Tanin wo Yosetsukenai Chapter 29 Bahasa Indonesia

Chapter 29 – Stasiun

 

Pada malam itu, aku mendapat pesan LINE dari Enami-san untuk kedua kalinya.

Enami Risa :  Apa kamu punya waktu sebentar?

Aku sedang belajar saat menyadari kalau ponselku bergetar. Mau tak mau aku harus meninggalkan kamarku. Saat memasuki ruang tamu, aku langsung mengetik pesan balasan.

Ookusu Naoya : Apa?

Sekarang sudah jam 9 malam. Aku sudah mandi, bersih-bersih, dan beres-beres. Aku pikir yang harus aku lakukan tinggal belajar dan kemudian tidur.

Enami Risa: Di mana tempat terdekat dari rumahmu?

Ookusu Naoya : Haa?

Aku tidak memahami niatnya sama sekali. Enami-san selalu melakukan sesuatu dengan spontan.

Enami Risa : Aku mau ke sana. Ikutlah denganku sebentar.

Ookusu Naoya : Kenapa?

Apa dia ingin mengidentifikasi rumahku dan menaruh kotoran di kotak surat, atau memberikan surat ancaman kematian? Mungkin dendamnya padaku yang membuatnya bertingkah seperti ini.

Enami Risa: Tinggal kasih tau aja apa repotnya. Kamu palingan lagi belajar.

Ookusu Naoya: Aku enggak mau!

Enami Risa: Omong-omong, aku sudah naik kereta.

Ookusu Naoya : …… Apa maksudmu?

Sedari tadi aku selalu membalas dengan kalimat tanda tanya melulu. Tanda tanya terus bermunculan di kepalaku.

Enami Risa : Aku tidak yakin apa aku sudah menuju ke arah yang benar.

Ookusu Naoya : Kamu akan ditangkap polisi jika keluar terlalu larut malam. Cepat pulang sekarang.

Enami Risa: Enggak bisa

Ookusu Naoya: Jadi kenapa kamu mencoba menyeretku ke dalam situasi ini?

Enami Risa: …… Omong-omong, aku di kereta yang tidak searah.

Ookusu Naoya: Terus?

Enami Risa: Aku akan tiba di stasiun kedua.

Jelas sekali kalau itu adalah stasiun yang paling dekat dengan rumahku.

Ookusu Naoya: Apa orang tuamu tidak mengkhawatirkanmu? Aku akan mengatakannya lagi, pulanglah.

Enami Risa: Aku akan mengatakannya lagi, enggak bisa.

Kurasa dia memang sengaja tidak ingin menjawab pertanyaanku. Dia selalu mengelaknya dengan lihai.

Beritahu pada Nishikawa. Aku yakin Nishikawa akan bisa memberikan jawaban yang lebih baik dari yang aku bisa. Lagipula, dia sangat mengkhawatirkan Enami-san.

Sebelum aku bisa mengetik itu, ponselku bergetar lagi. Seolah-olah ingin mengujiku, dia mulai mengajukan pertanyaan.

Enami Risa: Hei, kamu ‘kan orang yang baik hati dan serius, apa kamu tega meninggalkanku seperti ini?

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Dia sendiri tidak menjawab pertanyaanku, tapi dia sekarang malah mengajukan pertanyaan padaku.

Enami Risa: Aku baru saja tiba di stasiun.

Selama beberapa detik, pikiranku berputar dengan kecepatan penuh, melewati banyak pikiran. Namun, kesimpulan yang bisa kudapatkan hanyalah jawaban yang diinginkan Enami-san.

Ookusu Naoya: …… Turun dari sana. Aku akan menuju ke stasiun.

Aku langsung mengenakan mantel dan berjalan ke stasiun. Sesampainya di sana, aku melihat seorang gadis berdiri sendirian di pintu masuk stasiun yang sepi.

Enami-san mengenakan pakaian santai. Dia mengenakan sweater hijau dan rok hitam panjang.

Bahkan jika tempat itu penuh dengan keramaian orang, aku akan segera menyadari kehadirannya. Meski pakaiannya sederhana, keberadaannya masih tetap menonjol.

Gayanya. Aura yang terpancar dari penampilannya sungguh berbeda dari yang lain. Perhatian orang takkan bisa mengabaikan hawa kehadirannya.

“Kamu beneran datang.”

Caranya mengatakan "beneran" membuatku merasa ngeri. Kamu sendiri yang menyuruhku datang ke sini. Selain itu, kamu sudah naik kereta sebelum aku bisa menjawab.

Ada banyak hal yang ingin aku katakan, tetapi aku hanya bisa mengatakan satu kata.

“Jangan konyol.”

Wajah Enami-san tanpa ekspresi saat dia berbicara dengan kata-kata yang mengandung begitu banyak pemikiran.

“……”                                                      

Diam. Sesekali, seseorang yang melewati kami melirik ke arah kami. Kami bisa mendengar suara kereta mendekati stasiun. Setelah beberapa saat, banyak orang yang sepertinya turun dari kereta menghilang di kegelapan malam seakan-akan menghindari kami.

“Aku jauh-jauh datang ke sini. Jadi, apa yang kamu inginkan? Katakan padaku.”

Tanyaku di depan stasiun yang lagi-lagi sepi. Aku berpikir, aku orang yang lembut. Sampai saat ini, aku belum pernah berbicara dengan orang ini. Orang seperti itu datang ke rumahku tanpa izin. Aku tidak punya kewajiban untuk bertemu dengannya.

Enami-san menanggapi tanpa mengubah ekspresinya.

“Apa kamu ada uang?”

Itu bukan jawaban untuk pertanyaanku, dan aku sendiri bingung dengan sifatku  karena aku menggelengkan kepala untuk membalas pertanyaannya.

“Di sini tidak banyak orang, ya? Padahal masih jam setengah sepuluh.”

“Karena di sini kawasan pemukiman. Jarang ada tempat hiburan. Tidak banyak yang bisa dilakukan di tempat ini.”

Oleh karena itu, pada jam-jam segini, cuma orang-orang yang mau pulang saja yang menggunakan stasiun.

“Aku tidak berpikir kalau ini tempat yang buruk. Enggak masalah, ‘kan, tempat ini punya pesonanya tersendiri.”

“Apa kamu datang ke sini cuma ingin mengatakan itu?”

“Tidak.”

Untuk pertama kalinya, ada jawaban untuk pertanyaanku. Aku mengulangi pertanyaanku.

“Lalu apa?”

“…….”

Tapi dia masih tidak menjawab bagian yang paling penting. Dia hanya menatapku dengan bulu matanya yang panjang.

“Jika kamu tidak mau memberitahuku alasannya, aku akan pulang.”

Untuk menunjukkan kalau aku serius, aku berbalik tanpa ragu-ragu. Kemudian aku mulai berjalan.

Setelah dua atau tiga langkah, tidak ada jawaban dari Enami-san, dan karena setelah melangkah cukup jauh, aku tidak bisa menahan diri untuk berbalik.

Dan Enami-san masih berdiri di sana tak bergeming sama sekali.

“Sial …….”

Jika aku pergi sekarang, aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan. Tapi aku tidak bisa menggerakkan kakiku. Untuk beberapa alasan, aku punya firasat kalau aku tak bisa meninggalkannya seperti ini.

Aku kembali berjalan ke sisi Enami-san.

“Dari tadi kamu kenapa, sih! Cepat katakan apa yang kamu mau!”

Aku marah, tapi kurasa Enami-san tidak takut padaku. Daripada takut padaku, untuk beberapa alasan, dia mengendurkan pipinya dan berkata.

“Kamu memang cowok baik.”

Sial, mungkin harusnya aku pergi meninggalkannya saja tadi.

Tapi aku tidak bisa memutuskan apa yang harus dilakukan. Enami-san lalu berkata padaku dengan suara kecil.

“Ayo pergi.”

Ke mana? Enami-san masih tidak mau menjawab pertanyaan itu.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama