Chapter 2:4 : Awal Dari Rutinitasku Sehari-Hari.
“Nah, itu bagus, kan. Posisi kursimu?” Saat istirahat makan
siang, Sugiuchi langsung menghampiri tempat dudukku dengan kotak makan siang
ditangannya.
“Ya, nampaknya akan seterusnya begitu.”
“Duduk di urutan kursi terakhir, dan bersebelahan dengan
salah satu cewek cakep, Shiori.”
Sugiuchi mengangguk “Hmm hmm” saat dia mengalihkan topik
obrolan ke Hinagata.
“Aku bukan cewek ca-cakep, kok.”
“Sugiuchi, kamu buat Hinagata malu, tuh.”
Saat gadis yang duduk di sebelah Hinagata, Uchino Kuro-san,
mengatakan itu, Sugiuchi langsung meminta maaf, “Oh maaf.”
Uchino Kuro-san dan Hinagata berada dalam satu klub dan
berteman baik. Di pagi hari aku sering lihat mereka berangkat sekolah barsama.
“Bukan ‘gitu.”
Saat Hinagata merespon Sugiuchi, aku merasa seseorang
melirikku dari samping.
Ada seperti desakan untuk memaksaku mengatakan sesuatu.
Apa karena itu?
(Tepat sebelum istirahat makan siang)
“Apa boleh untuk kita makan siang bareng … ”
“Ya, tentu.”
“Uwahhmm.” Ekspresi Hinagata langsung menjadi cerah, dan dia
berulang kali mengangguk senang.
Lalu, Sugiuchi langsung menghampiriku untuk bergabung, dan
Uchiro-san juga ikut gabung, alhasil empat orang melakukan kegiatan makan siang
bersama.
Nampaknya, ada alasan lain kenapa dia ingin makan siang bersamaku.
Pasti ada sesuatu yang ingin dia bicarakan denganku.
Tapi Jika ada tambahan dua orang luar, aku kurang pede untuk
membicarakan hal yang lumayan pribadi.
Belum saatnya untuk membicarakannya, tapi kurasa Hinagata
juga tidak punya banyak teman.
Kurasa pertemanan Hinagata dan Uchino-san mirip dengan
pertemananku dengan Sugiuchi.
…Tchh, kupikir cewek-cewek kalau sudah berteman baik akan
saling curhat tentang hal romansa, tapi meliat keadaan Hinagata, aku jadi
kurang yakin tentang itu.
Ini akan menjadi rasa aman dan kepercayaan tinggi kalau meminta
saran dari temen masa kecil.
Kurasa aku harus memberikan saran yang tepat.
“Hinagata-san, apa kamu punya cerita konyol tentang nih
orang?”
“Sugiuchi, apa maksudmu dengan itu?”
“Sudah jelas, untuk mengetahui kelemahanmu.”
“Apa kamu serius dengan itu? Tidak kusangka kamu akan jadi
kejam begitu.”
Aku lalu mengambil satu ayam goreng dari kotak makan
Sugiuchi.
“Oy, ayam gorengku kok diambil?”
Kedua gadis di sebelahku mulai terkikik karena melihat candaanku
dengan Sugiuchi.
“Aku punya kok cerita konyol tentang Ryu … Tonomura-kun.”
“Jangan ceritain ke si penjahat itu, ok?.”
“Fufufu~” Hinagata tertawa pelan.
Itu adalah senyum manis, dan nampak elegan.
Setelah itu, kami hanya mengobrol santai tentang apa yang
akan selanjutnya guru lakukan untuk kegiatan edukasi jasmani. Hanya hal seperti
itu.
“Tonomura, sebentar kita pulang bareng, ya … “
“Tonomura-kun, kita pulang bareng, yuk … ”
Saat selesai mengobrol, Hinagata dan Sugiuchi mengatakan itu
lalu terdiam pada waktu yang bersamaan.
”Hmm? Kalian berdua kenapa?”
Uchino Kuro-san mengatakan itu saat melihat Sugiuchi dan
Hinagata berbicara pada waktu yang sama.
”Sugiuchi, aku ada tugas, jadi aku akan disini sebentar
sepulang sekolah nanti.”
“Ha? Uh, kenapa Ucchi-?”
“Ah, bukan apa-apa.”
Apa sebenarnya yang kamu bicarakan?
Saat aku lagi memikirkan ini. Hinagata menutup mulutnya
dengan tangan dan matanya nampak bersinar.
Dia menaruh sumpitnya, mengepalkan tangannya dan
menggerakannya berulang kali.
“Astaga. Aku tidak percaya ini … Ucchi akan menyatakan
perasaannya …! Apa ada yang bisa kubantu?!”
Sugiuchi memegang kepalanya. Aku tidak tahu apa yang sedang
dia bicarakan, tapi aku yakin ada yang aneh di sini.
“Aku tuh malah lebih grogi dibanding denganmu. Kuro-chan,
semangat …!”
Hinagata. Kupikir prediksimu juga salah.
Dan yang lebih penting, kenapa kamu mengaitkan hal ini dengan
Kuro-chan?
“Sampai ketemu lagi sepulang sekolah ya, Sugiuchi.”
“Woke. Dan yah, kurasa ‘sampai jumpa’ Juga sudah cukup.”
(Tln: Dari kata “See you after school” Kalo disingkat atau
dalam Slang word jadi “See ya” Ya, konteks di sini hanya suatu penyebutan kata
yang dipersingkat.)
Tampang “Aku seorang cowok populer” ini menjengkelkan.
“Eh, ngomong-ngomong, tentang yang tadi, itu salah paham,
kawan.”
“Eh? Aku?”
Sebenarnya, bukan cuma kamu doang.
Ya, lagian, itu bukan masalah besar.
“Aku akan pergi ke Alfamart atau Gramedia untuk membeli manga
dan sejenisnya.”
Wah, bukan masalah juga kan kalau kamu pergi sendiri.
Agaknya bukan sesuatu yang mesum, itu sudah pasti. Kalau
begitu, aku penasaran apa yang Uchino Kuro-san bilang ke Sugiuchi.
“Aku sangat gugup … ”
Di sampingku, Hinagata kelihatan gugup.
Ya, kurasa aku bisa tanya ke Sugiuchi besok.
Selanjutnya, seusai jam istirahat siang, wali kelas masuk dan
melakukan pembagian sesksi. Aku terbagi di seksi keindahan.
Tahun lalu juga aku terbagi di seksi yang sama, jadi ini akan
gampang.
Aku bertugas sebulan sekali, dan aku hanya perlu menyirami
bunga-bunga yang tertata rapi.
Untuk perawatan secara menyeluruh aku hanya perlu serahkan ke
petugas kebersihan.
Sebenarnya, aku tidak harus ikut seksi, tapi jika tidak ikut,
aku akan ditarik paksa untuk ikut dalam seksi dan dengan hal yang lebih
merepotkan, jadi jika aku tahu kalau terbagi di seksi yang menurutku gampang, aku
harus meng-iya-kan untuk ikut.
Ada satu pria dan satu gadis ditiap seksi.
Kurang lebih tiga detik setelah aku mencalonkan diri untuk
seksi keindahan, disaat itu Hinagata pun mengangkat tangannya dan kami berdua
pun ada di seksi yang sama.
Jam pelajaran pun habis, di jam pulang ini aku bersiap-siap
untuk meninggalkan kelas yang sudah nampak sepi dan menjalankan keharusan
sebagai anggota seksi keindahan, saat itu juga aku mendapati Hinagata yang ada
di sampingku dan dia menarik nafas dalam-dalam.
“Yuk, lakukan yang terbaik, Ryunosuke.”
“Itu sudah nampak gampang bagiku, jadi aku tidak harus
mengeluarkan seluruh tenagaku.”
“Iyakah? Itu sesuatu yang tidak kuperkirakan. Jadi apa kamu
suka bunga?”
Bukan itu yang kumaksud, tapi ya sudahlah.
“Kurasa hebat juga anak cowok kayak begitu.”
Apa iya?
Awalnya aku kurang yakin karena aku tidak pernah dengar
gambaran seorang pria yang seperti itu.
Saat kami lagi asik mengobrol, nampak Sugiuchi dan Uchino
Kuro-san keluar kelas Bersama.
“Aku ingin tahu apa yang sedang mereka obrolin.”
Bahuku lalu ditepuk oleh Hinagata.
“Jangan pikirin hal yang tidak ada gunanya.”
Kupikir itu juga ada benarnya.
Dan juga kudengar-dengar kalau klub basket perempuan hari ini
libur.
“Hinagta, apa ada yang ingin kamu bicarakan? Katakan saja … ”
Hinagata membalas dengan suaranya yang semakin pelan. Aku
tidak bisa menangkap apa yang dia katakan.
“Aku ingin pulang … bareng … Ryunosuke
… ”
Kemudian, kalau aku terus menunggu kata-katanya, keheningan
akan terus berlanjut.
“ … Apa tentang tugas kita?”
Saat aku tanya balik ke Hinagata, dia hanya berulang kali
menggelengkan kepalanya.
Hmm, Jadi tentang apa?
“Kalau begitu ayo pulang bareng.”
Tanpa pikir panjang, Hinagata tersenyum dan mengangguk pelan.
“…Dengan senang hati.”
Kenapa responannya formal?
Setelah mengelarkan tugas kami sebagai seksi keindahan, kami
pun meninggalkan area sekolah.
Agaknya, tidak ada hal khusus yang harus kami obrolin, jadi
kami hanya mengobrol tentang sekolah. Kami mengobrol tentang kelas, kegiatan
klub, teman dan sejenisnya.
“Oh iya! Aku belum memastiin sesuatu yang penting!”
Aku tersadar karena aku melakukan kesalahan fatal dalam hal
mengintai suatu hubungan.
“Penting?”
“Emm, cowok yang kamu
suka … apa dia sudah punya pacar?”
“Belum.”
Dia langsung menjawab dengan singkat, bahkan sedetik setelah
aku bertanya.
Oh begitu, jadi kamu sudah mengetahui
itu.
“Tapi, dia tidak punya seseorang yang dia suka, kan?”
“Apa!?”
Dia merespon seolah-olah dia terkejut.
“Bukan kayak pacar, kamu tidak akan tahu apa seseeorang itu
menyukai seseorang kecuali dia sudah membicarakan itu didepan banyak orang,
kan? Dan itu mungkin bisa juga dibicarakan ke beberapa teman dekat.”
“Kalau untuk itu, aku juga kurang tahu … ”
Jangan bersikap seolah kamu begitu sedih.
“Kalau dia mungkin menyukai Hinagata, maka itu adalah hal
yang bagus, tapi untuk beberapa keadaan itu tidak bagus.”
*GULP* Hinagata menelan ludah dan menengokku dengan tajam.
“Apa ada seseorang yang kamu sukai … Ryunosuke?”
“Aku? Tidak punya, sih. Tapi apa gunyanya bertanya begitu
kepadaku.”
‘Fiuuhh’. Ekspresi Hinagata tiba-tiba menjadi lega.
“Cuma berlatih bertanya doang.”
Kurasa dia tidak pandai dalam hal itu, dan dia memutuskan
untuk berlatih denganku terlebih dahulu karena aku adalah yang paling gampang
untuk diajak mengobrol.
Begitu, toh. Aku ‘ngerti, simulasi secara langsung juga
penting.
“Hinagata naksir seseorang, kan?”
“Ya, aku lagi naksir seseorang.”
Dia menjawab dengan senang.
Aku penasaran dia cowok seperti apa, dan kuharap dia bukan cowok
aneh.
Saat seorang gadis secara murni lagi jatuh cinta itu terlihat
imut dan menggemaskan, kan?
Akhir-akhir ini Hinagata sering menunjukan ekspresi seperti
itu, sudah kayak bukan Hinagata yang kukenal, dan itu adalah pemandangan yang
menyegarkan.
“Ryunosuke belum punya seseorang yang disukai, kah?”
“Yah, begitulah.”
“Jadi belum punya, ya.”
“Kenapa ngucapinnya lagi?”
“Dia belum punya, yaa. Hmm~~~?”
Suara ceria Hinagata membuatku berpikir kalau dia adalah
bunga yang sedang mekar di setiap kakinya yang sedang melompat.
\