku tidak bisa melihatnya secara langsung. Jika cowok suram seperti aku terlalu
dekat dengannya, aku mungkin akan terbakar menjadi abu tanpa sempat bisa
berteriak.
Semakin terang matahari
bersinar, semakin gelap bayangannya. Semakin cantik dan menyilaukan
Shirakawa-san terlihat, membuatku semakin menyadari betapa suramnya diriku. Aku
tidak pernah berpikir untuk bisa berbicara dengannya.
Bertingkahlah seperti orang suram
jika kamu adalah orang yang suram. Simpan saja kekagumanmu terhadap Shirakawa-san
di dalam hatimu sendiri.
Itulah cara terbaik untuk
menjalani kehidupan sekolah yang damai.
Chapter 1
Begitu naik ke kelas 2 SMA, hal
pertama yang kupikirkan ialah, “Aku beruntung
bisa sekelas dengan Shirakawa-san”.
Shirakawa-san adalah gadis yang
sangat cantik. Kecantikannya tidak kalah dengan selebriti remaja yang ada di
TV, tapi menurutku, dia jauh lebih cantik.
Mata yang sangat besar dan bulu
mata yang panjang. Hidung kecil dan batang hidung yang mancung. Bibirnya yang
indah dan mulut yang tersenyum rupawan. Semua komponen itu diatur dengan sangat
sempurna di wajah mungilnya.
Tubuhnya juga luar biasa dan
ketika kamu melihatnya berjalan di kejauhan, dia akan terlihat seperti model.
Meski aku mengatakan itu, dia tidak selangsing model asli. Pahanya yang
memanjang dari rok pendeknya memiliki jumlah daging yang pas dan siluet
payudaranya yang melimpah memantul-mantul dari dua atau tiga kancing yang
selalu dibiarkan terbuka di blusnya. Itulah yang terbaik. Bukannya aku menyukai
gadis tipe gyaru, tapi sungguh misterius
bahwa ketika mengenai dirinya, rambut panjang bergelombang lembut yang berwarna
cerah terlihat seperti meningkatkan keseksiannya.
Andai
saja aku bisa berpacaran dengan Shirakawa-san.
Jika
saja aku bisa berkencan dengan Shirakawa-san.
Aku pikir ada banyak sekali
cowok di sekolah yang berimajinasi seperti itu.
Demi mengubah mimpi itu menjadi
kenyataan, ada banyak cowok yang mulai berkeliaran di sekitarnya saat mereka
beruntung ditempatkan di kelas yang sama dengannya.
Namun,
aku adalah cowok suram dan membosankan. Aku tidak akan melakukan hal yang tidak
sedap dipandang ketika aku tidak akan dianggap serius.
Tidak
peduli seberapa sering kita berada di ruang yang sama, ada jurang pemisah
antara Shirakawa-san dan aku. Ini jarak sosial yang alami.
Jarak
ini tak akan pernah berubah.
Dengan pemikiran begitu, aku hanya
bisa melihat sosok cantiknya dari jauh.
Namun, ada suatu peristiwa yang
terjadi begitu tiba-tiba.
Pada hari tertentu, setelah
beberapa hari berlalu sejak aku sekelas dengan Shirakawa-san. Di jam wali kelas
sebelum pulang, Shirakawa-san menyerahkan kertas lembaran kepada guru. Jika
tidak salah, cuma murid yang lupa menyerahkan formulir balasan terkait
pemberitahuan rapat orang tua-guru yang seharusnya kemarin, yang dipanggil oleh
guru untuk meninggalkan tempat duduknya dan maju ke depan.
Namaku Kashima Ryuuto, dan
karena penempatannya berdasarkan nomor absen siswa, mejaku kebetulan
ditempatkan di barisan depan dekat meja guru. Peristiwa itu terjadi ketika aku
entah bagaimana mengikuti sosok Shirakawa-san dengan tatapanku, yang tiba-tiba
muncul di depanku dari kursi di belakang kelas sembari membawa lembaran prin-out di tangannya.
“Shirakawa-san, kamu belum menuliskan
namamu di sini.”
Guru yang menerima cetakan dari
Shirakawa-san berkata demikian, dan mengembalikannya kembali.
“Oh, itu benar.”
Shirakawa-san melihat print-out
yang dia terima lalu berbalik, mengibarkan rok pendeknya.
Lalu…. Dia membuka mulutnya ke
arahku, yang tidak bisa berpaling karena serangan mendadak itu.
“Hei, boleh pinjam pensilmu
sebentar enggak?”
Kupikir jantungku bakalan copot
karena tak bisa menahan kekagetanku.
“Uah? Ooh…. ”
Aku entah bagaimana berhasil
menjawab segitu dan mengeluarkan pensil dari kotak pensilku, lalu menyerahkannya.
Aku memang membalas dengan suara aneh tapi entah bagaimana, aku nyaris bisa
menahan tanganku dari gemetaran.
Shirakawa-san dengan cepat mengambilnya dan membungkuk ke depan arahku.
“….!?”
Yang lebih mengejutkan lagi,
dia mulai menuliskan namanya di mejaku.
Aku sangat gugup sampai-sampai
mulai berkeringat dingin sambil merasa senang karena bisa melihat Shirakawa-san
dari jarak dekat.
Melihat Shirakawa-san dari
dekat, bulu mata lentiknya yang tertunduk terlihat mempesona. Rasanya
menjengkelkan karena aku ingin melihat belahan dadanya yang membungkuk tetapi
bajunya menghalangi sudut pandanganku.
Meski
begitu, dia adalah orang yang ceria. Terlalu ceria. Jika itu aku, jika mejaku
berjarak 100 meter di belakang, aku akan pergi jauh-jauh dan menulis nama di mejaku
sendiri, tetapi sebaliknya, melihat efisiensi itu penting, dia meminjam pensil
tanpa ragu…. dari teman sekelas lawan jenis yang tidak pernah dia ajak bicara
sekalipun, dan mungkin yang namanya bahkan tidak dia ketahui…. Mentalitas semacam
itu, kurasa aku takkan bisa memahaminya tidak peduli berapa kali aku terlahir
kembali.
Mungkin itulah yang aku rasakan
saat melihat Shirakawa-san. Meski dia adalah orang terpilih yang selalu
dikelilingi oleh banyak teman yang berwajah tampan dan cantik, dia tidak pernah
ragu untuk berbicara dengan siswa yang tergabung dalam kelompok madesu jika ada kesempatan. Aku sudah
sering melihat pemandangan seperti itu beberapa kali saat aku masih di kelas 1.
Apa dia bisa melakukan itu
karena mempunyai sifat yang ceria dan tulus? Mungkin saja begitu, karena dia
memiliki popularitas absolut. Dia bahkan tidak perlu sibuk tampil populer
dengan menghindari kontak dengan orang yang suram, dan memikirkan bagaimana
orang lain melihatnya.
Pada saat aku kehabisan akal
pada pendekatan yang tak terduga dan memikirkan hal-hal semacam itu dengan
kecepatan kilat, Shirakawa-san sudah selesai menulis namanya. Dia lalu
mengangkat wajahnya dan menatapku.
“Makasih, ya!”
Senyuman yang indah dan menawan.
Aku masih bisa merasakan kehangatan pada pensil mekanik yang dikembalikan.
Ekspresinya tersebut menjadi
pukulan yang kuat.
Itu semua hanya terjadi selama
puluhan detik.
Namun, kejadian tersebut sudah
cukup membuatku jatuh cinta pada Shirakawa-san.
Aku
ingin kalian membayangkannya. Adegan seorang gadis cantik, yang tampak seperti
baru keluar dari poster, berdiri di hadapanmu sembari berkata "Makasih,
ya!", lalu tersenyum padamu. Dan kemudian, aku ingin kalian perlu
mempertimbangkan kalau aku tidak pernah punya pacar selama 16 tahun menjalani
hidup dan di atas semua itu, aku adalah cowok suram yang sangat tertarik pada
lawan jenis.
Aku
pasti akan jatuh cinta, bukan?
Dan karena alasan itulah, aku
jatuh cinta pada Shirakawa-san. Sampai sekarang dia selalu menjadi seseorang
yang aku kagumi tetapi sekarang, aku lebih menaruh perhatian padanya.
Tentu saja, cuma jatuh cinta
padanya tidak membuatku berpikir, “Aku
ingin berpacaran dengannya”. Aku berada pada usia di mana tidak aneh
memiliki delusi yang kuat, tetapi seperti yang diharapkan, aku tidak cukup
berani untuk melangkah sejauh itu.
Selama
satu tahun ini di kelas yang sama, mungkin ada kesempatan untuk sedikit lebih
dekat dengannya, misalnya seperti, diminta untuk meminjamkan sesuatu lagi….
Dengan hanya sedikit harapan di dadaku, aku menjalani kehidupan sekolahku
dengan damai.
Dengan demikian, waktu pun
terus berlalu dan aku tidak pernah mendapatkan kesempatan lagi untuk melakukan
kontak dengan Shirakawa-san, dan tanpa terasa, waktunya sudah mendekati
pertengahan semester pertama.
◇◇◇◇
Pada jam jstirahat makan siang
di hari tertentu.
Aku sedang makan dengan dua
temanku di sudut kelas.
Tentu saja aku juga punya beberapa
teman. Cowok semua, sih. Tapi jika kamu bertanya kepadaku siapa lagi teman lain
selain mereka berdua, aku akan merasa sedikit sakit hati.
“Fuwaah ~ ngantuk bangett. Aku
benar-benar kurang tidur.”
Orang yang mengatakan itu , dan
membawa makanan kecil dari bento makan siang ke mulutnya sambil menguap adalah
Ijichi Yuusuke dari kelas yang sama, dan dijuluki “Ichi”.
Kami berdua sudah sekelas sejak
kelas 1 dan bisa akrab berkat minat yang sama. Akibat dari menjalani kehidupan
yang tidak sehat karena kecanduan dalam video game, dia menjadi agak gemuk. Dan
dikombinasikan dengan tinggi badannya, dia memberikan kehadiran eksternal yang
cukup besar. Ia besar tapi…. Sayangnya, hampir menyedihkan kalau Ia orang yang
muram. Akulah yang mengatakan itu. Ngomong-ngomong, wajahnya terlihat mirip
dengan mantan yokozuna Asa●ryuu.
“Tadi malam KEN mengunggah
video terbarunya pada tengah malam, jadi aku menontonnya. Setelah itu aku main
game sampai pagi.”
Usai mendengar komentar Ichi,
cowok yang sedang menikmati bento makan siangnya di sebelahku ikut menanggapi.
“Aku juga kurang tidur karena
KEN. Aku bangun pagi-pagi karena pemberitahuan perekrutan KEN di Twitter, jadi kupikir
aku punya kesempatan untuk bergabung dengan mereka, tapi saat mencobanya, aku langsung
ditolak karena sudah penuh. Aku frustasi jadi aku bermain di ruangan lain
sampai waktunya sekolah ”
Cowok yang bilang begitu adalah
Nishina Ren dari kelas sebelah, dijuluki "Nishi". Ia juga berada di
kelas yang berbeda tahun lalu tapi Ichi sepertinya pernah mendengar rumor
tentang seseorang yang memiliki minat yang sama dengan kita, jadi Ia mengajak
ngobrol dengannya dan pertemanan kita mencapai pada titik di mana kita bisa makan
siang bersama.
Jika cuma masalah wajah, Nishi
bisa saja menjadi bagian dari grup yang ceria. Ia memiliki mata bulat yang
lucu, dan tampang baby face yang
membuatnya terlihat seperti anak SMP. Berbeda dengan Ichi, dia memiliki
perawakan yang cukup kecil. Dan tepat di tengah mereka adalah aku yang bertubuh
sedang dengan wajah layaknya karakter sampingan.
“Kalian berdua sungguh luar
biasa. Hal terbaik yang bisa aku lakukan di sini cuma mengikuti video KEN.”
Aku menimpali dengan tulus dan
menutup bento makan siangku yang sekarang kosong.
Minat kami yang sama adalah
video game…. Atau lebih tepatnya, dengan menjadi penggemar "KEN",
youtuber channel Ayo Main Video Game terkenal.
Ken adalah mantan pro-gamer,
yang setiap hari terus-menerus mengupload beberapa jenis video di channel Ayo Main Video Game. Keterampilan
tingkat tinggi, serta percakapan yang lucu menarik minat banyak orang, dan
jumlah pelanggan channel YouTube-nya lebih dari satu juta dan terus meningkat.
Para penggemar KEN yang
berdedikasi disebut "KENS's
Kids", dan bahkan ada pemain terampil di antara penggemarnya tersebut
yang secara pribadi didekati oleh KEN agar dapat bermain bersama dalam video bermainnya.
Ichi dan Nishi diam-diam mengincar kesempatan itu dan terus mengasah
keterampilan mereka dalam video game setiap hari.
Sedangkan untukku, aku hanyalah
penggemar tipe konsumen yang hanya menonton 4 atau 5 video yang diupload KEN
setiap hari. Bahkan dengan semua itu, pada saat kamu menulis komentar, dalam
sekejap mata 2 atau 3 jam telah berlalu. Jadi ini adalah hobi yang bisa memakan
banyak waktu. Di hari libur, terkadang aku bermain online sambil mengobrol
dengan Ichi dan lainnya, tetapi bukan berarti aku bisa bermain sehebat KEN jika
aku sendiri yang bermain game, jadi seperti yang diharapkan, menonton video Let's Play jauh lebih menyenangkan.
Namun, penggemar tipe konsumen
seperti itu punya sisi bagusnya sendiri. Karena kamu tidak perlu memaksakan
diri, kamu dapat menjalani hidup dengan tempomu sendiri.
“Kalau dipikir-pikir, kita akan
mendapatkan hasil UTS kita, ‘kan?”
Saat Nishi bergumam begitu,
ekspresi Ichi langsung menjadi kaku.
“Hentikan~, jangan ingatkan aku
dengan itu! Kali ini aku benar-benar mengacau. KEN juga kejam ya, merekrut Kids baru yang berpartisipasi selama
periode ujian.”
“Benar sekali. Aku mencoba yang
terbaik untuk masuk, tapi pada akhirnya tidak bisa.”
Nishi juga menjawab dengan
wajah putus asa dan menghela nafas.
“Kashi sih bagaimana? Bagaimana
dengan ujianmu?”
Mereka mendadak melayangkan
pertanyaan padaku, aku hanya membalas “Eh?”, Dan melihat mereka. Benar, aku
dipanggil “Kashi” oleh mereka berdua.
“Ya…. Aku juga tidak yakin,
sih. Ini ujian pertama sejak gurunya diganti, jadi tren ujiannya juga berbeda.”
Sejujurnya, nilai kami bertiga
tidak terlalu buruk. Menurutku, kita semua berada di sepertiga teratas
seangkatan. Sekolah ini awalnya adalah sekolah SMA pilihan keduaku dan aku
diterima, jadi menurutku posisinya biasa-biasa saja.
“Kamu yakin!? Kamu beneran
yakin, ‘kan !? Jangan mengkhianati kami, oke !? ”
“Ya-ya…. Tidak apa-apa, Ichi ”
Tapi, mereka sepertinya
benar-benar dalam masalah kali ini. Jadi meskipun itu masalah orang lain, aku
sedikit khawatir tentang mereka.
“Aku benar-benar dalam masalah
di sini. Jika nilaiku turun di ujian ini, orang tuaku akan mengomeliku untuk
berhenti bermain game….! ”
“Aku juga dalam posisi buruk….
Mereka mengancam akan menyita smarphone-ku jika aku mendapat nilai jelek dalam
ujian.”
Nishi juga ikutan setuju, dan Ichi
meraih tangannya dengan sepenuh hati.
“Kamu juga ya! Kita ini sohib,
bukan !? ”
“Tentu saja. Itu sebabnya,
siapa saja di antara kita yang menadapat nilai terbaik harus mendengarkan
apapun yang dikatakan orang lain dengan nilai terburuk.”
“Kenapa malah jadi seperti itu
!?”
Akulah satu-satunya yang
membalas usulan Nishi.
Pada saat itu, aku tidak
terlalu memikirkannya dan tidak bisa menolaknya dengan kuat karena suasananya,
jadi aku akhirnya menerima janji yang tidak masuk akal itu.
◇◇◇◇
Kemudian di minggu berikutnya, pada
jam istirahat makan siang saat lembaran ujian untuk semua mata pelajaran telah
dikembalikan.
“Tamat sudah… semuanya sudah
berakhir…. ”
Tangan Ichi mencengkeram lembar
jawaban bahasa Inggris dengan nilai “18” tertulis dengan warna merah.
Oleh karena itu, sebagai hasil
alami dari pencapaian skor seperti itu, nilai keseluruhan Ichi adalah yang
terburuk di antara kami bertiga. Meski tidak seburuk Ichi, nilai ujian Nishi
juga sama buruknya dan benar-benar
dikalahkan. Alhasil, aku, yang mendapatkan nilai yang sama seperti biasanya,
mendapatkan hasil terbaik.
“Bergembiralah, Ichi…. Kalau
kamu memberitahu kalau kamu akan menebusnya di UAS, aku yakin ibumu akan
mengizinkanmu bermain game. Iya ‘kan, Nishi? ”
“….”
Aku mengharapkan persetujuannya,
tapi Nishi juga tampak linglung dengan wajah pucat. Mereka berdua… .. pasti sering dimarahi oleh orang tua mereka.
“Kalian berdua, jangan pasang
muka kusut begitu….”
Saat aku masih berusaha
menghibur mereka berdua, Ichi tiba-tiba mencengkeram lenganku dengan erat.
“… .Hei, kamu ingat janji kita,
‘kan?”
Tatapan matanya terlihat
seperti zombie, hampa dan mengerikan.
“Umm….”
“Orang dengan nilai terbaik
harus mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang dengan nilai terburuk”
“Ya-ya, kurang lebih….”
“Ini adalah perintah dariku.
Kashi, kamu harus menembak gadis yang kamu sukai. ”
“Huuh !?”
Aku tanpa sadar meneriaki
perintah gila itu dan gemetar ketakutan pada tatapan teman sekelas yang
menatapku sekilas.
“Ke-kenapa? Kenapa perintah
yang seperti itu? Ada banyak hal lain yang bisa kamu minta yang lebih
menguntungkanmu ‘kan. Misalnya mentraktir makan, atau seperti, menjadi pesuruh
satu hari penuh…. ”
“Diam! Aku sangat terpuruk
sekarang! Aku akan ikut menyeretku ke dalam jurang keterputus-asaan juga! Jika kamu
tipe orang suram seperti aku menembak seseorang, tentu saja kamu akan ditolak
dengan menyedihkan! Rasakanlah keterpurukan seperti dirikuuuu!”
“Itu sih kejam sekali!”
Mungkin akan berakhir seperti
yang Ia katakan, tapi jika teman dekatku mengatakan itu langsung di depan
mukaku, rasanya sangat menyedihkan sampai-sampai membuatku ingin menangis.
“Perintah ngaco macam apa itu!
Sejak awal….!”
“Jangan khawatir, Kashi.”
Saat aku mencoba memprotes,
Nishi meletakkan tangannya di pundakku.
“Setidaknya, aku akan memungut
tulang-tulangmu, oke.”
Ia mengatakan itu dengan senyum
ceria. Aku turut senang melihatmu bisa
cepat pulih dan dengan cepat mendapatkan kembali semangatmu, tapi aku dapat
melihat kata-kata "Rasakan akibatnya" tertulis di seluruh wajahmu.
“Kalian terlalu kejam! Sejak
awal, bukannya nilai kalian yang turun akibat kelalaian kalian sendiri!? ”
“Uwaah, jadi itu yang kamu
pikirkan ya, Kashi!”
“Kashi, ini tidak seperti yang
dijanjikan! Kamu sudah berjanji, ‘kan !? Bukannya kita ini sohib sejati!? ”
Ketika Ichi mengatakan itu
dengan keras, aku hanya bisa terdiam.
Aku
memang berjanji begitu. Kita adalah teman. Sebaliknya, jika orang-orang ini
tidak menjadi temanku, aku tidak tahu kehidupan sekolah macam apa yang akan kulalui.
Setiap waktu istirahat, aku mungkin pergi ke toilet, aku bahkan tidak ingin
pergi ke sana, dan menghitung jumlah kerutan di tanganku sembari menunggu
istirahat berakhir….
Alasanku
tidak harus menghabiskan hari-hari semacam itu adalah karena aku punya Ichi dan
Nishi. Keduanya sekarang menatapku dengan ekspresi seolah mengatakan persahabatan
kita sedang di ujung tanduk .......
“… .Aku paham, oke! Aku hanya
perlu menembak, ‘kan !? ”
Selamat
tinggal, perasaan cintaku yang sesaat.
Dan begitulah, aku akhirnya
dipaksa menembak gadis yang kusukai, Shirakawa-san.
Meski
begitu, cuma memikirkan seseorang macam diriku yang menembak Shirakawa-san,
gadis tercantik seangkatan, tidak, mungkin di seluruh sekolah, membuat lututku
menggigil sampai ke titik brrrrr.
Tapi,
yah…. Jika kupikir-pikir lagi, meski aku terus memendam perasaan ini pada
Shirakawa-san, kupikir mana mungkin bakalan ada satu dari sejuta kemungkinan
kita berakhir pacaran. Sebaliknya, jika aku tidak beruntung, Shirakawa-san
mungkin mulai berpacaran dengan teman sekelas lain dan aku mungkin akan
mengalami kerusakan mental karena menyaksikan kemesraan mereka dari dekat.
Sebelum
hal itu terjadi, lebih baik ditolak dan atasi perasaan bertepuk sebelah
tanganmu, supaya kamu dapat menikmati sisa kehidupan sekolahmu. Aku juga bisa
memikirkannya seperti itu, ‘kan.
Jadi seperti itulah, aku dengan
putus asa menghibur hatiku yang putus asa untuk menepati janji dengan
teman-temanku.
Dan
bila misalnya aku ditolak, aku pikir takkan ada banyak kerusakan sosial bagiku.
Jika aku memikirkan tentang kepribadian Shirakawa-san, aku berpikir dia
bukanlah tipe orang yang bermulut ember dan memberitahu teman-temannya hanya
karena dia ditembak oleh cowok suram seperti diriku. Aku pikir dia juga terbiasa
ditembak cowok dan aku merasa dia benar-benar akan melupakan peristiwa ini
keesokan harinya.
Istilah
“Mengikuti Ujian Masuk ke Sekolah Bergengsi Terlepas dari Kesempatan"
terlintas di benakku.
Dari
sudut pandangku, Shirakawa-san sama seperti sekolah yang sulit untuk aku masuki,
sosok yang selalu aku impikan dan dambakan. Aku merasa kalau aku harus
mencobanya sekali dan setidaknya membuat kenangan duduk untuk ujian. Jika bukan
karena kesempatan ini, aku tak akan pernah melakukan sesuatu seperti menembak
padanya sepanjang hidupku.
Begitulah caraku membujuk dan
dengan putus asa menyemangati diriki sendiri.
….Ya.
Betul sekali. Ayo kita lakukan.
Dengan tangan gemetaran, aku
menuliskan pesan di secarik kertas selama kelas.
Sepulang sekolah di hari itu, aku
langsung memantapkan rencana untuk mengakui perasaanku.
Aku merasa seperti akan putus
asa dan berubah pikiran jika menundanya. Dan jika aku perlu melakukannya, aku
ingin menyelesaikan ini secepat mungkin.
Ditolak
bukan berarti kiamat. Saat sampai di rumah, aku akan menonton video baru KEN untuk
menyembuhkan hatiku yang terluka.
Aku menggumamkan itu pada
diriku sendiri dan sepulang sekolah, aku meletakkan catatan yang sudah aku
tulis ke tempat rak sepatu Shirakawa-san.
________________________________________
Ada
sesuatu yang ingin aku bicarakan. Setelah membaca ini, tolong datanglah ke
tempat parkir guru di belakang gedung sekolah.
Kashima
Ryuuto dari kelas 2-A
________________________________________
Alasanku secara tegas menulis
namaku karena aku pikir kalau melakukannya secara anonym, terlalu menyeramkan untuk
membuatnya datang. Dan alasan kenapa aku bahkan menulis kelas karena jika hanya
namaku saja akan membuatnya kebingungan, “Siapa
orang ini? Aku tidak tahu, jadi tidak usah diladenin, ah ”, bisa saja
berakhir seperti itu. “Aku tidak tahu siapa
ini tapi, sepertinya Ia dari kelas yang sama jadi Ia pasti ada urusan denganku”,
dan dengan berpikir begitu, kupikir itu akan membuatnya lebih mudah untuk
datang.
“Eh, dari semua orang, gadis
yang disukai Kashi adalah Shirakawa-san !?”
“Ini sih bagai punguk
merindukan bulan! Apa kamu masih waras !? ”
Ichi dan Nichi mengkonfirmasi
nama di rak sepatu dari belakangku dan mereka terguncang dengan keras.
Reaksi dari mereka berdua
membuatku menyadari sekali lagi kalau aku akan melakukan sesuatu yang
keterlaluan, dan lututku mulai gemetaran.
Jika
bisa, aku hanya ingin menyimpan catatan ini dan pulang…. Itulah yang aku
pikirkan, tapi aku tidak ingin teman-temanku berpikir kalau aku adalah orang
yang tidak dapat menepati janjinya.
Tenanglah,
diriku. Tenangkan dirimu.
Untuk
saat ini, aku akan menyelesaikan misi "Menembak" ini. Cuma itu saja
yang perlu aku pikirkan.
Aku menarik napas dalam-dalam,
dan berkata pada diriku sendiri berulang kali, dan menuju ke lokasi yang
ditentukan.
Tempat parkir guru di belakang
gedung sekolah, sejauh yang aku tahu, tempat ini merupakan tempat paling tidak
populer di sekolah. Pada jam-jam segini dimana jam pelajaran baru saja berakhir
dan kegiatan klub baru dimulai, masih belum ada guru yang berniat untuk pulang.
Selusin atau lebih mobil diparkir berdampingan dan di sana, aku sedang menunggu
Shirakawa-san.
Ichi dan Nishi seharusnya
bersembunyi di balik mobil di suatu tempat dan mengawasiku dari jarak yang
cukup dekat.
Shirakawa-san tidak langsung
datang. Pada waktu sepulang sekolah, gadis normie seperti dirinya akan selalu
mengobrol dengan teman-temannya di kelas dan aku tidak pernah melihatnya meninggalkan
kelas lebih awal dariku. Jadi aku sama sekali tidak tahu berapa lama waktu yang
dibutuhkannya untuk melihat catatan di rak sepatunya.
Aku terus menunggu…. mungkin selama
20 sampai 30 menit.
Ketika aku akhirnya melihatnya
muncul dari sisi lain gedung sekolah, aku sangat lega karena diserang oleh
perasaan kelelahan yang mendahului semua emosi lain dari sebelumnya.
Aku sudah mempersiapkan diri
kalau dia tidak datang, jadi meski aku belum menembaknya, aku merasakan suatu
pencapaian.
Shirakawa-san melihat
sekeliling dan mendekatiku setelah memastikan tidak ada orang lain lagi di
sekitar sini.
“Apa kamu yang menempatkan ini
di rak sepatuku?”
Kertas putih yang dia pegang di
samping wajahnya adalah pesan dariku.
“Y-Ya.”
Saat aku menjawab dengan suara
gemetaran, Shirakawa-san tertawa kecil.
“Fufuu.”
Dia
menertawakanku… ..!
Ketika memikirkan hal itu,
wajahku menjadi panas karena perasaan malu.
“Kenapa pakai bahasa formal segala?
Bukannya kita sekelas? Umurnya sama ‘kan? ”
Saat dia bilang begitu, aku
tidak merasakan adanya kesan kalau dia mengolok-olokku. Bukan tentang suaraku
yang gemetaran, tapi dia sepertinya benar-benar menganggap bahasa formal itu
lucu.
Aku merasa sedikit lega tapi
pada saat yang sama, merasa sedih karena kupikir dia tidak tahu keberadaanku,
meskipun aku mengetahui dirinya. Bahkan jika aku sudah mempersiapkan diri,
bukanlah tugas yang mudah untuk mencoba sesuatu yang pasti akan gagal.
“Se-Sepertinya begitu….”
Untuk saat ini, aku membalas
Shirakawa-san dengan ucapan santai seperti yang dia katakan kepadaku.
Saat dia mendekatiku, dia berhenti
sekitar dua meter di hadapanku.
“Jadi? Apa yang ingin kamu
bicarakan denganku?”
Suara yang jelas dan cerah. Suara
yang memancarkan kepribadian baiknya dan tidak merasa kesal maupun jijik karena
mendadak dipanggil oleh cowok suram semacam diriku.
Aah,
Shirakawa-san….
Aku
terlalu gugup untuk melihatnya secara langsung, tetapi aku yakin bahkan sampai
sekarang, dia masih memiliki wajah yang sangat cantik.
Aku…
tentangmu, aku sungguh….
Aku
akan mengatakannya. Aku harus mengatakannya. Jika aku terus menunduk dalam diam
seperti ini, bahkan seseorang dengan kepribadian baik seperti Shirakawa-san
akan muak denganku.
Dengan pemikiran begitu, aku
dengan putus asa mendongak ke arahnya.
“….!”
Wajah Shirakawa-san yang sangat
cantik menatap lurus ke arahku dan menembus hatiku. Meski aku membuka mulut,
suaraku tidak bisa keluar dari tenggorokanku dengan baik.
“Su…. Su-Su-Suk! ”
Sialan, aku tidak menyangka
bakalan segagap ini karena menembak gadis!
Tapi sekarang aku sudah sampai
sejauh ini, sekarang sudah tidak ada jalan untuk kembali.
“Ak-Aku menyukaimu! (Su-Suki desu!)”
Aku
berhasil mengatakannya.
Cowok
yang sangat muram.
Diriku….yang
sangat menjijikkan ..….
Aku
membenci diriku sendiri dan pada tingkat ini, aku cuma ingin mengubur diriku
sendiri ke dalam tanah beton dan menghilang.
“Eh? Suzuki? ” (TN : “Su—Suki desu”
“Eh? Susuki? ” Shirakawa pikir si MC mengatakan namanya "Susuki".
namanya bukan Susuki. Btw, suki = suka.)
Shirakawa-san mengerutkan
alisnya dan menatap tajam ke arahku. Setelah itu, dia melihat apa yang tertulis
di kertas di tangannya dan membuat wajah yang lebih serius.
Sekali lagi, aku pikir dia
memang cantik. Karena gaya berpakaiannya seperti gyaru, aku pikir dia mungkin tidak memakai make-up tapi aku
terpesona oleh fitur kecantikannya yang tidak bisa ditutupi oleh make-up,
seperti bayangan area mata dan garis dari hidung ke dagunya.
Karena sudah melakukan sebuah
pengakuan yang gagal besar-besaran, tidak ada lagi yang perlu dipermalukan dan aku
secara misterius mampu mengamatinya secara hati-hati sebelum aku ditolak.
“Hei, Suzuki itu siapa?”
Shirakawa-san masih memasang
ekspresi kebingungan.
“Eh?”
Aku pikir, Seriusan, memangnya siapa sih Suzuki ini…. Lalu aku tersadar. Karena pengakuanku yang kikuk, dia jadi
salah dengar.
“Tidak. Umm maksudnya…. Aku
menyukaimu, Shirakawa-san….”
Kali
ini, meski terbata-bata aku berhasil mengatakannya dengan benar. Mungkin karena
aku pernah gagal sekali jadi tidak ada ruginya lagi.
Kemudian mata Shirakwa-san
terbuka lebar.
“… .Ah, maksudmu yang itu?”
Untuk sesaat, Shirakawa-san
memalingkan muka dariku seolah-olah dia sudah menyadarinya.
Ekspresinya tampak seperti
sedang bermasalah. Mungkin, dia tidak
begitu mengenalku sehingga dia tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk menolakku.
“….Kenapa?”
Itulah sebabnya, pertanyaan
Shirakawa-san mungkin adalah pertimbangan yang dia pikirkan untukku, sebagai
permulaan sebelum dia menolakku.
“Eh…..”
“Kenapa kamu menyukaiku?”
Aku tidak menyangka akan
ditanyai begitu dan mulai berpikir sendiri.
Kenapa?
Kenapa aku menyukainya?
Hal
seperti itu…. Bukannya itu sudah jelas.
“….Karena kamu…. cantik.”
Aku takut suaraku bakal gagap,
dan sekarang suaranya akan menghilang.
Yah,
tapi….
Tidak
peduli berapa kali aku gagal, aku hanya akan ditolak sekali. Aku
berpikir begitu pada diriku sendiri dan itu membuatku merasa sedikit lebih
baik.
“….”
Shirakawa-san mengedipkan
matanya dan menatapku. Pipinya sedikit merona dan dia menunduk seolah-olah
tengah merasa malu.
“Hmmm~….”
Dia bergumam seolah ingin
menutupi rasa malunya. Lalu, dia menatapku dan mengucapkan sesuatu yang
keterlaluan.
“Kalau begitu, bagaimana kalau
kita mulai jadian? Aku sekarang lagi jomblo, kok.”
Awalnya, aku tidak mengerti apa
yang baru saja dia katakan.
Kalau
begitu, bagaimana kalau kita mulai jadian? Aku sekarang lagi jomblo, kok
Jadian?
Pacaran?
Pacaran
.. Shirakawa-san? Dengan siapa?
Jangan
bilang…. denganku!?
“Eeeh !?”
Aku merasa seolah-olah akan
pingsan.
Aku langsung mengira dia sedang
mengolok-olokku, tetapi jika memang begitu, rasanya bikin sakit di hati.
“Apa, kenapa kamu begitu
terkejut? Bukannya kamu sendiri yang menembakku!”
Shirakawa-san terkikik dengan
aneh setelah melihat ekspresiku yang terkejut. Jangan bilang kalau dia serius? Atau dia cuma menikmati melihat
reaksiku?
Aku tidak tahu apa yang dia
pikirkan.
“….Jadi, apa yang ingin kamu
lakukan?”
Shirakawa-san, yang telah
menghentikan cekikikannya, mulai mendekatiku dan bertanya.
“Apa kamu ingin mulai
berpacaran denganku?”
Matanya
yang menengadah terlihat sangat imut. Jantungku hampir mau copot.
Bagaimana
bisa berubah menjadi seperti ini? Aku tidak pernah membayangkan perkembangan
ini sama sekali.
Aku
tidak begitu yakin tapi, sesuatu yang sangat hoki sedang terjadi padaku.
Aku
adalah cowok yang suram tanpa memiliki sesuatu untuk dibanggakan, orang yang
hobinya menonton video mari bermain game, dan aku tidak punya nyali untuk
melepaskan keberuntungan ini dengan mudah.
Mungkin
saja dia mengolok-olokku. Mungkin saja ini hanya mimpi, tetapi jika memang
begitu, jawabanku sudah sangat jelas.
“….Iya….”
Aku mengangguk dengan muka
merah padam dan Shirakawa-san tersenyum terlihat puas.
“Oke!”
Wajahnya
yang tersenyum terlihat manis. Tidak, senyumnya juga sangat manis. Ini bukan
VR, ‘kan? Aku tidak percaya Shirakawa-san bisa sedekat ini denganku dan
tersenyum padaku.
Jika
ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku untuk selama-lamanya.
“Kalau begitu, ayo kita pulang
bareng! Aku sudah memberitahu teman-temanku kalau aku ada urusan dan sudah mengucapkan
selamat tinggal pada mereka.”
Dan seperti itu, aku mulai
berjalan bersama Shirakawa-san menuju gerbang belakang.
Ketika aku sedang berjalan
melewati tempat parkir, aku melihat Ichi dan Nishi berjongkok di belakang mobil
dengan wajah tercengang dan tampak seperti mayat.
Bagaimanapun
juga, kelihatannya ini bukan prank settingan dari mereka.
◇◇◇◇
Ya
Tuhan… apa-apaan ini !?
Aku
tidak sedang bermimpi, ‘kan !?
Aku
benar-benar… berjalan … berdampingan dengan Shirakawa-san… ‘kan !?
Situasi
macam apa ini !?
Apa
dia benar-benar serius berpacaran denganku !?
Aku hanya menggerakkan kakiku
diam-diam karena jantungku berdebar sangat kencang.
“… .Namamu, bagaimana cara
membacanya? Kuwashima? ”
“Ka… Kashima, Ryuuto”
“Oh, Ryuuto! Namamu keren
banget! ”
Shirakawa-san tersenyum dengan
mata berbinar. Serangan mendadak dari wajahnya yang tersenyum dan pujian “Keren banget”, membuat detak jantungku
yang sudah kencang sejak tadi menjadi lebih kencang lagi.
Tenang,
tenanglah diriku.
Aku
tidak bisa mengobrol dengan benar jika terlalu kegirangan begini.
Lagipula
aku akan segera dicampakkan. Beberapa menit kemudian dia akan berkata, “Aku
bercanda. Apa kamu benar-benar mengira kita beneran pacaran? ”, Sambil tertawa.
Pasti begitu, tidak salah lagi.
Aku mengatakan itu pada diriku
sendiri dan berusaha untuk tetap tenang, entah bagaimana.
“Nee, Ryuuto.”
Shirakawa-san dengan polosnya
mulai berbicara denganku
“Apa kita ….. pernah berbicara
satu sama lain?”
“Eh !? Ah… Umm… ”
Aku hampir ingin memberitahunya
mengenai aku yang meminjamkan pensil padanya, tapi kejadian itu cuma bisa
dihitung sebagai kejadian sepele, dan menghitungnya sebagai "Berbicara" akan terdengar
menyeramkan.
“… .Tidak, tidak terlalu….”
“Hmmm, begitu ya.”
Bagaimanapun
juga, aku adalah aku, jadi aku ingin
menanyakan sesuatu yang sedari tadi menggangguku.
“Shirakawa-san .. umm, kenapa….
kamu mau berpacaran denganku….? ”
Aku berkata pada diriku sendiri
untuk tetap tenang, dan itulah sebabnya aku merasa situasi ini sangat sulit
dipercaya. Setelah meninggalkanku dengan
hati yang berdebar-debar seperti ini, ada kemungkinan besar kalau, “Hari ini aku akan pulang bersamamu”,
sebenarnya pembicaraan semacam itu. Tidak, bisa saja bukan itu yang sebenarnya
terjadi.
Karena
aku .. memiliki trauma dengan "menembak gadis".
Saat aku kelas 1 SMP, aku
kebetulan duduk bersebelahan dengan seorang gadis yang sangat manis. Dia akan
tersenyum dan berbicara kepadaku tentang sesuatu dan ada banyak skinship juga. Dan ketika aku membiarkan dia menyalin PR-ku,
“Kupikir ... aku suka orang yang baik seperti itu”, gumamnya begitu, dengan
pipi yang memerah untuk beberapa alasan. Tentu saja, diriku yang muram berasa
seperti berada di khayangan karena saking gembiranya dan aku cukup yakin dia
memiliki perasaan kepadaku, tidak salah lagi. Sambil mempercayai itu, aku
mengumpulkan keberanian sekali seumur hidup dan mengakui perasaanku padanya.
Dan hasilnya, aku menderita
kekalahan telak. Wajah canggungnya sambil bergumam, “Aku menganggap Kasahima
sebagai orang baik, tapi….”, Masih membekas di ingatanku sampai hari ini.
Aku belajar dari pengalaman
yang menyakitkan ini. Gadis…. Terutama yang manis dan populer tidak bisa
dipercaya.
Fakta bahwa seorang gadis
populer membuat semua orang berpikir, "Mungkin aku bisa melakukannya”.
Dengan kata lain, gadis itu sendiri sangat sugestif dan jika kamu mengira kalau
cuma kamu yang istimewa, kamu akan dihadapi pada kenyataan yang sangat kejam.
Bahkan tanpa perlu berpikir
keras, sama sekali tidak ada alasan mengapa seorang gadis cantik dan populer
akan menyukai cowok suram macam diriku. Karena aku pikir begitu, aku bisa
menyatakan perasaanku kepada Shirakawa-san tanpa beban. Karena aku 100% yakin
akan ditolak, aku tidak memikirkan sama sekali setelah diberi OKE.
Itulah sebabnya… Sulit untuk
menerima situasi seperti ini, seolah-olah aku sedang dijebak untuk konten prank .
“Eh….?”
Shirakawa-san kembali menatapku
dengan rasa ingin tahu.
“Apa kamu ingin mendengar
kenapa aku memutuskan pacaran dengan Ryuuto?”
“.... Maksudku, Shirakawa-san
mungkin tidak menyukaiku. Dan karena aku pikir kamu tidak mengenalku…. ”
Padahal
kami satu kelas tetapi dia bahkan tidak tahu cara membaca namaku.
Dan di sana, jawaban yang tak
terduga keluar dari mulut Shirakawa-san.
“Kalau begitu, bukannya aku
bisa mengenalmu mulai dari sekarang, dan mulai menyukaimu?”
“Eh?”
Saat aku melihatnya,
Shirakawa-san memiringkan kepalanya dan menatapku dengan mata menengadah.
“Maksudku, bahkan Ryuuto juga
tidak mengenalku dengan baik, ‘kan?”
Aku membeku ketika mendengar
perkataannya.
“Kita bahkan tidak pernah
berbicara sebelumnya, ‘kan? Kamu menyukai penampilanku, bukan?”
“….”
Saat itu aku tidak bisa
mengatakan apa-apa. Aku sudah menjawabnya sebelumnya. Ketika ditanya oleh Shirakawa-san
mengapa aku menyukainya, aku menanggapinya dengan “Karena kamu cantik”.
Aku
suka penampilannya. Itu benar.
Tapi, aku telah melihat
Shirakawa-san dari kejauhan sejak aku masih kelas 1. Aku selalu berpikir,
"Sangat cantik", dan mengaguminya. Itulah mengapa aku pikir aku
menyukai Shirakawa-san lebih dari yang aku kira. Tapi sekarang setelah dia menyebutkan, dia benar. Aku memang tidak tahu
apa-apa tentang Shirakawa-san.
“Apalagi, aku …... sedikit
menyukai Ryuuto, lho”
“… .Eh !?”
Aku memandang kaget
Shirakawa-san udai mendengar pengakuan tak terduganya. Selanjutnya, aku dipukul
dengan mata menengadah yang lucu, dan proses berpikir otakku berjalan lebih
cepat dua kali lipat.
Karena
Shirakawa-san jauh lebih pendek dariku, kurasa begitulah cara dia melihatku
saat aku di sampingnya. Dia terlihat seperti model berkat wajah kecil dan
bentuk tubuhnya yang langsing, bukan karena tinggi badannya sendiri.
Apalagi,
dari tadi aku bisa mencium aroma harum. Aku tidak yakin apakah itu bunga atau
buah, tapi aroma ini berasal dari Shirakawa-san, ‘kan.
Tunggu,
ini bukan waktunya untuk memikirkan hal begituan.
Shirakawa-san
sedikit menyukaiku?
Tidak,
mana mungkin itu benar!
Maksudku,
dia bahkan tidak mengenalku!
Seolah-olah bisa mendengar
jeritan di hatiku, Shirakawa-san membuka mulutnya.
“Tadi, Ryuuto bilang kalau kamu
'menyukai'-ku, ‘kan?”
“….Ya.”
“Itulah alasannya.”
“… .Eh?”
“Eh? Kenapa malah 'Eh?' ”
“Maksudku, umm…. Cu-Cuma itu
saja….? ”
Saat aku menggumamkan itu
dengan nada tidak percaya, wajah Shirakawa-san berubah masam seakan merasa
penasaran dengan apa yang sedang kupikirkan.
“Aah! Kamu berpikir kalau aku
ini lacur yang menyukai semua cowok tidak peduli siapa orangnya, ‘kan? Bahkan aku
punya seleraku sendiri, oke? Seorang cowok dengan kuku tumbuh besar dan cowok
yang meninggalkan keringat di hidungnya sama sekali enggak bakalan mau bahkan
jika aku mati, oke!”
Bukankah
seleranya terlalu spesifik !? Tunggu, jadi cuma itu yang enggak boleh !?
Saat aku dibuat tercengang oleh
selera luas Shirakawa-san seperti yang dikabarkan, dia menatapku dengan wajah
cemberut sekaligus diselingi dengan protes.
“Tapi, karena Ryuuto bukan
cowok seperti itu jadi itulah alasannya. Itu sebabnya aku merasa senang, tau.”
Tapi, apa yang Shirakawa-san
katakan ada benarnya juga. Jika seorang gadis yang tidak aku kenal menembakku aku
dengan, "Aku menyukaimu"… .. Kecuali gadis itu sebagian besar tidak
sesuai dengan seleraku, aku mungkin akan langsung menyukainya.
Tapi,
itu karena aku benar-benar bukan cowok populer yang tidak pernah ditembak
bahkan sekali pun.
“.... Tapi, Shirakawa-san sepertinya
terbiasa dengan kalimat 'Aku menyukaimu',
‘kan….”
“Eeh?”
Apa
yang sedang kamu bicarakan, dia menatapku seolah-olah menyiratkan begitu.
“Bukannya kamu akan merasa
senang tidak peduli berapa kali seseorang berkata 'Aku menyukaimu' padamu?”
Aku
pikir itu benar, tapi….
“Kebahagiaan itu…. Bukannya
kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu berpikir 'Ayo pacaran'? ”
Aku
masih ragu. Karena aku tidak ingin terluka.
Ketika
hari esok tiba, "Aku sama sekali tidak menyukaimu, jadi aku tidak
berpacaran denganmu!"; Aku tidak tahan membayangkan masa depan di mana aku
diberitahu seperti itu.
Karena,
jika kita beneran “pacaran” pada saat ini, besok, dan lusa, aku pasti akan
lebih jatuh cinta pada Shirakawa-san.
Sulit
dipercaya karena…. ini sepertinya bukan lelucon.
“Jadi…. 'Suka' yang dimaksud Shirakawa-san
bagiku cukup baik untuk teman, maksudku…. Bukannya itu sedikit terlalu… murahan….?
”
Aku
mengatakannya. Meski gadis super cantik ini dengan ramah menyetujui kalau dia
mau berpacaran denganku, aku akhirnya mengatakan sesuatu yang mungkin dia
benci!
Aku
idiot.
Aku
benar-benar bego dengan mulut besar!
Benar saja, Shirakawa-san
terdiam beberapa saat. Saat aku mencemaskan apakah aku menyakiti perasaannya,
Shirakawa-san menatapku.
“…..Masa? Bukannya itu bagus?”
Balasannya sangat sederhana dan
jelas.
“Meski murahan tapi terasa
menyenangkan bukan, dan itu membuatmu ingin lebih dekat denganku, ‘kan? Jadi mengapa
tidak mencoba pacaran dulu saja. Bahkan jika saling 'Suka' di awal itu murahan, jika kita terus pacaran dan lebih saling
mengenal satu sama lain, bukannya itu akan berubah menjadi 'suka' yang asli suatu hari nanti? ”
Shirakawa-san mengatakan itu
sambil tersenyum padaku dengan ujung bibirnya melengkung bagus.
“… .Yah, meski sampai sekarang
aku belum pernah pacaran dengan seseorang dan mengubahnya menjadi 'suka' yang asli, sih”
Ketika dia menunjukkan senyum
mencela dirinya sendiri, aku bertanya dengan takut-takut.
“….Kenapa….?”
Gosip
mengenai dirinya yang berpacaran paling lama dua atau tiga bulan dengan satu
pacar mungkin benar. Ketika aku sedang berhati-hati bertanya-tanya
apa penyebabnya, “Aah”, mata Shirakawa-san terbuka lebar.
“Kamu pikir aku sudah bosan dan
mencampakkan mereka, ‘kan? Justru sebaliknya! Ketika aku berpacaran dengan
seseorang, aku sangat setia! Jika ada cowok lain menembakku, aku langsung
menolaknya karena sudah punya pacar.”
“Ja-Jadi begitu rupanya, ya.”
Aku melontarkan balasan mencolo
karena kewalawan dengan auranya, tapi ketidakpercayaanku terhadap gadis cantik
masih mengakar kuat.
“.... Tapi, menilai dari apa
yang Shirakawa-san katakan sebelumnya, biarpun kamu punya pacar, bukannya itu
membuatmu senang diberitahu 'Aku
menyukaimu' oleh orang lain, dan kamu akan mulai sedikit menyukai mereka? ”
“Hah? Kamu ini bicara apa?”
Alis Shirakawa-san berkerut
dengan indah.
“….”
Dikalahkan oleh kengerian dari
wajah tidak senang seorang gyaru, diriku yang muram tetap diam.
“Diberitahu 'Aku menyukaimu' sama cowok yang bahkan
tidak kusuka, bukannya itu cuma bikin sebal? Benar-benar menjijikkan.”
“….”
Itu
berbeda dari apa yang kamu bilang tadi..….
Tapi
pokoknya, sepertinya tak masalah untuk mempercayai kalau dia setia saat
berpacaran dengan seseorang.
Saat kami berbicara seperti
itu, Shirakawa-san tiba-tiba menghentikan langkahnya.
“Rumahmu ke arah mana?”
Sekarang setelah dia
menyebutkannya, kita sudah berada di depan stasiun. Stasiun terdekat dari
sekolah bukanlah stasiun terminal yang besar, namun, jalan menuju gerbang tiket
yang aku lalui sekarang cukup berkembang sehingga lalu lintas pejalan kaki
tidak mereda bahkan pada saat-saat sebelum jam sibuk seperti sekarang.
Karena sekolah kami adalah
sekolah swasta di Tokyo, banyak siswa berangkat ke sekolah menggunakan kereta
api. Stasiun O ini memiliki pintu masuk
terpisah untuk jalurnya dan kereta bawah tanah, jadi Shirakawa-san mungkin
bertanya karena waktunya.
“Ah, umm, aku turun di stasiun
K.”
“Hmmm, kalau aku sih di stasiun
A.”
“Be-Begitu…. ternyata dekat, ya
”
Stasiun terdekat rumahku adalah
Stasiun K, letaknya tiga stasiun dari sini dan Stasiun A adalah stasiun kedua
sebelum itu.
“Oh, kita berada di jalur kereta
yang sama, ‘kan? Ayo pergi! ”
“Ya-ya….”
Diseret oleh temponya
Shirakawa-san, aku pun menuju ke area stasiun kereta.
Kami berdua lalu naik kereta,
dan karena cuma dua stasiun, kami akan sampai di stasiun tempat Shirakawa-san
turun. Situasi yang sulit dipercaya ini
akan berakhir di sini.
Sampai
sebelumnya, meski aku pikir aku sangat gugup sehingga aku tidak akan bisa
menahan diri, anehnya jika menyangkut hal itu, aku merasa enggan untuk
berpisah.
“Sebentar lagi tiba.
Kemudian…"
Ketika kami akhirnya mendekati
Stasiun A dan hendak berpisah dengannya, "Eh?", Shirakawa-san
menatapku dengan heran.
“Kamu tidak mau mengantarku
sampai ke rumah?”
“Eh?”
Aku
sama sekali tidak tahu kalau maksud dari "mengantar seseorang pergi"
ialah mengantarnya dari sekolah sampai rumahnya.
Tapi,
memang benar kalau mengantarnya sampai rumah merupakan tugas dari pacar.
“Ka-Kalau begitu…….”
Situasi yang sulit dipercaya
terus berlanjut.
Aku tidak perlu membayar ongkos
untuk persinggahan dengan tiket komuter, jadi aku memutuskan untuk turun di
Stasiun A juga dan mengantar Shirakawa-san sampai di rumah.
Stasiun A adalah stasiun besar
dengan distrik perbelanjaan tersebar di depannya. Sekitar 15 menit berjalan
kaki menuju rumah Shirakawa-san.
Sejujurnya, aku tidak begitu
ingat apa yang kita bicarakan selama itu. Realitas yang tidak realistis dari “Aku berpacaran dengan Shirakawa-san”
bertimpangan dengan perasaan realita yang tiba-tiba saat aku menyimpang dari
rute perjalananku yang biasa, dan aku kehabisan akal dan terlalu gugup untuk
bisa berkonsentrasi pada percakapan.
“Rumahku ada di sini.”
Shirakawa-san berhenti sambil
mengatakan itu, di hadapanku ada rumah kayu dua lantai. Eksteriornya tampak
cukup tua, dan di seluruh sekitarnya terdapat rumah-rumah dengan nuansa serupa
yang berbaris dan menjadikannya sebagai kawasan pemukiman yang asri.
Karena tidak tahu harus berkata
apa tentang tampilan rumah yang tidak dapat diprediksi dari penampilan
Shirakawa-san yang dipoles, “Rumah yang bagus”, aku hanya membuat komentar yang
aman.
Kemudian Shirakawa-san
tersenyum senang.
“Benarkah? Makasih!”
Senyuman penghargaan yang jujur
tanpa
sedikit pun keraguan bahwa itu cuma sanjungan belaka.
“….”
Keimutannya
membuat hatiku berdebar-debar lagi, tapi di saat yang sama aku merasa bersalah
dan ingin segera meninggalkan tempat ini.
“Ka-Kalau begitu, aku akan
pergi sekarang….”
Saat aku hendak membalikkan
badan, Shirakawa-san dengan riang memanggilku.
“Hei, mau mampir sebentar?”
“… .Eh !?”
“Orang tuaku sedang bekerja,
dan nenek sedang mengikuti kelas dansa hula.”
Begitu,
jadi dia tinggal bersama neneknya, ya…. Tapi kelas dansa hula, Anda sangat
energik sekali, nek…., Pemikiran sepele seperti itu memenuhi
pikiranku tapi, ada sesuatu yang lebih penting dari apapun.
Mampir
ke rumah Shirakawa-san.
Memasuki
rumah Shirakawa-san dan…. tidak ada orang lain disana.
Hanya
ada kami berdua.
“… .Ap-Apa kamu yakin?”
Aku bertanya sambil menelan
ludahku dengan gugup dan Shirakawa-san mengangguk tanpa ragu-ragu.
“Ya. Karena Ryuuto adalah
pacarku.”
Eh,
meski begitu. Bahkan jika aku adalah teman sekelas mob yang namanya bahkan
tidak kamu kenal sampai beberapa saat yang lalu? meski cuma aku sendiri yang berpikir
begitu, jika dia sendiri yang bilang tidak ada masalah, tidak ada alasan bagiku
untuk menahan…. diri, ‘kan….
Apa
aku .. akan mati?
Peristiwa
semacam ini .. tidak seharusnya terjadi dalam hidupku.
“Umm, kalau begitu…. Maaf
mengganggu.”
Jadi, 30 menit setelah aku
mulai jadian dengan “pacar” pertamaku…. Aku langsung mengunjungi rumahnya.
Aku
masih merasa sedang dikibuli tapi sekarang, aku akan menginjakkan kaki ke “rumah
Shirakawa-san”.
Langkah kakiku terasa goyah dan
sekali lagi, kesadaranku akan perasaan realitas mulai menghilang.
“Pe-Permisi….”
Saat aku berjalan ke pintu
depan, aku dikelilingi oleh bau rumah orang lain yang hampir membuat nostalgia.
Di bawah ada sejumlah sepatu mencolok, yang aku anggap milik Shirakawa-san,
diletakkan sembarangan. Kejelasan dari itu semua membuat hatiku semakin
berdebar-debar.
“Ayo naik. Kamarku ada di
lantai atas.”
Didorong oleh Shirakawa-san,
aku menaiki tangga sempit yang langsung kulihat di depanku.
Di lantai dua, ada kamar dengan
pintu geser mirip kamar bergaya tadisional Jepang, dan kamar dengan pintu ayun
ala barat. Shirakawa-san memutar kenop pintu yang bergaya ala barat.
“Masuklah ~”
Usai mengatakan itu, dia
menunjukkan padaku kamarnya dan menyimpulkannya, itu adalah ruangan dengan
suasana yang sepertinya cocok dengan kesan Shirakawa-san.
Hal pertama yang menarik
perhatianku di kamar dengan luas sekitar lima tikar tatami ialah tirai warna
pink gelap dan penutup selimut tempat tidur. Di samping dinding ada meja rias
putih dan lemari dengan kesan yang agak murahan tetapi dengan desain bergaya
yang terlihat seperti preferensi gadis. Di tengah-tengah itu ada meja tulis,
tapi meja itu ditutupi dengan kantong atau barang-barang kecil, sama sekali
bukan lingkungan tempat dimana kamu bisa belajar.
Secara keseluruhan, aku
kewalahan dengan jumlah barang kecil yang ditempatkan di mana-mana. Seperti
botol kecil yang mirip kosmetik, boneka binatang yang mirip maskot, dan benda
kelap-kelip yang tampak seperti aksesori. Meski begitu, benda-benda itu tidak berserakan,
dan item yang ditampilkan mungkin disatukan dengan pendekatan khususnya
sendiri.
Selain itu, aroma bunga atau
buah dari Shirakawa-san begitu kuat melayang di udara hingga membuatku
tercekat.
“Apa ada yang salah? Ayo cepat
masuk~.”
Shirakawa-san, yang masuk lebih
dulu, memanggilku karena aku kewalahan karena terlalu banyak kurangnya kekebalan
terhadap kamar gadis.
“A, aah, yeah….”
Aku pun bergegas masuk ke dalam
kamarnya.
“Duduklah di mana pun yang kamu
suka, oke.”
Shirakawa-san dengan santai
mengatakan itu dan meletakkan tas sekolahnya di lantai secara sembarangan.
“Aku akan mengambil minuman. Teh
barley aja gimana? ”
“Ah, ya-ya. Terima kasih….”
Shirakawa-san lalu meninggalkan
ruangan. Ritme langkah ringannya yang menuruni tangga secara aneh senada dengan
jantungku yang berdebar kencang.
Bagaimana
mungkin semua ini bisa terjadi….
Padahal,
aku sudah menyiapkan diri untuk ditolak, tetapi sekarang sebagai
"pacar" Shirakawa-san, aku berada di dalam kamarnya. Aku sendiri
masih tidak percaya dengan situasi ini.
Tapi,
bagaimanapun juga.
Saat
ini aku berada di kamar Shirakawa-san….
“Fuuuuh….”
Untuk
saat ini, mending tarik napas dalam-dalam.
Aroma
Shirakawa-san….
Pikiranku dipenuhi dengan hal
itu, lalu aku menyadarinya.
Kamu
terlalu menyeramkan, diriku! Apa sih yang sedang kamu lakukan!
Tapi,
ini adalah situasi di mana aku berduaan di kamar gadis yang aku dambakan. Aku
merasa seperti dorongan untuk melakukan sesuatu yang buruk berjalan dengan
liar.
Benar,
misalnya… seperti, ingin membuka laci ini.
Untungnya, atau tidak, di dekat
pintu masuk kamar atau dengan kata lain di sebelahku, ada lemari putih. Hal yang benar-benar pribadi adalah…. Terus
terang, sepertinya semua jenis kancut dimasukkan ke sana dan aku tidak bisa
mengalihkan pandanganku darinya.
Hentikan!
Itulah satu-satunya hal yang tidak boleh dilakukan oleh manusia dan cowok!
Tapi….
Aku mau melihatnya….
Setelah mengalami konflik batin,
akhirnya malaikat dan iblis yang ada di hatiku telah mencapai kesimpulan.
Pemenangnya adalah .. si Iblis.
“Cuma sedikit aja… ..!”
Aku meludahi alasan di mulutku
karena rasa bersalah itu dan dengan cepat meletakkan tanganku di laci. Saat aku
membukanya beberapa sentimeter, aku tanpa sadar mengangkat suara kekaguman.
“Whoah….”
Renda putih yang terlihat di
mataku begitu indah sehingga tanganku berhenti.
Ini
adalah…. kancut… .pribadi Shirakawa-san… ..!
Pada saat itulah aku mendongak
ke atas, menikmati semua kebahagiaan karena bisa melihatnya.
“Maaf sudah lama menunggu.”
“Uwaah !?”
Aku sangat terkejut, dan itu
tidak berlebihan, aku melompat beberapa sentimeter dari lantai. Pada saat yang
sama, aku akhirnya menabrak laci yang sekarang terbuka.
“Aduh .. duh!”
Sial,
aku belum menutupnya… ..!
“Hah? Lacinya kebuka? Maaf.”
Namun, bahkan tanpa mencurigaiku,
Shirakawa-san mengalihkan pandangannya ke laci saat menyadari kalau laci itu
sedikit terbuka. “Ah!”, Lalu dengan mata berbinar, Shirakawa-san meletakkan teh
barley di tangannya di atas meja, dan meraih renda putih di dalamnya,
mengeluarkannya.
“Hei, lihat ini.”
“….!?”
Apa
yang mau kamu tunjukkan padaku !?
Saat aku membeku pada ajakannya,
Shirakawa-san membukanya, dan menunjukkannya kepadaku tanpa ragu sedikitpun.
“Voilá! Bukannya itu sangat lucu? Ini kamisol yang baru aku beli
beberapa waktu lalu! Aku berpikir untuk memakainya saat memakai model baju
dengan atasan terbuka.”
“….”
Saat aku melihat kamisol putih
terbentang di hadapanku, aku diserang oleh perasaan kelelahan yang misterius.
“Ya-ya, terlihat bagus….”
Maksudku,
bisa melihat pakaian polos Shirakawa-san saja sudah cukup menakjubkan tapi aku
justru salah paham kalau itu pakaian dalamnya jadi aku tidak bisa menyangkal
kalau aku sedikit kecewa.
Tapi
kamisol yang terbuka…. Kamisol yang terbuka, ya….
Seperti
yang diharapkan, tidak ada gunanya melihat sesuatu di kamar orang lain tanpa
izin.
Aku bersumpah dalam hati untuk
tidak melakukan hal seperti ini lagi.
“Oke, ini tehnya.”
Dan Shirakawa-san memegang teh
barley dengan kedua tangannya sekali lagi.
“Ayo, duduk, duduk.”
“Ah, ya, terima kasih….”
Aku ikutan duduk setelah
berhasil menenangkan diriku.
Tapi
duduk dimana?
Tidak ada furnitur seperti sofa
atau kursi tanpa kaki di kamar ini. Ada
yang terlihat seperti kursi meja belajar, jadi jika memang begitu, tidak ada
pilihan selain duduk langsung di lantai kayu atau di kasur.
Kasur….
Hah,
kasur !?
Ada
kalanya kamu akan duduk di atas kasur ketimbang di sofa, ada juga saat di mana
dua orang duduk berdampingan di atas kasur dan mengobrol santai tetapi…. ya,
tapi, bukannya itu hal mustahil dalam situasi ini !?
Pemilik kamar ini adalah
Shirakawa-san yang selalu aku impikan, dan gadis tercantik seangkatan, dan
sungguh tak diduga menjadi “pacar”-ku.
Jika
kita akhirnya duduk berdampingan di atas kasur, itu bakalan sangat gila.
“… .Ah, jadi begitu maksudnya?....boleh
kok.”
Ketika Shirakawa-san melihatku
masih belum duduk, Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi wajahnya
menunjukkan suatu pemahaman.
“Oke. Apa kamu mau mandi dulu?
Kamar mandinya ada di bawah jadi mau aku antar ke sana?”
“Eeh ?!”
Ap-Apa? Apa yang barusan dia katakan?
Jika
kamu bilang sesuatu seperti mandi, imajinasi liarku akan semakin mengarah ke
sisi itu….
Mungkin
Shirakawa-san adalah orang yang sangat suka kebersihan dan hanya membiarkan
tamu yang sudah mandi di kamarnya? Atau apa dia mengatakan secara tersirat
kalau aku "bau"?
Uh-uh
tunggu, Bukan itu, benar. Bahkan sebelumnya Shirakawa-san dengan santai berkata
untuk duduk begitu…. Dan saat aku terus memikirkan omong kosong,
Shirakawa-san sekali lagi, “Ah, jadi begitu?”, Membuat wajah seolah dia sedang
memikirkan sesuatu.
“Apa Ryuuto tipe yang tidak
perlu mandi?”
Eh?
Ehhhh, tunggu, apa dia sedang membicarakan tentang itu?
Saat pikiranku sedang kacau
balau, tindakan Shirakawa-san selanjutnya membuatku tercengang.
Shirakawa-san sekali lagi
meletakkan gelas teh barley di atas meja kecil, dan menyentuh bagian dada dari
seragamnya.
“Hari ini ‘kan ada pelajaran
olahraga, aku mungkin sedikit bau, jadi rasanya agak memalukan….”
Sambil mengucapkan kata-kata
itu, dia membuka kancing salah satu blus seragamnya. Dua kancing yang biasanya
terbuka membuat rasa terbuka di dadanya sekarang menjadi tiga, menampakkan
lebih banyak…. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari belahan lembah yang
menunjukkan sekilas renda bra-nya, dan tanpa sadar aku menelan ludahku.
Ini
.. jadi ini .. pakaian dalam asli Shirakawa-san (sedang
dikenakan langsung)…. Tunggu, gawat, jangan lihat, jika aku terus-terusan
menatapnya, aku akan dikira seperti orang mesum!
Namun, tanpa mempedulikan
konflik batinku, dia terus menyentuh kancing berikutnya dan membukanya tanpa
ragu-ragu.
“Tungg— , Shirakawa-san !?”
Dan saat itulah aku akhirnya
semakin yakin.
Setelah
sejauh ini, pembicaraan tadi tidak lain dan tidak bukan pasti mengarah ke arah
itu.
Pembicaraan
tentang mandi tadi dan sebagainya. Dan apa yang dia katakan barusan. Itu hanya
memiliki satu arti.
Bagaimana
jika…. Tidak, perumpamaan tidak ada gunanya lagi di sini. Ini sudah .. tidak salah
lagi. Betul sekali.
Dia
mencoba melakukan sesuatu yang erotis…. denganku. Ini luar biasa.
Eh,
tidak bercanda !?
Apa
itu tidak apa-apa !?
Tak
disangka aku bisa mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan perjaka yang suram
ini, aku tidak pernah memikirkannya sampai sekarang.
Selain
itu, aku tidak percaya bahwa pasanganku adalah Shirakawa-san.
Keberuntungan
yang luar biasa…. Tidak, tunggu, tapi!
Apa
dia beneran serius tentang ini !?
“Tu-Tunggu sebentar….!”
Karena mendengar suaraku yang
terkejut, Shirakawa-san berhenti membuka kancing-kancingnya.
“Hmm? Apa ada masalah?”
Aku menelan ludahku, dan
berbicara dengan Shirakawa-san yang tampak penasaran.
“Ap-Apa yang sedang….kamu….
lakukan?”
Sudah
kuduga, ini masih terlalu dini. Tidak peduli seberapa tinggi puncak imajinasi
liarku sebagai cowok, bahkan aku tidak pernah membayangkan perkembangan pesat yang
seperti ini.
Sejujurnya
aku tidak bisa mengikuti kecepatan ini.
Mungkin
ada kesalahan di suatu tempat.
Aku
harus mengkonfirmasi niat sebenarnya sebelum dia jadi salah paham.
“Apa, katamu …..bukannya kita
mau berhubungan seks?”
Aku tertegun sampai tak bisa
berkata apa-apa begitu mendengar jawabannya yang lugas.
Ap-Apa
kamu serius !?
Seriusan
!? Apa kamu baik-baik saja tentang ini !?
Saat aku masih dalam keadaan
panik, Shirakawa-san menatapku dengan curiga.
“Eh? Maksudku, kamu tidak mau
melakukannya?”
“Bukan itu masalahnya, tapi….
Eh? Eeh !? ”
Jadi
tidak ada masalah!? Eh, tunggu, jika dia setuju dengan itu, maka aku juga mau,
tapi, eh beneran nih!?
Apa
kamu yakin tentang ini!?
Shirakawa-san melihatku dengan
ekspresi kebingungan.
“Umm…. Bukannya ini masih
terlalu cepat? Kamu bahkan tidak tahu namaku sampai beberapa saat yang lalu,
kan? Dengan pasangan seperti itu…. apa Shirakawa-san .. tidak keberatan? ”
Aku
sangat ingin melakukan hal-hal erotis. Aku berada di usia dimana aku ingin
melakukan itu.
Lebih
jauh lagi, pasangannya adalah Shirakawa-san yang aku dambakan. Aku sangat
senang bisa melihat tubuh telanjang Shirakawa-san, yang pernah aku bayangkan
dalam imajinasiku, di kehidupan nyata.
Tapi
sekarang !?
Meski
aku masih belum mempercayai kalau aku "pacaran" dengan Shirakawa-san.
Segala
sesuatunya berjalan terlalu lancar, kebingunganku menguasai hasrat seksualku.
Apa
yang sebenarnya dia pikirkan?
Aku
sedang panik sekarang.
“Itu benar, tapi, sekarang kamu
adalah pacarku, ‘kan?”
Shirakawa-san memiringkan
kepalanya…. ini sangat berbahaya, dia
terlalu manis!
“Me-Meski begitu…. Meski kamu
masih belum tahu cowok apa aku ini, apa kamu beneran yakin? Bagaimana jika .. aku
cowok brengsek? ”
“Hah?”
“Atau jika sebenarnya, aku ini
orang yang sangat cabul atau semacamnya….”
“Eh, apa yang kamu bicarakan?
Apa Ryuuto cowok yang cabul? ”
“Ti-Tidak, tidak kok! Ini cuma
perumpamaannya saja. Maksudku, Shirakawa-san masih …… belum mengenal aku ini
cowok macam apaan, ‘kan…. ”
“Eeh? Apa-apaan itu? Ngomongin
filsafat?”
Shirakawa-san masih terlihat bingung.
“.... Selain itu, mau bagaimana
lagi, ‘kan? Kamu adalah pacarku. Jika kita pikir itu tidak akan berhasil, apa
pun yang terjadi, pilihannya adalah putus.”
Jadi
begitu rupanya….
Untuk
saat ini, aku memahami kalau pemikiranku dan Shirakawa-san tentang
"hubungan" sangatlah berbeda.
Dalam
sudut pandang Shirakawa-san: “Mencoba berpacaran dengannya dan melihat apakah hubungan
itu bisa dilanjutkan atau tidak”.
Tapi,
hubunganku dengannya…. cinta dengan seorang gadis cantik yang selalu kuimpikan,
yang mungkin takkan pernah datang lagi dalam hidupku, aku ingin merawatnya
dengan hati-hati, selangkah demi selangkah.
Aku
baru saja menyadarinya.
“Eh, Ryuuto tidak mau melakukannya
denganku? Bukannya para cowok hanya memikirkan hal-hal erotis saat mereka
berdua dengan pacar mereka? ”
Ekspresi Shirakawa-san masih
dipenuhi dengan teka-teki, dan dia menatapku dengan tatapan ragu. Segera
setelah itu, dengan wajah serius, dia
tiba-tiba berkata, “Mungkin kamu ...”, dan menurunkan pandangannya, lalu fokus
pada area resleting selangkanganku.
“.... Tidak, Bukan seperti
itu!”
Ot*ngku
selalu sehat setiap pagi, jadi jangan khawatir tentang itu!
“Aku tidak bermaksud begitu. Aku
ingin menghargai hubungan kita…. Shirakawa-san adalah….pa-pacarku, ‘kan? ”
Aku sekali lagi tergagap pada
saat yang genting. Aku merasa malu
mengungkapkannya karena aku tidak biasa mengatakannya.
“Jika itu masalahnya, aku ingin
melakukan hal-hal semacam itu pada waktu yang tepat, bagaimana cara bilanginnya
ya….”
“Waktu yang tepat….?”
Shirakawa-san mengerutkan
alisnya.
Kenapa!?
Kenapa dia memasang ekspresi semacam itu?
Malahan,
bukannya peran kita .. justru terbalik dalam hal ini? Gadis-gadis biasanya ingin
menjaga hubungan, dan cowok ingin melakukannya secepat mungkin. Itulah yang
biasanya terjadi.
Saat aku memikirkan itu,
tiba-tiba, sebuah keraguan muncul di benakku.
“… Umm… apa Shirakawa-san
saking ngebet kepengen……melakukannya?”
Aku jadi membayangkan itu,
bagaimana jika dia adalah seorang gadis yang lebih menyukai seks ketimbang
cowok, dan ada sesuatu yang membakar jauh di dadaku. Pacarku adalah gadis yang mesum…. apa yang harus kulakukan. Aku ingin
tahu apakah tubuhku bisa bertahan…. Dan napasku hampir berubah menjadi
liar.
Namun, seolah-olah menghalangi
delusiku, kerutan di antara alis Shirakawa-san sedikit mengendur.
“Eh? Hmmm….? ”
Wajahnya terlihat seperti
sedang terganggu karena sesuatu.
“Aku tidak pernah berpikir
apakah aku ingin melakukannya atau tidak. Aku bingung bagaimana menjelaskannya?
Kewajiban, atau lebih tepatnya…. Aku pikir itu adalah sesuatu yang kamu lakukan
saat berpacaran dengan seseorang. Jika si gadis tidak mengizinkan pacarnya melakukannya,
Ia mungkin akan berpaling ke gadis lain, ‘kan?” [TN : My kokoro~ entah kenapa ngerasa jleb :’(
]
Saat aku mendengar itu,
perasaan nakalku menjadi sedikit depresi.
Lalu, aku jadi teringat apa
yang dia katakan beberapa waktu lalu.
── Bukannya
para cowok cuma memikirkan hal-hal erotis saat berduaan dengan pacar mereka??
Dan kemudian, kalimat yang dia
katakan saat kami berdua berjalan menuju ke stasiun.
──Kamu pikir aku sudah bosan
dan mencampakkan mereka, ‘kan? Justru sebaliknya! Ketika aku berpacaran dengan
seseorang, aku sangat setia! Jika ada cowok lain menembakku, aku langsung
menolaknya karena sudah punya pacar
Aku
tidak terlalu memperhatikannya saat itu, tapi itu berarti pacar Shirakawa-san
kehilangan minat padanya dan mencampakkannya?
Untuk
sesaat, aku pikir itu hal yang tidak masuk akal. Tapi...
Sebagai
sesama cowok, bukannya aku tidak bisa memahami perasaan mantan pacar
Shirakawa-san.
Jika
kamu bisa bercinta dengan mudah pada hari pertama kamu mulai berpacaran dengan
seorang gadis, mungkin kamu akan segera kehilangan minat, dan mulai melirik
gadis-gadis lain. Tidak seperti aku, cowok yang hanya bisa menembak
Shirakawa-san karena dipaksa untuk menepati janji, mereka mungkin adalah cowok
ganteng yang ceria dan penuh percaya diri.
“….”
Entah
bagaimana, aku mulai marah.
Shirakawa-san
bukanlah gadis yang ingin berhubungan seks karena dia menyukai seks, tapi dia adalah
seorang gadis yang selalu menduga-duga, dan mengijinkan pacarnya untuk
berhubungan seks dengannya. Setidaknya, sejauh ini dia tampaknya selalu seperti
itu.
Jika
kamu gampang melakukan seks, dan setelah semua itu, mulai tidak tertarik lagi
padanya, dan mencampakkannya. Bukannya itu tidak jauh berbeda dengan mengincar
tubuhnya doang?
“.... Jadi, hari ini kita tidak
berhubungan seks?”
“Eh?”
Aku sedang memikirkan berbagai
hal, dan aku hampir terkejut saat Shirakawa-san mulai berbicara denganku.
“Umm, yah….”
Aku
ingin melakukannya.
Sejujurnya,
aku sangat mau. Pasti maulah, mana ada cowok yang tidak mau.
Tapi,
jika kita melakukannya di sini dan sekarang….
Pada
akhirnya, aku sama saja seperti mantan pacarnya, ‘kan….
Ya,
aku memang ingin melakukannya!
Aku
tidak tahu apakah kesempatan seperti ini bakalan datang dua kali. Shirakawa-san
bisa saja berubah pikiran dan berkata “Aku tahu, ayo kita putus”.
Aku
mau, aku kepengen melakukannya. Aku ingin berhubungan seks!
Tapi,
ini pengalaman pertamaku, jadi aku tidak yakin apakah aku bisa melakukannya
dengan baik…. Jika aku menyeret sejauh ini untuk berhubungan seks, dan bingung
pada saat dibutuhkan, dia akan kecewa dan membandingkanku dengan mantan
pacarnya, ‘kan. Jika aku ditertawakan, aku pasti takkan pernah pulih dari sakit
hati…. Tidak, menurutku Shirakawa-san bukanlah gadis seperti itu, tapi….
Jika
sudah begini, aku tidak punya kelonggaran untuk bilang aku akan melakukannya
sampai akhir. Shirakawa-san bisa tetap memakai bajunya dan jika aku bisa meminjam
tangannya sebentar maka…. tungg—, itu salah! Apa sih yang sedang kamu pikirkan,
diriku! Pikiranku dikuasai oleh hasrat seksualku dan mulai menjadi aneh.
Aku
berbeda dari mantan pacarnya.
Kamu
ingin menunjukkannya melalui perbuatan, bukan?
Kalau
begitu, tidak ada jawaban lain selain hanya satu jawaban untuk dipilih, ‘kan….
“….Sepertinya begitu…. mending
jangan… melakukannya hari ini.”
Aku mengatakan itu sambil meneteskan
air mata darah di hatiku.
“Fuun?”
Shirakawa-san memiringkan kepalanya
dengan wajah penasaran merupakan hal termanis yang pernah aku lihat, dan aku
sangat menyesali keputusanku begitu aku mengatakannya.
◇◇◇◇
Lima menit kemudian, aku
berjalan-jalan dengan Shirakawa-san.
Saat berada di kamarnya, aku
menjadi terlalu grogi dan tidak bisa berbicara dengannya secara normal, jadi aku
mengajaknya untuk pergi keluar.
Saat kami berjalan tanpa tujuan
di lingkungan sekitaran rumahnya, Shirakawa-san tiba-tiba bergumam.
“Ryuuto , kamu itu cowok yang
serius sekali, ya.”
Aku menoleh ke arahnya dan
mencoba membaca emosinya, dan merasa lega untuk saat ini karena tidak ada tanda-tanda
kekecewaan maupuan ejekan di wajahnya.
Meski aku sudah menyesali kalau
aku tidak bisa berhubungan seks dengannya, tapi jika dia menatapku dengan mata
dingin, hal itu akan menjadi pukulan mematikan bagiku.
“Menurutku, ini pertama kalinya
aku punya pacar seperti Ryuuto.”
Demi membalas gumaman
monolognya, aku membuka mulutku dengan takut-takut dan bertanya.
“… .Apa itu, dalam artian yang
buruk?”
“Nah, bukan begitu maksudku.”
Shirakawa-san menatapku dan
menggelengkan kepalanya.
“Aku tahu ada juga cowok yang
seperti itu.”
Wajahnya yang tersenyum dengan
sudut mulutnya yang tersungging masih tetap imut bahkan di bawah malam yang
redup di luar ruangan.
Melihatnya seperti itu
membuatku berpikir bahwa keputusanku sebelumnya bukanlah keputusan yang salah.
Tidak,
yah, aku sebenarnya sangat ingin melakukannya sih….
“Umm…. Shirakawa-san. Aku ..
sebenarnya …. ”
Aku pikir itu cuma masalah
waktu saja sebelum dia mengetahuinya, jadi aku memutuskan untuk mengatakan yang
sebenarnya.
“Baru pertama kali… berpacaran
dengan seorang gadis.”
Mata Shirakawa-san sedikit
melebar. Aku tahu, ini mungkin pola yang
belum pernah dia lihat pada mantan pacarnya.
“Aku juga tidak punya teman
gadis yang dekat denganku, jadi sesuatu seperti, berpaling ke gadis lain jika
aku tidak bisa melakukannya denganmu…. Hal itu takkan pernah terjadi. Itu
sebabnya…. ”
Karena isi topiknya, aku takut
membicarakannya di luar ruangan, jadi nada suaraku kayak berbisik.
“Saat kita melakukan hal begituan di masa depan, aku ingin
Shirakawa-san benar-benar berpikir kalau kamu 'mau' melakukannya denganku juga, err maksudku….”
Dia
mungkin menertawakan keperjakaanku, tapi aku ingin bermesraan dengannya juga,
dan terhubung dengannya sebagai dua kekasih yang tulus.
Aku
selalu membayangkan, memimpikannya dari lubuk hatiku, bila suatu hari nanti,
aku akan dapat menjalani hari seperti itu dengan seorang gadis yang aku cintai.
Aku
hampir kehilangan diri dan menjadi liar tadi, tetapi aku senang bisa tetap
menjaga kewarasanku.
“Setidaknya, aku tidak ingin kamu
menganggapnya sebagai kewajiban atau semacamnya.”
Aku
berhasil mengatakannya.
Aku
bisa mengatakan sesuatu yang tidak bisa aku katakan dengan benar di kamarnya.
“….Begitu. Jadi itu yang kamu
maksud.”
Setelah beberapa saat,
Shirakawa-san mengatakan itu dan menatapku. Wajahnya tampak segar, seolah-olah
terlepas dari ketidakpastian di hatinya.
“Ak-Aku minta maaf…. Meski
Shirakawa-san bersedia…. melakukannya untukku.”
“Tidak masalah. Aku mengerti
apa yang Ryuuto pikirkan ”
Mengatakan itu dengan gaya
humornya yang baik, Shirakawa-san melihat ke depan. Tapi kemudian dia dengan
santai menyapa, “selamat siang”, kepada seorang bibi yang datang dari depan,
berjalan dengan tas belanja di tangannya. Aku belum pernah melihat wajah
tetanggaku sebelumnya, jadi aku terkesan dengan ini.
Menurutku
dia gadis yang sangat baik. Aku yakin dia disayangi oleh orang tua dan
neneknya, dan dibesarkan dalam lingkungan yang sangat santai…. Itulah yang kubayangkan,
dan aku mau tidak mau merasa rileks
Ah,
dengan seorang gadis cantik dan imut seperti dirinya, bagaimanapun juga aku
ingin berhubungan seks dengannya…. Yah, aku sudah menyesalinya tapi tetap saja….
“Jadi, jika aku ingin
berhubungan seks dengan Ryuuto….”
Karena Shirakawa-san mulai
membicarakan hal itu, aku terkejut dan mengecek di belakangku. Kami baru saja berpapasan dengan tetangganya.
Melihat reaksiku, “Kamu terlalu
parno”, Shirakawa-san mengatakan itu dan tersenyum lucu. Shirakawa-san kemudian
menatapku dengan mata menengadah.
“Pada saat itu terjadi, kamu
tidak keberatan jika aku memanggil Ryuuto, kan?”
“Ya-ya, tentu….”
Aku
berdoa semoga "Pada waktu itu" tidak terlalu jauh atau alangkah
baiknya jika aku melakukannya lebih awal, itulah yang aku pikirkan
tetapi karena tidak bagusnya juga untuk terburu-buru, aku jadi tidak dapat
mengatakannya.
“Oke!”
Shirakawa-san menjawab dengan
riang, dan tersenyum dalam suasana hati yang baik.
“Dan pada saat itu, mungkin,
hubungan kita bisa menjadi hubungan yang 'beneran', dan bukan yang 'murahan'.”
Aku terkejut diberitahu ini. Aku sudah cukup mencintai Shirakawa-san
tapi, apa aku boleh…. mempercayai akan tiba saat dimana dia juga akan mencintaiku
dan kita bisa bermesraan seperti pasangan pada umumnya?
Aku
sangat bersyukur masih hidup.
Tidak
kusangka akan ada hari dimana Shirakawa-san mengatakan ini padaku, aku merasa sangat
senang karena sudah dilahirkan….!
Setelah berjalan-jalan sebentar,
aku mengantar Shirakawa-san lagi sampai rumah, dan di depan pintu dia berbicara
sambil tersenyum.
“Tidak langsung berhubungan
seks, mungkin ada bagusnya juga. Aku pikir, ini pertama kalinya aku merasa
segembira ini.”
Karena itu, pada diriku yang
terlalu gugup untuk mengatakan apapun, Shirakawa-san melambaikan tangannya
dengan senyuman yang sangat manis.
“Mulai hari ini tolong jaga aku
ya, oke. Pacarku! ”
◇◇◇◇
Lalu, setelah sampai ke rumah dan
berbaring di atas kasurku.
“Aku tahu, aku harusnya
meladeninyaaaaaaa ~~ Uuuoooooooh─────!”
Shirakawa-san tidak mengetahui kalau aku merasa sangat menyesal sampai-sampai membuatku jingkrak-jingkrak tidak karuan di atas kasur karena sudah menolak ajakannya.
<<=Sebelumnya | Selanjutnya=>>