Kimi wa Hatsukoi no Hito, no Musume Vol.1 Chapter 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2 — Itu Bukan Candaan

 

“Maukah kamu menjadikanku sebagai kekasihmu?”

Setelah minum-minum sendiri hingga ketiduran, Ichigo terbangun di kamar Luna.

Luna, yang mengangkang di atasnya, menatapnya dengan serius. Pernyataan 'kekasih' yang keluar dari mulutnya membuat Ichigo tertegun sejenak ... Tapi,

“Luna-san.”

“…Hmm?”

“Pertama-tama, bisakah kamu turun dari atasku?”

Melihat sikap tenang Ichigo, Luna membalas, “Ah, ya” dan langsung menjauh darinya.

“Terima kasih.”

Ichigo meregangkan kakinya di tepi kasur dan meletakkan kakinya di lantai.

Ichigo berpikir dalam hati – Walaupun dia serius, itu mustahil bagiku. Dia juga masih murid baru di SMA … Mungkin masih berusia lima belas atau enam belas tahun, dia masih anak-anak. Jika dia menanggapi serius perkataanku dari lubuk hatinya, maka itu adalah tanggung jawabku. Aku perlu membujuknya dengan cara yang masuk akal dan sopan.

Ichigo, yang pekerjaannya membutuhkan analisis dan penilaian yang cepat dan akurat dalam situasi apapun, takkan mudah terkena efek buruk dari kepanikan dan ketergesaan.

(Untuk sekarang…)

Ichigo mengingat percakapan yang baru saja mereka lakukan. Dilihat dari ekspresi dan sikapnya, Luna sepertinya tidak mau mundur. Bisa jadi karena dia masih muda dan energik. Bagaimanapun juga, Ichigo harus mencari waktu untuk melakukan percakapan serius dengannya.

“Luna-san, pertama-tama…”

“Tidak, ayo sarapan dulu.” Menyela kata-kata serius Ichigo, Luna pergi menuju meja.

Ichigo menoleh dan melihat bahwa sarapan sudah disiapkan. Sepertinya Luna, yang bangun lebih awal, membuat sarapan tersebut.

“Untuk saat ini, bagaimana kalau kita bicarakan lagi nanti setelah makan? Aku juga harus bergegas dan pergi ke sekolah.”

“……”

Sarapan yang dibuatnya terdiri dari roti panggang dan potage jagung yang dituangkan ke dalam cangkir. ( T/N : Sup jagung Jepang, dari apa yang mimin temukan di go*gle.)

Itu mungkin secangkir sup instan.

Menu yang cukup sederhana.

“Ah, aku minta maaf. Karena aku tinggal sendirian, jadi aku tidak punya cukup peralatan makan untuk satu orang lagi. Aku akan menyiapkannya untukmu lain kali. ” Luna berkata dengan nada meminta maaf, dan segera duduk di kursi.

Itu hanya sarapan ringan, tapi masih merangsang nafsu makan Ichigo karena Ia baru saja bangun dari tidur dan merasa sedikit lapar.

“Hah~~” Seraya menghela nafas, Ichigo bangkit dari tempat tidur dan duduk di kursi.

Tentu saja, Ichigo tidak menuruti apa yang dia katakan demi mengisi perutnya. Ia merasa bahwa Ia tidak bisa mengabaikan makanan yang telah Luna siapkan untuknya, dan juga karena Ichigo berpikir bahwa akan lebih baik untuk berdiskusi secara langsung.

(…Bajuku?)

Hanya untuk memastikan, Ichigo memeriksa pakaiannya saat ini. Pakaiannya masih sama dengan apa yang Ia kenakan kemarin. Meski sedikit lusuh, Luna sepertinya belum melepas bajunya.

Syukurlah – Ichigo merasa lega di hatinya. Ia tidak ingin terlalu membayangkannya, tapi jika Ia melakukan sesuatu yang melewati batas pada Luna, mana mungkin Ia bisa membatalkannya.

Ichigo duduk kembali di kursi dan menatap Luna, yang berada di seberangnya. Luna memiringkan kepalanya dan balas menatap Ichigo dengan gerakan menggemaskan. Anehnya, itu adalah gerakan yang sama seperti kemarin.

“…Lalu, karena kamu sudah menyiapkannya untukku, aku akan menerimanya.”

“Ya, itadakimasu. Ah, aku sudah membuat kopi, aku akan mengambilkannya untukmu.” Setelah itu, Luna menuju ke dapur.

Ketika dia mengeluarkan ketel dari mesin kopi, cairan hitam yang harum sudah beruap dan berkilauan di dalamnya.

Dia menuangkannya ke dalam cangkir, menghiasinya dengan gula dan susu, dan membawanya ke depan Ichigo.

“Ini silahkan”

Dia terampil dan perhatian. Dari gerak-gerik dan sikapnya, Ichigo bisa merasakan suasana yang mirip dengan Sakura.

Yah, karena dia adalah putrinya – pikir Ichigo.

“Luna-san.”

Karena porsi sarapannya tidak banyak, jadi makan selesai dalam beberapa menit. Saat Luna menyesap kopi setelah makan, Ichigo mengambil kesempatan untuk memulai percakapan.

“Tentang apa yang kamu katakan sebelumnya, mengenai menjadi kekasihku atau semacamnya.”

“Ya?”

“Tadi malam aku mabuk saat menjawabnya, tapi … coba pikir-pikir lagi. Itu hanya candaan, dan kamu harusnya menyadari kalau kita tidak bisa menjadi sepasang kekasih.”

“Mengapa tidak bisa?” Luna memiringkan kepalanya dengan wajah polos.

“Kamu adalah murid baru di sekolah SMA, mungkin masih berusia lima belas atau enam belas tahun,”

“Aku baru lima belas tahun sekarang.”

“Lima belas tahun. Sedangkan aku sudah berumur 28 tahun dan orang dewasa yang bekerja. Jarak umur kita lebih dari 10 tahun. ”

“Ibu dan ayahku menikah dengan perbedaan usia itu juga.”

... Ucapannya sangat menusuk hati Ichigo. Ya, dia adalah anak dari keluarga dengan keadaan yang agak unik. Dia putri Sakura. Sejujurnya, situasinya terlalu menggairahkan bagi pikiran Ichigo.

Putri dari cinta pertamanya, orang yang mirip pujaan hatinya, berada tepat di hadapannya, sama seperti saat itu.

Terlebih lagi, dia ingin menjadi kekasihnya.

…Aku harus memberi alasan yang kuat – Ichigo memperingatkan dirinya sendiri.

“Jangan khawatir. Aku takkan membuat masalah untuk Ichi.”

Dia mungkin atau mungkin tidak tahu tentang dilema Ichigo, bagaimanapun juga, Luna mengatakan itu.

Alih-alih nada seperti orang asing yang dia gunakan tadi malam, dengan nada intim dan centil, Luna memanggil dengan nama panggilannya. Itu mungkin karena dia mencoba untuk menutup jarak di antara mereka sebagai pacarnya, tapi itu hanya meningkatkan ilusi Ichigo tentang Sakura sejak dulu.

“Aku takkan pernah mengkhianatimu, Ichi. Jika orang mengatakan sesuatu kepadaku, aku akan memastikan untuk menutupinya. Dan jika ada orang dewasa lain yang mencurigaimu, aku akan mengatakan yang sebenarnya kepada mereka. Kamu tidak melakukan suatu kesalahan yang akan membuatmu dituduh. Akulah yang meminta semua ini.”

“… Tidak semudah itu, tau.”

Dia hanya bisa mengatakan itu dari persepsi seorang gadis berusia lima belas tahun. Namun, tidak peduli seberapa banyak alasana yang Ichigo katakan, Luna tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Tampaknya Ichigo perlu terus membujuknya dengan lebih sabar.

Setelah mengambil napas dalam-dalam, Ichigo membuka mulutnya.

“Pokoknya …”

“Ah, sudah waktunya! Waktunya sudah sesiang ini.” Luna menyela Ichigo saat dia melihat jam, “Sudah waktunya kamu pergi bekerja, bukan, Ichi? Sudah waktunya bagiku untuk pergi ke sekolah juga. Jika kita tidak cepat, aku akan ketinggalan bus.”

Sepertinya waktu Luna untuk pergi ke sekolah telah tiba.

SMA tempat dia bersekolah – Seperti yang bisa dilihat dari seragam yang dia kenakan, itu adalah SMA khusus perempuan yang terkenal. Jika Ichigo ingat dengan benar, seharusnya ada bus khusus yang disediakan di depan stasiun.

“Mari kita sudahi dulu hari ini dan cepat-cepat berangkat, oke?”

“…Ah…”

Ichigo berdiri dari tempat duduknya saat Luna memintanya bergegas dengan, “Ayo, ayo."

“Ah, itu benar.”

Tidak melupakan laptop kerja yang Ia bawa kemarin, Ichigo melangkah keluar dari pintu terlebih dahulu. Dan Luna, yang telah selesai memindahkan piring ke wastafel, keluar dari kamar dengan tas pelajarnya.

“Maaf sudah membuatmu menunggu, Ichi… Eh? Ada ada?”

“Tidak, bukan apa-apa…”

Ichigo menunggu di ujung tangga yang tidak jauh dari kamar Luna. Ia pikir kalau dirinya akan terlihat mencurigakan jika ada penghuni lain melihatnya berdiri di depan kamar seorang gadis SMA.

“Haha, tidak perlu khawatir. Sebenarnya sangat sedikit orang yang tinggal di gedung ini. Faktanya, aku belum pernah bertemu orang lain yang tinggal di sini. ”

“Eh, benarkah?”

“Ya, dan bahkan jika orang melihatmu, aku akan berusaha menutupinya, jadi jangan khawatir.”

“Seperti yang sudah kubilang ... Semuanya tidak segampang itu ...”

Dia benar, Ichigo tidak melihat penghuni lain atau petugas kebersihan sampai Ia menuruni tangga dan melewati pintu masuk.

“Jadi, um…”

Ichigo berjalan keluar di depan gedung apartemen dan melihat sekeliling, tapi Ia tidak melihat siapa pun sama sekali.

Udara lembab khas pagi hari, serta suasana hening dan sepi. Mungkin dari awal tempat ini memang cuma ada sedikit penduduknya.

Sekarang mereka sudah sejauh ini, apa yang harus mereka lakukan setelah ini? Seolah-olah ingin memeriksa, Ichigo mengarahkan pandangannya ke Luna.

“Hei, Ichi…”

Kemudian, Luna menoleh ke arahnya.

“Kita sudah tidak punya banyak waktu, tapi… Apa kamu mau jalan kaki ke stasiun sembari mengobrol?”

Luna sepertinya menebak harapan Ichigo yang ingin berbicara dengannya. Dia membuat saran yang mana tidak bisa ditolak Ichigo.

 

※※※※※

'Selamat pagi, Ichi'

Waktu pagi hari … merupakan waktunya untuk pergi ke sekolah SMP. Ichigo, yang pada saat itu masih kelas 1 SMP, selalu mengunjungi rumah Sakura untuk menjemputnya.

Itu bukanlah kebiasaan yang Ia mulai saat masuk sekolah SMP. Karena mereka selalu tinggal dekat satu sama lain, jadi Ichigo secara alami mulai bersekolah dengan Sakura sejak sekolah SD.

Bahkan ketika Sakura, yang tiga tahun lebih tua dari Ichigo, masuk ke sekolah SMP duluan, mereka selalu pergi ke sekolah bersama sampai persimpangan jalan di mana sekolah mereka berpisah.

Sakura tidak pernah menolak ajakan Ichigo, dan akan selalu menunggunya datang agar mereka bisa pergi ke sekolah bersama. Setiap kali dia membuka pintu depan rumahnya, dan mengenakan seragam sekolahnya, dia tampak seperti apa yang orang sebut sebagai Ojou-sama yang angggun.

Saat pagi hari, mereka akan berjalan bersama dalam perjalanan menuju ke sekolah di bawah naungan langit di mana kicauan burung salih bersahutan ...

– Sekarang, ingatan pada masa itu kembali muncul di dalam kepala Ichigo.

“Terima kasih, Ichi. Kamu baik sekali sampai mau mengantarku ke halte bus.”

“Tidak… Kamulah yang memintanya.” Ichigo menepis saran Luna dan memutuskan untuk mengantarnya ke halte bus dekat stasiun.

Tidak – Itu bukan untuk mengantarnya ke halte bus, Ichigo hanya mencoba melanjutkan percakapan mereka.

Menurut Luna, orang yang tinggal di daerah ini cukup sedikit, dan jarang sekali ada orang pada siang hari. Ichigo merasa Ia tidak perlu khawatir dipandang aneh. Berdasarkan informasi tersebut, Ichigo menilai bahwa tidak ada masalah dan memutuskan untuk menerima permintaannya.

“……”

Ichigo melirik sosok Luna yang berjalan di sampingnya.

Dia benar-benar terlihat persis seperti Sakura dalam ingatannya.

Penampilannya tumpang tindih dengan sosok teman masa kecil yang biasa berjalan kaki bersama untuk berangkat ke sekolah.

“Ada apa, Ichi?” Luna bertanya saat dia menyadari tatapan Ichigo.

Ichigo buru-buru mengalihkan pandangannya ke depan.

“Tidak, bukan apa-apa…”

“Fufu… Apa kamu segitu cemasnya kalau ada seseorang yang melihatmu?”

Dia pasti mengira bahwa perilaku mencurigakan Ichigo adalah karena kecemasannya.

Luna kemudian berkata dengan senyum lucu, “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Hanya sepasang kekasih yang berjalan bersama, itu normal.”

“…Tidak, justru itu masalahnya… Daripada itu, keadaan kita sekarang, lebih mirip seperti ayah yang hendak berangkat ke kantor sambil ditemani putri SMA-nya.”

Ichigo dengan tas kerjanya dan Luna dalam seragam sekolahnya. Perbedaan usia merekamungkin tampak sedikit aneh, tetapi seharusnya lebih masuk akal untuk melihatnya seperti itu.

Mendengar jawaban Ichigo, Luna tertawa senang.

“Haha, kamu benar-benar menarik, Ichi.”

Saat mendengar kata-kata itu, kenangan masa lalunya kembali terlintas di benak Ichigo. Kenangan Ichigo dan Sakura berjalan bersama dalam perjalanan ke sekolah. Dalam perjalanan mereka, Ichigo akan berbicara tentang acara TV yang barus saja Ia tonton kemarin malam, atau mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan dengan teman-temannya di kelas. Sakura selalu mendengarkannya dengan penuh gembira, dan kadang-kadang memberikan tanggapannya.

“Rasanya selalu menarik untuk mendengar apa yang kamu katakan, Ichi.”

Ichigo benar-benar senang ketika Sakura mengatakan itu. Ia sendiri tidak tahu apakah Sakura bersungguh-sungguh mengenai hal itu atau tidak, tapi melihat senyumnya yang cerah itu sudah membuat Ichigo merasa puas.

Dia lebih tua dari Ichigo dalam penampilan dan sikap, dan dia adalah seseorang yang dikaguminya.

Waktu yang dia habiskan bersamanya sangat berarti bagi Ichigo.

Namun, saat mereka mendekati tujuan mereka, semakin banyak siswa juga mulai muncul dalam perjalanan ke sekolah. Beberapa teman sekelas Sakura akan mulai menyapa dan berbicara dengannya, lalu mereka berdua akan berhenti berbicara satu sama lain.

Sakura yang berparas cantik dan mempunyai sifat yang baik hati, tentu saja populer. Ichigo, yang lebih muda darinya, secara alami berpisah dan pergi ke kelasnya sendiri.

Dan sekarang, di depan mata Ichigo adalah Luna, putri dari Sakura. Luna berusia sama dengan umur Sakura pada saat itu.

Oleh karena itu, Ichigo merasakan firasat buruk karena Ia berhalusinasi tentang Sakura sejak saat itu.

“Tapi itu bukan sesuatu yang menarik ...”

“Menarik, kok. Ini persis seperti yang dikatakan Ibu.”

“……”

Ichigo tersadar kembali saat mendengar komentar Luna. Ya, dia bukan Sakura. Sambil menggelengkan kepalanya, Ichigo menarik dirinya keluar dari pemikiran abnormal yang akan Ia masuki.

“Ah, aku bisa melihatnya sekarang.”

Sementara itu, mereka hampir sampai di halte bus di depan stasiun.

Karena mereka tidak punya banyak waktu, dan karena Ichigo secara sadar merasa kesal dengan mengingat kenangan lama, mereka akhirnya tidak dapat berbicara dengan baik mengenai masalah hubungan kekasih.

“Mulai dari sini akan ada banyak orang, jadi lebih baik kalau kita berpisah di sini.”

Untuk sekarang, dia sepertinya telah mempertimbangkan ini.

Luna kemudian berbalik dan menatap Ichigo.

“Sampai jumpa lagi, Ichi.”

“……”

Luna mengatakannya dengan suara yang sedikit pelan, mungkin karena khawatir dengan lingkungan sekelilingnya. Dia kemudian berlari menuju halte bus dengan lambaian kecil tangannya.

Usai melihatnya pergi menjauh, Ichigo ditinggalkan di tempat.

“… Apa boleh buat.”

Bahkan jika Ia hanya berdiri di sana, waktu akan terbuang sia-sia, jadi Ichigo memutuskan untuk pulang.

 

※※※※※

Ichigo pulang dari apartemen Luna ke apartemen perusahaannya sendiri. Itu adalah apartemen kontrakan perusahaan yang disediakan sebagai bagian dari program kesejahteraan pegawai.

“Aku pulang.”

Tidak ada orang yang menyahutnya.

Manajer Regional berkata, 'Sebagai manajer toko peringkat-S, tidak baik jika kamu tinggal di asrama untuk karyawan lajang!'

Ichigo diberi fasilitas ruangan apartemen yang seharusnya hanya untuk karyawan yang sudah berkeluarga, tapi itu justru membuang-buang tempat karena Ichigo masih lajang dan tinggal sendirian. Bahkan ada beberapa kamar yang tidak Ia gunakan.

“Hah…”

Sejak tadi malam, Ichigo mengalami sejumlah kejadian luar biasa yang bahkan Ia sendiri meragukan apa itu mimpi atau kenyataan.

Kenangan yang terus muncul membuatnya lelah, tapi, Ia tetap mulai bersiap-siap untuk pergi bekerja.

Waktu menunjukkan tepat sebelum jam 9 pagi.

Toko buka pukul sepuluh.

Untungnya, Ichigo dijadwalkan pergi bekerja sedikit lebih siang hari ini, jadi Ia tidak perlu terburu-buru.

Ia melepas pakaiannya yang kusut, melemparkannya ke keranjang cucian, dan pergi ke kamar mandi untuk mandi cepat.

Mengatur suhu sedikit lebih panas dari biasanya, Ichigo membiarkan air panas membasuh kepalanya untuk menghilangkan rasa tidak nyaman akibat mabuk. Ia kemudian keluar dari kamar mandi dan mengenakan kemeja kerja serta celana panjangnya.

Setelah mengenakan jas di atas kemejanya, Ichigo mengambil kopernya dan meninggalkan rumah.

Ia masuk ke mobilnya dan mengemudi selama sekitar sepuluh menit – Menuju pusat perbelanjaan yang terletak di pinggiran kota.

Ia tiba di department store besar, yang terletak di tempat itu. Ichigo memarkir mobilnya di tempat parkir karyawan yang berada di atap, berjalan menuruni jalan, dan langsung menuju bagian belakang toko.

“Ah, pak manajer, selamat pagi!”

“Selamat pagi.”

“Ya, selamat pagi.”

Sambil bertegur sapa dengan penjaga keamanan, petugas kebersihan, dan pekerja paruh waktu yang lewat, Ichigo berjalan melewati pintu masuk bisnis dan masuk ke kantor di belakang toko.

“““Selamat pagi.”””

Ketika Ichigo memasuki ruangan, dia disambut oleh karyawan yang sudah tiba di tempat kerja.

Setelah berbincang-bincang singkat dengan mereka, Ichigo duduk di meja manajer dan menyalakan laptop kerja yang dibawanya pulang. Hal pertama yang Ia lakukan adalah memeriksa pesan yang diterima alamat email perusahaannya.

Ichigo memeriksa email dari mitra bisnisnya serta permintaan dari manajer regional, manajer dari cabang toko lain, dan kantor pusat. Usai memeriksa, Ia memilah-milah dokumen yang sudah disiapkan kemarin dan mengirimkannya melalui email.

Setelah menyelesaikan tugas paginya yang biasa–

“Selamat pagi, manajer.”

Seorang wanita menghampiri meja kerjanya.

Dia mempunyai tampilan yang terlihat cerdas dengan rambut kastanye panjang diikat di sanggul sampai ke lehernya dan memakai kacamata.

“Ah, selamat pagi, Wakana-san.”

Wakana – Dia adalah asisten manajer toko ini.

Dia setahun lebih tua dari Ichigo dan sudah bergabung bersama perusahaan lebih lama dari Ichigo, tapi dia adalah bawahannya.

“Apa ada perubahan khusus untuk dilaporkan?”

“Ya. Selain yang Saya laporkan di telepon kemarin, semuanya tidak ada masalah.”

Dengan suara dan intonasi yang cerdas, dia memberikan laporannya dengan hormat kepada Ichigo yang lebih muda darinya. Tapi, seperti yang dia katakan sebelumnya, dia tidak memiliki informasi tambahan. Dia hanya melaporkan kemajuan rencana area penjualan yang diusulkan Ichigo dan perekrutan karyawan baru.

“Permisi, manajer, tadi malam anda ada dimana setelah meninggalkan kantor?”

“Oh, aku sedang bekerja di sebuah kafe depan stasiun. Kafe itu memiliki suasana yang tenang dan merupakan tempat yang sempurna untuk mengerjakan dokumen.”

“Apa anda melihat sesuatu yang tidak biasa?”

Ketika Wakana menanyakan itu, Ichigo merasa gugup sejenak.

“Tidak, tidak juga… Um, memangnya ada masalah apa?”

“Tadi malam, saya mendengar ada insiden di depan stasiun di mana seorang pria mabuk menyerang seorang pejalan kaki dan ditangkap oleh petugas polisi. Waktu kejadiannya bertepatan setelah saya menelepon manajer untuk membuat laporan, jadi saya khawatir bahwa manajer mungkin terlibat.”

“Ah, jadi begitu yang terjadi…”

“Tapi syukurlah bila anda terlibat dalam masalah itu.” Usai mengatakan ini, Wakana tersenyum.

… Apa jangan-jangan, pria yang dimaksud adalah pria pemabuk yang menggoda Luna? - pikir Ichigo.

Jika Ia lepas kendali sampai ditangkap oleh petugas polisi, sepertinya Ia orang yang cukup berbahaya.

(...Mungkin ada baiknya aku bisa menyelamatkannya sebelum terlambat.)

Tapi beberapa saat yang lalu, Ichigo berkeringat dingin ketika Wakana bertanya tentang tadi malam.

Tidak, aku tidak perlu merasa bersalah – Ichigo berkata pada dirinya sendiri.

Sekarang setelah tugas pagi yang sederhana selesai, Ichigo mulai berpatroli di sekitar toko. Toko baru saja dibuka, jadi tidak ada banyak pelanggan. Ia hanya bisa melihat beberapa orang di toko.

Ichigo adalah manajer dari toko ini,  tokonya menjual furnitur, kebutuhan sehari-hari, peralatan, kayu, dan banyak bahan kerajinan lainnya. Toko ini juga dilengkapi dengan lokakarya dan ruang kerajinan di mana pelanggan dapat mencobanya.

Akhir-akhir ini, majalah dan media sosial telah menampilkan gadis-gadis yang melakukan kerajinan tangan. Dengan maraknya distributor kreatif yang memperkenalkan kegiatan kerajinan tangan sendiri mereka di situs distribusi video, permintaan semakin meningkat, sehingga jumlah pelanggan muda yang datang ke toko pun ikut meningkat.

Waktu sekarang memang masih sepi, tetapi jumlah pelanggan akan meningkat pesat sekitar tengah hari.

“……”

Seperti biasa.

Semuanya masih sama seperti biasanya.

Rasanya sulit dipercaya bahwa semua informasi yang diberitahukan kepada Ichigo tadi malam benar-benar nyata. Cinta pertamanya, yang menghilang dari kehidupannya ketika masih kecil, sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Tidak, lebih tepatnya bahwa Ia tidak ingin mempercayainya. Jika Ichigo mencoba dan berpikir terlalu dalam tentang hal itu, rasa sakit di hatinya akan menyebar, membuatnya bahkan tidak bisa berdiri dalam sekejap. Jadi, Ia menekan pikiran itu dan mencoba yang terbaik untuk memodifikasinya.

Dan untungnya atau sayangnya, kehadiran putri Sakura, Luna, dan keributan yang dia timbulkan pagi ini membantu mengalihkan perhatian Ichigo. Ichigo bahkan masih kebingungan apakah itu nyata atau tidak.

Tapi itu pasti nyata.

Sebelum ada orang lain mengetahui hubungannya dengan Luna, dan sebelum beberapa kesalahpahaman mengarah ke situasi yang aneh, Ichigo harus berbicara dengan Luna.

“…Ngomong-ngomong soal…”

Tiba-tiba Ichigo tersadar.

Ia sudah memberitahu Luna bahwa Ia adalah teman masa kecil Sakura, tetapi Ia tidak memberitahu apapun tentang latar belakangnya.

Setidaknya, Ichigo tidak pernah ingat menyebutkan secara eksplisit mengenai pekerjaan, tempat kerja, atau posisinya saat ini. Walaupun ... dirinyaa mungkin telah menyiratkan informasi seperti itu dalam percakapan mereka.

(...Faktanya, aku kehilangan jejak karena pagi hari yang kacau itu, kurasa kita bahkan tidak bertukar informasi kontak.)

Bukan karena Ichigo meragukannya, tapi Ia penasaran apa ini berkah tersembunyi…

Tidak—

Pertama-tama, mereka takkan bisa membuat rencana untuk bertemu satu sama lain lagi jika itu benar-benar terjadi. Ichigo takkan setega itu untuk berpikir bahwa Ia tidak perlu melihatnya lagi, atau bahwa Ia punya alasan untuk tidak melihatnya lagi.

Bagi Ichigo, mengabaikannya seperti itu akan... terasa tidak nyaman.

(... Apa aku perlu mencari tahu kapan jam sekolahnya selesai ... Atau, apa aku harus pergi ke rumahnya pada waktu yang sama seperti kemarin?)

Demi Luna, putri dari teman masa kecilnya dan seseorang yang dengan jelas menunjukkan rasa cintanya yang polos pada Ichigo, Ia harus menyelesaikan masalah ini dengan tulus.

Ichigo diam-diam merenungkan bagaimana Ia bisa bertemu dengannya lagi.

Tapi pada akhirnya, Ia menyadari kalau dirinya tidak perlu mengkhawatirkan tentang itu.

 

※※※※※

Sementara Ichigo mencoba mencari cara untuk bertemu Luna lagi, Ia tetap melakukan pekerjaan rutinnya, dan tanpa Ia sadari, sudah waktunya makan siang.

Staf di toko mulai istirahat makan siang secara bergiliran.

“Manajer, apa anda ingin makan siang?”

Di ruang kantor, Ichigo mengerang di depan komputernya, mencoba mencari solusi untuk salah satu masalah yang diberikan manajer regional kepadanya, yaitu pengurangan biaya tenaga kerja.

Kemudian, asisten manajer, Wakana, bertanya pada Ichigo.

“Oh, apa sekarang sudah waktunya?”

Untuk makan siang di toko ini, para pegawai biasanya ada yang membawa bekal sendiri atau makan di warung makan terdekat.

Atau, bisa juga melalui pemesanan online. Yang mau pesan antar, biasanya pesan bersama. Ichigo selalu memesan via online, jadi Ia pasti ditanyai pertanyaan yang sama kali ini.

“Ah, kalau begitu…”

Tentu saja, Ichigo tidak membawa makan siangnya sendiri, dan seperti biasa, Ia mencoba memilih hidangan dari menu yang diberikan kepadanya–

Dan pada saat itulah ...

“Permisi.”

Ada ketukan di pintu kantor, dan ketika pintu terbuka, seorang penjaga keamanan memasuki ruangan hanya dengan kepalanya.

“Apa ada yang bisa saya bantu?”

Ketika salah satu staf kantor bertanya kepada penjaga keamanan tersebut, Ia menggaruk kepalanya dan membuka pintu sedikit lagi.

“Ah, gadis ini ingin bertemu dengan pak manajer.”

Seorang gadis SMA muncul dari belakang petugas keamanan tersebut.

Semua orang di kantor mengagumi gadis yang berambut hitam panjang, mata sedikit sipit, dan bulu mata panjang yang indah.

Semua orang kecuali satu orang – Ichigo.

“… Luna-san?”

Gadis SMA yang dimaksud, Luna, mengenakan pakaian yang sama dengan yang baru saja dia pakai tadi pagi. Sejenak, Ichigo sama tercengangnya seperti semua orang di sekitarnya – Tapi kemudian, rasa merinding menjalari tulang punggungnya.

“Maaf sudah mengganggu Anda semua.”

Berbeda dengan kondisi Ichigo, suara Luna terdengar layaknya bidadari, dan dengan gerakan elegan, dia membungkuk dan menundukkan kepalanya.

“Nama saya Hoshigami, dan saya adalah siswa kelas 1 di SMA khusus Perempuan Himesuhara.”

Sikap dan salam yang sopan.

Seperti yang diharapkan dari sekolah untuk para Ojou-sama.

Etiketnya bisa diacungi jempol.

(Bukan itu…!)

Ichigo memarahi otaknya karena ingin melarikan diri dari kenyataan sejenak.

Ia kemudian dibuat bingung– Mengapa Luna bisa muncul di sini?

Namun, pertanyaan Ichigo langsung terjawab oleh kata-kata Luna setelahnya. Itu adalah pernyataan yang menyebabkan lebih banyak kebingungan.

“Hari ini, Saya membawakan bekal makan siang untuk Kugiyama-san.” Ucap Luna sambil mengeluarkan kotak makan siang dari tas di tangannya.

Ichigo bisa melihat kotak makan siang itu terbungkus serbet berwarna cantik. Tampaknya, makan siang itu buatannya sendiri.

Mungkin dia membuatnya pagi ini saat menyiapkan sarapan – Tidak, sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal seperti itu, Ichigo mengingatkan dirinya sendiri.

Para staf di kantor mulai membuat keributan saat melihat ada seorang gadis SMA datang untuk mengantarkan kotak makan siang.

Asisten manajer, Wakana, yang berdiri tepat di sebelah Ichigo, juga dalam keadaan bingung.

Luna berjalan melewati kantor, dan ketika sampai di hadapan Ichigo, dia tersenyum dan menawarinya kotak makan siang.

“Ini dia.”

“Hei, bolehkah aku bicara sebentar?!”

Seketika, Ichigo meletakkan tangannya di bahu Luna dan memutarnya di tempat, membuat wajahnya menjauh dari semua orang.

Dia kemudian berbalik menghadap Luna dan memulai percakapan berbisik dengannya.

“Kenapa kamu bisa ada di sini!”

Mungkin merasa lucu melihat Ichigo dalam keadaan panik seperti itu, Luna sepertinya berusaha menahan diri agar tidak tertawa.

“SMA-ku cukup dekat dari sini, aku bisa sampai di sini dalam waktu sekitar sepuluh menit setelah naik transportasi.”

Itu sendiri bukanlah informasi penting saat ini, jadi Ichigo mengesampingkannya dulu.

“Dari mana kamu tahu tempatku bekerja?”

“Kamu memberitahuku tentang itu tadi malam.” jawab Luna, memiringkan kepalanya seolah-olah itu adalah hal yang sudah jelas.

Astaga. Aku benar-benar tidak ingat. Kalau diingat-ingat kembali, ada banyak bagian yang tidak jelas dari percakapan kami sebelum aku mabuk. Berapa banyak yang aku bicarakan? - pikir Ichigo dalam benaknya.

“Dan juga, kamu memberiku kartu namamu. Ini dia” ujar Luna sambil mengeluarkan secarik kertas dari saku roknya dan memperlihatkannya dengan wajah bahagia.

Tanpa diragukan lagi, itu adalah kartu nama Ichigo. Sebuah kartu nama dengan nama perusahaan yang menjalankan department store besar ini dan nama manajer toko tercetak di atasnya. Ichigo telah memberikannya padanya tadi malam, meski Ia sendiri tidak mengingatnya. Itulah sebabnya Luna bisa tahu setiap detail tentang pekerjaan dan tempat kerja Ichigo. Semua ini keluar dari tangannya sendiri… Ichigo tidak punya pilihan selain memegangi kepalanya.

Sementara itu, staf di kantor juga dalam kekacauan.

Seorang gadis SMA misterius datang mengunjungi Ichigo, si manajer toko, dan mengirimkannya sebuah kotak makan siang.

Ichigo masih lajang, jadi wajar saja, Ia tidak punya istri maupun anak perempuan.

Jadi, siapa gadis ini bagi Ichigo?

Ini adalah situasi di mana orang-orang mungkin berpikir bahwa Ichigo telah melakukan sesuatu dengan gadis SMA tersebut.

Ichigo, staf kantor, dan seluruh suasana tempat itu dalam keadaan kaku.

“Ah, um…”

Lalu asisten manajer, Wakana, mulai angkat bicara.

“Maaf, tapi apa hubunganmu dengan manajer?”

Dia tampaknya merasa sangat kesal juga, dan mengajukan pertanyaan langsung kepada Luna, secara halus memecah suasana intelektualnya yang biasa. Tetap saja, dia bertanya dengan sopan.

Kemudian Luna menjawab, “Ya. Tadi malam di depan stasiun, saya didekati oleh seorang pria mabuk yang sepertinya terlalu banyak minum. Saat saya dalam masalah, Kugiyama-san datang membantu.”

Dia mulai menjelaskan situasinya kepada staf dengan sikap yang masuk akal.

“Saya ingin berterima kasih padanya atas apa yang sudah Ia lakukan, jadi hari ini, saya membawakan kotak makan siang untuknya.”

Ketika Luna menjelaskan situasinya, para staf sepertinya setuju dengannya, berkata,

“Oh begitu…”

“Aku tidak tahu itu terjadi.” dan,

“Seperti yang diharapkan dari Pak manajer.”

Penampilan gadis muda memiliki suasana yang murni dan polos.

Fakta bahwa dia membawa kotak makan siang sebagai tanda terima kasih dipandang sebagai cara yang tepat dari seorang gadis muda untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya. Para staf mungkin juga berpikir kalau itu cara yang sedikit lucu.

Tampaknya memiliki kekuatan persuasif. Dan Ichigo dipuji oleh staf-nya yang mendengar tentang kejadian itu.

Saata Ichigo menoleh ke arah Luna, dia tersenyum padanya dengan senyum lebar. Ichigo tidak tahu apakah Luna tahu tentang kepanikan Ichigo atau tidak, tapi gerakannya lebih memesona daripada menyebalkan, dan Ichigo enggan terganggu olehnya.

“Jangan-jangan, apa anda terlibat dengan penjahat yang saya ceritakan pagi ini, orang yang membuat masalah dengan polisi?”

Seolah baru mengingatnya, Wakana pun bertanya pada Ichigo.

“Eh… aku tidak yakin apa itu orang yang sama, tapi saat itu, aku hanya terlibat karena dia sepertinya dalam masalah.”

“Begitu rupanya… Jika itu yang terjadi, Anda tidak perlu menyembunyikannya.”

Wakana tiba-tiba tersenyum pada Ichigo dengan senyuman yang menunjukkan niat baik dan rasa hormatnya. Bahkan bisa dianggap sebagai ekspresi bangga.

“Tapi ... Itu persis sesuatu yang akan dilakukan Manajer ...”

Bagaimanapun juga, tampaknya Ichigo telah berhasil menyelamatkan kehidupan sosialnya. Dalam hati, Ia merasa lega.

Ichigo melihat ke samping dan menemukan bahwa Luna tampak bahagia.

 

※※※※※

Setelah itu, Luna menyerahkan kotak makan siang dan tidak berlama-lama sebelum pergi. Tentu saja, dia meninggalkan istirahat makan siangnya di sekolah untuk datang ke sini. Jadi wajar saja, karena dia harus melanjutkan jam pelajaran di sekolahnya.

Kotak makan siang yang dia bawa dibuat dengan sangat baik untuk setingkat gadis SMA.

Satu onigiri yang agak besar, dan lauk pauknya, yang sebagian besar adalah daging babi yang diasinkan dan dipanggang, sayuran rebus, dan bayam dengan pasta wijen, menjadikannya makan siang yang penuh warna. Selain itu, toples sup berisi sup consommé juga disertakan.

Kesan pertama Ichigo ialah bahwa bekal ini benar-benar berbeda dari sarapan yang Ia makan sebelumnya.

Dalam kebanyakan kasus, makan siang terkait dengan menu sarapan sampai batas tertentu. Biasanya, menu sarapan muncul saat makan siang, atau sisa makan siang akan muncul saat sarapan.

Dengan kata lain, Luna telah memutuskan sejak awal bahwa dia akan membawakan Ichigo sebuah kotak makan siang dan mengejutkannya dengan sebuah kunjungan.

Ichigo merasa seperti itu adalah hasil dari kejahilan yang sesuai dengan usia yang dikombinasikan dengan kekuatan pendorong misterius.

Namun, karena dia sudah repot-repot membawanya ke Ichigo, suka atau tidak, Ia harus mencobanya – Ia mengulurkan sumpitnya dan menemukan rasanya dengan kualitas yang sempurna.

Itu memiliki rasa buatan sendiri yang tidak akan ditemukan Ichigo di minimarket yang menyiapkan paket bekal makan siang.

Sejujurnya, Ichigo merasa bahwa itu bahkan tidak sebanding dengan apa yang bisa Ia buat sendiri.

“Enaknya … Manajer bisa makan kotak makan siang yang dibuat oleh gadis SMA.”

Beberapa anggota staf menyela saat Ichigo sedang makan di ruang istirahat.

“Aku berharap bisa bertemu dengan gadis SMA seperti itu.”

“Kalau kamu sih mustahil. Kamu harus bisa bertindak cekatan seperti manajer.”

Salah satu karyawan yang lebih muda diejek oleh seorang wanita yang lebih tua yang bekerja paruh waktu mengatakan demikian.

“Pak Manajer!”

Seketika, suara keras terdengar.

Seorang pria muda dengan tubuh besar melangkah maju di depan Ichigo.

“Siapa gadis cantik itu barusan?”

Pria itu bernama Aoyama, pekerja paruh waktu yang merupakan mahasiswa di sebuah perguruan tinggi pendidikan jasmani. Dia bertubuh kuat, kokoh, dan sangat aktif dalam membawa beban berat, meski Ia gampang emosi dan kesal.

“Dia hanyalah seorang gadis SMA yang kutemui kemarin secara kebetulan.”

“Manajer menyelamatkannya dari pelaku pelecehan seksual.” Pekerja lain ikut menambahkan komentar Ichigo dari samping.

“Tidak, Ia bukan pelaku pelecehan seksual ...”

“Itu bagus, manajer! Ngomong-ngomong, apa Anda bertukar nomer dengannya?”

“Tidak.”

Ketika Ichigo mengatakan ini dengan cara yang tercengang, Aoyama bereaksi berlebihan, “Eh! Kenapa?!”

“Itu hal yang normal untuk dilakukan, bukan?”

“Tidak, tidak, normalnya, anda akan mengatakan 'Ini adalah pertemuan yang ditakdirkan.'

“Uwaaah, motif tersembunyimu kelihatan sangat jelas… Maksudku, cuma kamu saja yang masih menggunakan metode kuno seperti itu.” Salah satu dari dua mahasiswi paruh waktu menimpali sambil tertawa dari samping.

“Pak Manajer adalah seorang pria jantan, jadi mana mungkin Ia punya motif buruk seperti kamu.”

“Hahaha…”

Ichigo tidak bisa bilang kalau dirinya tidak memiliki motif tersembunyi. Mengingat apa yang terjadi tadi malam, Ichigo terkekeh dalam hati.

“Tapi itu luar biasa. Aku ingin tahu apa gadis-gadis zaman sekarang bisa membuat sesuatu seperti itu? ”

Pekerja paruh waktu lainnya melihat kotak makan siang di depan Ichigo.

“Tidak, ini adalah pekerjaan seseorang yang sudah terbiasa. Dia mungkin membuat kotak makan siangnya sendiri.”

“Atau mungkin, dia membuatnya dengan bimbingan ibunya.”

–Mungkin dia sudah terbiasa membuatnya.

Semua orang terus membuat tebakan mereka, tapi Ichigo, yang tahu situasi keluarga gadis SMA yang diisukan, tahu jawaban yang tepat.

“……”

Lalu, sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul di benak Ichigo.

Wajar saja dia akan membuat makan siangnya sendiri.

Tapi dia tinggal sendirian,

(...Lalu, kotak makan siang ini ...)

 

※※※※※

Jam kerja berlalu tanpa masalah khusus yang terjadi, dan malam hari pun tiba.

“Terima kasih atas kerja kerasmu.”

“Terima kasih atas kerja keras anda, pak manajer.”

Para staf yang telah selesai menutup toko dan menyelesaikan tugas mereka untuk hari itu, meninggalkan kantor terlebih dahulu. Saat Ia melihat mereka pulang satu per satu, Ichigo juga mulai bersiap-siap untuk pulang. Rencana pengurangan biaya tenaga kerja yang Ia pikirkan sepanjang hari sudah dimasukkan ke dalam file yang akan siap untuk dikirim melalui email kapan saja.

“Baiklah ... lebih baik aku pulang sekarang.”

Toko dikunci oleh penjaga keamanan, jadi Ichigo hanya mengambil beberapa barang dan meninggalkan kantornya. Kesibukan siang hari sudah tidak ada lagi, dan Ichigo meninggalkan toko dengan penuh keheningan.

Ichigo mengambil rute yang berlawanan dengan jalan yang dia ambil kemarin. Keluar dari pintu masuk etalase, Ia pun melanjutkan perjalanan ke atap.

“…Hmm?”

Kemudian, di dekat peralatan pembangkit listrik dekat pintu masuk pipa komersial, Ichigo melihat sesosok tubuh bersandar pada pagar seolah-olah sedang menunggu seseorang.

“……”

Ichigo berjalan mendekati sosok itu.

“Apa yang sedang kamu lakukan?”

“Ah, Ichi, terima kasih atas kerja kerasmu.”

Sosok tersebut ternyata  Luna.

Ketika Luna menyadari kehadiran Ichigo, dia berbalik dan tersenyum lembut.

“Apa, aku cuma datang untuk mengambil kotak makan siangku kembali, kok?”

Balasnya dengan tatapan menengadah. Seperti iblis kecil, dia tampak menikmati dirinya sendiri. Kemudian, Ichigo bahkan bisa merasakan suasana misterius yang tidak sesuai dengan usianya.

Hal itu mengingatkan Ichigo pada daya tarik seksi yang terkadang ditunjukkan gadis yang pernah membuatnya jatuh cinta. Selain itu, itu menunjukkan kepada Ichigo jenis emosi yang belum pernah dia tunjukkan padanya saat itu.

Jika seseorang melihat hal seperti itu dari jarak dekat, mereka kemungkinan akan diliputi oleh emosi yang tak terkendali.

Namun …

“Tidak, jelas-jelas kamu sudah menunggu sampai setelah jam kerja.” Ichigo menjawab sambil mencoba untuk tetap tenang. “Sekarang sudah hampir jam sembilan malam. Akan berbahaya jika seorang gadis keluyuran pada jam segini.”

Mata Luna berbinar pada perhatian tulus yang diungkapkan Ichigo padanya.

“Tidak apa-apa, jangan khawatir.”

Luna tersenyum licik.

Dia memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan ketika dia berpikir. Namun di sisi lain, hal itu juga menunjukkan rasa manajemen krisis yang agak lemah.

“Apa boleh buat ... aku akan mengantarmu pulang.”

“Eh?”

Ketika Ichigo mengatakan ini, Luna tampak terkejut.

“Apa boleh? Bus dan kereta api masih beroperasi, kok.”

“Pakai mobil jauh lebih cepat. Setelah apa yang terjadi tadi malam, tidak aman bagi seorang gadis untuk berjalan sendirian di tengah malam. Selain itu, kita perlu melakukan diskusi yang tepat tentang masa depan.”

Ah, iya – Ichigo baru ingat dan mengeluarkan kotak makan siang kosong dari tasnya.

Siang tadi, Luna memberi Ichigo kotak makan siang dan stoples sup.

Peralatan makan, yang sudah dicuci di ruang istirahat toko, dikembalikan ke Luna.

“Bagaimana makan siangmu? Kotak makan siang ini awalnya untukmu sendiri, bukan? ”

“…Jadi kamu menyadarinya, ya.”

Pagi ini, Luna sendiri yang mengatakan bahwa dia tinggal sendiri dan tidak memiliki peralatan makan yang cukup untuk dua orang. Jadi tentu saja, dia takkan mempunyai dua kotak makan siang.

Luna menggunakan kotak makan siangnya sendiri untuk menyiapkan makan siang untuk Ichigo.

(...Selain itu, dia mungkin membuat sedikit lebih banyak dari biasanya untuk memberikannya kepadaku...)

Ichigo merasa bahwa makan siangnya terlalu banyak untuk seukuran gadis SMA.

Dan tebakan Ichigo terbukti benar, lalu, perut Luna berbunyi, “Kruyukkk~~”

“Jangan bilang! Kalau kamu belum makan siang ?! ”

“……”

Pipi Luna memerah dan memalingkan muka. Mungkin karena dia menghabiskan sebagian besar waktu istirahat makan siangnya untuk mengantarkan kotak makan siang kepada Ichigo. Bagaimanapun juga, Ichigo mengerti bahwa dia lapar setelah melewatkan makan.

“Hah~~” Ichigo menghela nafas. “Ayo cari makan” Ia menyarankan itu pada Luna. “Aku akan mengantarmu pulang. Makan di luar ... mungkin tidak bisa. Kalau begitu pakai lantatur dan membeli sesuatu di jalan.”

“Apa itu tidak masalah?”

“Aku merasa tidak enakan tentang kotak makan siang.”

Ketika Ichigo mengatakan itu, mata Luna berbinar selama beberapa detik, dan kemudian, wajahnya dipenuhi dengan senyum tipis. Seolah-olah dia tidak bisa mengendalikan hatinya di depan kekasihnya – Dengan kata lain, itu adalah senyum yang dipenuhi kasih sayang.

“Kamu baik sekali, Ichi.”

“???”

Ichigo, yang hanya mengira kalau dirinya menyarankan sesuatu yang sudah jelas, tidak mengerti arti sebenarnya dari kata-kata Luna.

Namun, Ichigo tiba-tiba menyadari bahwa semuanya berubah seperti yang dia inginkan. Ia penasaran apa Luna sudah merencanakan semua itu sejak awal.

“Untuk saat ini, ayo pergi ke tempat parkir di atap, Mobilnya—”

“Apa ada seseorang di sana?”

Jantung Ichigo berdegup kencang.

Luna yang berdiri di depannya juga tampak kaget dan tampak panik.

Usai mendengar suara dari belakangnya, Ichigo buru-buru berbalik dan berusaha menyembunyikan Luna di belakang punggungnya.

Ichigo bisa melihat ada seseorang berjalan ke arahnya. Ia tidak bisa melihat siapa itu, karena posisi sosok itu di luar jangkauan lampu luar.

"Luna-san, cepat sembunyi.”

“Eh? Meski kamu menyuruhku untuk sembunyi…”

Ichigo langsung bergerak ke dinding bangunan di dekatnya. Luna mengikutinya, meski dengan sedikit ragu. Dia menyembunyikan dirinya sedekat mungkin ke dinding, bersembunyi di balik tubuh Ichigo.

Posisi mereka berada agak jauh dari cahaya, jadi masih memungkinkan untuk bersembunyi di kegelapan.

Akhirnya, sosok itu muncul dengan sendirinya.

“Ah, ternyata pak manajer.”

“Wakana-san… Ada apa?”

Sosok tersebut ialah asisten manajer, Wakana, yang seharusnya sudah pulang lebih awal.

Saat dia berjalan mendekat, Wakana mengenali Ichigo dan terlihat lega.

“Aku baru saja kembali untuk mengambil sesuatu. Apa manajer sedang bersiap mau pulang sekarang?”

“Ya, sesuatu seperti itu.”

“Saya merasa anda sedang berbicara dengan seseorang.”

Jantung Ichigo melompat.

“Tidak, aku sendirian.”

Ichigo berusaha untuk tidak membuatnya keberadaan Luna, yang tercekik di belakangnya. Dia berusaha menghapus keberadaan Luna dengan berusaha mencairkan suasana ketika mereka berbicara.

“Sepertinya begitu.”

Penipuan putus asa Ichigo berhasil. Wakana tampaknya menerima bahwa cuma ada Ichigo yang berada di sana tanpa keraguan sama sekali.

Ichigo merasa sedikit lega–

“Ngomong-ngomong, tentang gadis yang tadi siang…”

Tapi kalimat berikutnya yang keluar dari mulut Wakana membuat perutnya sakit lagi.

“Eh? Oh, maksudmu gadis SMA itu?”

Ichigo menyembunyikan gadis itu di belakang punggungnya tepat saat mereka berbicara. Luna juga menjadi gugup, dan dia mencoba yang terbaik untuk membuat kehadirannya tidak terlalu terlihat dengan mendekati punggung Ichigo.

“Dia gadis yang baik. Dia masih muda, namun dia datang jauh-jauh ke sini untuk mengucapkan berterima kasih.”

“Ya, dia memang gadis baik…”

Ichigo bisa merasakan panas tubuh Luna di punggungnya. Ia bertanya-tanya apakah detak jantungnya yang semakin cepat dapat mencapainya melalui tubuhnya.

“… Omong-omong, pak manajer…”

“Ya?”

Percakapan dengan Wakana masih berlangsung.

Ia tidak mampu untuk membagi konsentrasinya, tetapi dia tidak bisa tidak memberikan jawaban asal.

“Manajer, apa anda lebih suka dibawakan kotak makan siang?”

“Eh?”

“Tidak, biasanya anda memesan via online, tapi hari ini, anda terlihat sangat menikmati kotak makan siang yang dibawa gadis itu. Jika anda lebih suka makan siang buatan sendiri atau semacam selera lainnya ... Jika anda mau, saya bisa membuatnya untuk anda kapan pun ...”

“Apa?” Ichigo bertanya balik karena Ia tidak sepenuhnya mendengar percakapan itu.

“Ah, tidak, bukan apa-apa.”

“Wakana-san, bukankah seharusnya kamu mengambil barang-barangmu yang kelupaan? Aku pikir penjaga keamanan akan selesai mengunci segera. ”

Ichigo merasa tidak enakan, tapi demi mengakhiri percakapan lebih cepat, Ichigo mengubah topik pembicaraan untuk mengingatkan Wakana tentang tujuan awalnya.

“Ah, itu benar. Kalau begitu, sampai jumpa besok.”

“Ya, terima kasih atas kerja kerasmu.”

Strateginya berhasil, dan Wakana buru-buru menuju pintu masuk toko.

“…Sekarang!”

Dengan itu, Ichigo pergi bersama Luna.

“Ayo cepat.”

“Tadi itu benar-benar mendebarkan.”

“Ya, itu buruk untuk hatiku.”

Bersama-sama, mereka berjalan menaiki jalan ke tempat parkir atap tempat mobil Ichigo diparkir.

“Ah benar, kata asisten manajer tadi…” Luna bertanya, “Bagaimana makan siangnya? Apa kamu menyukainya?”

“Ah, yah… Itu enak.”

Luna tersenyum bahagia saat Ichigo mengatakan pendapat jujurnya.

“Aku senang. Kalau begitu, aku akan membuatnya untukmu lagi.”

Melihat Luna yang termotivasi, Ichigo mengernyitkan keningnya. Dia menerobos masuk ke toko sambil membawa kotak makan siang – Sebuah tindakan yang tidak sesuai dengan gambaran Sakura di benak Ichigo. Tapi jika dia adalah pacarnya saat itu… Ichigo membayangkan bahwa ini adalah jenis tindakan yang pasti akan dilakukan Sakura.

Di satu sisi, Ichigo dibuat kaget oleh kejutan Luna, tapi di sisi lain, Ia juga merasakan perasaan tidak bermoral. Dengan dua emosi yang berbeda, Ichigo merasa dilema.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama