Tanin wo Yosetsukenai Chapter 30 Bahasa Indonesia

Chapter 30 – Kafe Manga

                               

Enami-san tidak terlalu mengenal tempat ini. Itu sebabnya, aku pikir Enami-san tidak punya tujuan yang jelas saat dia memimpin jalan. Sejak dari tadi, dia berjalan tanpa arah. Tapi entah bagaimana aku tahu kalau dia mengincar tempat yang mempunyai banyak lampu dan kerumunan orang.

“Hei, apa yang ingin kamu lakukan?”

Sejak beberapa waktu yang lalu, aku telah menerus melihat bagian belakang kepala Enami-san yang berjalan tanpa henti. Aku pikir dia berjalan sedikit lebih cepat dari biasanya. Mungkin dia merasa sedikit kesal.

Meski aku diabaikan, aku terus bertanya padanya.

“Mendadak memanggil seseorang di larut malam begini tidak normal tahu. Dan kamu tidak ada niatan langsung pulang, ‘kan? Cepat atau lambat kamu mungkin akan ditangkap sama petugas polisi yang berpatroli. ”

Aku pikir itu sangat berbahaya bagi gadis SMA berkeliaran hingga larut malam begini.

“Hei…”

Aku kembali mengingat apa yang dia katakan di depan stasiun tadi.

“Kamu tadi nanya kalau aku punya uang atau tidak, iya ‘kan?”

Enami-san cuma menatapku. Kemudian dia membalas dengan anggukan kecil.

“Kamu sedang mencari tempat untuk menghabiskan waktu?”

Dia masih terus diam beberapa saat dan kemudian mengangguk kecil lagi.

“Jika itu masalahnya, sebaiknya kamu pergi ke sisi lain stasiun. Di sana ada tempat karaoke dan kafe manga.”

“Kalau begitu kita akan pergi ke sana.”

Aku menghela nafas. Jika memang begitu masalahnya, kenapa dia tidak mengatakannya saja dari tadi?

Ketika kami menyeberangi jembatan kereta api dan menuju pintu keluar yang berlawanan, gemerlap lampu menjadi lebih kuat. Di depan stasiun terdapat tempat karaoke dan kafe manga.

“Oke, itu tempatnya, apa aku boleh pulang sekarang?”

“Tentu saja tidak boleh. Kamu ini ngomong apaan sih?”

“…… Bukannya kamu cuma ingin aku memandumu ke tempat ini?”

“Menurutmu kenapa aku datang jauh-jauh ke sini? Kamu masih harus menemaniku.”

Nada suaranya tidak menyesal. Apa itu karena pesona gadis cantik sampai aku tidak bisa membantahnya sama sekali?

“Apa kamu bertengkar dengan orang tuamu?”

Sepertinya tebakanku hampir tepat sasaran. Enami-san terus berjalan tanpa menanggapi pertanyaanku.

Kami berdua lalu tiba di depan pintu masuk kafe manga.

“Mungkin tebakanku salah. Tapi Enami-san, apa jangan-jangan kamu berencana untuk menginap di sini hari ini?”

Sebuah karakter mirip seperti katak sedang melihat kami. Jika aku menemaninya, apa aku harus tinggal di kafe manga juga? Seperti yang diharapkan, itu sangat tidak masuk akal, jadi aku memutuskan untuk mengatakan tidak, dan berjalan bersamanya.

Karyawan kafe manga yang tampak tidak antusias menggaruk bagian bawah celemeknya dan menyapa, “Selamat datang”. Ia lalu menyodorkan selembar kertas yang berisi daftar harga untuk biaya sewanya. Dia benar-benar berencana untuk menginap, dan dia tidak ragu untuk memilih paket delapan jam.

“Tidak, tidak, aku takkan menginap, oke.”

“Aku tidak bilang sampai segitu. Kamu bisa memilih yang dua jam. ”

“Oh benarkah?”

Aku tidak punya pilihan selain mengikuti saran Enami-san. Aku dibawa ke ruang pribadi di area yang agak terpencil. Kami datang bersama, jadi tentu saja, tempat kami bersebelahan.

“Sehabis ini, aku akan pulang.”

Karena aku sudah membayarnya, aku memutuskan untuk memanfaatkannya.

Aku pergi ke ruang pribadi di depan dan Enami-san masuk ke ruangan yang letaknya sedikit lebih jauh ke belakang.

Di dalam ruang pribadi, ada komputer desktop di lantai. Sebuah kursi kulit didirikan di depannya. Aku duduk dan menatap langit-langit.

Sudah sekitar satu tahun sejak aku berkunjung ke kafe manga. Aku dulu lebih sering pergi ke perpustakaan ketimbang datang ke sini. Karena di perpustakaan ada berbagai jenis buku, di sana juga ruang belajar, dan yang terpenting, gratis.

“...... Sebenarnya apa yang dia inginkan?”

Enami-san memang orang yang misterius. Jika dia berencana tinggal di kamar pribadinya seperti ini, tidak ada gunanya membawaku ke sini. Aku melihat jam tanganku dan melihat kalau sekarang sudah lewat jam sepuluh. Waktu di mana seharusnya aku belajar. Tidak ada banyak perbedaan jika aku melewatkan satu atau dua hari, tapi aku merasa sedikit terganggu.

Namun, sekitar sepuluh menit kemudian, ada ketukan terdengar dari pintu ruang pribadiku. Aku melihat dari atas dinding kamar pribadi untuk melihat siapa yang ada di sana, dan ternyata orang yang mengetuk adalah Enami-san.

“Biarkan aku masuk.”

Aku tidak punya pilihan selain membuka pintu.

Enami-san lalu masuk tanpa ragu-ragu.

“Kamu belum menyalakan komputermu. Apa yang sedang kamu lakukan?”

Aku mendongak dari layar ponselku.

“Belajar.”

Enami-san mengintip ke layar ponselku. Yang ditampilkan di layar adalah aplikasi belajar dengan sistem 0×. Tidak ada sesuatu yang kunginkan di komputter, jadi aku akhirnya memutuskan untuk belajar.

“Eh? Kenapa?”

“Karena sebentar lagi ada ujian UTS. Aku mengincar peringkat satu di sekolah.”

“Kedengarannya berat.”

Jika kamu memang merasa seperti itu, tolong jangan menyeretku ke dalam situasi tidak masuk akal ini. tapi entah dia tahu bagaimana perasaanku atau tidak, dia duduk di kursi dan menyalakan komputer.

“Kalau begitu aku akan pergi ke kamar pribadi Enami-san.”

Aku tidak tahu kenapa, tapi aku yakin ada yang salah dengan komputernya. Aku mencoba pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tapi kaki aku tidak mau bergerak. Ketika aku melihat lebih dekat, aku melihat bahwa Enami-san sedang meraih ujung pakaianku.

“Duduk di sini.”

Enami-san menepuk tempat yang ada di sebelahnya. Aku memiringkan kepalaku.

“Aku tidak mengerti mengapa aku harus duduk di situ”

“Tinggal duduk saja apa repotnya.”

“Entah kenapa, aku tidak menyukainya”

“Ha?”

Dari tadi aku selalu dipaksa mengikuti kemauannya. Sejujurnya aku merasa kalau aku tidak mau meladeni Enami-san lagi.

“Apa jangan-jangan, kamu merasa malu?”

Ketika aku masih berdiri di sana, Enami-san melanjutkan omgongannya.

“Jadi emang perjaka?”

Lagi-lagi bahas itu.

Aku sekali lagi melihat sosok Enami-san.

Aku akan berbohong jika aku mengatakan kalau aku tidak senang. Dia sangat seksi sampai-sampai aku tidak percaya kalau dia itu sebaya denganku. Apalagi, tidak seperti biasanya, hari ini dia tidak mengenakan seragam sekolahnya.

Bahkan saat kami pulang bersama, kami tidak pernah sedekat ini satu sama lain. Bibirnya tampak lembut. Bulu matanya yang lentik. Rambut panjangnya berayun setiap kali dia menggerakkan kepalanya.

“kusu”

Dan, seperti biasa, tawa yang familiar itu.

Meski aku tidak mau mengakuinya, tapi cara tertawanya itu sungguh imut. Jantungku berdegup kencang. Aku memasang wajah cemberut untuk menutupi rasa maluku. Ini mungkin salah satu alasan mengapa aku tidak bisa mengatakan tidak meski aku dipaksa seperti ini.

“Apa kamu panik?”

Nah, jika aku terus-menerus diejek seperti ini, aku pun bisa merasa kesal.

“Aku tidak panik, oke.”

“Hmmmm.”

Apa boleh buat, jadi aku duduk di sebelah Enami-san.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama