Chapter 4 — Hadiah Buatan Tangan
Selama beberapa hari terakhir, Kugiyama
Ichigo mengalami lebih dari kejadian di luar batas tak terduga yang terjadi. Ia
ingin tahu apakah kejadian demi kejadian tersebut berkaitan satu sama lain dan
membentuk rantai peristiwa.
'Insiden'
terjadi
ketika Ichigo pergi ke apartemen Luna untuk kedua kalinya dan mencoba
meyakinkannya bahwa mereka tidak bisa menjadi sepasang kekasih.
“Jangan bertingkah keras kepala
terus. Apa kamu masih belum bisa paham juga?”
Sama seperti terakhir kali,
Ichigo berusaha menjelaskan padanya tentang akal sehat dan bagaimana secara sosial,
memiliki hubungan kekasih di antara mereka sangatlah mustahil, walaupun mereka
berdua sama-sama setuju.
“Aku mengerti. Tapi tetap saja,
aku sangat mencintai Ichi dan ingin menjadi pacarmu.”
Namun, setelah serangkaian
argumen sengit, Luna masih menolak untuk menyerah pada pertanyaan Ichigo.
“Hah~~” Ichigo kemudian
menghela nafas panjang.
Itu bukan helaan karena jijik
terhadap Luna atau semacamnya. Tapi lebih seperti helaan yang mengejek dirinya
sendiri.
(...Mungkin
aku terlalu lembut dalam kata-kata dan sikapku)
Tempo hari, dalam perjalanan
pulang dari pusat perbelanjaan, Ichigo sedang mengobrol dengan Luna sambil
makan es krim di dalam mobil.
Bahkan pada saat itu, dia
memberitahu Ichigo, 'Entah bagaimana,
kamu akan memaafkanku.' dan 'Aku
merasa aman bila saat bersamamu.'
Komentar yang dilontarkan
memang terdengar baik, tapi bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, itu
bisa diartikan sebagai tanda kalau perkataan serius Ichigo tidak tersampaikan
padanya.
(...Mungkin
aku harus mengatakannya dengan lebih kasar...)
Bahkan di tempat kerja, Ichigo
jarang meninggikan suaranya saat marah. Atau lebih tepatnya, Ia belum pernah
melakukannya sebelumnya.
Ia tidak berbeda dengan bayi
ketika menyampaikan emosi dan membuat orang lain merasa tidak nyaman, meskipun,
setiap manusia memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri.
Ichigo lebih suka memberikan
alasan yang kuat untuk membuat pihak lain menyadari kesalahan mereka, daripada
marah dan membuat mereka tidak nyaman. Ia merasa kalau cara itu lebih efisien.
Terlebih lagi, semuanya akan
sia-sia jika itu mengganggu pihak lain.
Itu sebabnya Ichigo merasa
bahwa menjadi emosional akan menghasilkan kontraproduktif. Itu akan menyimpang
dari tujuan semula dan berkembang menjadi pertempuran kehendak belaka antara
pihak-pihak yang terlibat.
“……”
Ichigo melirik jam di dinding.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Waktu di mana Ia tidak tahan untuk
tinggal di kamar seorang gadis SMA lebih lama lagi, tentu saja, setelah
bermalam di sana sebelumnya.
Apalagi besok adalah hari
libur. Hari libur bagi kebanyakan orang tapi Ichigo masih akan pergi bekerja.
Faktanya, itulah alasan mengapa ini akan menjadi hari yang sibuk bagi industri
jasa, tempat Ichigo bekerja.
Ichigo ingin pulang lebih cepat
dan bersiap-siap untuk besok.
“Apa boleh buat ... Mari kita
bicarakan lagi lain kali,” ucap Ichigo dengan suara yang agak rendah, mungkin
karena kelelahannya yang menumpuk. Ia kemudian melanjutkan untuk mengangkat
dirinya dari kursi sambil menyisir rambutnya.
“Hanya itu untuk hari ini,
sekarang aku mau pulang dulu.” Ichigo mengucapkan selamat tinggal sambil
berdiri.
Pada saat itulah terjadi.
“Ichi, um…” Luna yang sedari
tadi terdiam, membuka mulutnya dengan bisikan. “Apa kamu benar-benar jengkel?”
“……”
Pertanyaan Luna terdengar
sedikit takut-takut. Ichigo bisa melihat wajah yang menatapnya memiliki
ekspresi sedih.
(...Ah,
gawat.)
Entah itu ekspresi atau
sikapnya, Ichigo pasti telah menunjukkan kepura-puraan emosional padanya.
“Tidak, aku tidak terlalu
jengkel ...” Ichigo buru-buru mambantah perkataan Luna.
Hatinya sangat sakit ketika
ditunjukkan ekspresi sedih di wajahnya, yang mirip dengan muka Sakura.
Namun, apa yang Ichigo inginkan
ialah kesepakatan berdasarkan pemahaman kedua belah pihak.
Ichigo tidak boleh menarik
emosinya.
“Po-Pokoknya, karena sekarang
sudah larut malam. Kamu harus mengunci pintu, meminum minuman hangat yang enak,
dan pergi tidur.”
Saat Ichigo sedikit meninggikan
suaranya dan berkata dengan nada ceria, Luna langsung memasang wajah tersenyum.
“Kamu memang sangat baik ya,
Ichi.”
Senyum di wajahnya membuatnya
gugup, dan sekilas, jantung Ichigo berdetak kencang.
Perhatiannya teralihkan.
Dan itulah awal dari semuanya.
“Woaahh.”
Kemudian, Ichigo tidak
memperhatikan langkahnya, dan akibatnya, Ia tidak sengaja menginjak bantal yang
tergeletak di lantai.
Pada saat Ia menyadarinya, semuanya
sudah terlambat. Bantal yang Ia injak tergelincir, dan Ichigo kehilangan
keseimbangan sepenuhnya.
Gawat –
pikir Ichigo saat mencoba mendapatkan kembali keseimbangannya.
Namun, pusat gravitasinya sudah
bergeser ke bagian atas tubuhnya. Dengan kata lain, yang tersisa baginya
hanyalah roboh dan jatuh.
“Ah…” Luna juga ikut bereaksi,
tapi tidak sempat dan dia tidak bisa meraih Ichigo untuk membantunya.
Segera, Ichigo tersandung dan
mengulurkan tangannya ke rak terdekat.
Itu adalah rak kayu berwarna
polos tempat foto keluarga Luna dan aksesori lainnya disimpan. Tampaknya itu
adalah perabot yang sangat murah, mungkin dijual di toko perabotan lokal.
Apa yang terjadi setelahnya, merupakan
fenomena yang sudah diduga.
Dalam keadaan buru-buru dan
tergesa-gesa untuk menggapai rak terdekat, Ichigo mengulurkan tangannya ke rak
dan meletakkan beban di atasnya – Dengan suara keras, panel atas rak retak.
“Wah!”
Momentum jatuhnya tidak
berhenti, dan alhasil, rak itu runtuh, dihancurkan oleh berat badan Ichigo.
Suara jatuh bergema di seluruh
ruangan, dan dalam waktu singkat itu, Luna tidak bisa menahan diri untuk tidak
menoleh.
“Ah…”
“Apa kamu baik-baik saja,
Ichi?”
Segera setelah itu, Luna
bergegas menghampiri Ichigo yang terjatuh bersamaan dengan rak yang hancur. Dia
meraih tangan Ichigo dan memeriksa apakah ada goresan.
“Apa kamu terluka?”
“Tidak, aku baik-baik saja.”
Ichigo bahkan tidak merasakan
badannya terkilir atau keseleo saat jatuh, dan tidak ada tanda-tanda kayu patah
atau semacamnya yang menancap di tubuhnya.
“Yang lebih penting lagi …”
Ichigo melihat sisa-sisa rak
berwarna yang berserakan di lantai.
Rak atas hingga rak bawah rusak, Selain itu,
papan belakang terlepas ketika rak dihantam tubuh Ichigo.
Kerusakannya sangat parah, jadi
kelihatannya sulit untuk diperbaiki. Rak itu sangat hancur sehingga tidak dalam
bentuk aslinya lagi. Itu benar-benar berubah menjadi barang rongsok.
“Maaf.. aku ceroboh.”
“Tidak apa-apa.”
Luna meraih tangan Ichigo yang
depresi dan tersenyum lembut padanya.
“Tadi itu kecelakaan, jadi mau
bagaimana lagi. Aku cukup senang bahwa kamu baik-baik saja.” kata-kata hangat
yang keluar dari mulut Luna membuat Ichigo merasa semakin bersalah.
“Aku akan membersihkannya untuk
saat ini. Di sini berbahaya jadi Luna-san harus menjauh sebentar.”
“Jangan khawatir, aku akan ikut
membantu.”
Luna memberi Ichigo kantong
sampah untuk bahan yang tidak mudah terbakar, dan mereka mulai memasukkan
potongan kayu besar ke dalamnya.
Mereka kemudian mengumpulkan
benda-benda kecil yang tersisa dengan sapu dan pengki sembari pada saat yang
sama, mengumpulkan kembali aksesoris.
“Ngomong-ngomong, ini jadi
mengingatkanku …”
Ichigo memungut foto keluarga
Sakura dan Luna, lalu memeriksa untuk memastikan bingkainya tidak rusak. Saat
memeriksanya, Ichigo bergumam pada dirinya sendiri sambil melihat foto Sakura.
“Hal yang sama pernah terjadi
juga saat aku pergi ke rumah Sakura untuk bermain ketika kami masih kecil
dulu.”
“Eh?” Luna bereaksi terhadap
kata-kata tak terduga Ichigo.
“Kalau tidak salah kejadiannya
saat Sakura dan aku sedang bermain video game. Aku menang dan mulai
melompat-lompat dengan penuh semangat, lalu, aku memecahkan perabotannya juga.
Itu adalah rak kecil yang serupa. ”
Tidak seperti kecelakaan hari
ini, kejadian di masa lalu karena akibat dari terbawa suasana dan Ichigo
mendapatkan ganjaran yang sepantasnya.
Meski begitu, Sakura tertawa
dan memaafkannya, seperti yang dilakukan Luna sekarang.
Namun, Ichigo tidak bisa
melupakan fakta bahwa dirinya telah membuat kesalahan di depannya dan
merepotkannya.
(...Aku
akhirnya membuat rak baru sendiri untuk menggantinya, ‘kan?)
Ichigo mengingat kenangan masa
itu di benaknya.
“Maafkan aku. Aku janji akan
menggantinya.” ucap Ichigo seraya berbalik ke arah Luna.
“Apa itu tidak apa-apa?”
“Tentu saja. Terlebih lagi,
tokoku ‘kan department store, tau?”
Toko tempat Ichigo menjadi
manajer adalah department store besar. Jadi tentu saja, mereka juga memiliki
berbagai jenis furnitur.
“Toko tempatku bekerja punya
rak yang serupa, jadi aku akan membelinya besok dan membawanya ke sini. Aku
juga akan mengambil pecahan ini dan membuangnya.”
“……”
Luna, yang sedang memungut
barang-barang pribadinya yang berserakan di lantai bersama Ichigo, tetap diam
seperti sedang memikirkan sesuatu.
Di atas bahu di mana rambut hitamnya
yang indah tergerai – Sosok cantiknya tampak agak murung.
“… Luna-san?”
“Ah, ya, aku mengerti. Terima
kasih, Ichi.” Luna menjawab, mungkin karena mendengar suara Ichigo.
Pada saat itu, Ichigo merasa
kalau reaksinya agak aneh.
Bagaimanapun, beres-beresnya
sudah selesai. Mereka mengucapkan selamat tinggal dan Ichigo pulang ke rumahnya.
–Dan
insiden tersebut terus berlanjut ke hari berikutnya.
※※※※※
—— Keesokan harinya.
Menurut kalender, hari ini
merupakan hari libur nasional. Toko Ichigo penuh sesak dengan jumlah pelanggan
yang jauh lebih banyak daripada hari biasanya.
Waktunya saat menjelang tengah
hari.
Di sudut toko, Ichigo sedang
mengadakan pertemuan dengan Wakana, asisten manajer, tentang menambah lebih
banyak mesin kasir untuk mengatasi peningkatan jumlah pelanggan.
“Sesuai perkataan, pak Manajer,
area ini akan menjadi tempat termudah untuk dipasang karena dekat dengan pintu
masuk dan sumber listrik.”
“Kalau begitu kita laksanakan
rencana itu.”
Saat mereka mendiskusikan ini,
mereka melanjutkan rencana mereka–—
“Halo, permisi.”
Tiba-tiba, ada suara memanggil
Ichigo dari belakangnya.
Bahu Ichigo bergetar karena
terkejut. Bukan karena dia terkejut dengan panggilan mendadak itu. Itu karena
suara tersebut terdengar akrab di telinganya.
Saat berbalik dengan firasat
buruk, tebakannya ternyata benar.
“Eh, kamu…”
“Sudah lama tidak bertemu.”
Wakana membulatkan matanya
karena terkejut juga.
Orang yang berdiri di sana,
seperti yang diharapkan, adalah Luna.
Karena sekarang adalah hari
libur nasional, jadi sekolahnya juga libur.
Sama seperti tempo hari, dia
mengenakan pakaian kasualnya, yang tidak mencolok dan memiliki suasana gadis
yang rapi dan cantik. Cuacanya agak cerah, jadi mungkin dia mengenakan parfum
aroma jeruk yang segar dan feminin untuk menyesuaikannya.
“Saya sangat berhutang budi
kepada pak Manajer sebelumnya.” tutur Luna sambil menundukkan kepalanya ke Wakana, yang
sudah dikenalnya.
Di sisi lain, Ichigo mencoba
untuk tetap tenang seolah-olah mempertahankan sikap profesionalnya.
“Apa hari ini kamu sedang
berbelanja ?” Tanpa terlalu curiga dengan kemunculan Luna, Wakana mulai sedikit
berbincang-bincang dengannya.
“Ya, untuk membeli perabotan
baru.”
“!!!”
Ketika Ichigo mendengar
kata-kata yang diucapkan Luna,
(…Mana
mungkin…)
Ichigo yakin kalau Luna mengacu
pada kejadian tadi malam ketika dirinya secara tidak sengaja merusak rak
berwarna.
“Saya sudah melihat semua produk
di lantai penjualan, tapi saya masih belum bisa memutuskan…” Kemudian, Luna
menatap Ichigo. “Um, Kugiyama-san, apa anda bersedia membantu saya untuk
melihat-lihat produk dan memilihnya?”
“Apa?” saat mendengar
permintaan Luna, Ichigo hanya bisa mengeluarkan suara tercengang.
“Ah, tolong tunggu sebentar, aku
akan memanggil orang yang bertanggung jawab sekarang.” Wakana menyela sambil
mengeluarkan alat komunikasi, mengambil tindakan cepat.
Namun, lebih cepat dari itu,
Luna melambaikan tangannya untuk menghentikan Wakana.
“Um, jika bisa, saya lebih suka
pergi bersama Kugiyama-san dan membicarakan hal itu dengannya…”
“Itu…”
Luna tampak ngotot ingin memilih Ichigo.
Setelah mendengar itu, Wakana
menoleh ke Ichigo dengan ekspresi bermasalah di wajahnya.
“……”
Hari ini, Luna datang ke toko
sebagai pelanggan.
Jika ada permintaan dari
pelanggan, wajar jika industri bidang pelayanan merespons permintaan pelanggan.
Tidak peduli apakah kamu seorang pekerja paruh waktu, karyawan tetap, maupun
manajer.
(...
Apa boleh buat.)
Terlepas dari niatnya, tidak
ada alasan untuk menolak keinginan Luna secara langsung.
“Jangan khawatir, Wakana-san. Aku
akan berbicara dengannya sendiri. Adapun mesin kasir, mari kita lanjutkan
dengan rencana seperti yang sudah kita diskusikan sebelumnya.”
“Pak Manajer... saya mengerti.”
Karena Ichigo sendiri
menyetujuinya, Wakana tidak mengatakan apa-apa lagi.
Dia diam-diam mundur dan pergi,
berkata, “Kalau begitu, silakan nikmati waktu anda.”
Namun, seperti yang diharapkan
darinya, segera setelah itu, dia menggunakan interkom untuk memberi tahu staf
di toko, “Manajer ikut bergabung dalam melayani konsumen. Jika kalian punya
urusan, silakan hubungi asisten manajer. Dan juga, tolong bantu kami di lantai
penjualan. ” Dengan itu, persiapan telah diletakkan dengan kokoh.
Sekarang, Ichigo bisa
berkonsentrasi menghadapi Luna tanpa khawatir.
“Kalau begitu, tolong lewat
sini. Bagaimana kalau kita pergi ke bagian barang interior?”
Ichigo membimbing Luna ke
bagian furnitur. Ichigo memimpin, diikuti oleh Luna.
“…Apa kamu mencari pengganti
untuk rak yang aku rusak kemarin?” Ichigo berbisik pada Luna yang mengikutinya
dari belakang.
“Ya.”
“Sudah kubilang aku akan
membelinya untukmu malam ini.”
“Aku ingin memilihnya dengan
Ichi.” jawab Luna sambil tersenyum.
Yah,
karena itu furnitur untuk kamarnya sendiri. Mengatakan kalau dia ingin memilihnya sendiri tidaklah salah –
pikir Ichigo dalam hati.
“Tapi bukan berarti kamu boleh
mengagetkanku dengan tiba-tiba muncul di tokoku.”
“Jangan khawatir, aku di sini
hanya sebagai konsumen, dan asisten manajer tidak kelihatan curiga, ‘kan?”
“Tidak untuk saat ini.”
Itu benar, jika dia terus
bertingkah begini, cepat atau lambat orang-orang pasti akan tahu..
“Hei, Ichi, yang lebih
penting…” ucap Luna dengan suara berbisik sambil berlari dan melihat
sekeliling. “Entah bagaimana, aku merasa seperti banyak karyawan toko yang terus
melirikku…”
Salah satu alasannya pasti
informasi yang baru saja diedarkan kepada staf melalui interkom.
Melihat Luna dengan Ichigo,
anggota staf yang lewat berbalik dan menatapnya.
“Ah…”
Tiba-tiba teringat, Ichigo
menjelaskan kepada Luna mengenai kejadian tempo hari, dimana dia memberi
kejutan kotak makan siang.
“Sebenarnya, ada sedikit
keributan saat kamu terakhir kali ke sini. Kamu sangat manis sampai-sampai staf
pria yang masih muda ingin mengetahui alamat kontakmu dan berkenalan denganmu.
”
Terutama Aoyama, seorang
mahasiswa dari universitas fakultas pendidikan jasmani.
Ketika Ichigo memberitahu hal
ini, Luna tercengang selama beberapa saat seolah-olah dia menjadi linglung. Setelah
itu, dia memalingkan wajahnya dengan rona merah mewarnai pipinya. Dia tampak
sedikit malu setelah mendengar apa yang dikatakan Ichigo.
Ichigo merasa agak geli, karena
Ia tidak mengharapkan reaksi naif seperti itu.
Sementara mereka berbicara
seperti ini, mereka akhirnya tiba di bagian barang interior.
“Oh, Sonozaki-san.”
Di sana, Ichigo menemukan
seorang ibu rumah tangga pekerja paruh waktu yang mengatur area penjualan dan
memanggilnya.
“Ah, pak Manajer. Anda disini. Saya
baru saja mendapat telepon dari asisten manajer. ”
Sonozaki, begitula dia
dipanggil, adalah wanita pekerja paruh waktu yang ramah. Meski dia lebih tua
dari Ichigo, dia terlihat cukup muda sehingga Ichigo merasa sedikit ragu untuk
memanggilnya bibi. Dia juga memiliki dua putra, satu di SMA dan satu laginya
sudah SMP. Dia adalah orang kuat yang mampu membawa barang interior terberat
sekalipun dengan mudah. Dia juga seorang ibu yang berkemauan keras. Begitulah
kesan dari Sonozaki-san.
“Senang bertemu dengan anda. Nama
saya Hoshigami. Tempo hari, Kugiyama-san telah membantu saya.”
“Ya, aku sudah mendengarnya. Orang-orang
sedang membicarakanmu.” Sonozaki menanggapi dengan nada ramah sapaan Luna.
“Saya sangat berterima kasih
kepada Kugiyama-san atas bantuannya. Sejak saat itu, saya sudah menjadi
penggemar toko ini.”
“Lebih tepatnya kamu menjadi
penggemar pak Manajer daripada toko ini, ‘kan?” Sonozaki membuat komentar yang
agak bercanda.
Mau tidak mau, dalam hati
Ichigo merasa gugup.
“Ah, apa saya ketahuan?” Luna
menjawab dengan antusias.
Namun, Ichigo tidak dalam mood
meladeni itu.
Dari bincang-bincang semacam
inilah banyak hal menjadi mencurigakan dan kebenaran terungkap.
“Tidak, tidak, tidak seperti
itu. Aku senang dengan lelucon itu. ” Ichigo melanjutkan dengan komentar
hambar, dan Sonozaki tertawa riang.
“Haha, anda memang orang yang
baik, pak Manajer. Jika saya tidak salah ingat, Himesuhara terkenal sebagai
sekolah untuk Ojou-sama, bukan? Dia punya sifat sopan dan akan menjadi istri
yang baik. Kalau terus begini, kenapa tidak pak manajer saja yang meminangnya?”
Dia mungkin memiliki
kepribadian yang baik dan ramah, tetapi dia perlu berpikir untuk sedikit lebih
berhari-hati dalam ucapan dan tindakannya. Meski itu sangat dikurangi dengan
karakternya yang ramah, dia mengatakan jenis lelucon yang orang yang diberitahu
biasanya akan kesulitan untuk bereaksi.
Dan ditambah lagi, maknanya akan
berubah ketika berhadapan dengan Luna.
“Lebih penting lagi,Sonozaki-san.
Aku ingin mendiskusikan sesuatu dengan Kamu.” Ichigo berkata saat dia menganggap
sudah waktunya untuk menghentikan topik yang menyakitkan hati.
Dari Sonozaki, yang bertanggung
jawab atas bagian barang interior, Ichigo berharap mendapatkan saran untuk
memilih rak berwarna untuk kamar Luna.
“Ah, perabotan buat gadis ini,
ya?”
Dia sepertinya menyadari
situasi, mungkin karena Wakana telah menyebarkan informasi itu melalui interkom
sebelumnya.
“Tapi dia meminta pak manajer, ‘kan?
Saya tidak bisa ikut campur dengan itu." Begitu dia mengatakan ini,
Sonozaki langsung pergi sambil berkata, “Baiklah, kalau begitu saya masih ada
tugas di sebelah sana.”
Ichigo tidak sempat menghentikannya.
“Astaga …”
Dia pasti berusaha memberi
perhatian dengan menciptakan waktu berduaan untuk kaum yang lebih muda.
Biasanya, ini adalah bagian di
mana Ichigo harus berkomentar, 'Aku tidak
tahu salah paham macam apa ...' Haruskah Ia menertawakan fakta bahwa dia
benar-benar tepat sasaran sebagai keajaiban yang tidak disengaja? Atau haruskah
dia khawatir bahwa itu hanya masalah waktu sebelum hubungan mereka terungkap
...
