Kimi wa Hatsukoi no Hito, no Musume Vol.1 Chapter 3 Bahasa Indonesia

Chapter 3 — Kencan yang Tidak Direncanakan

 

Sesekali, Ichigo akan mengingat kembali kenangan kencannya bersama Sakura di masa lalu.

Meski kebanyakan orang akan berkomentar kalau itu hanyalah kenangan masa remaja yang getir, manis dan asam. Tapi bagi Ichigo, kenangan tersebut merupakan ingatan yang sangat berharga dan istimewa.

Ichigo masih anak-anak pada saat itu, dan tentu saja, Ia tidak memiliki sumber daya finansial maupun kemampuan untuk melakukan apa pun.

Sekali atau dua kali dalam setahun, mereka akan pergi ke taman hiburan terdekat atau fasilitas kolam renang bersama, dan untuk sisanya, mereka hanya akan berjalan-jalan di sekitar pusat perbelanjaan, pusat gim, dan fasilitas hiburan lainnya dalam jangkauan transportasi yang bahkan bisa digunakan anak-anak.

Aktivitas luar ruangan seperti jalan-jalan ke pantai atau gunung.

Bepergian lebih dari satu malam.

Jalan-jalan ke luar negeri.

Tentu saja, hal-hal seperti itu hanyalah mimpi di siang bolong.

Tanpa adanya finansial dan kejutan khusus yang bisa ditawarkan, Ichigo tidak punya pilihan selain mencoba yang terbaik untuk membuatnya tertarik dengan pengetahuan dan kreativitasnya.

Sekarang setelah ingat-ingat lagi, Ichigo merasa kalau dirinya tidak bisa berbuat banyak untuk menghiburnya.

Justru, setelah mengingatnya kembali, Sakura lah yang sering membayar di setiap tempat utama yang mereka kunjungi.

Di masa lalu, selama masa liburan musim panas, Sakura dan Ichigo pergi ke mall terdekat untuk bermain-main.

Di mall tersebut, ada toko es krim yang terkenal di kota, dan di sana, Sakura mentraktirnya es krim. Jauh berbeda dengan yang dijual di minimarket dan toko ritel, harga es krimnya lumayan mahal.

Lagian, sebutan outlet mall terdengar modis di pikiran kekanak-kanakan Ichigo, jadi Ia mengajak Sakura untuk pergi bersamanya secara mendadak.

Outlet pada dasarnya adalah sebuah kompleks perbelanjaan, tempat untuk berbelanja. Tanpa uang, kamu hanya bisa berjalan-jalan dan tidak melakukan apa-apa.

Memikirkan bagaimana Ia menyeret Sakura ikut bersamanya walaupun ajakannya yang begitu mendadak dan bahkan membuatnya menghabiskan uang, membuat Ichigo merasa tertekan.

Sakura memperhatikan Ichigo yang sedih dan kemudian berkata dengan senyum yang indah,

'Aku tidak keberatan. Aku hanya ingin membuat beberapa kenangan sekarang karena Ichi sudah membawaku ke sini.’

Ichigo bahkan masih mengingat aroma parfum bunga yang berasal darinya saat itu. Aroma wangi dengan campuran bunga yang mirip dengan lavender dan buah jeruk …

…Tapi kalau dipikir-pikir, itu adalah kenangan yang cukup memalukan.

Dan bukan hanya tentang itu saja.

Sebagai gadis lebih tua yang tumbuh dalam keluarga yang cukup kaya, Sakura pasti telah merawat Ichigo yang masih muda, tidak tahu apa-apa, dan menyetujui kencannya tanpa sepengetahuannya.

Ichigo baru menyadari hal itu sekarang, dan saat mengingatnya kembali, dirinya yang masih kecil benar-benar sungguh menyedihkan.

Ichigo merasa kalau dirinya saja yang berpikir bahwa waktu yang mereka habiskan bersama itu istimewa dan berharga.

—— Ia penasaran, apa Sakura sudah memutuskan untuk bertunangan karena alasan keluarga saat itu.

—— Ia ingin tahu, apa Sakura selalu bersikap riang untuk menyembunyikan masalahnya yang tidak bisa dia ceritakan kepada orang lain.

Ichigo terus mengajukan pertanyaan yang tidak bisa Ia jawab sendiri.

Dan kemudian, ada kemarahan pada dirinya sendiri karena tidak mengetahui atau memahami apa pun pada saat itu – Kebencian yang membuatnya ingin menangis.

Sebuah siklus yang tidak pernah berakhir.

 

※※※※※

Orang tua dengan anak-anak mereka, pasangan muda-mudi, pasangan lanjut usia…

Musik latar yang ringan diputar mengiringi kerumunan orang dari berbagai latar belakang di area yang cukup luas.

Ichigo Kugiyama mengangguk penuh pemahaman saat melihat sekeliling deretan produk yang dipajang di depannya.

“Begitu rupanya … Ini benar-benar menakjubkan. Syukurlah aku datang kemari.”

Pada hari ini, Ichigo mengunjungi sebuah pusat perbelanjaan besar di kota tempat tinggalnya.

Tidak seperti NSC di pinggiran kota tempat Ichigo bekerja, toko-toko khusus di sini berjejer di dalam satu bangunan.

Lokasinya juga cukup dekat dengan jantung kota.

Tentu saja, kunjungan Ichigo ke sini bukan untuk belanja pribadi, tapi sebagai bagian dari pekerjaannya. Ia datang kemari untuk menyelidiki toko baru pesaing yang baru saja dibuka di pusat perbelanjaan ini.

Pesaingnya adalah perusahaan yang belakangan ini mendapatkan banyak perhatian atas produknya sendiri – Produk yang disebut PB, yang telah menjadi topic pembicaraan di kota melalui acara TV spesial dan dari mulut ke mulut di media sosial.

Mereka pasti telah membuka toko antena di pusat perbelanjaan ini, mengincar untuk merek produk PB.

Proses mengunjungi toko perusahaan lain dan melakukan penelitian kompetitif ini disebut perbandingan toko.

“Sekarang…”

Selain menyelidiki fungsionalitas dan harga produk baru yang paling populer, Ichigo juga melihat skala pengembangan produk dalam kaitannya dengan area situs, variasi produk, dan berbagai macam barang yang dipasarkan.

Ichigo menarik napas dan mengalihkan pikirannya.

Tak perlu dikatakan lagi, masalah yang paling mendesak untuk Ichigo saat ini adalah – Apa yang harus dilakukan tentang hubungannya dengan Luna di masa depan.

Ia secara kebetulan bertemu putri Sakura, Luna. Ia kemudian menghabiskan malam di kamarnya, menerima pernyataan cintanya di pagi hari, dan membuatnya datang ke tempatnya bekerja untuk mengantarkan kotak makan siang di siang hari.

Setelah mengantar Luna ke rumahnya, mereka berdiskusi di kamarnya sambil makan malam. Mereka berbicara dengan tegang dan serius tentang masa depan. Tetapi pada akhirnya, isi pembicaraan mereka terus berputar-putar.

Dengan keras kepala, Luna tidak menunjukkan niat untuk mundur.

“Aku takkan membuat masalah untuk Ichi.”

Setelah makan malam, Luna sudah menyiapkan kopi.

Cairan hitam dengan aroma astringen – Luna terus melanjutkan dengan nada yang sangat serius sambil melingkarkan tangannya di sekitar cangkir yang dituangnya.

‘Aku akan memastikan untuk menutupinya supaya tidak terlihat mencurigakan, seperti yang kulakukan di toko hari ini.”

“Tidak, memang benar kita bisa lolos hari ini, tapi ...'

Ichigo menggaruk rambutnya dengan kesal.

'Bagaimana jika seseorang dari sekolahmu tahu ... Atau bahkan polisi mencurigainya? Bagaimana jika mereka curiga dengan hubungan kita dan mulai menginterogasimu?’

'Jika aku ditanyai, aku akan menjelaskan situasinya dengan benar dan meyakinkan mereka bahwa Ichi tidak bertanggung jawab atau bersalah dengan cara apa pun.'

–Ichigo mengingat kejadian malam itu.

Sepanjang waktu, Luna memasang ekspresi serius.

Sungguh percakapan yang mengganggu. Seolah-olah seorang pria dan wanita diam-diam berselingkuh – pikir Ichigo.

Bertentangan dengan Luna, Ichigo merasa khawatir.

Tapi apapun yang Ichigo katakan, Luna sama sekali tidak bergeming – Karena masih belum mencapai kesepakatan, jadi Ichigo menyarankan agar mereka saling bertukar informasi kontak dan berbicara lagi di lain waktu.

Luna melihatnya pergi, dan Ichigo pun pulang ke rumahnya.

Mengambil pendekatan yang tegas bukan berarti bahwa kamu harus mengabaikannya begitu saja.

Itu artinya, menemukan kompromi yang dapat disepakati kedua belah pihak sebelum mengambil risiko kerusakan lebih lanjut.

Dalam hal ini, tidak ada musuh yang lebih kuat dari Luna.

Solusi cepat tidak dapat dicapai.

(…Ah, terserahlah…)

Pertarungan jangka panjang dan menyesatkan merupakan bukan hal yang jarang terjadi dalam profesi Ichigo.

Ada saat dimana Ichigo terus berkutat pada masalah dengan pelanggan tertentu dan menghabiskan dua tahun untuk mencoba menyelesaikannya.

Dalam kasus seorang manajer toko, situasi seperti itu mungkin timbul tidak hanya dengan pelanggan tetapi juga dengan pemilik lahan dan mitra bisnis. Mau tak mau Ia harus bersabar–

“…Hmm?”

Saat berjalan-jalan di mall sambil memikirkan hal itu, Ichigo melihat sebuah mobil van.

Itu mungkin penyewa – pikir Ichigo saat itu.

Gedung Mall memiliki lahan yang luas, jadi masih memungkinkan untuk memasukkan van ke dalam gedung.

“Es krim, ya?”

Melihat plang dan papan menu yang dihiasi dengan dekorasi warna-warni, produk itu tampak seperti es krim.

Ada juga beberapa jenis iklan yang mengatakan telah ditampilkan di TV dan di majalah.

Ada antrian anak muda yang menunggu giliran, yang menandakan bahwa toko itu cukup populer.

“… Omong-omong, Sakura dan aku pernah pergi ke outlet mall dan dia membelikanku es krim dari toko terkenal yang buka di kota.”

Bila diingat-ingat lagi, itu adalah kenangan yang memalukan.

Ichigo terkekeh.

“……”

… Akhir-akhir ini, anehnya, Ichigo terus mengingat kembali kenangannya tentang Sakura dengan cara ini.

Pertemuan dengan Luna pada tempo hari pasti menjadi pemicunya.

Ichigo belum bisa bersantai karena perkembangan yang terlalu mendadak sampai hari ini, tetapi sekarang setelah dirinya mulai tenang, Ia kembali dibuat menerima kenyataan bahwa Sakura sudah meninggal.

Adapun penyebab kematiannya, Luna mengatakan kalau itu karena kecelakaan. Topik itu adalah masalah yang sangat sensitif bagi Ichigo, dan tentu saja, untuk Luna juga.

Mana mungkin Ichigo bisa bertanya padanya tentang kematian ibunya begitu saja. Itu sebabnya dia berusaha menghindari topik ini sebisa mungkin ketika berbicara dengan Luna.

…Mungkin Luna adalah alasannya – pikir Ichigo, tapi sebanding dengan itu, Ia mulai lebih memikirkan ingatannya dengan Sakura.

Dia menikah pada usia 16 tahun, memiliki seorang anak, dan hidup sebagai Ibu muda.

Dia dipaksa menikah secara politik untuk menyelamatkan keluarganya.

Ayah dan ibu sangat akrab, itulah yang dikatakan Luna. Tapi kemudian, suami yang dinikahinya meninggal, dan dia ditinggalkan untuk membesarkan seorang putri sendirian, lalu sebuah kejadian yang tidak terduga mengakhiri hidupnya.

Kehidupan yang tidak pernah bisa dibayangkan oleh Ichigo… Namun, Ia penasaran apakah Sakura bisa menjalani kehidupan yang bahagia.

“Es krim…”

Mungkin karena Ichigo mengingat Sakura dan memiliki pemikiran yang begitu sentimental.

Dengan alasan bisnis bahwa Ia mungkin ingin mengantri untuk berbicara dengan staf toko, Ichigo mencoba mengantre untuk membeli es krim.

Tapi tiba-tiba, Ichigo merasakan ada seseorang yang mengawasinya. Khususnya, dari dekorasi tanaman diagonal di belakangnya.

…Aku punya firasat buruk tentang ini – pikir Ichigo sambil berbalik.

Ada sesosok yang mengawasinya, tubuhnya setengah mengintip dari balik tanaman.

Sosok itu bahkan tidak berusaha untuk bersembunyi – justru lebih seperti meminta untuk ditemukan.

Dengan helaan nafas dan ekspresi sedikit cemas di wajahnya, Ichigo mendekati sosok itu dan berkata,

“Kenapa kamu ada di sini…?”

“Ah, kamu menyadariku.”

Dia tersenyum nakal mirip seperti kucing, dan tentu saja, sosok itu adalah Luna.

Hari ini, dia mengenakan pakaian santai.

Blus dengan rumbai putih dan rok berwarna biru tua.

Pakaiannya tidak mencolok, dan dia masih mempertahankan kesan polos yang dia miliki ketika mengenakan seragam sekolahnya.

Namun, caranya melompat-lompat di depan Ichigo seolah-olah dia sedikit bersemangat, dan aroma wangi sampo yang menyerbak dari rambutnya, memiliki efek yang akan menarik hati para pria.

“Kamu bertanya kenapa? Tempo hari saat di rumahku, saat kamu berbicara tentang pekerjaan, kamu mengatakan ada toko pesaing yang kamu minati.”

“Apa?”

Kata-kata itu sangat baru bagi Ichigo sampai-sampai membuatnya kesal.

“Maksudmu saat aku mabuk di rumahmu?”

“Ya. Kamu bilang ingin melakukan hari pengintaian untuk survei kompetitif. Dan kemudian, aku bertanya kapan harinya. Apa kamu tidak ingat?”

“…Jadi, kamu berencana untuk menyergapku?” Tanya Ichigo sambil menghela nafas sambil menundukkan kepalanya. Ini akibat dari kecerobohannya sendiri dan kekecewaannya pada kemampuan Luna untuk bertindak terlalu banyak.

Tapi kemudian, Luna memberikan balasan yang tidak diduga Ichigo.

“Tidak. Aku bertanya pada Ichi dengan benar. Aku bilang, 'Karena aku libur sekolah pada hari itu, boleh aku ikut dengan Ichi?'”

“…Eh?”

Ichigo mendongak dan melihat Luna dengan senyum lebar di wajahnya.

“Dan kemudian kamu membalas, 'Boleh-boleh saja', bukan?”

“……”

Pernyataan Luna membuat Ichigo merasa pusing untuk sesaat.

Apa yang baru saja dia katakan itu asli? – Tidak, bahkan jika itu adalah komentar mabuk dan bercanda, mana mungkin Luna bisa bertemu dengannya dengan akurasi yang sangat tepat kecuali dia telah menetapkan tanggal dan waktu yang tepat untuk bertemu dengannya.

Mungkin janji yang dia katakan benar-benar dibuat.

(...Aku tidak mempercayainya kalau aku bahkan melakukan itu dalam keadaan mabuk...)

Ichigo merasa lebih tertekan dan memegangi kepalanya saat teringat betapa bodoh dirinya pada malam itu.

Saat Ichigo mencela dirinya sendiri, “Ayo pergi, Ichi.” Luna mengatakan itu sambil berbalik.

“…Pergi? Ke mana?”

“Ayo berkencan, layaknya sepasang kekasih.”

Komentar polosnya membuat Ichigo merasa lebih menderita.

 

※※※※※

Meski Luna membuat komentar ceroboh tentang pergi berkencan, tapi sepertinya dia tidak sedang mencoba menipu atau mempermalukan Ichigo. Dia tidak memiliki niat jahat sama sekali.

Ichigo tahu itu, jadi Ia merasa kalau memaksanya pergi atau menolaknya di sini bukanlah pilihat yang tepat.

…Jika ada, rasanya mustahil untuk melepaskannya. Aturan praktis sampai hari ini mengatakan demikian.

Selain itu, secara teknis, Ichigo juga sedang bekerja.

Tujuan utamanya untuk memeriksa toko baru sudah selesai, tapi masih ada beberapa penyelidikan yang harus dilakukan di toko lain.

Namun, pergi sendiri dan menjauh darinya… Ichigo tidak bisa melakukan itu.

Alasan Ichigo bisa bertemu dengannya di sini hari ini adalah karena kesalahannya sendiri.

Ichigo tidak punya niat untuk berkencan, tapi... setidaknya Ia bisa mengizinkan Luna untuk pergi ke mall bersamanya dan melihat-lihat toko.

“Pertama-tama, aku tidak akan pergi ke restoran, kafe, bar karaoke, taman bermain, atau semacamnya. Aku takkan melakukan apa pun selain dari kamu mengikuti penyelidikanku sendiri. Apa kamu paham?”

“Oke, aku mengerti.”

“Dan tetap jaga jarak.” kata Ichigo, menjauh beberapa meter dari Luna.

Tidak ada gunanya tetap bersama layaknya muda-mudi yang menikmati kencan mereka. Oleh karena itu, wajar-wajar saja untuk memintanya tetap menjaga jarak.

“Aku tahu, kok. Jangan khawatir.” Luna tersenyum dan menanggapinya.

Ichigo sengaja mencoba membuatnya kehilangan minat, tapi sepertinya Luna tidak peduli sama sekali.

Apa yang Ichigo usulkan hanyalah agar dia ikut mengamati toko-toko … Ia penasaran mengapa Luna terlihat sangat bahagia.

(...Entah bagaimana, hatiku terasa gatal...)

Saat berjalan, Ichigo merasakan konflik batin saat gadis itu mengikutinya seperti anak anjing yang penurut.

Dari kejauhan, Luna tampak mengejar Ichigo yang ada di depannya.

Jika ada seorang pejalan kaki yang memperhatikan mereka berdua, mereka mungkin berpikir kalau mereka mengenal satu sama lain. Namun meski begitu, mereka takkan mengira mereka berdua memiliki hubungan yang mencurigakan.

“Aku ingin tahu bagaimana orang lain berpikir tentang kita ...” Seolah membaca pikiran Ichigo, Luna mulai membuka mulutnya. “Orang tua dan anak? Atasan dan bawahan? Apa mereka pikir kita ini sepasang kekasih?” Dan seterusnya, dengan rasa gembira tinggi yang sama.

(...Dia bersenang-senang. Dia bahkan tidak menyadari situasinya.)

Ichigo menghela nafas dalam hatinya.

Namun, ada satu bagian dari kata-katanya yang membuat Ichigo berpikir, “Begitu ya...” Ia khawatir tentang apa yang akan dipikirkan orang, tetapi dengan dirinya, Ichigo mungkin bisa menghilangkan kesan bahwa mereka adalah ayah dan anak.

“Ayo mampir di sini sebentar.” Ujar Ichigo seraya berhenti di depan sebuah toko umum yang menjual terutama barang-barang interior seperti furnitur dan tempat tidur, serta barang-barang dapur seperti peralatan makan dan peralatan masak. “Aku ingin memeriksa tempat ini.”

Toko ini juga merupakan pesaing… Namun, dibandingkan dengan grup perusahaan tempat Ichigo bekerja, sekala mereka jauh lebih kecil dalam hal persaingan.

Ichigo sudah merencanakan untuk mampir demi melakukan penyelidikan, dan untungnya, ini akan menjadi tempat yang alami bagi orang tua dan anak untuk berkumpul. Setidaknya, jika dua kekasih terpaut usia yang jauh, mereka akan pergi ke tempat yang lebih glamor… Walaupun itu hanya kesan pribadi Ichigo sendiri.

“Datang ke toko perusahaan lain untuk melakukan pengawasan, itu sungguh pekerjaan yang sulit, ya …” ucap Luna ketika mereka melewati pintu masuk toko dan mulai berpatroli di bagian dalam. Tentunya dengan tetap menjaga jarak.

“…Yah, itu sudah menjadi tugasku sebagai manajer toko.”

Sebagai orang yang berdiri di puncak toko, Ichigo harus terus punya visi ke depan dan memunculkan ide-ide baru. Laporan penyelidikan juga tidak boleh diabaikan.

Ketika Ichigo menjawab itu, Luna menganggukkan kepalanya kagum dengan membalas, “Begitu rupanya...”

Ichigo bertanya-tanya mengapa dia tampak memasang ekspresi bangga.

“Kamu sungguh luar biasa, Ichi. Aku mendengar malam itu, sesuatu tentang toko peringkat-S? Sangat tidak biasa mampu bertanggung jawab atas toko terlaris dan menjadi manajer di usia yang begitu muda, bukan? ”

“…Kamu terdengar seperti sedang membual.”

Setiap kali Luna memberinya informasi tentang percakapan mereka malam itu, Ichigo merasa sedikit menderita.

“Terakhir kali aku pergi ke toko, staf di sana sepertinya menghormatimu. Kamu melakukan pekerjaanmu dengan baik dan disukai banyak orang. Bukannya Ichi sebenarnya tipe cowok idaman?”

Luna menjadi bersemangat sendirian saat mengatakan hal yang sama seperti pekerja paruh waktu.

“Wah… Apa aku ini sebenarnya orang yang sangat beruntung? Bisa menjadi pacar seperti Ichi.”

“Ya ya.” Ichigo menyela Luna saat Ia mengamati produk, suasana, dan desain di dalam toko.

“Kamu sangat serius.” Kata Luna sambil menatap Ichigo. Kemudian, Luna bergumam pada dirinya sendiri, “Hmm, ide, ide…”

“Kamu sedang apa?”

“Mhmm… aku hanya mencoba menemukan beberapa ide.”

Karena kita sedang bersama-sama — gumam Luna.

Ini sih bukanlah sesuatu yang akan dilakukan oleh dua orang yang sedang berkencan – Ichigo hanya bisa tersenyum.

“Tidak, kamu tidak perlu melakukan itu.”

“Tapi bukannya penting untuk memiliki pendapat dari sudut pandang konsumen seperti aku?”

Ichigo dibungkam dengan pernyataan yang tak bisa dibantah, dan Ia menahan lidahnya.

“Fufu… Ah, ngomong-ngomong,” Saat itulah Luna menemukan sesuatu dan tampak seperti bola lampu melayang di atas kepalanya.

“Saat aku mengunjungi toko Ichi tempo hari, aku melihat kalau toko itu memiliki ruang kerajinan di mana kamu dapat membuat segala macam barang di sana, kan?”

Department store besar tempat Ichigo menjadi manajer mempunyai lokakarya sebagai fasilitas yang dapat digunakan secara bebas oleh para konsumen. Peralatan dan perlengkapan juga tersedia secara gratis. Selain itu, mereka juga menawarkan kursus kerajinan untuk anak-anak dan kursus budaya yang diajarkan oleh staf dengan pengetahuan khusus.

“Di papan kursus kerajinan itu, ada sesuatu seperti gantungan kunci yang terbuat dari bahan plastik, kan?”

“Oh, gantungan kunci plastik?”

Gantungan kunci dibuat dengan cara menggambar di atas piring plastik dan dipanaskan sampai menyusut. Ini adalah kerajinan untuk anak-anak.

“Ada sampel yang dipajang, etapi pada dasarnya itu adalah salinan ilustrasi dari buku mewarnai, foto, dll. yang telah disiapkan oleh toko, ‘kan?”

“Ya.”

“Ketimbang itu, kenapa kamu tidak mencoba menggunakan gambar yang sedang trend? Saat ini, sesuatu seperti 'Blade of Destruction' sedang naik daun. Kamu bisa membuat gantungan kunci sendiri dengan ilustrasi dari anime populer itu! Atau, sesuatu seperti—”

“Kamu tidak dapat melakukan itu karena ada hak cipta.”

Ichigo tersenyum saat melihat Luna mendengus “Mmm” setelah disela seperti itu.

“Daripada ide masukan untuk menarik pelanggan dan penjualan, aku lebih suka masukan untuk fitur produk. Apa kamu punya ide? ”

“Um ... Bagaimana dengan sesuatu seperti ini?”

Luna kemudian mengambil produk di rak terdekat – Sebuah kotak untuk makan siang.

“Kotak makan siang yang bisa diatur ulang.”

“…..?”

“Kamu bisa menjual beberapa kotak kecil seperti tupperware ini yang bisa ditaruh di dalam kotak yang lebih besar. Misalnya, kamu dapat menyiapkan lauk pada malam sebelumnya, lalu memasukkannya ke dalam kotak tupperware kecil dan menyimpannya di dalam kulkas, dan di pagi hari, memasukkan kotak-kotak kecil ke dalam kotak makan siang yang besar, dan kamu siap melakukannya, tidak ada kerumitan! Kamu bahkan dapat mengubah isi kotak makan siang sesukamu dengan semua variasi lauk yang berbeda! …Sesuatu seperti itu?”

“… Hmmm.”

Walaupun ada beberapa kata yang kurang jelas, dia sudah melakukan yang terbaik untuk menjelaskannya, dan Ichigo mampu memvisualisasikan gambaran dalam pikirannya.

Ichigo pikir itu bukan ide yang buruk.

“Itu mungkin.”

“Benarkah? Yayyy!”

Luna tersenyum lebar dan tampak gembira.

“Bahkan pendapat seorang amatir masih cukup bagus, kan? Kenapa kamu tidak mengumpulkan opini dari pelanggan tetapmu seperti ini?”

“Maksudmu kita harus menyiapkan semacam kotak saran?”

“Hmmm… Sesuatu dengan skala yang lebih besar, sesuatu seperti Kejuaraan Ide Pengembangan Produk Baru!”

“Jika skalanya sebesar itu, akan ada terlalu banyak pekerjaan ...”

Tidak, tunggu sebentar — pikir Ichigo.

Mungkin tidak perlu menyimpannya di toko atau mengirim melalui kartu pos.

Survei online – Menggunakan aplikasi perusahaan.

Saat ini, fokus toko Ichigo adalah – Meningkatkan jumlah pelanggan yang menggunakan aplikasi, yang juga merupakan upaya keras perusahaan.

Bagaimana jika menggunakan kesempatan ini untuk mengumpulkan ide untuk peningkatan produk dari pelanggan sebagai acara berbasis aplikasi?

Peserta survei juga dapat diberikan poin belanja yang dapat digunakan di toko-toko di seluruh negeri. Itu juga akan menarik lebih banyak pelanggan.

Daripada mengumpulkan pendapat secara acak dari berbagai orang dari sektor swasta yang entah dari mana, jika Ia mengumpulkan usulan dari pelanggan yang menggunakannya secara teratur, hal itu harusnya dapat mengumpulkan ide-ide yang akan sangat diminati.

“Ada apa, Ichi?”

“Tidak, aku sedang berpikir kalau aku mungkin baru saja menemukan ide yang cukup bagus berkat idemu.”

Ketika Ichigo mengatakan itu, Luna tersenyum senang dan berkata, “Begitu… syukurlah kalau begitu.”

Kemudian, sama seperti sebelumnya, dia menatap Ichigo.

Ichigo menyadari hal itu dan mengangkat pandangannya.

“Ada apa?”

“Mhmm… Aku hanya kepikiran kalau wajah Ichi saat sedang serius dan berkonsentrasi itu terlihat keren. Ah, itu selalu keren, kok. ”

Saat Luna mengatakan itu, jantung Ichigo berdetak kencang untuk sesaat.

Dan di saat berikutnya, Ia pun tersadar.

Itu karena Ia menyadari bahwa Luna telah mendekatinya dari jarak dekat dan sedang menatap wajahnya

“Tidak, kamu terlalu dekat, tau.”

“Eh, cuma sebentar kok, sebentaaarrr saja.”

Ichigo memutar tubuhnya untuk menjauh dari Luna yang bersandar terlalu dekat dengannya.

Saat itulah terjadi.

“Ah, pak manajer?”

Suara itu terdengar akrab, dan tubuh Ichigo menegang saat merasakan sentakan kejutan yang menarik tulang punggungnya.

Ichigo menoleh ke sumber suara dan di sana, ada salah satu ibu rumah tangga yang bekerja paruh waktu di toko Ichigo.

Hari ini, Ichigo yakin para staf sedang berlibur.

“Halo, jadi hari ini pak manajer juga tidak bekerja.”

“Ah tidak…”

Ini buruk – pikir Ichigo segera.

Tepatnya, Ichigo ada di sini untuk survei pesaing, jadi dia tidak sedang berlibur tapi sedang bertugas, tapi ini bukan waktunya untuk menunjukkan hal ini.

Ichigo terlihat bersama Luna.

Di tangan para ibu rumah tangga paruh waktu ini, tidak peduli alasan apa yang diajukannya, semua beritanya akan tersebar di mana-mana besok… Tidak, malam ini mungkin akan menyebar langsung melalui aplikasi pesan di ponsel mereka.

Keringat dingin bercucuran di sekujur tubuhnya.

Namun….

“Apa Anda sendirian hari ini? Mengapa Anda tidak sesekali menghabiskan hari libur anda bersama pacar?”

“…Eh?”

Saat Ichigo menoleh pada ucapan ibu rumah tangga itu, Luna yang seharusnya berada tepat di sampingnya telah menghilang.

Tanpa Ia sadari, Luna sudah pindah ke sisi lain dari bagian peralatan dapur dan sedang melihat produk dengan punggung menghadapnya.

Keberadaannya belum disadari. Dia sepertinya berpura-pura menjadi orang asing, dengan sempurna membodohi sekelilingnya.

“Ah, ya, ya.”

Setelah itu, ibu rumah tangga itu berbincang-bincang sebentar dengan Ichigo, dan meninggalkan toko, tampaknya telah selesai berbelanja.

“Hah… tadi itu hampir saja.”

“Ya, memang hampir.”

Saat Ichigo menepuk dadanya, Luna kembali mendekatinya.

“Aku juga merasa sedikit gugup.”

Terlepas dari ucapannya, dia tampaknya sangat menikmati dirinya sendiri. Melihat Luna yang seperti itu, Ichigo merasa lemas seolah-olah tenaganya terkuras dari tubuhnya.



※※※※※

Jika mereka tetap di sini terus, mereka mungkin akan bertemu wajah yang mereka kenal lagi.

Bagaimanapun juga, mereka dengan cepat meninggalkan toko dan menuju tempat parkir yang tersedia di pusat perbelanjaan.

“Apa kita sudah mau pulang?”

“Ya, aku sudah melakukan semua penyelidikan yang diperlukan. Aku akan pulang untuk mengurus dokumen.”

Pada saat yang sama, Ichigo menempatkan Luna di kursi penumpang dan menyalakan mobil untuk membawanya pulang.

“Oh, ngomong-ngomong,” Saat mereka mengemudi keluar dari tempat parkir, Luna berbicara seolah-olah baru mengingatnya. “Kita melewatkan es krim.”

“Es krim?”

“Itu loh, mobil van yang menjual es krim tadi? Aku tadinya mau mencoba untuk mengantri. ”

“Ah…”

Ichigo juga ingat bahwa sebelum Ia menemukan Luna yang sedang bersembunyi, I sedang mengantri untuk membeli es krim.

“Aku juga ingin es krim… Ah, itu dia!.”

Saat mereka berhenti di lampu merah, Luna melihat sesuatu dan menunjuk. Ada  toko es krim di sepanjang jalan. Papan nama yang dirancang dengan warna merah muda dan biru muda, bersinar penuh warna.

“Kenapa kita tidak mampir ke sana?” Luna dengan polos menoleh ke Ichigo dan menyarankan begitu.

“Aku akan mentraktirmu kali ini karena kamu selalu mentraktirku.”

“…Tidak.”

Mungkin karena Luna baru saja mengangkat topik tentang es krim. Di benak Ichigo, bayangan Sakura dari ingatannya muncul – Dan sepertinya tumpang tindih dengan wajah Luna.

“Aku akan mentraktirmu.” Tentu saja, Ichigo mengatakan itu.

“Apa kamu yakin?”

Ichigo memperlambat laju mobilnya dan berhenti di tempat parkir toko es krim.

Setelah pertemuan dengan bagian ibu rumah tangga tadi, Ichigo sedikit khawatir untuk pergi ke toko bersama, jadi dia memutuskan untuk memberi Luna uang dan memintanya untuk membeli es krim.

“Kamu mau es krim yang apa?”

“Apa saja tak masalah. Kamu bisa membelikanku apa pun yang kamu inginkan. ”

Dengan itu, Ichigo melihatnya pergi.

Luna pergi ke toko es krim, dan beberapa saat kemudian.

“Maaf sudah membuatmu menunggu.”

Dia duduk kembali di mobil dengan es krim di masing-masing tangannya. Dari tampilan dan baunya, sepertinya dia membeli es krim rasa cokelat mint dan es krim vanila.

“Ini”

“Terima kasih.”

Es krim yang diberikan kepada Ichigo adalah es krim rasa vanilla. Ia memasukkannya ke dalam mulutnya sebelum meleleh, dan rasa es krim vanilla yang sederhana menyebar di mulutnya.

“Aku mau mencicipi sebagian dari itu juga.” Kemudian, Luna memindahkan tubuhnya dari kursi penumpang dan menggigit es krim vanilla Ichigo. Sebelum Ia bisa mengatakan apa-apa, Luna sudah kembali ke posisi semula, dan berkata, “Mmm, enak~” sambil menikmati es krim yang dia beli. Dia kemudian melirik Ichigo dan berkata, “Apa Ichi mau mencoba punyaku juga?”

“Tidak, aku tidak terlalu suka dengan rasa mint.”

“Begitukah … Gagal, ya.”

Entah kenapa, Luna tampak tidak senang dengan jawaban Ichigo.

“Ah...” Ichigo menoleh dan melihat secuil es krim vanilla telah meleleh dan menempel di pipi Luna. Menyadari hal ini, Ichigo berkata sambil menunjuk pipinya sendiri, “Luna-san, ada noda es krim vanilla di pipimu.”

“Eh?”

Memahami gerakan Ichigo, Luna memeriksa wajahnya sendiri di kaca samping.

“Ah, terima—” Saat dia akan mengatakan ini, Luna berhenti berbicara seolah-olah memikirkan sesuatu. “Ahh~~oh ya, aku lupa membawa saputanganku.”

“……”

… Mana mungkin.

Luna menunjuk pipinya sendiri dan berbalik menghadap Ichigo. Matanya menyipit dan tersenyum nakal, tampilannya itu memberikan daya tarik seks yang menggoda.

“Kamu boleh menjilatku kok, Ichi.”

“…Aku takkan menjilatmu.”

“Ehh~ enggak masalah ‘kan, lagian tidak ada yang melihatnya.”

Cuma ada mereka berdua di dalam mobil, dan di ruang tertutup, Luna membuat saran yang menggoda.


“Kamu tidak bisa melakukan ini dengan Ibu, kan?”

“Ugh...” Ichigo sedikit tergagap mendengar komentar Luna.

–Beberapa detik keheningan berlalu.

“…Tidak, coba pikirkan tentang akal sehat, Luna-san.”

“Eh, dasar pembohong! … ya udah.”

Dia pasti merasakan batas dalam suasana tegang.

Luna sepertinya juga tersipu malu. Dia buru-buru mengeluarkan sapu tangan dan menyeka pipinya yang memerah.

(...Kamu tidak benar-benar melupakan saputanganmu, kan?)

Mereka berdua terus memakan es krim bersama untuk sementara waktu, sambil bertukar beberapa kata.

Di dalam mobil kecil, terisolasi dari dunia luar, hanya ada mereka berdua untuk sementara waktu.

“…Apa kamu merasa bersenang-senang dengan semua ini?” Akhirnya, Ichigo yang membuka mulutnya.

“Hmm?”

“Kamu bilang kalau kamu ingin menjadi kekasihku, dan kamu serius. Tapi hubungan yang kita miliki, lebih seperti bermain-main saja, bukan? Bukannya menurutmu itu sedikit lebih sulit daripada hubungan normal?”

“Ini menyenangkan.” Luna segera menanggapi pertanyaan jujur ​​Ichigo.

Lagipula dia tidak mudah terombang-ambing – pikir Ichigo.

“Ini pertama kalinya aku bisa bermain-main seperti ini dengan seseorang tanpa mengkhawatirkan apapun.” Luna melanjutkan.

Ichigo terperangah dengan komentarnya.

(...Apa karena dia masuk ke sekolah khusus Ojou-sama sehingga hal-hal semacam ini tidak dilihat dengan baik? ...Tidak, Jika aku mengatakannya seperti itu, hubunganku dengannya saja sudah menjadi masalah besar.)

“Ichi, apa kamu menganggap dirimu sebagai orang yang tidak menyenangkan?” Tanya Luna sambil duduk di kursi penumpang, dia menjilati es krim dari tangannya dan masuk ke mulutnya.

“Tapi kenyataannya bukan begitu, ‘kan? Selain itu, Ichi juga sangat baik. Aku selalu merasa aman dan dimanjakan setiap kali aku bersamamu.”

“Eh?”

“Maksudku, jika kamu benar-benar tidak ingin bersamaku, kamu bisa saja melarikan diri, tapi kamu tidak melakukannya, ‘kan?”

“Jika aku melarikan diri atau semacamnya, kamu mungkin akan berteriak dan menyebabkan keributan besar.”

“Aku takkan melakukan itu.” Wajah Luna berubah cemberut.

“Seperti yang sudah aku bilang, rasanya sungguh menyenangkan dan menenangkan, dan aku merasa nyaman… dan juga, sama seperti beberapa saat yang lalu, kamu selalu bersedia meladeni keegoisanku… Ah, mungkinkah Ichi juga menyukaiku?” kata Luna sambil menatap Ichigo dengan penuh harap.

Segera, Ichigo membantah, “Tentu saja tidak.”

Tapi pada saat itu, Ichigo berpikir bahwa kata-katanya sangat tepat sasaran.

Sama seperti kotak makan siang kemarin, aksinya tidak sama seperti gambaran Sakura di dalam kepala Ichigo.

Tapi itulah sebabnya.

Seolah-olah Ia melihat sisi tak terduga dari orang yang Ia cintai yang tidak pernah ditunjukkan padanya.

Karena itu, Ichigo merasakan perasaan yang segar dan menggairahkan.

Pikiran rasionalnya terasa bermasalah, tetapi tidak sebanyak biasanya.

 

※※※※※

Ichigo mulai mengingat semakin banyak kenangannya bersama Sakura.

Ichigo merasa kalau itu adalah kencan, tapi Ia masih anak-anak pada saat itu dan secara alami tidak memiliki sumber finansial atau kemampuan untuk melakukan sesuatu yang besar demi Sakura.

Itu adalah kenangan yang memalukan.

Ichigo merasa kalau dirinya saja yang berpikir bahwa waktu yang mereka habiskan bersama itu istimewa dan berharga.

—— Ia penasaran, apa Sakura sudah memutuskan untuk bertunangan karena alasan keluarga saat itu.

—— Ia ingin tahu, apa Sakura selalu bersikap riang untuk menyembunyikan masalahnya yang tidak bisa dia ceritakan kepada orang lain.

Ichigo terus mengajukan pertanyaan yang tidak bisa Ia jawab sendiri.

Dan kemudian, ada kemarahan pada dirinya sendiri karena tidak mengetahui atau memahami apa pun pada saat itu – Kebencian yang membuatnya ingin menangis.

Sebuah siklus yang tidak pernah berakhir.

……

… Apa memang seperti itu? - renungnya.

Melihat sosok Luna yang sekarang, Ichigo merasa kalau dirinya bisa menghibur Sakura di masa itu. Itu adalah perasaan misterius yang tidak bisa Ia jabarkan sepenuhnya.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama