Prolog
*****
[Sudut
Pandang Isurugi Haru]
Bagiku, Tamaki Rio adalah teman
masa kecil yang kukenal sejak dulu, sosok yang mirip seperti Onee-chan, karena
dia dua tahun lebih tua dariku — dan yang terpenting, dia adalah cinta
pertamaku.
“Mempelai laki-laki, Haru-kun,
apa kamu bersumpah untuk tetap saling mencintai, baik dalam keadaan sakit
maupun sehat, dalam suka dan duka, dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang?”
“Aku bersumpah.”
“Mempelai wanita, Rio-chan, apa
kamu bersumpah untuk tetap saling mencintai baik dalam keadaan sakit maupun
sehat, dalam suka dan duka, dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang?”
“Aku bersumpah.”
Rio kecil dan aku berdiri di
hadapan Fumie-san sebagai pendeta. Peristiwa ini terjadi lima belas tahun yang
lalu, di taman Kediaman Keluarga Tamaki. Bunga-bunga bermekaran dengan indah berkat
perawatan yang intensif, dan air mancur membuat air menari-nari di udara. Ini
adalah taman yang mewah dan luas yang tidak kalah dengan milik keluarga.
Kedua keluarga kami dianggap keluarga
terpandang di sekitar daerah timur laut, dan orang tua kami sudah saling kenal
dari selama yang bisa kuingat. Ketika mereka berbicara tentang pekerjaan mereka
yang rumit, aku akan bermain dengan Rio, yang usianya cukup dekat denganku.
“Kalau begitu, Haru-kun,
Rio-chan, tolong tukar cincin kalian.” Fumie-san — Nenek Rio berbicara dengan
suara lembut.
Kapanpun kami bermain di
Kediaman Tamaki, Fumie-san selalu menemani kami.
“Rio-nee, tolong ulurkan
tanganmu.”
“Oke, ini, Haa-kun.”
Diri kami yang masih lugu
dengan cepat saling bertukar cincin. Dulu, aku masih memanggil Rio dengan
panggilan 'Rio-nee', sedangkan dia
menyebutku 'Haa-kun'. Dan, meski kamu
menyebutnya cincin, tapi itu hanyalah cincin buatan berbahan daun semanggi
putih.
“Makasih, Haa-kun!” Rio kecil
melihat cincin di jarinya, dan menunjukkan senyum bahagia.
Melihatnya bereaksi seperti
itu, aku dipenuhi dengan perasaan bahagia, sampai-sampai aku mengingat sensasi
itu bahkan sampai sekarang. Dulu, kami sering melakukan permainan pernikahan
semacam ini. Fumie-san akan selalu bertindak menjadi penghulu, dengan Rio dan aku
sebagai pengantinnya. Pada waktu itu, aku tidak pernah mengerti arti menikah — tapi
aku selalu suka melihat Rio tersenyum setiap kali kami memainkannya.
Kami terus bermain seperti itu,
tapi secara umum, pertukaran sumpah dan cincin adalah puncaknya, segala sesuatu
di masa lalu yang berakhir berantakan.
“Fufu, kalian berdua
benar-benar dekat, ya.”
“Um!” Aku mengangguk ke arah
Fumie-san yang tersenyum. “Setelah aku dewasa nanti, aku pasti akan menikahi
Rio-nee!”
Jika diingat-ingat kembali, itu
adalah ungkapan yang membuatku tersipu malu, tapi…… Pada saat itu, aku
benar-benar percaya dari lubuk hatiku — Bahwa setelah aku dewasa, aku akan
menikahi Rio-nee tercintaku.
“Aku juga akan menikah dengan
Haa-kun! Karena aku mencintainya!” Rio pada akhirnya menunjukkan senyum polos
juga. “Janji ya, Haa-kun!”
“Yup, janji!”
Kami membuat janji dengan melingkarkan
jari-jari kami yang memakai cincin itu. Fumie-san mengawasi kami dengan
senyuman sehangat sinar matahari musim semi yang menembus pepohonan.
Sekarang, lima belas tahun sudah
berlalu sejak kami membuat janji yang polos dan lugu itu. Aku sudah menginjak usia
19 tahun, sedangkan Rio telah berusia 21 tahun. Dan — sudah diputuskan bahwa
kami akan benar-benar menikah. Namun, pernikahan ini berakhir dalam bentuk yang
secara fundamental berbeda dari pernikahan bahagia yang diimpikan oleh diri
kita di masa lalu.
Pada saat kami kembali ke
apartemen, waktu sudah lewat dari jam 8 malam. Aku berjalan melewati ruangan
yang penuh dengan kotak kardus yang digunakan untuk pindahan, dan duduk di sofa
dengan lunglai.
“… Akhirnya selesai juga menyapa
semua kerabat, ya.” Aku mendesah kelelahan, dan melonggarkan dasiku.
Aku belum pernah mengenakan
setelan ini sejak upacara masuk universitas yang aku masuki saat ini, tapi
akhir-akhir ini, setelan ini berubah menjadi seperti pakaian sehari-hariku. Aku
merosot lebih dalam ke sofa, dan melihat sekeliling ruangan. Kamar tunggal di
sebuah apartemen bertingkat yang telah aku tinggali selama sekitar satu tahun
sekarang, ruang tamu gabungan dengan kunci otomatis, ruang makan, dan dapur.
Adapun sewanya — yah tak perlu dipikirkan.
Seluruh gedung apartemen ini
sebenarnya milik keluargaku sendiri, jadi saat aku kuliah, aku dapat
menggunakan apartemen ini dengan gratis. Untuk ukuran satu orang, menurutku
satu ruangan ini terlalu besar. Namun, mulai hari ini, tempat ini pasti akan
semakin sempit.
“Kamu bisa mengatakannya lagi.
Aku lelah.” Rio, yang telah kembali bersamaku, juga ikut duduk.
Tentu saja, dia tidak duduk di
sampingku, melainkan di kursi meja dapur. Dia rupanya tidak sudi duduk di
sampingku. Seperti yang diharapkan, ini wajar-wajar saja. Di depan kerabat,
kami dipaksa untuk berperilaku seperti 'pengantin
baru yang bahagia'. Sekarang setelah kita di apartemen dan sendirian, dia
mungkin tidak ingin dekat-dekat denganku.
“Bagaimana bilangnya ya…
Rasanya tradisi yang begini sudah ketinggalan jaman. Apa kita perlu mengunjungi
semua kerabat di jaman yang sudah modern begini?”
“Apa boleh buat. Kita berdua
punya banyak kewajiban terhadap keluarga kita. Belum lagi — yang terbaik adalah
jika kita memamerkan pernikahan kita sebanyak mungkin.”
“Haaa… Ini menyebalkan, tapi
begitulah adanya.” Ujarnya, terdengar muak.
Tamaki Rio, saat ini berusia 21
tahun, selalu tampak seperti bidadari bagiku saat kami masih kecul dulu,
tersenyum dengan sangat ramah dan lembut. Tapi sekarang setelah dia dewasa,
tidak ada lagi yang namanya kepolosan dalam sikapnya. Dia selalu menatap judes,
dan penampilan glamor yang menekankan lekuk tubuhnya. Sejujurnya, bisa dibilang
kalau dia itu punya wajah yang cantik… Tapi kepribadiannya telah tumbuh menjadi
kebalikan dari bidadari.
Saat dia menyibak rambutnya
yang panjang dan berkilau, aku bisa melihat cincin di jari manis tangan
kirinya. Dibandingkan dengan yang di masa lalu, ini bukanlah cincin sederhana
yang terbuat dari semanggi putih — melainkan cincin kawin sungguhan, yang
memancarkan kilau platinum. Tentu saja, cincin yang sama juga ada di jari manis
tangan kiriku.
“Pokoknya.” Ucapku, seolah
ingin kembali ke topik pembicaraan. “Upacara pernikahan sudah selesai sekarang,
dan kita sudah menyapa sebagian besar kerabat. Kita juga membeli cincinnya.
Sekarang, yang perlu kita lakukan hanyalah menunggu waktu yang tepat, dan
mengirimkan formulir pernikahan… maka semuanya berakhir. ”
“Ini jelas belum berakhir, kan?”
Rio terkekeh, dan berdiri dari kursinya.
Dia berjalan ke arahku, yang
masih duduk di sofa, dan berbicara dengan suara yang sedikit bersemangat.
“Justru sebaliknya, Haru.
Kehidupan pernikahan kita baru saja dimulai.”
“Rio…”
Tatapannya dipenuhi dengan harapan
menuju masa depan. Aku jadi sedikit sentimental untuk sesaat, tapi…
“—Yah, kita ‘kan cuma pasangan
menikah di atas kertas.” Seolah ingin mengejek emosiku, dia menyeringai
sombong.
Dia mengangkat bahunya, menunjukkan
ekspresi seakan-akan lebih kesal dari apapun.
“Seriusan, kenapa aku harus
menikah denganmu?”
“... Justru aku yang harusnya
bilang begitu.”
“Hah? Kamu harusnya merasa
beruntung, ‘kan? Kamu bisa pamer karena bisa menikah dengan Onee-san yang
cantik dan baik hati seperti aku, jadi kamu lebih baik bersyukur. ”
“Kamu selalu arogan dan narsis
seperti biasanya.”
“Apa kamu bilang sesuatu, anak
ketiga yang pemurung.”
“Aku menyebutmu wanita manja
yang sombong.”
Aku takkan membiarkan dia
mengejekku. Aku berdiri dari sofa, dan memelototinya. Dia juga tidak
mengalihkan pandangannya, tatapan tajamnya membalas tatapan mataku.
“Hmpf, jangan salah paham dulu, ya. Ini cuma pernikahan palsu! Aku
hanya menikah denganmu demi keluargaku. Aku sama sekali tidak punya perasaan
untukmu.”
“Aku juga sama — aku hanya
memanfaatkanmu demi keuntunganku sendiri. Jangan khawatir, aku sama sekali
tidak berniat untuk melihatmu sebagai seorang wanita.”
“Hmph, omong besar doang.” Rio
menyilangkan lengannya, melanjutkan dengan nada arogan. “Biar kuberi tahu hal
ini karena atas dasar niat baik… Lebih baik kamu jangan terlalu berharap hanya
karena kita akan hidup di bawah satu atap mulai sekarang. Meski… kita pernah menjalin
hubungan untuk waktu yang singkat, bukan berarti kamu punya kesempatan lagi
denganku, oke? ” Dia menatapku seolah-olah sedang menjatuhkan putusan di pengadilan.
Betul sekali. Meski cuma
sebentar, kami pernah dalam hubungan semacam itu. Hal itu terjadi beberapa
tahun lalu, saat kami berdua masih SMA. Aku yang duduk di kelas 1 SMA,
sedangkan Rio di kelas 3. Selama waktu itu, kami berdua — berpacaran. Karena
kami sudah saling mengenal sejak kecil, kami mengambil satu langkah maju, dan
mengembangkan hubungan kami dari teman masa kecil menjadi kekasih. Namun, untuk
satu langkah maju ini, kami akhirnya mengambil tiga langkah mundur. Pada
akhirnya, hubungan kami bahkan tidak bertahan setahun.
“Asal tahu saja, aku sudah move on darimu.”
“Kabar baik. kamu sudah
mengatakan semua yang ingin aku katakan.” Aku menimpali dengan menggunakan nada
jengkel. “Memang benar kita pernah ... menjalin hubungan semacam itu, tapi itu
hanya kesalahpahaman masa muda. Waktu itu kita berdua masih remaja yang
dipengaruhi dan diarahkan oleh emosi sesaat kita.”
“Sekarang pun kamu masih kayak bocah, Tuan Di Bawah
Umur.”
“Hah? Apa kamu bilang sesuatu,
wanita peot?”
“Siapa yang kamu panggil wanita peot?”
“Siapa yang kamu panggil bocah, hm?”
Kami saling memelotot lagi.
Kali ini, yang pasti bukan salahku, oke. Dia duluan yang mengungkit-ungkit
masalah usia. Pada akhirnya, akulah yang memalingkan tatapanku dulu, dan
dilanjutkan dengan kata 'Pokoknya', bercampur menjadi desahan.
“Aku tidak tahu samapai berapa
lama ini akan berlanjut, tapi mari kita coba yang terbaik. Lupakan tentang
cinta dan perasaan dan sebagainya, dan teruslah bertindak seperti pasangan
bisnis.”
“Hmpf. Selama kamu memahaminya.” Ujar Rio sambil mendengus. “Mari
bersikap mesra — di depan umum, Darling.”
“Ya, supaya kita menjadi
pengantin palsu terhebat, Honey.”
Setelah kami berdua melontarkan
kata-kata yang dipenuhi dengan sarkasme satu sama lain, kami saling membuang
muka. Rio lalu membalik badan, dan menutup pintu ke ruang tamu setelah melangkah
keluar ke lorong.
Bagiku, Tamaki Rio adalah teman
masa kecil yang kukenal sejak dulu, , sosok seperti Onee-chan yang cantik — dan cinta
pertamaku. Selain itu, dia adalah mantan pacarku yang pernah aku pacari
sebentar selama SMA. Dan sekarang, setelah melalui banyak kejadian liku-liku —
dia menjadi istriku. Tentu saja, cuma formalitas doang.
❀❀❀❀
[Sudut Pandang Tamaki Rio]
Bagiku, Isurugi Haru adalah
teman masa kecil yang sudah kukenal sejak dulu, eksistensi yang seperti adik —
dan cinta pertamaku. Selain itu, dia adalah mantan pacarku yang pernah
memacariku sebentar di SMA. Dan sekarang, setelah melalui banyak liku-liku —
dia menjadi suamiku. Tentu saja, cuma formalitas.
“… ~~~ !?”
Tepat setelah aku menutup pintu
di belakangku, semua emosi yang mati-matian kutahan di hadapannya mulai…….
keluar. Wajahku berubah merah padam, dan jantungku mulai berdegup kencang tak
mnunjukkan tanda-tanda mau mereda.
Ini gawat. Ini sangat gawat.
Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan?! Ini… bukan mimpi, kan? Aku
tidak sedang difilmkan, ‘kan? Apa aku benar-benar — menikah dengan Haru !? Kami
berdua menikah!? Maksudku, kami belum menyerahkan pendaftaran pernikahan, jadi
sejujurnya kami belum sepenuhnya resmi menikah, tapi……. kami bertunangan — kami
berjanji untuk menikah. Kami juga sudah selesai bertemu keluarga satu sama
lain, dan upacara pernikahan pun telah usai. Mulai hari ini, kita akan hidup
bersama. Pada dasarnya, kami seperti pasangan yang sudah menikah.
“~~~~~!” Jantungku terus-terusan
berdetang kencang.
Mulai hari ini, aku dan Haru
akan hidup bersama, di bawah satu atap. … Kehidupan pengantin baru kita akan
dimulai. Makan dan tidur, kamar mandi atau toilet… kita akan berbagi sebagian
besar kehidupan sehari-hari kita mulai sekarang. O-Oh gawat… membayangkannya
saja sudah membuatku gila ~~ !!
*****
[Sudut Pandang Isurugi Haru]
“… ~~!” Aku merasa ingin jatuh
ke lantai dan berguling-guling sambil menggeliat, tapi aku nyaris tidak bisa menahan
diri.
Ini gawat. Sangat gawat. Apa
yang harus kulakukan? Apa yang harus aku lakukan!? Ini… bukan mimpi, ‘kan? Apa
aku beneran — menikah dengan Rio !? Aku masih tidak mempercayai ini. Kami
menyelesaikan pertunangan, pertukaran hadiah, upacara, dan diberkati keluarga
kami, itu semua terlalu berat bagiku untuk menyadari apa yang sedang terjadi,
perasaan realitas ini hanya baru terjadi sekarang. Aku terus berpikir kalau ini
mungkin hanyalah mimpi.
Mulai sekarang, aku akan
tinggal bersama Rio, sebagai pasangan pengantin baru, di bawah satu atap pula.
Membayangkannya saja sudah membuatku berbunga-bunga.
“………”
Tidak, tenanglah dulu. Aku
harus tenang. Aku tidak bisa kegirangan begini. Aku yakin kalau, pada akhirnya,
cuma aku satu-satunya yang merasa senang dengan hal ini. Seperti yang dikatakan
Rio sebelumnya — pernikahan ini hanya pernikahan palsu. Semua ini demi
keuntungan kami sendiri. Pertunangan, pernikahan, dan kehidupan baru kami mulai
sekarang, semua itu semata-mata demi keluarga kami, sekedar akting demi menipu
yang lain.
Meski kami pernah berpacaran,
itu semua sudah menjadi masa lalu. Aku yakin kalau dia sama sekali sudah tidak
peduli denganku.
❀❀❀❀
[Sudut Pandang Tamaki Rio]
Betul sekali. Tenang. Aku harus
tenang. Bahkan jika kita menjadi pengantin baru, kita hanyalah pasangan palsu.
Bahkan kehidupan pengantin baru yang akan terjadi tidaklah nyata sama sekali.
Seluruh pernikahan ini — hanya terjadi karena niat baik pihak lain. Haru
mengungkit hal ini untuk menyelamatkan perusahaan kami, yang saat ini terancam
bangkrut. Haru hanya ingin menyelamatkanku, menyelamatkan keluargaku. Itu
mungkin atas dasar kebaikan dan kepedulian — tanpa ada motif tersembunyi sama
sekali.
Memang benar kalau kami pernah
pacaran, tapi itu semua sudah berlalu. Aku yakin Ia pasti sudah melupakanku,
itulah sebabnya aku tidak boleh bermimpi seperti ini. Aku tidak boleh salah
paham. Pernikahan ini palsu, sebuah sarana demi tujuan kita. Itu sebabnya aku
tidak boleh terlalu berharap. Jika tidak, aku akan terlihat seperti orang
bodoh. Aku menyadarinya, aku terpaksa menyadarinya. Tapi—
*****
[Sudut Pandang Isurugi Haru]
Tapi — aku tidak bisa menahan
harapanku. Sekarang, kami tinggal di bawah satu atap, selalu bersama, aku mulai
membayangkan kemungkinan sesuatu yang mungkin bakalan terjadi.
Wow… Aku payah sekali. Menjijikkan,
lebih dari apapun. Aku tidak percaya kalau aku akan bertingkah begitu
menyedihkan. Tak disangka — kalau aku akan menjadi sepengecut ini.
❀❀❀❀
[Sudut Pandang Tamaki Rio]
Untuk berpikir — aku akan
menjadi wanita yang terlalu lengket begini. Tidak, itu takkan terjadi. Jelas-jelas
tidak terjadi! Tidak ada yang terjadi di antara kita, dan tak akan pernah ada
lagi! Kami berdua sudah putus! Aku harus melupakannya, dan terus melangkah maju!
*❀
Pokoknya….
(Haru)
Pokoknya…
(Rio)
Aku
tidak boleh membuat Rio menyadarinya. (Haru)
Aku
tidak bisa membiarkan Haru mengetahuinya. (Rio)
Kalau
aku masih… (Haru)
Kalau
aku masih….. (Rio)
Punya
perasaan cinta padanya. (Rio/Haru)
<<=Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>