Chapter 7 – Karena Aku Sudah Berjanji
“Kujou
Alisa-san”
“Hmm?”
Pada
jam istirahat makan siang. Alisa menoleh ke sumber suara yang tiba-tiba
memanggilnya dari belakang.
Dan
di sana berdiri seorang gadis berambut hitam yang dipangkas rapi sebahu, dengan
aura kecerdasan di sekelilingnya.
Itu
adalah suara gadis yang tidak dia kenali, dan meski sudah berbalik, Alisa masih
tidak mengenali wajahnya. Jika dilihat dari warna pita di seragamnya, Alisa
bisa mengetahui kalau dia berasal dari tahun angkatan yang sama. Namun,
meskipun mereka seharusnya tidak saling mengenal, ada kilatan tidak ramah dari
tatapan gadis itu saat dia mengintip dari balik kacamatanya.
“……Apa?”
Saat
Alisa balik bertanya dengan sedikit waspada, gadis itu mengangkat kacamatanya
dan berkata dengan suara yang agak kasar.
“Maaf
karena tiba-tiba mengganggumu. Namaku Taniyama Sayaka dari kelas 1-F. Apa kamu
punya waktu luang sebentar?”
Tawaran
itu dibuat sambil menunjukkan dengan pandangan sekilas ke arah halaman luar
yang ada di bawah. Kata-katanya terdengar sopan dan santun, tapi tetap tidak
terdengar ramah sama sekali.
Biasanya,
Alisa setidaknya akan langsung menanyakan apa yang dia inginkan, tapi ... Nama
gadis tersebut menarik perhatiannya, dan membuat Alisa mengangkat alisnya.
(Taniyama, Sayaka...? Kalau tidak salah, orang yang bersaing dengan
Yuki-san dalam memperebutkan posisi Ketua OSIS saat SMP dulu...?)
Beberapa
hari yang lalu, Alisa sudah mendengar banyak mengenai nama siswi itu dari
Masachika. Dia adalah salah satu kandidat yang patut diwaspadai selain Yuki.
Taniyama
Sayaka. Dia adalah putri CEO dari perusahaan Taniyama Heavy Industries, salah satu perusahaan terbesar dalam
industri pembuatan kapal di Jepang, dan merupakan salah satu siswa peringkat
teratas di Akademi Seirei dalam hal kekayaan keluarganya.
Dia
sendiri merupakan siswi yang sangat unggul, selalu berada di peringkat sepuluh
besar dalam ujian, dan dikenal baik oleh para guru karena selalu menjadi
perwakilan kelas setiap tahun. Terlebih ... dia mempunyai rekam jejak
mengalahkan 3 tim kandidat Ketua dan Wakil Ketua OSIS dalam debat saat SMP. Dalam
hal jumlah saingan yang sudah dia kalahkan, tidak ada kandidat lain, termasuk
Yuki, yang bisa menandinginya. Itulah alasan kenapa Masachika juga
mewaspadainya selain Yuki.
Dan
siswi yang kemungkinan akan menjadi saingannya, tiba-tiba mengajaknya
berbicara. Oleh karena itu, Alisa tidak punya alasan lain untuk menolak
ajakannya.
“……Baiklah”
“Terima
kasih banyak”
Setelah
mengucapkan terima kasih dengan cara yang cukup kasar, Sayaka berjalan keluar
dari ujung lorong dan memasuki halaman. Saat Alisa mengikutinya, Sayaka lalu berhenti
di bawah pohon besar yang tumbuh di tengah halaman dan menoleh ke arah Alisa.
“Pertama-tama,
aku ingin memastikan sesuatu padamu, Kujou-san. Apa itu benar bahwa kamu akan
mengikuti pemilihan Ketua OSIS bersama Kuze-san?”
“...
Iya, betul. Lantas apa ada yang salah dengan itu?”
Alisa
balas mengangguk sambil merasa penasaran darimana dia mendapat kabar itu, dan
kemudian Sayaka mengerutkan keningnya.
Lalu
pada saat berikutnya, dia melontarkan kalimat yang menunjukkan permusuhan.
“Kamu
sungguh melakukan sesuatu yang sangat konyol. Apa kamu tidak merasa malu?”
“……Haa?”
Ucapan
cemoohan dan penghinaan yang begitu mendadak membuat Alisa syok bahkan sebelum dia
bisa merasakan amarahnya.
“Berusaha
mencuri partner dari Suou-san ... Apa kamu mengejeknya? Yang namanya ejekan
juga pasti ada batasannya”
“Ap-Apa ...!?”
Lama-kelamaan,
Alisa menjadi tidak tahan setelah dikata-katai seperti itu.
“Apa-apaan
dengan tuduhan palsu itu! Lagipula, kenapa juga aku diberitahu hal seperti itu
oleh kamu, meski aku tidak mengenalmu sama sekali!?”
Teriakan
Alisa menarik perhatian murid-murid yang ada di halaman dan gedung sekolah yang
berdekatan. Alisa menyadari itu dan mengecilkan suaranya, tapi Sayaka tampaknya
tidak peduli sama sekali dan membalas dengan judes.
“Kamu bilang, kenapa? Selain Suou-san, kupikir akulah yang berhak untuk mengatakannya ... Bisakah kamu berhenti menodai pemilihan Ketua OSIS sekolah kita yang sakral dengan perasaan yang setengah-setengah?”
“Apa-Apaan
itu, ... apa kamu ingin mengatakan kalau aku menggunakan cara kotor untuk
membuat Kuze-kun berpihak denganku?”
“Apa
perkataanku salah? Aku tidak tahu trik macam apa yang kamu gunakan, tapi aku
berasumsi kalau kamu mencoba untuk menyerang Suou-san dengan memilih Kuze-san
si pengecut itu sebagai partnermu.”
“Kamu
salah──”
“Alya?
Taniyama?”
Saat
Alisa mendengar suara dari belakangnya, dia berbalik untuk melihat Masachika,
yang sepertinya mendengar keduanya berdebat, keluar dari koridor dan menuju
halaman. Ia berdiri di antara mereka dengan ekspresi khawatir, dan bertanya
pada Alisa.
“...
Apa yang terjadi?”
“Aku
sendiri tidak tahu. Dia tiba-tiba mendekatiku dan membuat tuduhan seolah-olah
aku menggunakan trik kotor untuk mencurimu dari Suou-san.”
“Apa-apaan
itu? Kenapa kalian malah membicarakan itu?”
Sambil
memiringkan kepalanya karena tidak memahami situsasinya, Masachika menoleh ke
Sayaka dan berkata.
“Umm,
Taniyama? Aku tidak tahu kamu mendengarnya dari siapa ... Tapi, aku memutuskan
untuk mengikuti pemilihan Ketua OSIS bersama Alya karena keinginanku sendiri,
tau? Dia tidak menggunakan cara kotor atau semacamnya, kok...”
Sayaka
mengerutkan alisnya saat mendengar perkataan Masachika dan menanggapinya sambil
perlahan mendorong kacamatanya ke atas.
“...
Aku tidak bisa mempercayainya. Mengapa kamu, seorang cowok yang benar-benar
pengecut, memutuskan untuk berpihak dengan murid pindahan seperti dia?”
“Tidak,
sampai dibilang pengecut ... yah, aku tidak menyangkalnya sih ... Pokoknya, dia
tidak menggunakan cara kotor atau semacamnya. Yuki juga sudah mengetahui hal
ini. Ini semua cuma kesalahpahammu saja ... Jika kamu mengatakan sesuatu yang kasar pada Alya,
bisakah kamu meminta maaf padanya?”
Masachika
berusaha membuat keadaan setenang mungkin, tapi pada saat itu, ledakan
kemarahan yang mengerikan datang dari Sayaka yang dari tadi memalingkan muka,
dan membuatnya tersentak.
“Jadi
... orang yang benar-benar perlu diadili adalah kamu, ya ...”
Sambil
bergumam dengan suara yang menakutkan, Sayaka mendekati Masachika dan menatap
wajahnya dari jarak dekat. Tatapan matanya dipenuhi dengan rasa permusuhan dan
kebencian yang mengerikan, Masachika tanpa sadar mundur setengah langkah.
“Kuze-san,
Aku menantangmu untuk berdebat.”
“Ha──?”
Pernyataan
Sayaka menyebabkan keributan di antara murid-murid yang menonton dari jarak
yang jauh. Masachika pun merasakan hal yang sama dengan para murid itu.
“Untuk
agendanya .... benar juga. Bagaimana dengan 『Pengenalan
penilaian guru saat bergabung menjadi anggota OSIS』?”
“Tu-Tunggu
dulu sebentar! Kamu ... apa kamu serius?”
“Kamu
pikir aku mengatakan itu sebagai lelucon? Orang sepertimu lebih baik menyingkir
dari pemilihan Ketua OSIS sesegera mungkin ... Tidak, lebih baik kalau kamu
meninggalkan OSIS secepat mungkin. Kamu yang sebagai anggota OSIS mana mungkin
akan kabur dari tantangan debat ini, ‘kan?”
Perkembangan
yang terlalu mendadak membuat Masachika kebingungan. Namun, gadis yang ada di
hadapannya benar-benar berusaha untuk menghancurkannya. Ia menyadari bahwa
satu-satunya cara untuk menolaknya adalah dengan memenangkan perdebatan.
“...
Baiklah aku mengerti. Untuk saat ini, rinciannya──”
“Tunggu
sebentar”
Alisa
kemudian menyela dengan suara tajam.
“Bukankah
perdebatan diadakan diantara calon kandidat Ketua? Bisa tidak jangan seenaknya
mengabaikanku dan melanjutkannya begitu saja?”
Alisa
mengatakan itu sambil menatap tajam Sayaka, tapi Sayaka menanggapinya dengan
dingin tanpa membalas tatapan Alisa.
“Tolong
jangan menggangguku terus. Aku sudah tidak tertarik padamu lagi. Kamu yang cuma
calon Ketua pajangan yang tidak memiliki apa-apa selain nilai bagus, harap
jangan ikut campur urusan kami.”
“Ap—
, Coba lihat kemari!”
Alisa
menerobos paksa berdiri di antara mereka berdua dan memelototi Sayaka dari
depan.
“Kami
ini partner dalam pemilihan Ketua OSIS! Jika kamu mencoba mengalahkan Kuze sebagai
sesama kandidat, aku akan menjadi lawanmu!”
Sayaka
menatap Alisa dengan tatapan jengkel yang menantangnya dari depan, dan
membalasnya sambil mendecakkan lidah.
“Padahal
aku sudah membiarkanmu lolos ...”
Kemudian
sambil tersenyum mencemooh, Sayaka mengangkat dagunya dan berkata dengan suara
dingin.
“Baiklah,
tidak masalah. Aku akan menghancurkan kalian berdua bersama-sama. Orang-orang
seperti kalian tidak pantas untuk mengikuti pemilihan Ketua OSIS.”
Perkataan
Sayaka membuat murid-murid di sekitar mereka berdengung dengan kebingungan dan
kegembiraan. Gosip mengenai perdebatan untuk pertama kalinya pada tahun ini
menyebar ke sekolah dalam waktu singkat di siang itu.
◇◇◇◇
“Astaga,
Kupikir enggak ada perdebatan lagi di semester ini ...”
Di
ruangan OSIS saat waktu sepulang sekolah. Di hadapan Masachika dan Alisa, Touya
terlihat kesal dengan pengajuan formulir yang diajukan Sayaka.
“Aku
minta maaf, padahal sebentar lagi memasuki masa ujian ...”
“Yah,
kalian sendiri berada di pihak yang ditantang ... Maaf, tadi cuma keluh kesah
saja. Bukannya aku menyalahkan kalian atau semacamnya, jadi jangan khawatir.”
Sambil
melambaikan tangannya ke Masachika, Touya melihat formulir pengajuan lagi.
“Hmm,
setelah membuat keributan seperti itu dan gosipnya juga sudah menyebar, kurasa
aku tidak bisa menolaknya sekarang ... tapi agendanya ini ...”
“Sangat
jelas mengincarku, iya ‘kan?”
“U-Ummm...
seperti perkataanmu...”
Agenda
yang tertulis dalam formulir tersebut ialah 『Pengenalan
penilaian guru saat bergabung menjadi anggota OSIS』
seperti yang Sayaka sebutkan saat istirahat makan siang tadi. Dan intinya cuma “Kalau mau menjadi anggota OSIS, kamu
memerlukan rekomendasi dari guru”
Touya
mengerutkan keningnya pada isi agenda yang jelas-jelas menunjukkan kalau tujuan
sebenarnya adalah sesuatu yang berbeda. Tapi, Masachika mengangkat bahunya
dengan santai seraya berkata tanpa ragu.
“Di
OSIS angkatan sekarang, cuma aku satu-satunya anggota yang mana mungkin diingat
oleh para guru. Jika pengajuan aturan ini lolos, aku mungkin harus keluar dari
OSIS.”
“Tidak,
yah, aku tidak tahu apakah pihak sekolah akan menerapkannya karena ini isi dari
temanya, dan lagipula hal itu perlu melewati kesepakatan Rapat Umum Siswa ...
Tapi, apa kalian serius ingin meladeninya? Jujur saja, dalam perdebatan ini aku
tidak melihat manfaat apapun untuk kalian”
“Bila
masalah manfaat, itu masih ada”
Touya
menoleh dengan penuh ketertarikan pada Alisa yang membuat pernyataan tegas. Ia
lalu melihat tatapan mata yang dipenuhi semangat juang yang lembut, dan membuat
Touya sedikit tersentak.
“Jika
aku bisa mengalahkannya, kemenangan ini akan sangat membantu dalam pemilihan
ketua OSIS nanti. Sedangkan di sisi lain, jika kami melarikan diri dari masalah
ini, aku tak akan bisa mengalahkannya dalam pemilihan Ketua OSIS nanti.”
“O-Ohh
... hmm, begitu ya?”
“Selain
itu, dia sudah menghinaku dan Kuze-kun. Dia harus menarik kembali apa yang
sudah dia katakan dan meminta maaf kepada kami.”
“Be-Begitu
ya.”
Masachika
tersenyum masam pada kemarahan Alisa dan ikut menambahkan.
“Tapi
yah, ada sisi positifnya juga, sih. Kami mendapat kesempatan untuk memamerkan
pencalonan kami sebelum upacara penutupan. .... dan kebetulan, acara debat
dengan Taniyama merupakan kesempatan sempurna untuk menunjukkan itu.”
“Yah,
jika kamu mengatakan begitu sih aku tidak masalah ...”
Usai
mengangguk enggan pada perkataan Masachika, Touya memerikas kembali jadwalnya.
“Yah,
karena ini masih sebelum masa ujian... meski lumayan mendadak, tapi acaranya
akan diadakan minggu ini pada hari Jumat saat sepulang sekolah. Bagaimana
menurut kalian?”
“Aku
sendiri tidak keberatan”
“Aku
juga sama”
“Oke,
baiklah. Kalau begitu, kita akan mengumumkan agendanya hari ini.”
“Ketua,
dalam hal ini, biar aku saja yang akan menuliskannya untukmu.”
“Suou,
apa kamu bisa melakukannya?”
“Ya,
serahkan saja padaku.”
Yuki
yang mengangkat wajahnya dari meja duduknya, tersenyum dan mengangguk senang,
lalu menoleh ke arah Masachika dan Alisa.
“Masachika-kun,
Alya-san, tolong lakukan yang terbaik, ya?”
“……Iya”
“Ya,
terima kasih”
“Aku
yakin kalau mereka berdua sibuk mempersiapkan materi debat, jadi untuk
sementara ini, sebaiknya mereka dibebaskan dari tugas OSIS hingga waktunya
debat. Bagaimana menurut pendapat semuanya?”
Yuki
mengusulkan begitu dan melihat sekeliling ruangan, lalu anggota OSIS lainnya
segera mengangguk setuju.
“Benar
juga~ boleh-boleh aja, kok?”
“Aku
pikir itu bagus juga.”
“Saya
setuju dengan apa yang Yuki-sama katakan.”
“Benar
juga. Kuze, Kujou-imouto, kalian tidak perlu memikirkan yang di sini, jadi kalian
berdua bisa mempersiapkan materi debat.”
“Tidak,
aku tidak perlu— ...”
“Kamu
ini bilang apa, jika usulan ini lolos, aku nanti punya banyak pekerjaan yang
harus dilakukan, tau. Ini juga merupakan tugas OSIS untuk mencegahnya. Jadi jangan
khawatirkan itu.”
Touya
mengatakan itu sambil tertawa bercanda. Masachika dan Alisa menundukkan kepala
pada sikap perhatian yang baik dari Senpai mereka.
“...
Aku mengerti, terima kasih banyak atas perhatiannya.”
“Terima
kasih banyak. Aku akan berusaha memenuhi harapanmu.”
Mereka
berdua kemudian meninggalkan ruangan OSIS setelah berterima kasih atas
perhatian anggota OSIS lainnya.
“Baiklah...
kalau begitu, apa kamu ingin kembali ke kelas dan membahas strategi kita?”
“Iya”
◇◇◇◇
“...
Dan yah, bila dilihat dari pernyataan yang dia buat tadi siang, kupikir
Taniyama akan membuat argumen semacam itu.”
“Jadi
begitu rupanya....”
“Lalu,
berdasarkan asumsi ini... Bagaimana kamu akan membantahnya?”
Di
ruang kelas yang kosong pada jam sepulang sekolah, Masachika dan Alisa duduk
saling berhadapan untuk mengadakan pertemuan strategi.
“...
Mungkin cukup sampai segini saja dulu.”
“Ya,
bukannya ini sudah bagus? Kupikir hal itu cukup meyakinkan. Meski kita perlu
membuat beberapa argumen lagi ...”
Berdasarkan
salinan formulir pengajuan yang diberikan Touya kepadanya, Masachika memprediksi
opini Sayaka dan merumuskan sanggahannya. Saat mendiskusikan hal itu, Alisa
yang tadinya merasa kesal dengan ucapan Sayaka, perlahan-lahan menjadi tenang. Kemudian,
dia akhirnya bisa dengan tenang menganalisis perilaku Sayaka.
“Nee,
Kuze-kun”
“Hmm?"
“Apa
hubunganmu dengan Taniyama-san …. Sangat buruk?”
“Tidak
juga, kupikir … hubungan kami tidak seburuk itu. Setidaknya saat kami sama-sama
menjadi anggota OSIS waktu SMP dulu, kami berdua saling menghormati dan lumayan
akrab, kok?”
“Begitu……”
“Asal
kamu tahu saja, Taniyama bukanlah tipe orang yang biasanya berkata kasar
seperti itu, tau? ... Aku sendiri belum pernah melihat Taniyama yang seganas
itu ..."
Alisa
terkejut saat melihat Masachika menurunkan alisnya dan sedikit meringkuk,
seolah-olah merasa sedikit kecewa. Ini pertama kalinya dia melihat Masachika,
yang biasanya begitu tenang dan santai, dalam keadaan lemah seperti itu.
Kalau
dipikir-pikir lagi, tidak seperti Alisa yang baru pertama kali bertemu dengan
Taniyama, Masachika mendapat sikap permusuhan dari seseorang yang Ia kenal.
Bahkan jika alasannya sangat tidak masuk akal, mana mungkin Ia tidak merasa terluka.
“Kuze-kun...”
“Hmm?”
“Aa,
umm ...”
Alisa
ingin mencoba mengatakan sesuatu kepada Masachika yang tampak murung, tapi dia
tidak tahu harus berkata apa. Dia sendiri belum pernah menghibur siapa pun
sebelumnya, dan karena dia tidak tahu bagaimana hubungan Masachika dan Sayaka,
Alisa merasa bahwa apapun ucapannya akan terasa hambar.
“...
Aku penasaran kenapa Taniyama-san melakukan hal seperti itu?”
Pada
akhirnya, kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah pertanyaan lain. Alisa merasa
muak dengan dirinya sendiri karena tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun
untuk menghibur partnernya.
Akan
tetapi Masachika tampaknya tidak menyadari rasa muak Alisa, dan meletakkan
tangan di dagunya, lalu mengalihkan pandangannya ke atas.
“Hmm...
dari tadi aku juga sudah memikirkannya... mungkin, dia mengira kalau aku akan
berbuat seenaknya pada pemilihan Ketua OSIS...”
“Eh?”
“Itu
cuma tebakanku saja, oke? Berdasarkan cerita yang kudengar darimu, Taniyama tampaknya
salah paham bahwa kita tidak serius mengikuti pemilihan ketua OSIS ...”
“Lagipula,
mengapa dia sampai salah paham seperti itu?”
“Hmm…
dia menghinamu dengan [Tidak punya
apa-apa selain nilai bagus]… Yah, bukannya aku bermaksud menyinggungmu, tapi
kalau dilihat secara objektif, kamu hanyalah murid pindahan yang tidak
mempunyai prestasi apapun dalam kegiatan klub, dan kamu juga tidak memiliki koneksi
sebanyak Taniyama,...”
Alisa
mendengus sambil menatap tajam Masachika yang berbicara dengan cepat.
“Yah,
aku sendiri tidak menyangkalnya ... kamu juga bagian dari klub langsung pulang,
‘kan.”
“Memang.
Oleh karena itu, dari sudut pandang Taniyama yang merupakan penggiat serius
pemilihan ketua OSIS, melihat kita berdua yang seperti itu bekerja sama untuk
mengikuti pemilihan Ketua OSIS, pasti membuatnya berpikir, “Kalian berdua serius tidak sih? Kalau tidak serius, mending menyingkir
saja” Itulah tebakanku ...”
“Apa,
benar begitu?”
Akan
tetapi, kemarahan Sayaka terlihat sangat tidak biasa untuk seukuran seseorang
yang merasa kesal pada orang-orang yang tidak serius. Masachika langsung menenangkan
Alisa, yang ekspresinya berubah muram lagi saat dia mengingat kembali kata-kata
kasar yang didengarnya tadi siang.
“Yah,
aku tahu kalau kamu merasa marah, tapi tenanglah dulu.”
“Aku
justru merasa heran, kenapa kamu bisa setenang itu, Kuze-kun?”
“Hmm...
Dalam kasusku, karena aku mengenal Taniyama, aku berpikir kalau aku mungkin
sudah melakukan sesuatu yang tidak dia sukai sampai-sampai membuatnya marah
begitu.”
Saat
Masachika tersenyum lemah dengan alisnya yang berbentuk angka kanji delapan ハ,
Alisa mengangkat alisnya dan menurunkan suaranya.
“Meski
begitu masalahnya, tapi tetap saja ... itu tidak bisa menjadi alasan untuk
menghinamu. Memang benar kalau kamu biasanya tidak pernah serius, tapi ......
tetap saja, kamu bukan tipe orang yang sampai perlu dicemooh seburuk itu.”
Usai
mendengar perkataan itu, Masachika merasa sedikit malu ketika Ia menyadari
bahwa Alisa marah demi dirinya. Namun, Ia tidak ingin Alisa merasa marah terus,
jadi Ia sedikit membela Sayaka dengan senyum bermasalah.
“Yah
begitulah... tapi aku ‘kan awalnya partner Yuki. Dia tidak memahami mengapa aku
tidak berpasangan dengan Yuki lagi yang merupakan kandidat terkuat untuk
menang, dan justru bergabung dengan kandidat lain, jadi wajar-wajar saja dia
mengira kalau aku cuma bermain-main.”
“Hal
seperti itu──”
Dia
akan mengatakan kalau itu aneh, tapi Alisa kemudian menyadarinya. Peristiwa ini
terjadi karena dia berpasangan dengan Masachika. Dan pada saat yang sama, dia
pun menyadari. Alisa yakin bahwa ini bukan satu-satunya kerugian yang dialami
Masachika karena berpasangan dengannya.
Yuki
yang merupakan partner aslinya. Dan kemudian ada Ayano, yang merupakan teman masa
kecil mereka berdua. Cuma karena Masachika tidak mengatakan apa-apa tentang
itu, bukan berarti tidak ada yang terjadi di antara mereka. Tidak seperti
dirinya yang selalu sendiri, Masachika pasti sudah mengorbankan banyak hal
untuk bisa berada di sini.
“Aku——”
Ketika
memikirkan hal itu, Alisa tiba-tiba merasa takut. Masachika mengulurkan tangan
kepadanya seolah-olah mereka itu setara. Tapi harga yang harus dibayarnya tidak
bisa dibilang setara.
Apa yang bisa kulakukan untuknya? Apa yang bisa kuberikan padanya?
Bahkan sekarang, aku yang terus-menerus mendapat dukungan darinya, apa
yang——
“Alya?
Ada apa?”
Masachika
mengkhawatirkan Alisa yang tiba-tiba terdiam. Alisa yang duduk di depannya terlihat
pucat dan bernafas pendek.
“Apa
kamu baik-baik saja? Jika kamu merasa sakit ...”
“...
Aku baik-baik saja. Aku tidak sakit atau semacamnya.”
“Benarkah?”
Tapi
mau dilihat bagaimana pun juga, ekspresinya terlihat pucat. Tepat ketika Masachika berpikir bahwa mereka
harus menyudahi pembahasan hari ini dan mengajaknya pulang, Alisa berkata
dengan ekspresi merenungkan sesuatu.
“Kuze-kun...
apa ada sesuatu yang kamu ingin aku lakukan?”
“Ha?
Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan itu?”
“...”
Masachika
memiringkan kepalanya pada tawaran yang begitu mendadak, tapi Alisa hanya
menatapnya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
“Hmm...
sesuatu yang aku ingin kamu lakukan, ya?”
Masachika
yang merasakan niatnya untuk “Jangan tanya apa-apa lagi”, mulai
berpikir sebentar sambil menggaruk pipinya.
“Hmm~...membuat
wajah aneh?”
“Yang
serius”
“...
‘oke”
Namun,
meski diberitahu untuk serius, Masachika tidak bisa mengambil sikap serius dalam
suasana yang begitu tegang. Hal itu sudah menjadi sifat Masachika untuk mencoba
memeriahkan suasana dengan mengatakan sesuatu yang bodoh, terutama ketika orang
lain tampak sangat serius.
“Hmm,
benar juga. Aku ingin kamu memelukku dengan lembut sambil membisikkan kata-kata
cinta, dan membiarkanku tenggelam dalam sensasi keibuanmu.”
Kata-kata
yang diucapkannya sambil menyeringai membuat Alisa mengernyitkan alisnya. Masachika
mengira kalau Alisa akan marah sambil berteriak “Sudah cukup!” dan mulai mempersiapkan diri untuk skenario terburuk
menerima tamparan…
“……Baiklah”
“Eh?”
Akan
tetapi, balasan dari Alisa benar-benar diluar dugaannya. Saat Masachika
bereaksi seperti orang bodoh, Alisa berdiri dari tempat duduknya dan berjalan
mengitari meja, lalu berdiri di samping Masachika.
“Tidak,
tidak, tidak, tidak, tung-tung-tunggu”
Mata
birunya itu menatapnya dari jarak dekat, dan Masachika memundurkan kursinya
sambil membuat suara yang tidak berarti.
“Tunggu,
tunggu, tadi itu cuma bercanda. Tenang dulu, oke?”
Ia
mengangkat tangannya setinggi bahu seolah-olah menyerah, dan berusaha
menghentikan Alisa yang benar-benar merentangkan tangannya. Alisa lalu sedikit
mengangkat alisnya dan menurunkan lengannya. Masachika merasa lega melihat
Alisa menuruti perkataannya. Tapi, kelegaan itu cuma berlangsung sesaat, karena
Alisa segera berjalan di belakang Masachika... dan pada saat berikutnya, lengan
Alisa melingkari leher Masachika.
“Uii!?”
Tiba-tiba,
ada sensasi lembut yang menyentuh pipinya dan sentuhan empuk yang menempel di
punggungnya, hal itu membuat Masachika hampir melompat dan menjerit aneh.
Namun,
Alisa tampaknya tidak terlalu memedulikan reaksinya dan mengangkat lengan
kirinya, lalu perlahan-lahan membelai kepala Masachika dengan gerakan canggung.
“A-A-A-A-Alya!?”
Suara
Masachika naik turun karena panik, tapi Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena
jika Ia terlalu bergerak, bisa-bisa Ia akan menyebabkan kecelekaaan kontak
fisik yang tidak terduga.
Tapi,
Masachika tidak bisa menyerahkan dirinya ke dalam pelukan Alisa. Oleh karena
itu, seluruh tubuhnya langsung menegang dan membeku.
Ketika
pipinya menyentuh pipi Masachika, Alisa kemudian berbisik pelan.
【Gomen ne, Arigatou】
Apa
maksud di balik permintaan maaf dan ucapan terima kasih itu….Masachika sendiri
tidak tahu. Namun, seiring dengan kata-kata tersebut, lengan kanan Alisa yang
melingkari bahu dan dadanya, tiba-tiba mulai mengencang, dan Masachika sedikit
kaget.
“Alya...?”
“...”
Alisa
masih tidak menjawab pertanyaan Masachika. Namun, Masachika bisa merasakan
lengan Alisa yang memeluknya dari belakang, seolah-olah sedang mencoba menahan
sesuatu.
Saat
Ia mengendurkan tubuhnya, tangan kiri Alisa menjauh dari kepala Masachika dan
berpindah sehingga menyilang dengan tangan kanannya.
【Tolong jangan pergi……!】
Bisikan
yang dipenuhi dengan suara pilu membuat Masachika merasakan sensasi seolah-olah
dadanya dicengkram sesuatu. Bersamaan dengan rasa sakit yang menyesakkan dada,
emosi yang begitu membara pun muncul.
Seakan-akan
terdorong oleh emosi tersebut, Masachika meraih lengan Alisa dengan tangan
kirinya dan membelai lembut rambutnya dengan tangan kanan.
“Alya.
Kita akan menang. Tidak masalah jika Taniyama adalah lawannya. Aku tak akan
membiarkan siapa pun melanggar janji yang sudah aku buat denganmu.”
Sambil
menghadap ke depan, Masachika pernyataan kepada Alisa yang ada di sebelahnya.
Biarkan tekad dan kesiapan terukir pada dirimu sendiri. Ada keheningan untuk
beberapa saat, dan Alisa tiba-tiba tersentak ringan.
“...
Kuze-kun, sakit, tau.”
“Eh,
ma-maaf”
Menyadari
kalau dirinya secara tidak sadar mengerahkan banyak tenaga pada kedua tangannya,
Masachika buru-buru melepaskannya. Kemudian Alisa juga dengan lembut menjauhkan
tubuhnya dan berkata sedikit jahil.
“Sepertinya
usahaku untuk menanggapi permintaanmu tidak sia-sia jika kamu benar-benar serius
melakukannya.”
Saat
Masachika memutar lehernya dan menengok ke belakang, Ia melihat Alya dengan
ekspresi puas dan tersenyum dengan sok. Masakika tersenyum masam seraya merasa lega
saat melihat sikap ala putrinya yang biasa.
“Yah,
karena aku sudah mendapat pelukan yang hangat dari Putri Alya. Mana mungkin aku
tidak merasa termotivasi.”
“Jangan
panggil aku putri”
Saat
Masachika membalasnya dengan nada bercanda, Ia mendapat jitakan kepala dari
Alya. Sambil memperdalam senyum kecutnya pada jitakan yang tidak terlalu
menyakitkan, Masachika berdiri dan mengembalikan meja ke posisi semula.
“Kalau
begitu, karena waktunya sudah sore, bagaimana kalau kita akhiri diskusi kita
hari ini?”
“Iya”
Mereka
berdua meninggalkan ruang kelas bersama-sama, bertingkah seolah-olah tidak
terjadi apa-apa, dan berjalan berdampingan di koridor sekolah.
(Taniyama, aku akan mengalahkanmu. Meski
hal itu … akan menyakitimu lagi. Aku akan menepati janjiku dengan Alya)
Masachika
yang pernah mengalahkan Taniyama dengan tekad setengah-setengah dan
pemandangannya yang menangis, masih membekas di hatinya sebagai kenangan pahit.
Walaupun Ia harus melihatnya menangis lagi ... Masachika takkan ragu untuk
melakukannya. Ia bertekad mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menang.
Demi
membuktikan keseriusannya ... tidak, keseriusan dari mereka berdua. Dengan begitu,
Ia berharap bisa menyelamatkan hati gadis itu yang terjebak dalam emosi
kemarahan.
(Meski begitu ... aku melakukan sesuatu
yang memalukan lagi.)
Masachika
mengingat kembali perbuatannya tadi dan tertawa getir dengan firasat bahwa Ia
akan merasa malu lagi nanti.
Tapi,
mau tak mau Ia melakukannya. Pada saat itu... Masachika melakukannya secara
impulsif, sama seperti saat Ia mengulurkan tangannya pada Alisa. Pada waktu
itu, ada kilatan inspirasi yang terlintas di benak Masachika.
(Jadi begitu ya… itu sebabnya, kenapa aku
memilih Alya)
Karena
tiba-tiba mengingat pertanyaan Ayano kemarin, Masachika berhenti di atas
tangga. Pada saat itu, Masachika menjawab kalau Ia tidak tahu alasan tepatnya.
Sejujurnya, Ia sendiri masih belum memahaminya dengan jelas.
Tapi
... entah kenapa, emosi itulah yang menggerakannya. Itulah alasan mengapa
dirinya memilih Alisa. Perasaan yang menyerupai keinginan kuat untuk melindungi
itu pasti ...
(Yup ... sudah kuduga, ini bukan perasaan
cinta)
Tapi
... meski itu bukan cinta ...
“Kuze-kun?”
Alisa
yang tampaknya berjalan sambil memikirkan sesuatu, menatap ke arah Masachika
saat dia setengah jalan menuruni tangga.
Kemudian,
dia menyipitkan matanya pada pancaran matahari tenggelam yang bersinar dari
belakang Masachika.
Merasa
sedih pada pasangannya yang seperti itu,… Masachika berbisik lembut dengan
senyum penuh kasih sayang menghiasi wajahnya.
【Янеуйду 】(Aku tidak akan pergi)
Hingga aku memenuhi janjiku.
“Eh?”
Alisa
yang melindungi matanya dengan tangan kirinya, mengangkat suaranya dengan
curiga pada bisikan Masachika.
“Tidak, bukan apa-apa”
Masachika
mengelabuinya dan berjalan di samping Alisa untuk menuruni tangga lagi. Pada
saat itu, ekspresi Masachika tidak lagi menunjukkan jejak senyum yang pernah Alisa
lihat sebelumnya.