Chapter 3 — Boleh Aku Nambah Lagi…?
Catatan : Chapter ini terjemahan langsung dari raw JP, mohon kritik
dan saran dari para pembaca sekalian jika ada kalimat aneh/ambigu/rancu.
Catatan Tambahan :
[
] = Alisa ngomong pakai bahasa Rusia
(
) = Monolog Masachika/Alisa/ Yang lain tergantung warna
“( )” = bisik-bisik
=======================================================
“Mengenai tadi….maafin, ya?
Karena mendengar suara cowok yang tidak kukenal, jadi kupikir orang-orang dari
klub bisbol dan klub sepak bola kembali lagi ke sini, tahu.”
Orang yang mengatakan itu
sambil tersenyum kaku ialah ketua geng preman …..alias, seseorang yang menjabat
sebagai wakil ketua OSIS, Sarashina Chisaki.
Masachika yang duduk di
hadapannya, juga sedikit mengendurkan bahunya saat melihat wakil Ketua OSIS
meminta maaf dengan menyatukan kedua tangannya di depan wajah sembari
mengedipkan satu mata.
“Haa….etto, memangnya mereka
melakukan sesuatu?”
“Hmm? Bukannya kamu sendiri
yang jauh lebih tau?”
“Eh?”
Saat Masachika memiringkan
kepalanya dengan kebingungan, Chisaki menatap Alisa yang duduk di sebelah
Masachika dan berkata,
“Kouhai-ku yang imut pergi ke
sana untuk menengahi permasalahan mereka, tapi mereka justru tidak mau
mendengarkannya dan terus saja berdebat. Perilaku mereka yang begitu sama saja
ngajak berantem dengan OSIS, iya ‘kan? Jadi, yah, aku membung….. maksudnya,
memberi mereka peringatan!”
Tadi, kamu mau bilang membungkam, iya
‘kan?
Mengesampingkan pertanyaan yang
muncul di benaknya, Masachika membalas sembari menatap pedang kayu yang
tergeletak di sebelah Chisaki.
“…Jadi begitu ya. Tapi tetap
saja….bukannya terlalu berlebihan sampai mengeluarkan pedang kayu segala?”
“Eh? Aah ini sih….Ahahaha.”
Kemudian, Chisaki balas
menatapnya dengan tatapan tidak nyaman, dan berkata dengan nada ceria yang
dipaksakan.
“Ja-Jangan khawatir! Meski
pukulan tanganku bisa membunuh orang, tapi mana mungkin pedang kayu bisa
membunuh orang!”
“….Be-Begitu ya?”
“Ya. Karena pedang kayunya
patah duluan sebelum mematahkan orang!”
“Ahahaha…”
“Haha….ah, ya”
Chisaki tampaknya menyadari
kalau omongannya sedikit keceplosan dan memalingkan pandangannya dengan senyum
kaku saat melihat tawa kering Masachika.
Yah, Jika Yuki yang memberitahu
hal ini, Masachika juga pasti akan membalas “Jangan
khawatir dengkulmu?!” dengan nada bercanda…. Tapi dalam situasi ini, Ia
tidak bisa menertawakannya karena diberitahu oleh Chisaki. Atau lebih tepatnya,
Ia tidak bisa menjadikannya sebagai candaan.
Sarashina Chisaki. Dia adalah
salah satu dari dua gadis tercantik di kalangan anak kelas 2, dan meski
ditakuti oleh beberapa cowok, dia sangat populer di kalangan murid perempuan
sebagai salah satu gadis keren di sekolah.
Julukannya ialah “Donna, Mother of the School”. Pada
awalnya dia dipanggil sebagai “Donna”,
tapi setelah Maria, si ‘Madonna Sekolah,’
masuk ke sekolah ini tahun lalu, julukan tersebut diberikan pada Maria. Dia
merupakan mantan ketua komite kedisiplinan SMP dan sekarang menjabat sebagai
wakil ketua OSIS, dia biasanya bertanggung jawab dalam mengkoordinasi komite
kegiatan klub yang anggotanya terdiri dari ketua dan wakil ketua setiap klub.
(Aku dengar kalau ada beberapa gadis yang
memanggilnya “Onee-sama”, sedangkan beberapa anak cowok ada yang memanggilnya
“Ane-san”…. Jadi begitu ya)
Masachika mengingat kembali wajah ketakutan para anggota klub bisbol dan klub sepak bola, lalu penampilan Chisaki yang sedang marah. Ia jadi yakin kalau “tadi itu benar-benar Ane-san[1]”.
Dulu, dia menyelesaikan masalah
pembullyan di kelasnya dengan kekuatan tinjunya saja, atau dia melawan dan
mengalahkan sekelompok berandalan yang berbuat onar di festival sekolah, atau
dia pernah menghentikan sapi mengamuk yang akan menyerang siswa dengan tangan
kosong saat jalan-jalan sekolah di Hokkaido.
Dia mempunyai banyak
pencapaian, tapi kisahnya yang paling terkenal mungkin saat dimana Chisaki
menyelamatkan siswi Akademi Seirei yang akan diculik saat meninggalkan sekolah.
Meski cerita lain yang mengenai
dirinya banyak diragukan, tapi cuma cerita ini saja yang kebenarannya tidak
perlu ditanyakan lagi. Karena pada saat itu, pihak kepolisian sampai memberinya
piagam penghargaan. Dia bahkan sampai muncul dalam berita koran.
Jadi bila dilihat dari latar
belakang kisahnya serta situasi yang barusan terjadi, tak diragukan lagi kalau
dia adalah Ane-san yang menggunakan kekerasan sebagai mata pencahariannya…..atau
Masachika pikir orangnya begitu, tapi melihatnya gelisah karena tatapan dua
Kouhai-nya, sepertinya dia tidak seseram yang dirumorkan.
“Uuu~~…Touya~”
Mungkin karena dia tidak tahan
dengan suasana yang canggung dan kaku ini, Chisaki merengek meminta bantuan
pacarnya, Touya.
Menanggapi permintaan bantuan
pacarnya, Touya yang sedang duduk di kursi Ketua OSIS dengan membelakangi
jendela, membuka mulutnya sambil sedikit tersenyum.
“Yah, jangan terlalu kaku
begitu, Kuze. Chisaki tidak melakukan kekerasan apa-apa terhadap mereka. Dia
cuma mengancam mereka dengan ancaman kekerasan.”
“Hei, Touya~!?”
“Cuma bercanda kok”
Touya tertawa nakal pada
Chisaki yang membelalakan matanya dengan kaget. Saat Chisaki menyadari kalau
dia habis diejek, dia mulai berdiri dari tempat duduknya, berjalan cepat
mengitari meja dan mulai menepak-nepak bahu Touya.
“Mou! Mou! Mou!”
“Hahaha, maaf, maaf.”
Masachika juga ikut tertawa
saat melihat pertengkaran menggemaskan antara sepasang kekasih tersebut.
“Astaga, mou!!”
“Haha, Chisaki? Bahuku bakalan
patah kalau kamu memukulnya sekeras itu.”
Menggemas….kan? Tidak, barusan saja bahu
Ketua mengeluarkan suara yang sedikit gawat.
Bukan hanya suara retak saja,
melainkan ada suara dentuman yang kedengarannya seperti memukul bagian dalam
tubuhnya.
Dan setiap kali suara itu
terdengar, tubuh kekar Touya bergetar. Masachika melihat sisi kejantanan Touya
yang tersenyum dan tetap berusaha menghibur pacarnya.
“Maafin aku~, apa aku sedikit
terlambat?”
Pada saat itulah, Maria
memasuki ruangan OSIS. Ketika dia membuka pintu, matanya berkedip kaget saat
melihat Touya dan Chisaki, dan menunjukkan senyum sedikit getir pada mereka.
“Ara ara~, Chisaki-chan, Ketua.
Bermesra-mesraan di ruang OSIS-nya jangan terlalu berlebihan, oke?”
Masachika secara alami menatap
Maria yang mampu mengakhiri adegan yang sedikit kejam ini dengan kalimat
“bermesra-mesraan”.
Tapi sepertinya kalimat tersebut sangat efektif untuk Chisaki, yang mengatakan “Si-Siapa juga yang bermesra-mesraan!” [2]dan menjauhkan diri dari Touya, lalu dia menatap Touya, yang sedang mengelus-elus bahunya, dengan tatapan khawatir seolah-olah baru saja tersadar dengan perbuatannya.
“Ma-Maaf ya? Apa itu sakit?”
“Hmm? Ah, tidak apa-apa kok.
Kebetulan saja bahuku lagi kaku, jadi aku tidak merasa sakit atau semacamnya.”
Touya tertawa dan meregangkan
otot bahunya sambil mengedutkan pipi karena menahan sedikit rasa sakit. Karena
terlalu banyak menunjukkan sisi kejantanannya, Masachika mau tidak mau merasa
kagum padanya.
“Aku benar-benar minta
maaf…..karena tidak bisa mengendalikan tenagaku dengan baik.”
“(Memangnya kamu ini dari suku barbar
mana?!)”
“Tenang saja, aku baik-baik
saja, kok. Itulah sebabnya aku sering melatih tubuhku. Kamu boleh memukul
sepuasnya”
“(Sampai rela melatih tubuh demi
pacarnya)”
“Touya….”
“(Eh? Kenapa suasanya tiba-tiba berubah
dengan nuansa pink dan manis begini?)”
Alisa menarik siku Masachika
yang melakukan tsukkomi dengan
berbisik. Saat Ia berbalik, Ia melihat
Alisa dengan ujung mulutnya berkedut sembari menggelengkan kepalanya.
Masachika menertawai tatapan
mencela Alisa dan berkata sambil menunjuk ke arah Chisaki melalui bahunya.
“(Naa, apa Sarashina-senpai mendapat
panggilan ‘Ane-san’ karena berpenampilan begitu?)”
“(Kenapa kamu berpikiran begitu?)”
“(Tidak, jika aku berpenampilan begitu,
aku akan menjadi Sarashina-senpai)”
“Kufufu~~~~~!!”
Alisa tertawa ringan tanpa
sadar, dan setelah itu, dia menepak tangan Masachika dengan pipi memerah karena
malu.[3]
“Ara ara~, kelihatannya kalian
akrab sekali, ya~”
“Akrab darimana coba?”
“Hmm, sepertinya hal itu tidak
bisa disembunyikan dari kakakmu, ya? Tentang keakraban kita ☆”
“Berisik”
Saat Alisa membalas dengan judes
Masachika yang mengatakan kalimat memalukan sambil mengedipkan mata dengan
payah, terdengar suara ketukan dari pintu ruang OSIS, dan kali ini Yuki yang
masuk.
“Permisi. Aku minta maaf karena
datang terlambat.”
“Hmm, yah, jangan khawatirkan
itu, Suou.”
Touya mengatakan itu sambil
berdiri dari meja khusus Ketua OSIS, dan pindah ke meja yang sama dengan
Masachika serta anggota OSIS lainnya.
Ia lalu duduk di bagian ujung
meja jika dilihat dari sisi pintu. Dari sana, Maria, Alisa dan Masachika berada
di sebelah kanan. Sedangkan di sebelah kiri, ada Chisaki dan Yuki yang duduk
berdampingan. Kemudian, setelah semuanya duduk di tempat masing-masing, Touya
mulai membuka bibirnya.
“Baiklah, karena semuanya sudah
ada di sini, mari kita mulai rapat OSIS-nya.”
“““““Mohon kerja samanya.”””””
“Kalau begitu, Kuze. Apa kamu
bisa memperkenalkan dirimu sekali lagi?”
“Iya”
Masachika berdiri dari tempat
duduknya setelah diminta Touya.
“Namaku Kuze Masachika. Dalam
kesempatan kali ini, Aku ikut bergabung menjadi bagian dari OSIS dan
bertanggung jawab dalam Urusan Umum. Hobiku adalah hobi otaku secara umum.
Kupikir aku lumayan tahu mengenai anime dan manga yang terkenal. Terus….”
Setelah jeda sejenak, Ia
melirik ke arah Alisa yang duduk di sebelahnya, dan membuat pernyataan,
“Tahun depan nanti, Aku
berencana ikut mencalonkan diri dalam pemilihan ketua OSIS bersama Kujou Alisa
yang ada di sini. Senang bertemu dan mulai sekarang mohon bantuannya.”
“Iya, senang bertemu denganmu.”
“Sama-sama, senang bertemu
juga~”
“Senang bertemu denganmu juga~?”
Masing-masing Senpai membalas
dengan senyuman dan memberi sambutan tepuk tangan yang hangat. Dan kemudian,
Yuki juga ikut memberikan tepuk tangan seraya menyunggingkan bibir dengan emosi
yang tak bisa terbaca, serta Alisa, yang menatap Yuki dengan ekspresi semacam
itu.
“Kalau begitu, apa kamu ingin
anggota lain memperkenalkan diri mereka juga? Mumpung sekalian.”
Touya melihat ke sekeliling
anggota OSIS lainnya dan setelah memutuskan kalau tidak ada yang keberatan, Ia
lalu menoleh ke Masachika.
“Aku Kenzaki Touya selaku Ketua
OSIS tahun ini. Belakangan ini hobiku melatih otot. Senang bisa bekerja sama
denganmu, Kuze.”
“Namaku Sarashina Chisaki dan menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS. Kalau hobi…Kendou[4] mungkin? Senang bisa bertemu denganmu.”
“ Aku Kujou Maria yang menjabat
jadi Sekretaris. Hobiku mungkin mengoleksi barang-barang imut. Ah, kalau manga
yang bergenre Shoujo aku tahu banyak, loh? Senang berkenalan denganmu~”
“Aku Suou Yuki dari bagian
Humas. Hobiku adalah bermain piano dan merangkai bunga. Aku sangat menantikan
untuk bisa bekerja sama denganmu lagi, Masachika-kun.”
“Kujou Alisa dari bagian
Bendahara. Hobiku membaca. Senang bertemu denganmu juga.”
Setelah sesi perkenalan diri
selesai Masachika juga membungkuk ringan ke arah anggota lainnya.
(Tetap saja, rasanya sungguh menakjubkan
melihat mereka semua berkumpul seperti ini)
Tanpa sadar Ia merasa kagum
dengan para anggota lainnya. Terlebih lagi, perbedaan paras wajah anggota
perempuannya. Hal ini mungkin belum pernah terjadi selama sejarah panjang
Akademi Seirei.
Apalagi wajah mereka semua
mempunyai daya tariknya tersendiri. Jika mereka difoto dan foto tersebut
dikirim ke stasiun TV, mereka mungkin akan diwawancai sebagai “Anggota OSIS
yang terlalu cantik”.
“Kalau begitu Kuze. Untuk
sementara, apa kamu bersedia bekerja dengan Kujou-Ane hari ini?”
“Iya”
“ Maaf ya. Tapi, karena kamu
pernah menjabat sebagai wakil ketua OSIS pas SMP, kamu pasti akan segera
terbiasa. Tapi untuk sementara dulu, kamu ikuti anggota yang lain dan mengingat
pekerjaanmu.”
“Apa jangan-jangan Ketua masih
kekurangan orang?”
“Ya kalau boleh jujur, kita
memang kekurangan orang. Berkat itu, kita masih belum bisa membagi sepenuhnya
tugas dari masing-masing posisi yang sudah ada.”
“Biasanya bagian sekretaris dan
bendahara memang harus ditangani banyak orang sih…. Jadi, ya, aku tidak
keberatan. Bagian Urusan Umum tidak jauh berbeda dengan tukang bantu-bantu.
Lagipula, aku sudah terbiasa melakukannya saat masih kelas satu SMP ketika baru
jadi anggota OSIS.”
“Oh, kalau itu sih bikin lega”
Yuki lalu tiba-tiba memanggil
Touya yang sedang dalam suasana hati bagus.
“Aku minta maaf karena sudah
menyela pembicaraanmu, Ketua. Aku berencana menemui anggota klub seni untuk
mendiskusikan perihal pameran yang akan mereka adakan.”
“Hmm? Ah, aku serahkan masalah
itu padamu”
“Iya, ngomong-ngomong…..karena
aku juga ingin mendiskusikan masalah anggaran dan lainnya, jadi aku ingin
mengajak Alya-san untuk ikut denganku.”
“Eh?”
Alisa mengedipkan matanya
dengan kaget saat tiba-tiba diminta menemani Yuki. Tapi, mungkin karena dia merasakan sesuatu
dari ekspresi Yuki, jadi dia langsung mengangguk dengan ekspresi serius.
“….Aku mengerti. Kalau begitu,
aku izin pergi sebentar.”
Kemudian, mereka berdua pergi
meninggalkan ruangan OSIS.
(…..Sepertinya, ini bakalan terjadi
sesuatu)
Perasaan cemas muncul sekilas
di hati Masachika saat melihat punggung mereka berdua. Akan tetapi, perasaan tersebut dengan cepat
menghilang oleh suara lembut yang sepertinya tidak memiliki kekhawatiran
apapun.
“Baiklah~ kalau begitu Kuze-kun
sebelah sini ya~ Ayo kemari~”
Maria tersenyum dengan memancarkan
aura penyembuhan yang luar biasa sembari menepuk-nepuk kursi yang tadinya
diduduki Alisa. Masachika lalu pindah tempat duduk sembari tersenyum pahit pada
panggilan yang mengalihkan perhatiannya.
◇◇◇◇
[Sudut Pandang Alisa]
Alisa berjalan mengikuti di
belakang Yuki menyusuri koridor sekolah.
Yuki memintanya supaya ikut
bersamanya dengan dalih menemaninya dalam pertemuan di klub seni, tapi Alisa
bukanlah orang bodoh yang begitu saja mempercayai alasan itu.
Pasti ada alasan lain mengapa
Yuki meminta dirinya untuk ikut, dan Alisa samar-samar mengetahui alasan
tersebut. Tapi, dia tidak merasakan ada tanda-tanda kalau Yuki mau memulai
pembicaraan.
(Benar juga….Akulah yang seharusnya memulai pembicaraan ini)
Setelah berpikir sejenak dan
membuat keputusan, Alisa mulai memanggil Yuki yang berjalan di depannya.
“Yuki-san, bisa kita bicara
sebentar?”
Seperti yang diduga, tidak ada
ekspresi terkejut di wajah Yuki saat dia berbalik menghadap Alisa. Yuki
tersenyum tenang dan menanggapi perkataan Alisa dengan mengangguk, dia lalu
menoleh ke samping dan menatap ruang kelas kosong yang ada di dekatnya.
“Iya, aku tidak keberatan, kok.
Daripada berbicara di sini, bagaimana kalau kita membicarakannya di kelas
kosong yang di sana?”
“Baiklah”
Yuki memasuki kelas yang kosong
terlebih dahulu, dan Alisa mengikuti di belakangnya sembari menutup pintu.
Mereka berdua saling berhadapan di ruang kelas kosong yang diterangi sinar
matahari terbenam. Setelah suasana hening yang singkat, Alisa memulai
pembicaraan.
“Aku memutuskan untuk ikut
dalam pemilihan ketua OSIS bersama Kuze-kun.”
Alisa menyatakannya dengan
jelas sembari menunjukkan ekspresi seolah-olah dia menantang Yuki. Dan Yuki
mengangguk sambil masih tersenyum seperti biasa.
“Iya, aku sudah tahu. Kemarin
aku mendengarnya langsung dari mulut Masachika-kun.”
“….begitu ya.”
Alisnya berkedut sejenak ketika
mendengar balasan Yuki, tapi dia berhasil menjawab dengan suara kecil sambil
menganggukkan kepalanya. Yuki memiringkan kepalanya ke arah Alisa yang
tiba-tiba langsung diam.
“Uhmm, apa cuma itu saja yang
ingin dibicarakan?”
“...... Ya. Aku takkan meminta
maaf, karena aku merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa. Aku hanya ingin
membuatnya lebih jelas melalui mulutku sendiri.”
“Fufufu, jadi begitu rupanya.”
Tergantung dari pendengarnya,
kata-kata Alisa terdengar seperti dia sedang mengajak berkelahi, tapi Yuki cuma
tersenyum seakan baru saja mendengar sesuatu yang lucu.
“Ya, kamu memang tidak perlu
meminta maaf segala, iya ‘kan? Karena itu semua pilihan Masachika-kun
sendiri. Aku takkan mengeluh mengenai
hal itu, dan aku juga takkan mengeluh pada Alya-san.”
Setelah menyatakannya dengan
begitu jelas, Yuki tertawa kecil dan bergumam “Meski sangat disayangkan karena Ia tidak memilihku, sih”. Alisa
mendapati dirinya bertanya saat melihat senyum tipis Yuki.
“Yuki-san, apa kamu……ke
Kuze-kun…..”
“Hmm?”
“… Tidak, bukan apa-apa.”
Segera setelah mengatakannya,
Alisa menyesal karena sudah bertanya begitu dan menarik kembali pertanyaannya.
Akan tetapi…..
“Aku mencintainya kok. Lebih
dari siapapun di dunia ini.”
“Uh-!!?”
Alisa terkejut saat mendengar jawaban
tanpa ragu-ragu dan ekspresi lugas yang ditunjukkan Yuki.
“……Le-Lebih dari siapapun?”
“Iya. Lebih dari ibuku, lebih
dari Ayahku, dan lebih dari siapapun di dunia ini. Aku sangat mencintai Masachika-kun.”
Tanpa merasa ragu maupun malu,
Yuki terang-terangan mengungkapkan cintanya kepada Masachika. Pengakuan
cintanya yang begitu tulus membuat Alisa melangkah mundur tanpa sadar.
Seolah-olah memanfaatkan keadaan panik Alisa, Yuki dengan cepat balik bertanya.
“Kalau Alya-san bagaimana?”
“Eh?”
“Aku ingin tahu, bagaimana
perasaanmu terhadap Masachika-kun?”
“Ak-Aku…..”
Alisa ingin membalas secara
refleks kalau Ia cuma teman, tapi dia langsung memalingkan pandangannya dari
tatapan lurus Yuki. Setelah pengakuan Yuki yang begitu lugas dan jujur, Alisa
merasa ragu apa jawaban klise seperti itu sudah cukup atau tidak.
“Kuze-kun
adalah…..temanku……te-teman yang sangat berharga.”
Alhasil, Alisa berhasil
mengucapkan kata-kata itu sambil memalingkan mukanya dan tersipu. Sesaat
kemudian, Alisa merasa punggungnya terasa panas dan menggeliat….tapi bukan Yuki
namanya kalau dia merasa puas dengan jawaban sebatas itu.
“Apa kamu menyukainya?”
“Eeeehh!?”
Alisa langsung melihat lurus ke
depan sembari berteriak dengan suara aneh. Yuki segera menutup jarak dan
menatap wajahnya.
Dia tanpa sadar melangkah
mundur, tapi Yuki tetap berusaha menutup jarak di antara mereka.
Tanpa disadari, Alisa sudah
benar-benar terpojok saat punggungnya menyentuh pintu kelas. Ada perbedaan
tinggi 20 cm antara Yuki yang mungil dan Alisa yang berbadan tinggi, dan pada
jarak ini, Yuki benar-benar menatap lurus ke arah Alisa. Tapi berbanding
terbalik dari perbedaaan itu, justru Alisa lah yang merasa kewalahan.
“Jadi bagaimana? Apa kamu
menyukainya?”
“Suka….atau semacamnya, masalah
itu ….”
“Aku sudah memberitahumu kalau
aku mencintainya! Jadi, Alya-san juga harus menyatakannya dengan jelas!”
“Uh, uuu~…”
Pertanyaan Yuki yang tak henti-hentinya
membuat otak Alisa menjadi terlalu panas, karena dia tidak terbiasa berbicara
mengenai masalah percintaan.
Akibatnya, tanpa bisa berpikir
jernih, dia mulai membuka mulutnya karena didesak oleh rasa persaingannya
terhadap Yuki dan perasaan tidak mau kalah.
“Aku tidak tahu apa aku
me-menyukainya…..atau tidak….tapi! Aku takkan menyerahkan Kuze-kun padamu!!”
Mendengar teriakan tak terduga,
Yuki mengedipkan matanya perlahan dan mulai menjauhkan dirinya dari Alisa.
“….Jadi begitu, ya. Fufufu, untuk
saat ini, aku sudah cukup puas mendengar perkataan tadi.”
Usai tertawa terkikik sebentar,
Yuki mendesak Alisa dengan senyum lembutnya yang biasa.
“Kalau begitu, ayo pergi ke
ruangan klub seni. Kita tidak boleh membuat mereka menunggu terlalu lama.”
“Y-Ya, ayo…”
Meski dia masih sedikit
kebingungan dengan perubahan mendadak yang begitu cepat, Alisa tetap
meninggalkan ruang kelas bersama Yuki. Sambil berjalan menuju ke ruangan klub
seni, Alisa terus memikirkan peristiwa yang terjadi beberapa saat yang lalu.
(Ak-Aku….barusan, bilang apa tadi? Entah kenapa, aku baru saja mengatakan sesuatu yang luar biasa……maksudku, cinta? Ehhh, cinta??) [5]
Yuki memasang senyum jahat saat
memalingkan wajahnya dari Alisa yang masih terlihat panik dan kebingungan,
karena dia tidak dapat sepenuhnya memproses informasi yang diterima.
(『Sangat berharga』 terus 『Tidak mau
menyerahkannya 』padaku ya …. Hee~, ternyata Onii-chan lumayan jago juga~♪)
Berbanding terbalik dari Alisa,
langkah kaki Yuki terasa ringan dan menikmati dirinya sendiri sampai tampak
seperti mulai menari.
◇◇◇◇
[Sudut Pandang Masachika]
“Masha-san, mengenai bagian ini
…”
“Hmm? Ahh, sepertinya yang itu
salah tulis.”
“Seperti yang kuduga. Aku
tinggal memperkainya di sebelah sini, ‘kan?”
“Um, tolong ya~”
Pada saat yang sama, Masachika
yang membantu Masha dalam tugas OSIS-nya dibuat terkejut dengan situasi yang
tak terduga. Itu karena….
(Tak disangka, orang ini …….mahir banget
melakukan pekerjaannya!?)
Ia secara halus, atau lebih
tepatnya lumayan kasar, merasa terkejut. Karena kemampuan Maria dalam menangani
tugas OSIS jauh melebihi ekspetasi Masachika. Suasana tenang yang terpancar
darinya masih sama seperti biasanya, tapi kecepatan dalam melakukan tugasnya
tak disangka-sangka sangatlah cepat.
Masachika yang mengira kalau
Maria direkrut ke dalam anggota OSIS karena berdasarkan popularitasnya daripada
keterampilan praktisnya, cukup terkejut dengan kemampuannya yang tak terduga.
(Sedangkan yang ini justru…..)
Masachika diam-diam mengalihkan
pandangannya ke arah Senpai yang duduk di depannya.
“Ehh…? Ini di sebelah mana
ya….eh? Yang mana?”
“Chisaki-chan. Bukannya itu
berkas biru yang baru saja kamu taruh di sana?”
“Eh? Ah, jadi yang itu, ya.”
Setelah diberitahu Maria,
Chisaki lalu menuju ke rak penyimpanan berkas yang berjejer di dekat dinding.
Tapi dia sepertinya tidak tahu berkas mana yang dimaksud, lalu bergumam “Yang
itu, ya?” sambil mengeluarkan berkas yang sudah tertata rapi dan memiringkan
kepalanya.
(Yang ini justru payah banget! Maaf kalau
aku bilangnya kasar! Maaf banget!)
Rupanya, Chisaki tidak terlalu
pandai dalam urusan administrasi. Atau lebih tepatnya sejauh dari apa yang
Masachika lihat, dia tidak pandai menata dan mengatur sesuai urutan.
“….~~….?~~~”
Ditambah juga, yah…..dia sepertinya
tidak bisa tenang. Padahal baru 20 menit mengerjakan tugas dokumen, dan dia
sudah terlihat gelisah.
(Kayak bocah SD yang kebelet ingin
main….)
Apa
masih belum selesai? Aku sudah lelah, tau? Itulah kesan yang
Chisaki tunjukkan saat melihat ke sekelilingnya, tapi Masachika pura-pura tidak
menyadari hal tersebut, dan memandangnya dengan tatapan lembut.
Gadis yang terlihat polos dan
bertanggung jawab dalam penyembuhan, yang sekilas kalau dia tidak bisa mengerjakan tugas dengan benar.
Lalu, gadis keren yang terlihat bisa melakukan tugas dengan sekejap seperti
wanita karir.
Akan tetapi, kemampuan mereka
berbanding terbalik dari kesan penampilan yang didapat.
(Memang benar apa kata pepatah, kita
tidak boleh menilai buku dari sampulnya saja, ya…)
Saat Masachika memikirkan hal
semacam itu, Touya yang sepertinya sudah tidak tega melihatnya mulai memanggil
nama pacarnya.
“Ahhh iya….Chisaki.
Ngomong-ngomong, aku mendengar kalau perpustakaan sedang melakukan kegiatan
beres-beres buku hari ini.”
“!! Apa ? Apa mereka kekurangan
orang?!”
“Iya, karena anggota perempuan
di komite perpustakaan lumayan banyak. Beres-beres buku merupakan pekerjaan
yang lumayan berat. Jadi, apa kamu bisa membantu mereka sebentar?”
“Oke, serahkan saja padaku!”
Usai diberitahu Touya, Chisaki
langsung melesat keluar dari ruangan OSIS dengan ekspresi bahagia mirip seperti
anak kecil yang diijinkan untuk main. Tampaknya tugas administrasi tersebut
terlalu menyebalkan buatnya. Sepertinya dia takkan kembali untuk sementara
waktu.
“Maaf Kuze. Yah, Chisaki memang
selalu seperti itu. Meski begitu, dia sangat berguna saat diskusi bersama
anggota komite dan rapat antar klub. Jadi tolong awasi dia baik-baik.”
“Tidak, yah itu sih….sesuatu yang disebut orang yang tepat pada tempatnya iya ‘kan[6]. Hahaha.”
Masachika membalas dengan
senyum getir kepada Touya yang berusaha membantu Chisaki. Kenyataannya,
Masachika yakin kalau dia adalah Senpai yang keren dan bisa diandalkan.
Semua itu bisa dilihat dari kejadian tadi
saat dia marah demi Alisa. Tapi….ya aku
jadi kesulitan bagaimana harus menanggapinya saat dia menunjukkan sisi
kekanak-kanakan seperti itu.
“Tapi, dia yang begitu juga
imut, iya ‘kan?”
“Tidak, ini bukan 『Hehe ini
imut loh』. Tolong jangan seenak jidat mengelompokkannya
begitu.”
“Ohh, lumayan juga, Kuze. Saat
ini, peran jadi pelawak sangat berharga buat OSIS. Terus lakukan peran itu
dengan baik lagi di masa depan.”
“Justru sebaliknya, memangnya
OSIS sudah berubah jadi organisasi yang isinya pelawak doang?”
“Bagus! Sudah kuduga,
merekrutmu jadi anggota OSIS adalah pilihan yang tepat!”
“Darimana kamu punya perasaan
semacam itu.”
Acara lawak yang dimulai secara
tiba-tiba. Di tengah lawakan mereka berdua, Maria tersenyum dan berkata
“Sepertinya kalian bersenang-senang~” Dia sepertinya sudah terbiasa dengan
situasi semacam ini dan mengambil berkas yang ditinggalkan Chisaki dan terus
bekerja seolah-olah tidak ada yang terjadi.
(Nih orang, kayaknya berbakat sekali….)
Pendapat Masachika mengenai
Maria langsung berubah saat itu juga.
◇◇◇◇
Mereka terus melanjutkan
pekerjaan selama kurang lebih 40 menit. Setelah menyelesaikan sebagian besar
pekerjaan yang ada, mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar.
Ngomong-ngomong, Chisaki masih belum kembali selama waktu itu.
“Kalau begitu, aku buatkan teh
dulu ya~~”
“Ah, biar aku bantu.”
“Tidak apa-apa~ tinggal duduk
dan tunggu saja oke? Lagipula, aku suka membuat teh, kok.”
Ketika diberitahu begitu,
Masachika jadi ragu apa harus tetap membantunya atau tidak. Selain itu, teko
dan cangkir yang dipanaskan terlihat otentik juga. Orang amatiran seperti
dirinya tidak bisa sembarangan ikut campur.
“Kalau Kuze-kun tehnya mau
ditambah susu? Atau gula? Ah, ada selai juga kok?”
“Ditambah
selai…..jangan-jangan, itu teh khas Rusia?”
“Kalau di Jepang sih sebutannya
begitu. Sayangnya, ini bukan teh lemon.”
“….Kalau begitu, mumpung ada
kesempatan, aku pilih yang ditambah selai.”
“Oke~. Ah, Ketua sih ditambah
protein, ya ‘kan?”
“Memangnya ada masalah dengan
itu?”
“Buhaa”
Masachika hampir dibuat tertawa
terbahak-bahak oleh candaan mendadak dan tak terduga dari Maria (?). Ditambah
lagi, balasan Tsukkomi Touya dengan ekspresi datar membuat lelucon itu sangat
pas dan menambah unsur komedinya.[7]
(Seriusan, orang ini bahkan membuat
lelucon seperti ini! Tidak, mungkin dia alami ......? Aku tidak tahu, tapi
pokoknya, ini sih sudah terlalu berlebihan ...... kuhahaha)
Masachika yang duduk di kursi
menggeliat tak karuan karena berusaha menahan tawa.
“Oi, kamu terlalu banyak
ketawa, Kuze.”
“Maafkan
aku……..tapi…..kuhahaha.”
Setelah diperingati Touya yang
sedikit terkejut, Masachika akhirnya berhenti tertawa setelah puas tertawa
sampai-sampai mengeluarkan air matanya.
“Haa….tadi gawat banget….. hah?
Bukannya kalau di Rusia, teh termasuk minuman yang diminum saat musim dingin,
ya?”
Ketika Masachika menanyakan
pertanyaan tersebut demi menutupi rasa malunya karena sudah tertawa di depan
para Senpai, Maria memiringkan kepalanya saat dia tengah menuangkan air panas
ke dalam cangkir yang berisi daun teh.
“Hmm~? Tergantung keluarganya
mungkin? Setidaknya, keluargaku tetap meminum teh bahkan di musim panas, tau?
Yah, lebih tepatnya ibu yang lebih suka meminum teh…”
“Ahh, Ibu Masha-san orang
jepang sih, ya. Jadi begitu….”
Jika ibu yang memiliki pengaruh
besar pada kebiasaan makan anak adalah orang Jepang, meski anaknya lahir di
Rusia, selalu ada perpaduan antara antara budaya Jepang dan gaya makan
mereka. Begitu Masachika meyakini hal
itu, Maria bertanya dengan santai sambil membelakanginya.
“Apa Kuze-kun tahu banyak
mengenai Rusia?”
“Tidak, bukannya begitu…..tapi,
aku cuma pernah melihat beberapa film Rusia saja.”
“Hmm~ begitu ya.”
Sebenarnya, bukan cuma beberapa saja.
Paling sedikit, Aku sudah menonton 20-an film saat tinggal bersama Kakek dari
pihak Ayah yang sangat menyukai Rusia. Hasilnya, ini sangat membantuku
meningkatkan keterampilan mendengarkan bahasa Rusia. Oleh karena itu, bahkan
setelah jadi siswa SMA, aku bisa
mendengar gumaman manis seseorang dengan sempurna! Yaayy!
“Hmm? Ada apa Kuze-kun? Sampai
memandang ke arah jauh segala”
“Tidak, bukan apa-apa….”
Saat Ia memikirkan sesuatu
seperti ‘apakah ini berkah atau kutukan,
aku tidak tau’, Maria menempatkan piring kecil dan selai di hadapan
Masachika.
“Ini dia~, silahkan dinikmati~”
“Te-Terima kasih banyak”
“Ketua juga, ini silahkan”
“Ah, makasih.”
Rupanya, teh Touya ditambah
gula, sedangkan Maria memakai selai.
(Umu, apa yang harus kulakukan dengan
ini….)
Masachika merenung sebentar
saat melihat piring kecil dengan selai yang disediakan dan memutuskan untuk
mencicipi tehnya dulu.
“Ohh! Enak….”
“Benarkah? Terima kasih”
Aromanya benar-benar berbeda
dari teh hitam kemasan yang biasa Ia minum. Aroma yang kuat mengalir dari mulut
sampai ke hidung. Rasa teh yang dalam. Lalu….rasa yang membuatnya mengingat
kenangan yang nostalgia.
(Ah, benar juga….)
Ibunya juga menyukai teh hitam.
Sementara pipinya sedikit berkedut karena rasa pahit teh, Masachika melirik ke
arah Maria.
Maria kemudian menggunakan
sendok untuk membawa selai ke dalam mulutnya, dan mulai menyesap tehnya.
“Hmm? Ada apa?”
“Ah, bukan apa-apa….kupikir
selainya dicampur ke dalam teh hitam”
“Itu tergantung orangnya
mungkin? Je…..kalau Kakek mencampurkan selai ke dalam teh~. Tapi kalau aku sih lebih
suka memakannya seperti cemilan pendamping teh”
“Hee~…..”
Masachika yang meyakini kalau
itu mirip seperti teh hijau dengan sup kaldu, Ia mulai meniru Maria dan
mencicipi selainya.
“Manis banget….”
Masachika buru-buru menyesap
teh hitam karena mulutnya dipenuhi rasa manis selai yang terlalu legit.
Kemudian, rasa manis selai dinetralisir sampai batasan tertentu dan rasanya
menjadi sedikit berbeda lagi.
“Jadi begitu rupanya….”
Rasa manis dan asam dari selai
ditambah dengan aroma daun teh membuat rasanya menjadi semakin kompleks.
Tapi…..
(Hmmm….berbeda dari biskuit dan kue,
perpaduan ini benar-benar meleleh di mulutku, dan membuatku merasa seperti
sedang meminum sesuatu yang lain….)
Perpaduan selai dan teh itu
memang punya kelezatannya tersendiri, tapi karena tehnya enak, Ia pikir
mencicipi tehnya saja sudah lebih dari cukup. Tapi, Masachika merasa tidak
enakan juga tidak menghabisnya karena sudah disiapkan untuknya.
(Lain kali, aku juga akan memintanya
untuk ditambah gula doang)
Seraya diam-diam memutuskan
itu, Masachika secara bergantian menyesap teh dan memasukan selai ke dalam
mulutnya.
(Tapi kalau dipikir-pikir lagi ….)
Senpai yang satu ini mempunyai
paras cantik dan gaya yang bagus. Dia memiliki kepribadian yang lembut dan
mudah bergaul, serta disukai oleh banyak orang, baik dari cowok maupun cewek.
Selain itu, Masachika pernah
mendengar kalau dia selalu masuk di peringkat 30 teratas di angkatannya, yang
mana selalu diumumkan di lorong sekolah sebagai siswa terbaik, jadi sudah pasti
otaknya pintar.
Kemampuan atletisnya masih
belum diketahui, tapi dengan kepribadiannya yang baik, bahkan jika dia tidak
atletis, dia masih mempunyai daya tariknya sendiri. Ditambah lagi, dia pandai
bekerja dan mahir membuat teh.
(Eh? Bukannya dia adalah gadis sempurna
dan idaman?)
Karena selalu dekat dengan
Alisa yang terkenal sebagai gadis super sempurna, Masachika tidak menyadarinya
sama sekali karena aura lembut yang biasa Maria tunjukkan, tapi setelah
dipikir-pikir lagi, dia juga lumayan termasuk gadis super sempurna.
Begitu menyadari hal tersebut,
Masachika entah kenapa merasa jadi tidak nyaman.
Dengan senyum lembut menghias
wajahnya, Maria perlahan-lahan membawa cangkir teh ke mulutnya. Penampilannya
yang begitu santai memancarkan nuansa kuat dari sosok Onee-san yang menawan.
(Begitu rupanya, ini sih memang pesona
dari Madonna. Dia akan mengubah semua cowok menjadi shota tanpa memandang
bulu….)
Masachika memikirkan sesuatu
yang bodoh dan mencoba melamuni hal yang berhubungan dengan otaku, tapi Maria
menyadari tatapannya dan memiringkan kepala ke arahnya sambil tersenyum, yang
mana memaksanya untuk tersadar.
Dia cuma tersenyum ke Masachika
dan bertanya “Ada apa?”, tapi entah kenapa jantung Masachika berdetak kencang
saat melihat senyum tersebut.
Itu adalah perasaan aneh.
Masachika merasa gelisah dan tidak bisa tenang.
Jika tidak hati-hati, Ia merasa
seolah-olah akan mengungkapkan sifat aslinya tanpa sadar, Masachika merasa
sedang berhadapan dengan anggota keluarga yang sudah dikenal.
Saat Masachika berpikir, aku harus waspada…..tapi begitu melihat
senyum lembut Maria, kewaspadaaan dan pengendalian dirinya seolah-olah
mengendur. Suasana lembut dan nyaman yang dia pancarkan hampir membuat
Masachika menyerah padanya…..
“Kami kembali.”
“…..kami kembali.”
“Ah~Alya-chan, Yuki-chan,
selamat datang kembali~”
Pada saat itu, Yuki dan Alisa
yang pergi ke klub seni untuk rapat, baru saja kembali dan seketika ekspresi
Maria langsung berubah.
Dalam sekejap, suasana Onee-san
yang baik dan penuh pengertian langsung lenyap entah kemana…..dan yang di sana,
hanya ada seorang Onee-chan lembut yang mencintai adik perempuannya.
(Apa-apaan dengan perbedaan itu!?)
Masachika hampir terkejut
dengan perubahannya yang begitu mendadak. Tanpa mempedulikan Masachika yang
begitu, Maria tersenyum lembut dan menuju rak tempat piring dan teh disimpan.
“Kalian berdua mau minum teh
tidak?”
“Iya, aku mau.”
“…aku juga.”
“Baiklah~, tunggu sebentar ya~”
Maria bersenandung gembira
seraya dia menyiapkan teh. Saat Masachika menatap punggungnya dengan tatapan
lembut, Alisa yang duduk di sebelahnya, mendekati dengan kursinya.
Ketika berbalik melihatnya, Alisa,
yang duduk di dekatnya, menatapnya dengan tajam seolah-olah menyiratkan, “Apa? Mau protes? ”
“….Apa?”
“Tidak….bukannya kamu terlalu
dekat?”
Saat Masachika membalas
pertanyaan Alisa dengan blak-blakan, Alisa menoleh ke sisi lain dan berkata,
“...... Di Rusia, nasib sial
akan menimpa gadis muda jika mereka duduk di kursi pojokan.”
“Eh? Masa?”
“Iya”
Usai mengatakan itu, dia
memindahkan kursinya lagi dan duduk pada jarak di mana sikunya hampir menyentuh
siku Masachika. Lalu, dia menoleh ke arah Yuki yang memandangnya dengan tatapan
menahan.
(Tidak, ini masih terlalu dekat! Lagian apa-apaan tatapan itu? Eh, shuraba? Apa ini shuraba[8]?)
Alisa menatap Yuki dengan penuh
kewaspadaan. Dan Yuki balas menatap
Alisa dengan senyuman yang tak terbaca.
Masachika sekilas merasa ada
percikan di antara tatapan mereka berdua, dan saat Ia mencoba kabur dari tempat
duduknya karena suasana yang tidak nyaman itu…..Alisa yang merasakan gerakannya,
langsung meraih lengan kirinya yang terjulur ke atas kursi.
Di bawah meja, gadis di sebelahnya
meraih lengan baju seolah-olah ingin mengatakan “Jangan pergi”. Kalau kamu cuma menyimak bagian ini saja, bisa
dibilang kalau ini situasi yang sangat romantis.
Akan tetapi, perasaan Masachika
yang sebenarnya saat Ia benar-benar terjebak dalam situasi itu ialah ......
(Tidaaaaakkkkkkk!! Lepaskan akuuuuuu!!!
Aku tidak tahan dengan suasana iniiiiiiiii!)
Ia merasa seperti cowok yang
berpapasan dengan cewek selingkuhannya. Masachika mencoba sekuat tenaga untuk
kabur dari situasi itu secepat mungkin.
(Kenapa! Kenapa ini bisa terjadi!? Tolong
aku, Masha-san~!)
Ketika Masachika menoleh ke
belakang, Ia berbicara dengan Maria yang sedang membuat teh.
“…..itulah yang Alya bilang,
tapi memangnya pemali[9] semacam itu beneran ada, Masha-san?”
“Tentu saja ada ~. Lebih
tepatnya, bukan tertimpa nasib sial, tapi dikatakan kalau melakukan itu bakalan menunda
pernikahanmu.”
Setelah mengatakan itu, Maria
berbalik dengan wajah bahagia dan menatap Alisa dengan mata berbinar.
“Meski begitu, tak kusangka
Alya-chan sampai mempedulikan hal semacam itu….apa jangan-jangan, kamu sudah
menemukan seseorang yang ingin kamu nikahi!”
“…..Mana ada yang begitu. Itu
cuma masalah suasana hati saja, kok.”
“Eh~? Benarkah~?”
“Cerewet”
“Mou, dasar Alya-chan”
Maria menggembungkan pipinya
dan memalingkan wajahnya. Setelah melirik sekilas ke arahnya, Alisa menunduk ke
bawah pada tangannya sendiri yang mencengkeram ujung baju Masachika dan
bergumam dengan suara yang sangat pelan.
【Masih terlalu dini buat menikah】
Coloring by Hizame1 |
Suaranya benar-benar sangat
pelan. Tapi Masachika yang berada di dekatnya, bisa mendengar jelas gumaman
tersebut.
(Benar juga~ lagian masih 15 tahun, iya
‘kan~? Aku sedikit penasaran dengan
caramu mengatakan itu, tapi dari sudut pandang umum, menikah di umur segitu memang
masih terlalu dini, iya ‘kan? Eh, kamu masih berani mengatakannya di hadapan
kakakmu sendiri!!)
Masachika gemetar ketakutan
terhadap Alisa yang tak mengendurkan sikap agresifnya (?), meski di belakangnya
ada kakaknya yang memahami bahasa Rusia.
Kemudian, saat mendengar suara
Maria meletakkan cangkir teh di atas nampan, Alisa buru-buru melepaskan
tangannya dari ujung baju Masachika. Tak berselang lama, Maria membawa nampan
yang berisi teh untuk Alisa dan Yuki
“Ini dia~ Alya-chan. Kamu boleh
mencicipinya duluan”
Lalu, Maria meletakkan piring
kecil di depan Alisa ….. piring kecil berisi selai yang sangat tebal
sampai-sampai Masachika pikir kalau satu toples digunakan semua.
“….Apa?”
“Tidak, bukan apa-apa…..”
Masachika dengan cepat mengalihkan
pandangannya dan memasukkan sisa selai ke dalam teh dengan wajah acuh tak acuh.
Ia mengaduknya dengan sendok
dan meminumnya dalam sekali teguk.
(….yup, rasanya kayak minuman lain)
Mungkin karena jumlah selai
yang dimasukkan terlalu banyak, rasa manisnya masih tersisa di mulut dan
membuat mulutnya berair karena legitnya selai. Kemudian, Yuki tiba-tiba angkat
bicara.
“Uhmm….Sarashina-senpai sedang
pergi ke mana?”
“Eh? Ah…..omong-omong, kapan
orang itu akan kembali?”
Saat memerika jam dan
memiringkan kepalanya, Touya yang meletakkan cangkir tehnya, mengangkat bahu
dan berkata.
“Chisaki sedang pergi membantu
anggota perpustakaan. Yah….dia pasti akan kembali kalau perutnya kelaparan”
“Emangnya dia anak kecil!”
Pada saat Masachika secara
refleks membalas dengan lawakan, pintu ruangan OSIS terbuka dengan keras.
“Rasanya aku mencium aroma enak
di sini!”
“Dia beneran kayak anak kecil!”
Masachika langsung melakukan tsukkomi pada Chisaki yang memasuki
ruang OSIS dengan mata berbinar-binar.
<<=Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>
Komentar Penerjemah :
Pertama-tama saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Raden K870XK atas
trakteerannya yang begitu banyak, saya sampai kaget ada yang trakteer sebanyak
itu, sekali lagi terima kasih banyak!! Selanjutnya, terima kasih banyak atas
tanggapan para pembaca di chapter sebelumnya, Saya jadi ikutan merasa senang
jika banyak para pembaca yang puas dengan kualitas terjemahan di sini. Hmmm apa
lagi ya, ahh kendala di chapter 3 ini ada banyak adegan komedi/tsukkomi yang
bikin saya kesusahan buat nerjemahinnya ke bahasa Indonesia karena saya sendiri
gak dapet joke-nya hahaha maaf ya. Tapi saya sudah berusaha semaksimal mungkin
untuk menerjemahkannya supaya mudah dibaca buat kalian.
Terakhir, untuk novel
Roshidere ini saya usahakan update minimal satu chapter perminggu atau bisa
sampai 2 minggu tergantung dari kesulitan dan banyaknya kata yang ada serta
kesibukan saya. Karena Chapter 3 ini jumlah katanya lebih banyak dari Chapter 2
yang kemarin, jadi waktunya lebih lama dari yang diperkirakan.
Oke segitu saja dari
saya, terima kasih banyak karena sudah mampir di lapak kecil dan amatiran ini
^_^
[2] Dasar tsundere nih si wakil ketua osisnya :v
[3] Mimin gak paham sama candaan mereka, jadi maaf ya kalau komedinya kurang~
[4] Kendo (剣道 kendō) adalah seni bela diri modern dari Jepang yang menggunakan pedang
[5] Yuki bilang ke Alisa kalau dia “mencintai” Masachika. Nah, kanji yang dipakai 愛(ai) mempunyai makna yang lebih luas dan mendalam, jadi maknanya tidak hanya cinta dalam artian romantis, tapi juga bisa dalam artian kasih sayang antara anggota keluarga
[6] The Right man of the right place, filosofi yang biasanya diterapkan dalam perusahaan/tempat kerja, yang artinya kalau dimaknai : Menempatkan orang sesuai dengan kemampuannya
[7] Ya iyalah, orang waras mana yang mengkombinasikan teh sama minuman protein :v
[8] Yang sering nonton anime romcom pasti ngerti istilah Shuraba ya ‘kan? Yah, intinya shuraba itu adegan pertengkaran/keributan dimana 2 heroine memperebutkan MC, atau kalau di genre shoujo sih dua cowok yang memperebutkan satu cewek
[9] https://kbbi.web.id/pemali