“Hei, Ichi, mungkin bibi itu tidak
mendukung kalau kita menjadi kekasih.”
“Jangan terlalu sering
memanggilku 'Ichi'. Kamu tidak pernah tahu siapa yang mungkin mendengar, ‘kan.”
Ichigo membisikkan peringatan kepada Luna, yang mulai sedikit bersemangat.
Bagaimanapun juga, Ichigo akan
meminta nasihat Sonozaki tentang apa yang harus dipilih, tetapi tidak ada
gunanya jika orangnya sendiri malah melarikan diri.
“Jadi, kamu mau yang mana?”
Ichigo bertanya pada Luna, menunjuk ke pajangan furnitur penyimpanan.
“Hmm…”
Mereka berdua melihat
sekeliling ke bagian furnitur kecil, yang termasuk rak berwarna. Luna
sepertinya sudah melihat-lihat sendiri sebelumnya, jadi dia sekali lagi
memeriksa barang-barang tersebut.
“Bukannya ini hampir sama?”
Ichigo memberinya beberapa saran.
Namun, Luna tampaknya cukup
bermasalah dan tidak bisa memutuskan mana yang dia inginkan. Pada akhirnya,
mereka mengitari lantai penjualan tetapi tidak bisa memutuskannya.
“Apa kamu masih belum menemukan
sesuatu yang sesuai dengan seleramu?”
“Mhmm… Um, Ichi.”
Kemudian, setelah beberapa saat
hening, Luna membuka mulutnya sambil menatap Ichigo.
“Aku baru ingat sesuatu.”
“Baru ingat sesuatu?”
“Kemarin, Ichi menceritakan
bagaimana kamu membuat furnitur buat ibu, kan?”
Itulah yang terjadi tadi malam
ketika Ichigo menghancurkan rak berwarna di kamarnya.
Dan kemudian, Luna berbicara dengan
tatapan agak serius di matanya,
“Ibu pernah memberitahuku
tentang cerita itu sekali.”
“… Jangan bilang…”
Saat itulah, Ichigo menyadari
apa yang diinginkan Luna.
Luna menatap Ichigo dengan
tatapan memohon, dan berkata,
“…Aku juga ingin kamu membuatkannya
untukku.”
※※※※※
Di masa lalu, Ichigo sering
memberi Sakura berbagai hadiah buatan tangan.
Selain terampil dengan
tangannya dan menikmati kerajinan, Ichigo termotivasi karena Sakura selalu
terlihat senang ketika menerima hadiah darinya.
Ichigo ingat pada masa itu saat
Ia menyiapkan rak buatan tangan untuk mengganti perabotan yang Ia rusak.
'Wow!
Apa ini beneran buat aku?’
Saat mengingatnya lagi waktu
itu, Ichigo sejujurnya berpikir kalau itu adalah produk yang kurang bagus.
Tetap saja, Sakura masih merasa bersyukur atas hadiah darinya dan terus
menggunakannya dengan hati-hati.
“Apa kamu yakin tentang ini?”
Dan di masa sekarang.
Berkat benang nasib yang aneh,
situasi yang sama terjadi dengan perabotan yang dirusaknya di rumah Luna.
“Ya kumohon.”
Luna ingin perabotannya dibuat
dengan tangan, sama seperti yang dibuat untuk ibunya.
Ichigo sendiri yang mengatakan
kalau Ia akan memenuhi tanggung jawabnya, dan Ia tidak berpikir kalau itu akan
merepotkan atau semacamnya. Staf di toko juga sangat perhatian, menghalangi
semua tugas dan komunikasi lain-lain sehingga Ichigo bisa bersama Luna tanpa
adanya gangguan.
Tidak ada alasan untuk menolaknya,
tidak ada alasan lain mengapa Ia tidak bisa melakukannya.
Karena itu, Ichigo mulai
menggunakan lokakarya toko untuk membuat furnitur.
“Yah, kurasa itu saja.”
Apapun alasan dibaliknya,
Ichigo juga tidak merasa buruk tentang itu. Ia merasa nostalgia dan mulai
melakukan kerajinan setelah sekian lama.
“Jadi kamu ingin rak seperti
apa?”
“Hmm …”
Ichigo bertanya kepada Luna
mengenai apa dia punya gambaran yang diinginkan dari produk jadi. Dia
memikirkannya sejenak, dan kemudian,
“Aku akan menyerahkannya pada
Ichi.” Begitu kata Luna. “Itu ide Ichi sendiri saat membuat hadiah untuk ibu, ‘kan?”
“Yah, bisa dibilang kalau itu
adalah hadiah kejutan.”
“Kalau begitu aku juga
menginginkan hal yang sama.”
Apa dia menginginkan perlakuan
sama seperti yang pernah dilakukan Ichigo untuk orang yang Ia cintai?
Terlepas dari niat aslinya,
keinginan Luna ialaha kalau dia akan menyerahkannya kepada Ichigo.
“Hmm… Baiklah kalau begitu.”
Pertama-tama, Ichigo
mengeluarkan selembar kertas desain yang disediakan di lokakarya dan menggambar
sketsa kasar di atasnya. Standar untuk rak berwarna biasanya sudah ditetapkan,
jadi Ia berasumsi kalau ukurannya akan sama dengan yang rak yang Ia hancurkan
tadi malam.
Ichigo menggambar sketsa
lengkap dan dengan teliti menghitung semua komponen yang dibutuhkan.
“Baiklah, aku sudah dapat
gambarannya.”
Rak tiga tingkat.
Ichigo membuat sketsa kasar
dengan gambaran itu.
“Wow luar biasa!”
“Selanjutnya, mari kumpulkan
bahan-bahan yang dibutuhkan.”
Ichigo dan Luna berjalan
mengitari bagian kerajinan tepat di sebelah ruang lokakarya dan memasukkan
bahan-bahan yang mereka butuhkan ke dalam keranjang belanja.
Kayu laminasi pinus untuk
komponen utama, kayu lapis untuk membuat papannya, baut untuk kayu, dan
beberapa cat furnitur berukuran kecil yang dapat digunakan.
Begitu mereka kembali ke ruang
lokakarya, Ia segera memulai membuatnya.
“Tolong mundur sedikit,
Luna-san, ini cukup berbahaya.” Ichigo memperingatkan Luna untuk menjauh sedikit
saat Ia menyiapkan gergaji bundar.
Kayu yang dilaminasi sudah
tergeletak di meja, dan gergaji bundar dinyalakan, membuat suara berisik
bernada tinggi.
Satu demi satu, Ichigo memotong
kayu sesuai ukuran yang sudah Ia gambar dengan pensil sebelumnya. Kayu laminasi
pinus mudah diproses dan sering digunakan sebagai bahan utama furnitur seperti
rak buku. Itu adalah bahan yang sempurna untuk pembuatan ini.
"Luar biasa, kamu terlihat
seperti seorang pengrajin."
Luna tampak mengagumi cara
memotong Ichigo yang teliti saat Ia menghitung ukurannya dengan kalkulator dan
menggambar garis di kayu.
(…Hmm?)
Saat itulah Ichigo
menyadarinya.
Luna, yang terlalu asyik
menonton Ichigo bekerja, sedang mengintip gambar-gambar itu dan memperhatikan
bahan-bahan yang dipotong dengan saksama.
Setelah melihat karya Ichigo,
mungkin minatnya tergugah, dan mau mencoba melakukan hal yang sama.
Namun, Luna sendiri yang
menyatakan bahwa dia akan menyerahkannya pada Ichigo. Wajahnya tampak dilema
antara keinginannya agar Ichigo membuatnya untuknya, permintaan maafnya karena
ingin membantu, dan rasa ingin tahunya yang sederhana. Dia sendiri tidak berani
mengatakan hal itu.
“…Hah.”
Secara pribadi, Ichigo merasa
senang karena orang-orang tertarik dengan kerajinan tangan. Setelah itu, Ichigo
menghentikan gergaji bundar itu, mengambil napas dengan hati-hati, dan
berbicara padanya.
“Ini membutuhkan banyak kerja
keras. Aku merasa terbantu jika ada seseorang yang bisa membantuku.”
Sebenarnya itu bukan masalah
besar bagi Ichigo karena Ia masih muda dengan tubuh bugar, tapi Ia sengaja
mengatakannya cukup keras untuk didengar Luna sambil mengelus-elus pinggulnya.
“…Yah, kurasa aku bisa
membantumu sedikit.” balas Luna karena dia pasti menyadari bahwa Ichigo sudah
mengetahui apa yang dia pikirkan.
Walaupun dia terlihat sedikit
malu, Luna masih menerima tawaran Ichigo dan mengenakan celemek kerja yang
tersedia secara gratis di tempat lokakarya.
“Papannya sudah dijepit, tetapi
kamu masih harus menahannya dengan satu tangan saat memotongnya. Kamu tinggal ikuti
saja garis yang aku sudah gambar dan potong lurus.”
“Mengerti, aku akan
mencobanya.”
Dengan arahan Ichigo, Luna
mencoba memotong papan dengan tangannya.
Sama seperti tempo hari dimana
dia membuat Highball, dia mempelajarinya
dengan cepat dan terampil.
“Oke, sekarang kita hanya perlu
merakitnya.”
Setelah memotong kayu laminasi,
semua bahan yang diperlukan sudah siap. Untuk merakit kayu laminasi sesuai
dengan sketsa, alat pemasang baut digunakan untuk merekatkan baut kayu, dan
setelah beberapa saat perakitan,
“Wah, sudah selesai!”
Tidak membutuhkan waktu lama,
rak tiga tingkat sudah selesai. Produk jadi ini sebagus yang ada di area
penjualan.
“Kalau begitu, ayo kita
selesaikan dengan memberi cat.”
Ichigo kemudian membuka cat
pelindung kayu yang sudah dsiapkan sebelumnya dan menuangkannya ke dalam wadah
plastik sekali pakai.
Menggunakan kuas, Ichigo dan
Luna mulai mengoleskan cat hitam ke permukaan rak.
“Gunakan kain bekas untuk
meratakan cat di permukaan.”
Kain bekas yang dimaksud
hanyalah secarik kain. Untuk pembuatan ini, kain bekas yang digunakan adalah
kain yang sedikit kasar. Fungsi dari kain itu ialah untuk meratakan cat agar
bisa menekankan tekstur serat kayu.
Selain itu, sudut dan tepinya
dicat dengan cat biru tua untuk memberikan tampilan vintage yang berkarat.
Itulah desain trendi yang
populer di waktu sekarang.
“…Tapi kalau dipikir-pikir,
bukannya ini cukup membosankan untuk gadis SMA?”
“Tidak, ini keren, aku cukup
menyukainya.” ujar Luna sambil terus mengecat. Cara dia mengatakannya dengan
sigap, seolah-olah dia menikmati tindakan menciptakan sesuatu bersama-sama.
“……”
Melihat Luna yang seperti itu,
sebuah pikiran terlintas di benak Ichigo. Dulu, Ia memberi Sakura hadiah yang
Ia buat secara diam-diam. Ia merasa kalau dirinya harus mempersiapkannya
sendiri, dan harus memberinya hadiah yang sempurna. Tapi sekarang …
“Ah, Luna-san, ada cat di
hidungmu.”
“Aah!!!”
Ketika Ichigo menunjukkan kalau
ada noda cat di hidungnya, Luna tersenyum malu-malu. Melihat ekspresi
tersipunya ini, tanpa sadar Ichigo juga ikut tersenyum.
...Jika saja Ichigo tidak
berusaha terlihat keren, Ia akan menyarankan supaya dirinya dan Sakura membuat
sesuatu bersama seperti ini, dan mereka mungkin akan lebih bersenang-senang
bersama.
(...Tidak
ada gunanya memikirkan hal itu sekarang.)
Waktu yang sudah berlalu tidak
bisa diputar kembali.
Dan Sakura juga sudah tidak ada
di dunia ini.
Tidak ada yang bisa dilakukan
selain menyerah.
Atau begitulah seharusnya…
Tapi sekarang, di sisinya ada
Luna.
Ichigo bisa memulai kembali
cinta pertama yang pernah kandas pada saat itu.
Keinginan sesat seperti itu
muncul sekilas di benaknya.
Semakin Ichigo memikirkannya,
semakin membuatnya merasa bersalah dan jijik. Seolah-olah Ia hanya memanfaatkan
Luna.
“Oke, sudah selesai.”
Bagaimanapun, rak berwarna
buatan tangan telah selesai. Kualitas furniturnya sedemikian rupa sehingga bisa
dibandingkan dengan produk komersial baru… Tidak, bahkan bisa dijual sebagai produk
biasa pun tidak masalah.
“Hebat sekali ... Apa aku
beneran boleh mendapatkan ini?”
"Tentu saja. Sebaliknya, kita
membuat ini untuk tujuan itu ‘kan. Dan kamu juga sudah membantu membuatnya. ”
“…Terima kasih banyak, Ichi.”
Kata Luna sambil menatap Ichigo.
Suaranya, ekspresinya, matanya
yang sedikit basah.
Dia terlihat sangat mirip
dengan Sakura yang pernah dikenalnya.
“Yeah…”
Secara tidak sengaja, Ichigo
hanya bisa terdiam.
Lalu——
“Wah! Itu luar biasa!”
Sudah
berapa lama mereka ada di sini? - Ichigo bertanya pada dirinya
sendiri.
Beberapa karyawan tampaknya
datang untuk memeriksanya. Mereka melihat rak yang sudah jadi di depan Ichigo,
dan takjub.
“Aku tidak tahu kalau pak
manajer pandai membuat furniture juga.”
“Dasar bodoh, apa kamu tidak
tahu? Pak manajer bahkan pernah memenangkan kontes internal di perusahaan, tau.
”
Ichigo mengawasi mereka dalam
suasana hati yang lembut seraya berkata, “Ini area penjualan, dan kalian berada
di depan pelanggan, jadi aku harap kalian berhenti mempermalukan diri sendiri."
“Fufu, di sini terlihat sangat
menyenangkan.” kata Luna sambil tertawa di sebelah Ichigo.
“Apa kamu merasa
bersenang-senang?”
“…Apa?”
“Tidak, bukan tentang mereka.
Kenapa kamu tidak mencoba membuatnya sendiri lain kali? ”
“Oh, ya, tadi itu sangat menyenangkan.”
Ichigo mengambil pamflet untuk
publisitas toko, yang ditempatkan di ujung meja.
“Jika kamu mau, toko kami
mengadakan acara lokakarya bulanan yang bisa kamu hadiri.”
“Apa itu boleh?”
“…? Ah…”
Ichigo baru memahami maksud
dibalik kata-kata itu setelah jeda sejenak.
Apa aku boleh datang ke toko Ichigo?
Itulah makna yang tersirat dari perkataan Luna.
Oh
gawat, ini buruk – pikir Ichigo.
Ichigo bisa membayangkan betapa
bahagianya dia, dan hampir melupakan hubungan yang dia miliki dengan Luna.
“…Yah, kurasa tidak masalah
jika kamu datang sebagai pelanggan tetap. Jarang-jarang aku berurusan dengan
pelanggan secara langsung seperti hari ini.”
“Kalau begitu, aku pasti akan
datang!”
Melihat Luna dengan senyum
lebar di wajahnya, Ichigo menyesali apa yang sudah Ia katakan. Lebih dari
sebelumnya, mungkin Ichigo harus lebih berhati-hati dan waspada.
“…Ngomong-ngomong, Luna-san.
Sekarang aku memikirkannya, apa kamu bisa membawa pulang rak ini sendiri?”
“Ah.”
Ketika Ichigo bertanya sembari
menunjuk perabotan yang sudah jadi, Luna terdiam.
Rupanya, dia belum memikirkan
tentang alat transportasinya seperti bus dan sejenisnya. Apalagi, mustahil
untuk membawanya pulang dengan berjalan kaki.
“Apa boleh buat … Catnya akan
membutuhkan waktu untuk mengering. Aku akan membawanya pulang nanti.”
Biasanya, toko tidak menawarkan
layanan seperti itu, tetapi dalam kasus ini, tidak ada pilihan lain.
“Terima kasih, Ichi. Kalau
begitu, aku akan menunggumu malam ini.”
“……”
Ia berjanji pada Luna kalau
dirinya akan mengantarkan rak ke rumahnya setelah toko tutup untuk malam itu.
Setelah itu, karena dia mungkin
mengira Ichigo akan sibuk dengan pekerjaannya, Luna pergi dengan suasana hati
yang baik.
"Dia benar-benar penggemar
anda, bukan?”
Setelah melihat Luna pergi,
Wakana berbicara dengan Ichigo dengan cara yang lucu.
“Hmm…”
Entah bagaimana… Ichigo merasa
bahwa hubungannya dengan Luna perlahan-lahan semakin terkikis ke situasi dimana
Ia tidak bisa menghindarinya dengan mudah.
※※※※※
Malam harinya, sepulang kerja–
“Baik…”
Seperti yang dijanjikan, Ichigo
mendatangi apartemen Luna untuk mengantarkan rak berwarna yang sudah
dikeringkan dengan cat. Ia memarkir mobilnya di sisi jalan masuk di depan
gedung apartemen, dan membuka bagasi. Ichigo dengan hati-hati menarik dan
membawa rak itu keluar. Rak itu dibungkus seluruhnya dalam bahan kemasan
sehingga tidak akan rusak.
“Hoshigami-san, aku mau
mengirimkan paket yang dijanjikan.”
[Ya.]
Ketika Ichigo menekan bel di
pintu masuk, Ia bisa mendengar suara Luna melalui mikrofon dan pintu otomatis
di pintu masuk terbuka dan tertutup.
Ichigo langsung menuju kamar
Luna yang berada di lantai dua.
“Selamat datang kembali di rumah,
Ichi.”
Ketika Ichigo tiba di depan
kamar Luna, dia sudah menunggunya dengan pintu setengah terbuka.
(…Piyama.)
Di pintu depan tersebut, Luna
menyambutnya dengan senyum dan mengenakan pakaian santainya. Tidak, itu bukan
pakaian santai, tapi justru mirip seperti piyama.
Ini baru pertama kalinya Ia
melihatnya dalam balutan baju tidur yang berwarna pink pucat, lembut, dan
halus, jadi Ichigo sedikit terkejut.
“…Se-Selamat datang kembali di rumah itu terlalu berlebihan … Yah, tidak masalah. Bagaimanapun juga, aku akan masuk. ”
Ichigo hendak membuat komentar kecil,
tapi berdiri di depan pintu dengan barang bawaannya bisa mencolok.
Dengan cepat, Ichigo memutuskan
untuk meminta izin masuk ke rumah Luna.
“Oke, sesuatu seperti ... ini.”
“Wah! Luar biasa! Ini
benar-benar terasa seperti pekerjaan seorang profesional.”
Ketika Ichigo mengatur rak di
dalam ruangan, ternyata warnanya sangat serasi dengan interiornya. Tampaknya
membuatnya terlihat tinggi dan kecil bukanlah keputusan yang buruk. Luna juga
tampak senang, jadi masalah itu diselesaikan untuk saat ini.
“Kalau begitu, aku akan
mengambil bekas rak yang rusak di sini.” ujar Ichigo sambil mengangkat
sisa-sisa rak rusak yang sudah Ia masukkan ke dalam kantong sampah kemarin. Dia
kemudian langsung menuju pintu.
“Kamu sudah mau pulang?” kata
Luna dengan mata melebar, sedikit terkejut dengan tindakan Ichigo.
“Eh? Oh… Ya, aku harus bekerja
besok.”
“Begitu ya…” gumam Luna dan
terdiam.
Dia tampak agak depersi.
“… Hei Ichi.”
Akhirnya, dia membuka mulutnya.
“Sekarang ‘kan sudah larut
malam, bagaimana kalau kamu menginap di sini?”
“Apa?” Ichigo berteriak saat
dibuat terdiam oleh saran yang tiba-tiba dilontarkan padanya.
“Kamarnya cukup luas, jadi dua
orang bisa tidur di sana.” Luna melanjutkan ke Ichigo yang tercengang. “Jika kamu
mencuci kemejamu di tempatku dan memasukkannya ke dalam pengering, bajunya akan
kering di pagi hari dan kamu bisa langsung bekerja. Bukankah itu lebih
efisien?”
“Kamu ini bicara apa!?” Ichigo
memahami betul maksud dari apa yang baru saja dia katakan dan menjawab dengan
cemas segera setelah Luna menyelesaikan kalimatnya, “Ini bukan tentang menjadi
efisien. Akal sehat dan etika menyatakan kalau aku mana mungkin bisa tinggal di
kamar dengan seorang gadis di bawah umur.”
Ichigo mungkin pernah menginap
sekali sebelumnya, tapi itu karena kejadian di luar kendalinya. Jika Ia punya
pilihan, Ia takkan melakukannya.
“Begitu ya ... Kamu benar.”
Mendengar jawaban Ichigo, bahu
Luna merosot kecewa. Di sisi lain, Ichigo tampak agak gelisah.
Ichigo tidak tahu apa itu... Ia
merasa bahwa entah bagaimana malam itu, Luna tampak lebih aneh dari biasanya.
“Lalu… Bisakah aku datang ke
rumah Ichi lain kali?”
Seolah membuktikan firasat
Ichigo, Luna menjatuhkan bom lagi.
“Itu ... Apa yang akan kamu
lakukan di sana?”
“Tidak melakukan apa-apa, mari
kita main bersama… Ah, jika kamu mau, kita bisa memasak makan malam bersama.”
“Tidak, kita juga tidak bisa
melakukan itu.”
Balas Ichigo sambil meletakkan
tangannya di dahinya, dan Luna menurunkan alisnya dan memiringkan kepalanya.
“Kamu tidak menyukainya?”
“Ini bukan masalah aku
menyukainya atau tidak …”
Untuk sesaat, Ichigo
terperangah dan memikirkannya. Dulu saat masih kecil, Sakura belum pernah
berkunjung ke rumah Ichigo. Karena itu, dia membayangkan Luna, yang memiliki
wajah yang mirip Sakura di benak Ichigo, datang ke perumahan perusahaannya dan
berada di kamarnya.
“……”
“Kamu tidak menyukainya, kan?”
Imajinasi Ichigo mungkin telah
memunculkan suasana yang tidak terlalu memuaskan.
Luna mendekat. Sentuhan lembut,
entah itu piyama yang dikenakannya atau tubuhnya sendiri, menempel di lengan
Ichigo.
“Po-Pokoknya, akal sehat
mengatakan itu tidak mungkin. Apa yang salah tetap saja salah. Baiklah, kalau
begitu aku pulang.” Ichigo buru-buru menghentikan pembicaraan dan bergegas ke
pintu depan.
“Ah…”
Ia tidak menoleh ke belakang
pada suara yang dibuat Luna, atau pada sosoknya, dan dengan cepat meninggalkan
apartemennya.
“……”
Ada yang aneh dengannya malam
ini.
Entah mengapa, Luna dan Ichigo
memiliki banyak pengalaman bersama hingga hari ini.
Mereka banyak melakukan sesuatu
dengan bersenang-senang.
Mungkin… Jarak emosional antara
Luna dan Ichigo telah memendek bahkan lebih dari sebelumnya…
“…Aku benar-benar harus
menganggap ini lebih serius.” gumam Ichigo pada dirinya sendiri saat
mengemudikan mobilnya untuk pulang.