Kimi wa Hatsukoi no Hito, no Musume Vol.1 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4 — Hadiah Buatan Tangan

 

Selama beberapa hari terakhir, Kugiyama Ichigo mengalami lebih dari kejadian di luar batas tak terduga yang terjadi. Ia ingin tahu apakah kejadian demi kejadian tersebut berkaitan satu sama lain dan membentuk rantai peristiwa.

'Insiden' terjadi ketika Ichigo pergi ke apartemen Luna untuk kedua kalinya dan mencoba meyakinkannya bahwa mereka tidak bisa menjadi sepasang kekasih.

“Jangan bertingkah keras kepala terus. Apa kamu masih belum bisa paham juga?”

Sama seperti terakhir kali, Ichigo berusaha menjelaskan padanya tentang akal sehat dan bagaimana secara sosial, memiliki hubungan kekasih di antara mereka sangatlah mustahil, walaupun mereka berdua sama-sama setuju.

“Aku mengerti. Tapi tetap saja, aku sangat mencintai Ichi dan ingin menjadi pacarmu.”

Namun, setelah serangkaian argumen sengit, Luna masih menolak untuk menyerah pada pertanyaan Ichigo.

“Hah~~” Ichigo kemudian menghela nafas panjang.

Itu bukan helaan karena jijik terhadap Luna atau semacamnya. Tapi lebih seperti helaan yang mengejek dirinya sendiri.

(...Mungkin aku terlalu lembut dalam kata-kata dan sikapku)

Tempo hari, dalam perjalanan pulang dari pusat perbelanjaan, Ichigo sedang mengobrol dengan Luna sambil makan es krim di dalam mobil.

Bahkan pada saat itu, dia memberitahu Ichigo, 'Entah bagaimana, kamu akan memaafkanku.' dan 'Aku merasa aman bila saat bersamamu.'

Komentar yang dilontarkan memang terdengar baik, tapi bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, itu bisa diartikan sebagai tanda kalau perkataan serius Ichigo tidak tersampaikan padanya.

(...Mungkin aku harus mengatakannya dengan lebih kasar...)

Bahkan di tempat kerja, Ichigo jarang meninggikan suaranya saat marah. Atau lebih tepatnya, Ia belum pernah melakukannya sebelumnya.

Ia tidak berbeda dengan bayi ketika menyampaikan emosi dan membuat orang lain merasa tidak nyaman, meskipun, setiap manusia memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri.

Ichigo lebih suka memberikan alasan yang kuat untuk membuat pihak lain menyadari kesalahan mereka, daripada marah dan membuat mereka tidak nyaman. Ia merasa kalau cara itu lebih efisien.

Terlebih lagi, semuanya akan sia-sia jika itu mengganggu pihak lain.

Itu sebabnya Ichigo merasa bahwa menjadi emosional akan menghasilkan kontraproduktif. Itu akan menyimpang dari tujuan semula dan berkembang menjadi pertempuran kehendak belaka antara pihak-pihak yang terlibat.

“……”

Ichigo melirik jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Waktu di mana Ia tidak tahan untuk tinggal di kamar seorang gadis SMA lebih lama lagi, tentu saja, setelah bermalam di sana sebelumnya.

Apalagi besok adalah hari libur. Hari libur bagi kebanyakan orang tapi Ichigo masih akan pergi bekerja. Faktanya, itulah alasan mengapa ini akan menjadi hari yang sibuk bagi industri jasa, tempat Ichigo bekerja.

Ichigo ingin pulang lebih cepat dan bersiap-siap untuk besok.

“Apa boleh buat ... Mari kita bicarakan lagi lain kali,” ucap Ichigo dengan suara yang agak rendah, mungkin karena kelelahannya yang menumpuk. Ia kemudian melanjutkan untuk mengangkat dirinya dari kursi sambil menyisir rambutnya.

“Hanya itu untuk hari ini, sekarang aku mau pulang dulu.” Ichigo mengucapkan selamat tinggal sambil berdiri.

Pada saat itulah terjadi.

“Ichi, um…” Luna yang sedari tadi terdiam, membuka mulutnya dengan bisikan. “Apa kamu benar-benar jengkel?”

“……”

Pertanyaan Luna terdengar sedikit takut-takut. Ichigo bisa melihat wajah yang menatapnya memiliki ekspresi sedih.

(...Ah, gawat.)

Entah itu ekspresi atau sikapnya, Ichigo pasti telah menunjukkan kepura-puraan emosional padanya.

“Tidak, aku tidak terlalu jengkel ...” Ichigo buru-buru mambantah perkataan Luna.

Hatinya sangat sakit ketika ditunjukkan ekspresi sedih di wajahnya, yang mirip dengan muka Sakura.

Namun, apa yang Ichigo inginkan ialah kesepakatan berdasarkan pemahaman kedua belah pihak.

Ichigo tidak boleh menarik emosinya.

“Po-Pokoknya, karena sekarang sudah larut malam. Kamu harus mengunci pintu, meminum minuman hangat yang enak, dan pergi tidur.”

Saat Ichigo sedikit meninggikan suaranya dan berkata dengan nada ceria, Luna langsung memasang wajah tersenyum.

“Kamu memang sangat baik ya, Ichi.”

Senyum di wajahnya membuatnya gugup, dan sekilas, jantung Ichigo berdetak kencang.

Perhatiannya teralihkan.

Dan itulah awal dari semuanya.

“Woaahh.”

Kemudian, Ichigo tidak memperhatikan langkahnya, dan akibatnya, Ia tidak sengaja menginjak bantal yang tergeletak di lantai.

Pada saat Ia menyadarinya, semuanya sudah terlambat. Bantal yang Ia injak tergelincir, dan Ichigo kehilangan keseimbangan sepenuhnya.

Gawat – pikir Ichigo saat mencoba mendapatkan kembali keseimbangannya.

Namun, pusat gravitasinya sudah bergeser ke bagian atas tubuhnya. Dengan kata lain, yang tersisa baginya hanyalah roboh dan jatuh.

“Ah…” Luna juga ikut bereaksi, tapi tidak sempat dan dia tidak bisa meraih Ichigo untuk membantunya.

Segera, Ichigo tersandung dan mengulurkan tangannya ke rak terdekat.

Itu adalah rak kayu berwarna polos tempat foto keluarga Luna dan aksesori lainnya disimpan. Tampaknya itu adalah perabot yang sangat murah, mungkin dijual di toko perabotan lokal.

Apa yang terjadi setelahnya, merupakan fenomena yang sudah diduga.

Dalam keadaan buru-buru dan tergesa-gesa untuk menggapai rak terdekat, Ichigo mengulurkan tangannya ke rak dan meletakkan beban di atasnya – Dengan suara keras, panel atas rak retak.

“Wah!”

Momentum jatuhnya tidak berhenti, dan alhasil, rak itu runtuh, dihancurkan oleh berat badan Ichigo.

Suara jatuh bergema di seluruh ruangan, dan dalam waktu singkat itu, Luna tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleh.

“Ah…”

“Apa kamu baik-baik saja, Ichi?”

Segera setelah itu, Luna bergegas menghampiri Ichigo yang terjatuh bersamaan dengan rak yang hancur. Dia meraih tangan Ichigo dan memeriksa apakah ada goresan.

“Apa kamu terluka?”

“Tidak, aku baik-baik saja.”

Ichigo bahkan tidak merasakan badannya terkilir atau keseleo saat jatuh, dan tidak ada tanda-tanda kayu patah atau semacamnya yang menancap di tubuhnya.

“Yang lebih penting lagi …”

Ichigo melihat sisa-sisa rak berwarna yang berserakan di lantai.

 Rak atas hingga rak bawah rusak, Selain itu, papan belakang terlepas ketika rak dihantam tubuh Ichigo.

Kerusakannya sangat parah, jadi kelihatannya sulit untuk diperbaiki. Rak itu sangat hancur sehingga tidak dalam bentuk aslinya lagi. Itu benar-benar berubah menjadi barang rongsok.

“Maaf.. aku ceroboh.”

“Tidak apa-apa.”

Luna meraih tangan Ichigo yang depresi dan tersenyum lembut padanya.

“Tadi itu kecelakaan, jadi mau bagaimana lagi. Aku cukup senang bahwa kamu baik-baik saja.” kata-kata hangat yang keluar dari mulut Luna membuat Ichigo merasa semakin bersalah.

“Aku akan membersihkannya untuk saat ini. Di sini berbahaya jadi Luna-san harus menjauh sebentar.”

“Jangan khawatir, aku akan ikut membantu.”

Luna memberi Ichigo kantong sampah untuk bahan yang tidak mudah terbakar, dan mereka mulai memasukkan potongan kayu besar ke dalamnya.

Mereka kemudian mengumpulkan benda-benda kecil yang tersisa dengan sapu dan pengki sembari pada saat yang sama, mengumpulkan kembali aksesoris.

“Ngomong-ngomong, ini jadi mengingatkanku …”

Ichigo memungut foto keluarga Sakura dan Luna, lalu memeriksa untuk memastikan bingkainya tidak rusak. Saat memeriksanya, Ichigo bergumam pada dirinya sendiri sambil melihat foto Sakura.

“Hal yang sama pernah terjadi juga saat aku pergi ke rumah Sakura untuk bermain ketika kami masih kecil dulu.”

“Eh?” Luna bereaksi terhadap kata-kata tak terduga Ichigo.

“Kalau tidak salah kejadiannya saat Sakura dan aku sedang bermain video game. Aku menang dan mulai melompat-lompat dengan penuh semangat, lalu, aku memecahkan perabotannya juga. Itu adalah rak kecil yang serupa. ”

Tidak seperti kecelakaan hari ini, kejadian di masa lalu karena akibat dari terbawa suasana dan Ichigo mendapatkan ganjaran yang sepantasnya.

Meski begitu, Sakura tertawa dan memaafkannya, seperti yang dilakukan Luna sekarang.

Namun, Ichigo tidak bisa melupakan fakta bahwa dirinya telah membuat kesalahan di depannya dan merepotkannya.

(...Aku akhirnya membuat rak baru sendiri untuk menggantinya, ‘kan?)

Ichigo mengingat kenangan masa itu di benaknya.

“Maafkan aku. Aku janji akan menggantinya.” ucap Ichigo seraya berbalik ke arah Luna.

“Apa itu tidak apa-apa?”

“Tentu saja. Terlebih lagi, tokoku ‘kan department store, tau?”

Toko tempat Ichigo menjadi manajer adalah department store besar. Jadi tentu saja, mereka juga memiliki berbagai jenis furnitur.

“Toko tempatku bekerja punya rak yang serupa, jadi aku akan membelinya besok dan membawanya ke sini. Aku juga akan mengambil pecahan ini dan membuangnya.”

“……”

Luna, yang sedang memungut barang-barang pribadinya yang berserakan di lantai bersama Ichigo, tetap diam seperti sedang memikirkan sesuatu.

Di atas bahu di mana rambut hitamnya yang indah tergerai – Sosok cantiknya tampak agak murung.

“… Luna-san?”

“Ah, ya, aku mengerti. Terima kasih, Ichi.” Luna menjawab, mungkin karena mendengar suara Ichigo.

Pada saat itu, Ichigo merasa kalau reaksinya agak aneh.

Bagaimanapun, beres-beresnya sudah selesai. Mereka mengucapkan selamat tinggal dan Ichigo pulang ke rumahnya.

–Dan insiden tersebut terus berlanjut ke hari berikutnya.

 

※※※※※

—— Keesokan harinya.

Menurut kalender, hari ini merupakan hari libur nasional. Toko Ichigo penuh sesak dengan jumlah pelanggan yang jauh lebih banyak daripada hari biasanya.

Waktunya saat menjelang tengah hari.

Di sudut toko, Ichigo sedang mengadakan pertemuan dengan Wakana, asisten manajer, tentang menambah lebih banyak mesin kasir untuk mengatasi peningkatan jumlah pelanggan.

“Sesuai perkataan, pak Manajer, area ini akan menjadi tempat termudah untuk dipasang karena dekat dengan pintu masuk dan sumber listrik.”

“Kalau begitu kita laksanakan rencana itu.”

Saat mereka mendiskusikan ini, mereka melanjutkan rencana mereka–— 

“Halo, permisi.”

Tiba-tiba, ada suara memanggil Ichigo dari belakangnya.

Bahu Ichigo bergetar karena terkejut. Bukan karena dia terkejut dengan panggilan mendadak itu. Itu karena suara tersebut terdengar akrab di telinganya.

Saat berbalik dengan firasat buruk, tebakannya ternyata benar.

“Eh, kamu…”

“Sudah lama tidak bertemu.”

Wakana membulatkan matanya karena terkejut juga.

Orang yang berdiri di sana, seperti yang diharapkan, adalah Luna.

Karena sekarang adalah hari libur nasional, jadi sekolahnya juga libur.

Sama seperti tempo hari, dia mengenakan pakaian kasualnya, yang tidak mencolok dan memiliki suasana gadis yang rapi dan cantik. Cuacanya agak cerah, jadi mungkin dia mengenakan parfum aroma jeruk yang segar dan feminin untuk menyesuaikannya.

“Saya sangat berhutang budi kepada pak Manajer sebelumnya.” tutur Luna  sambil menundukkan kepalanya ke Wakana, yang sudah dikenalnya.

Di sisi lain, Ichigo mencoba untuk tetap tenang seolah-olah mempertahankan sikap profesionalnya.

“Apa hari ini kamu sedang berbelanja ?” Tanpa terlalu curiga dengan kemunculan Luna, Wakana mulai sedikit berbincang-bincang dengannya.

“Ya, untuk membeli perabotan baru.”

“!!!”

Ketika Ichigo mendengar kata-kata yang diucapkan Luna,

(…Mana mungkin…)

Ichigo yakin kalau Luna mengacu pada kejadian tadi malam ketika dirinya secara tidak sengaja merusak rak berwarna.

“Saya sudah melihat semua produk di lantai penjualan, tapi saya masih belum bisa memutuskan…” Kemudian, Luna menatap Ichigo. “Um, Kugiyama-san, apa anda bersedia membantu saya untuk melihat-lihat produk dan memilihnya?”

“Apa?” saat mendengar permintaan Luna, Ichigo hanya bisa mengeluarkan suara tercengang.

“Ah, tolong tunggu sebentar, aku akan memanggil orang yang bertanggung jawab sekarang.” Wakana menyela sambil mengeluarkan alat komunikasi, mengambil tindakan cepat.

Namun, lebih cepat dari itu, Luna melambaikan tangannya untuk menghentikan Wakana.

“Um, jika bisa, saya lebih suka pergi bersama Kugiyama-san dan membicarakan hal itu dengannya…”

“Itu…”

Luna tampak ngotot ingin memilih Ichigo.

Setelah mendengar itu, Wakana menoleh ke Ichigo dengan ekspresi bermasalah di wajahnya.

“……”

Hari ini, Luna datang ke toko sebagai pelanggan.

Jika ada permintaan dari pelanggan, wajar jika industri bidang pelayanan merespons permintaan pelanggan. Tidak peduli apakah kamu seorang pekerja paruh waktu, karyawan tetap, maupun manajer.

(... Apa boleh buat.)

Terlepas dari niatnya, tidak ada alasan untuk menolak keinginan Luna secara langsung.

“Jangan khawatir, Wakana-san. Aku akan berbicara dengannya sendiri. Adapun mesin kasir, mari kita lanjutkan dengan rencana seperti yang sudah kita diskusikan sebelumnya.”

“Pak Manajer... saya mengerti.”

Karena Ichigo sendiri menyetujuinya, Wakana tidak mengatakan apa-apa lagi.

Dia diam-diam mundur dan pergi, berkata, “Kalau begitu, silakan nikmati waktu anda.”

Namun, seperti yang diharapkan darinya, segera setelah itu, dia menggunakan interkom untuk memberi tahu staf di toko, “Manajer ikut bergabung dalam melayani konsumen. Jika kalian punya urusan, silakan hubungi asisten manajer. Dan juga, tolong bantu kami di lantai penjualan. ” Dengan itu, persiapan telah diletakkan dengan kokoh.

Sekarang, Ichigo bisa berkonsentrasi menghadapi Luna tanpa khawatir.

“Kalau begitu, tolong lewat sini. Bagaimana kalau kita pergi ke bagian barang interior?”

Ichigo membimbing Luna ke bagian furnitur. Ichigo memimpin, diikuti oleh Luna.

“…Apa kamu mencari pengganti untuk rak yang aku rusak kemarin?” Ichigo berbisik pada Luna yang mengikutinya dari belakang.

“Ya.”

“Sudah kubilang aku akan membelinya untukmu malam ini.”

“Aku ingin memilihnya dengan Ichi.” jawab Luna sambil tersenyum.

Yah, karena itu furnitur untuk kamarnya sendiri. Mengatakan kalau  dia ingin memilihnya sendiri tidaklah salah – pikir Ichigo dalam hati.

“Tapi bukan berarti kamu boleh mengagetkanku dengan tiba-tiba muncul di tokoku.”

“Jangan khawatir, aku di sini hanya sebagai konsumen, dan asisten manajer tidak kelihatan curiga, ‘kan?”

“Tidak untuk saat ini.”

Itu benar, jika dia terus bertingkah begini, cepat atau lambat orang-orang pasti akan tahu..

“Hei, Ichi, yang lebih penting…” ucap Luna dengan suara berbisik sambil berlari dan melihat sekeliling. “Entah bagaimana, aku merasa seperti banyak karyawan toko yang terus melirikku…”

Salah satu alasannya pasti informasi yang baru saja diedarkan kepada staf melalui interkom.

Melihat Luna dengan Ichigo, anggota staf yang lewat berbalik dan menatapnya.

“Ah…”

Tiba-tiba teringat, Ichigo menjelaskan kepada Luna mengenai kejadian tempo hari, dimana dia memberi kejutan kotak makan siang.

“Sebenarnya, ada sedikit keributan saat kamu terakhir kali ke sini. Kamu sangat manis sampai-sampai staf pria yang masih muda ingin mengetahui alamat kontakmu dan berkenalan denganmu. ”

Terutama Aoyama, seorang mahasiswa dari universitas fakultas pendidikan jasmani.

Ketika Ichigo memberitahu hal ini, Luna tercengang selama beberapa saat seolah-olah dia menjadi linglung. Setelah itu, dia memalingkan wajahnya dengan rona merah mewarnai pipinya. Dia tampak sedikit malu setelah mendengar apa yang dikatakan Ichigo.

Ichigo merasa agak geli, karena Ia tidak mengharapkan reaksi naif seperti itu.

Sementara mereka berbicara seperti ini, mereka akhirnya tiba di bagian barang interior.

“Oh, Sonozaki-san.”

Di sana, Ichigo menemukan seorang ibu rumah tangga pekerja paruh waktu yang mengatur area penjualan dan memanggilnya.

“Ah, pak Manajer. Anda disini. Saya baru saja mendapat telepon dari asisten manajer. ”

Sonozaki, begitula dia dipanggil, adalah wanita pekerja paruh waktu yang ramah. Meski dia lebih tua dari Ichigo, dia terlihat cukup muda sehingga Ichigo merasa sedikit ragu untuk memanggilnya bibi. Dia juga memiliki dua putra, satu di SMA dan satu laginya sudah SMP. Dia adalah orang kuat yang mampu membawa barang interior terberat sekalipun dengan mudah. Dia juga seorang ibu yang berkemauan keras. Begitulah kesan dari Sonozaki-san.

“Senang bertemu dengan anda. Nama saya Hoshigami. Tempo hari, Kugiyama-san telah membantu saya.”

“Ya, aku sudah mendengarnya. Orang-orang sedang membicarakanmu.” Sonozaki menanggapi dengan nada ramah sapaan Luna.

“Saya sangat berterima kasih kepada Kugiyama-san atas bantuannya. Sejak saat itu, saya sudah menjadi penggemar toko ini.”

“Lebih tepatnya kamu menjadi penggemar pak Manajer daripada toko ini, ‘kan?” Sonozaki membuat komentar yang agak bercanda.

Mau tidak mau, dalam hati Ichigo merasa gugup.

“Ah, apa saya ketahuan?” Luna menjawab dengan antusias.

Namun, Ichigo tidak dalam mood meladeni itu.

Dari bincang-bincang semacam inilah banyak hal menjadi mencurigakan dan kebenaran terungkap.

“Tidak, tidak, tidak seperti itu. Aku senang dengan lelucon itu. ” Ichigo melanjutkan dengan komentar hambar, dan Sonozaki tertawa riang.

“Haha, anda memang orang yang baik, pak Manajer. Jika saya tidak salah ingat, Himesuhara terkenal sebagai sekolah untuk Ojou-sama, bukan? Dia punya sifat sopan dan akan menjadi istri yang baik. Kalau terus begini, kenapa tidak pak manajer saja yang meminangnya?”

Dia mungkin memiliki kepribadian yang baik dan ramah, tetapi dia perlu berpikir untuk sedikit lebih berhari-hati dalam ucapan dan tindakannya. Meski itu sangat dikurangi dengan karakternya yang ramah, dia mengatakan jenis lelucon yang orang yang diberitahu biasanya akan kesulitan untuk bereaksi.

Dan ditambah lagi, maknanya akan berubah ketika berhadapan dengan Luna.

“Lebih penting lagi,Sonozaki-san. Aku ingin mendiskusikan sesuatu dengan Kamu.” Ichigo berkata saat dia menganggap sudah waktunya untuk menghentikan topik yang menyakitkan hati.

Dari Sonozaki, yang bertanggung jawab atas bagian barang interior, Ichigo berharap mendapatkan saran untuk memilih rak berwarna untuk kamar Luna.

“Ah, perabotan buat gadis ini, ya?”

Dia sepertinya menyadari situasi, mungkin karena Wakana telah menyebarkan informasi itu melalui interkom sebelumnya.

“Tapi dia meminta pak manajer, ‘kan? Saya tidak bisa ikut campur dengan itu." Begitu dia mengatakan ini, Sonozaki langsung pergi sambil berkata, “Baiklah, kalau begitu saya masih ada tugas di sebelah sana.”

Ichigo tidak sempat menghentikannya.

“Astaga …”

Dia pasti berusaha memberi perhatian dengan menciptakan waktu berduaan untuk kaum yang lebih muda.

Biasanya, ini adalah bagian di mana Ichigo harus berkomentar, 'Aku tidak tahu salah paham macam apa ...' Haruskah Ia menertawakan fakta bahwa dia benar-benar tepat sasaran sebagai keajaiban yang tidak disengaja? Atau haruskah dia khawatir bahwa itu hanya masalah waktu sebelum hubungan mereka terungkap ...

“Hei, Ichi, mungkin bibi itu tidak mendukung kalau kita menjadi kekasih.”

“Jangan terlalu sering memanggilku 'Ichi'. Kamu tidak pernah tahu siapa yang mungkin mendengar, ‘kan.” Ichigo membisikkan peringatan kepada Luna, yang mulai sedikit bersemangat.

Bagaimanapun juga, Ichigo akan meminta nasihat Sonozaki tentang apa yang harus dipilih, tetapi tidak ada gunanya jika orangnya sendiri malah melarikan diri.

“Jadi, kamu mau yang mana?” Ichigo bertanya pada Luna, menunjuk ke pajangan furnitur penyimpanan.

“Hmm…”

Mereka berdua melihat sekeliling ke bagian furnitur kecil, yang termasuk rak berwarna. Luna sepertinya sudah melihat-lihat sendiri sebelumnya, jadi dia sekali lagi memeriksa barang-barang tersebut.

“Bukannya ini hampir sama?” Ichigo memberinya beberapa saran.

Namun, Luna tampaknya cukup bermasalah dan tidak bisa memutuskan mana yang dia inginkan. Pada akhirnya, mereka mengitari lantai penjualan tetapi tidak bisa memutuskannya.

“Apa kamu masih belum menemukan sesuatu yang sesuai dengan seleramu?”

“Mhmm… Um, Ichi.”

Kemudian, setelah beberapa saat hening, Luna membuka mulutnya sambil menatap Ichigo.

“Aku baru ingat sesuatu.”

“Baru ingat sesuatu?”

“Kemarin, Ichi menceritakan bagaimana kamu membuat furnitur buat ibu, kan?”

Itulah yang terjadi tadi malam ketika Ichigo menghancurkan rak berwarna di kamarnya.

Dan kemudian, Luna berbicara dengan tatapan agak serius di matanya,

“Ibu pernah memberitahuku tentang cerita itu sekali.”

“… Jangan bilang…”

Saat itulah, Ichigo menyadari apa yang diinginkan Luna.

Luna menatap Ichigo dengan tatapan memohon, dan berkata,

“…Aku juga ingin kamu membuatkannya untukku.”

 

※※※※※

Di masa lalu, Ichigo sering memberi Sakura berbagai hadiah buatan tangan.

Selain terampil dengan tangannya dan menikmati kerajinan, Ichigo termotivasi karena Sakura selalu terlihat senang ketika menerima hadiah darinya.

Ichigo ingat pada masa itu saat Ia menyiapkan rak buatan tangan untuk mengganti perabotan yang Ia rusak.

'Wow! Apa ini beneran buat aku?’

Saat mengingatnya lagi waktu itu, Ichigo sejujurnya berpikir kalau itu adalah produk yang kurang bagus. Tetap saja, Sakura masih merasa bersyukur atas hadiah darinya dan terus menggunakannya dengan hati-hati.

“Apa kamu yakin tentang ini?”

Dan di masa sekarang.

Berkat benang nasib yang aneh, situasi yang sama terjadi dengan perabotan yang dirusaknya di rumah Luna.

“Ya kumohon.”

Luna ingin perabotannya dibuat dengan tangan, sama seperti yang dibuat untuk ibunya.

Ichigo sendiri yang mengatakan kalau Ia akan memenuhi tanggung jawabnya, dan Ia tidak berpikir kalau itu akan merepotkan atau semacamnya. Staf di toko juga sangat perhatian, menghalangi semua tugas dan komunikasi lain-lain sehingga Ichigo bisa bersama Luna tanpa adanya gangguan.

Tidak ada alasan untuk menolaknya, tidak ada alasan lain mengapa Ia tidak bisa melakukannya.

Karena itu, Ichigo mulai menggunakan lokakarya toko untuk membuat furnitur.

“Yah, kurasa itu saja.”

Apapun alasan dibaliknya, Ichigo juga tidak merasa buruk tentang itu. Ia merasa nostalgia dan mulai melakukan kerajinan setelah sekian lama.

“Jadi kamu ingin rak seperti apa?”

“Hmm …”

Ichigo bertanya kepada Luna mengenai apa dia punya gambaran yang diinginkan dari produk jadi. Dia memikirkannya sejenak, dan kemudian,

“Aku akan menyerahkannya pada Ichi.” Begitu kata Luna. “Itu ide Ichi sendiri saat membuat hadiah untuk ibu, ‘kan?”

“Yah, bisa dibilang kalau itu adalah hadiah kejutan.”

“Kalau begitu aku juga menginginkan hal yang sama.”

Apa dia menginginkan perlakuan sama seperti yang pernah dilakukan Ichigo untuk orang yang Ia cintai?

Terlepas dari niat aslinya, keinginan Luna ialaha kalau dia akan menyerahkannya kepada Ichigo.

“Hmm… Baiklah kalau begitu.”

Pertama-tama, Ichigo mengeluarkan selembar kertas desain yang disediakan di lokakarya dan menggambar sketsa kasar di atasnya. Standar untuk rak berwarna biasanya sudah ditetapkan, jadi Ia berasumsi kalau ukurannya akan sama dengan yang rak yang Ia hancurkan tadi malam.

Ichigo menggambar sketsa lengkap dan dengan teliti menghitung semua komponen yang dibutuhkan.

“Baiklah, aku sudah dapat gambarannya.”

Rak tiga tingkat.

Ichigo membuat sketsa kasar dengan gambaran itu.

“Wow luar biasa!”

“Selanjutnya, mari kumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan.”

Ichigo dan Luna berjalan mengitari bagian kerajinan tepat di sebelah ruang lokakarya dan memasukkan bahan-bahan yang mereka butuhkan ke dalam keranjang belanja.

Kayu laminasi pinus untuk komponen utama, kayu lapis untuk membuat papannya, baut untuk kayu, dan beberapa cat furnitur berukuran kecil yang dapat digunakan.

Begitu mereka kembali ke ruang lokakarya, Ia segera memulai membuatnya.

“Tolong mundur sedikit, Luna-san, ini cukup berbahaya.” Ichigo memperingatkan Luna untuk menjauh sedikit saat Ia menyiapkan gergaji bundar.

Kayu yang dilaminasi sudah tergeletak di meja, dan gergaji bundar dinyalakan, membuat suara berisik bernada tinggi.

Satu demi satu, Ichigo memotong kayu sesuai ukuran yang sudah Ia gambar dengan pensil sebelumnya. Kayu laminasi pinus mudah diproses dan sering digunakan sebagai bahan utama furnitur seperti rak buku. Itu adalah bahan yang sempurna untuk pembuatan ini.

"Luar biasa, kamu terlihat seperti seorang pengrajin."

Luna tampak mengagumi cara memotong Ichigo yang teliti saat Ia menghitung ukurannya dengan kalkulator dan menggambar garis di kayu.

(…Hmm?)

Saat itulah Ichigo menyadarinya.

Luna, yang terlalu asyik menonton Ichigo bekerja, sedang mengintip gambar-gambar itu dan memperhatikan bahan-bahan yang dipotong dengan saksama.

Setelah melihat karya Ichigo, mungkin minatnya tergugah, dan mau mencoba melakukan hal yang sama.

Namun, Luna sendiri yang menyatakan bahwa dia akan menyerahkannya pada Ichigo. Wajahnya tampak dilema antara keinginannya agar Ichigo membuatnya untuknya, permintaan maafnya karena ingin membantu, dan rasa ingin tahunya yang sederhana. Dia sendiri tidak berani mengatakan hal itu.

“…Hah.”

Secara pribadi, Ichigo merasa senang karena orang-orang tertarik dengan kerajinan tangan. Setelah itu, Ichigo menghentikan gergaji bundar itu, mengambil napas dengan hati-hati, dan berbicara padanya.

“Ini membutuhkan banyak kerja keras. Aku merasa terbantu jika ada seseorang yang bisa membantuku.”

Sebenarnya itu bukan masalah besar bagi Ichigo karena Ia masih muda dengan tubuh bugar, tapi Ia sengaja mengatakannya cukup keras untuk didengar Luna sambil mengelus-elus pinggulnya.

“…Yah, kurasa aku bisa membantumu sedikit.” balas Luna karena dia pasti menyadari bahwa Ichigo sudah mengetahui apa yang dia pikirkan.

Walaupun dia terlihat sedikit malu, Luna masih menerima tawaran Ichigo dan mengenakan celemek kerja yang tersedia secara gratis di tempat lokakarya.

“Papannya sudah dijepit, tetapi kamu masih harus menahannya dengan satu tangan saat memotongnya. Kamu tinggal ikuti saja garis yang aku sudah gambar dan potong lurus.”

“Mengerti, aku akan mencobanya.”

Dengan arahan Ichigo, Luna mencoba memotong papan dengan tangannya.

Sama seperti tempo hari dimana dia membuat Highball, dia mempelajarinya dengan cepat dan terampil.

“Oke, sekarang kita hanya perlu merakitnya.”

Setelah memotong kayu laminasi, semua bahan yang diperlukan sudah siap. Untuk merakit kayu laminasi sesuai dengan sketsa, alat pemasang baut digunakan untuk merekatkan baut kayu, dan setelah beberapa saat perakitan,

“Wah, sudah selesai!”

Tidak membutuhkan waktu lama, rak tiga tingkat sudah selesai. Produk jadi ini sebagus yang ada di area penjualan.

“Kalau begitu, ayo kita selesaikan dengan memberi cat.”

Ichigo kemudian membuka cat pelindung kayu yang sudah dsiapkan sebelumnya dan menuangkannya ke dalam wadah plastik sekali pakai.

Menggunakan kuas, Ichigo dan Luna mulai mengoleskan cat hitam ke permukaan rak.

“Gunakan kain bekas untuk meratakan cat di permukaan.”

Kain bekas yang dimaksud hanyalah secarik kain. Untuk pembuatan ini, kain bekas yang digunakan adalah kain yang sedikit kasar. Fungsi dari kain itu ialah untuk meratakan cat agar bisa menekankan tekstur serat kayu.

Selain itu, sudut dan tepinya dicat dengan cat biru tua untuk memberikan tampilan vintage yang berkarat.

Itulah desain trendi yang populer di waktu sekarang.

“…Tapi kalau dipikir-pikir, bukannya ini cukup membosankan untuk gadis SMA?”

“Tidak, ini keren, aku cukup menyukainya.” ujar Luna sambil terus mengecat. Cara dia mengatakannya dengan sigap, seolah-olah dia menikmati tindakan menciptakan sesuatu bersama-sama.

“……”

Melihat Luna yang seperti itu, sebuah pikiran terlintas di benak Ichigo. Dulu, Ia memberi Sakura hadiah yang Ia buat secara diam-diam. Ia merasa kalau dirinya harus mempersiapkannya sendiri, dan harus memberinya hadiah yang sempurna. Tapi sekarang …

“Ah, Luna-san, ada cat di hidungmu.”

“Aah!!!”

Ketika Ichigo menunjukkan kalau ada noda cat di hidungnya, Luna tersenyum malu-malu. Melihat ekspresi tersipunya ini, tanpa sadar Ichigo juga ikut tersenyum.

...Jika saja Ichigo tidak berusaha terlihat keren, Ia akan menyarankan supaya dirinya dan Sakura membuat sesuatu bersama seperti ini, dan mereka mungkin akan lebih bersenang-senang bersama.

(...Tidak ada gunanya memikirkan hal itu sekarang.)

Waktu yang sudah berlalu tidak bisa diputar kembali.

Dan Sakura juga sudah tidak ada di dunia ini.

Tidak ada yang bisa dilakukan selain menyerah.

Atau begitulah seharusnya…

Tapi sekarang, di sisinya ada Luna.

Ichigo bisa memulai kembali cinta pertama yang pernah kandas pada saat itu.

Keinginan sesat seperti itu muncul sekilas di benaknya.

Semakin Ichigo memikirkannya, semakin membuatnya merasa bersalah dan jijik. Seolah-olah Ia hanya memanfaatkan Luna.

“Oke, sudah selesai.”

Bagaimanapun, rak berwarna buatan tangan telah selesai. Kualitas furniturnya sedemikian rupa sehingga bisa dibandingkan dengan produk komersial baru… Tidak, bahkan bisa dijual sebagai produk biasa pun tidak masalah.

“Hebat sekali ... Apa aku beneran boleh mendapatkan ini?”

"Tentu saja. Sebaliknya, kita membuat ini untuk tujuan itu ‘kan. Dan kamu juga sudah membantu membuatnya. ”

“…Terima kasih banyak, Ichi.” Kata Luna sambil menatap Ichigo.

Suaranya, ekspresinya, matanya yang sedikit basah.

Dia terlihat sangat mirip dengan Sakura yang pernah dikenalnya.

“Yeah…”

Secara tidak sengaja, Ichigo hanya bisa terdiam.

Lalu—— 

“Wah! Itu luar biasa!”

Sudah berapa lama mereka ada di sini? - Ichigo bertanya pada dirinya sendiri.

Beberapa karyawan tampaknya datang untuk memeriksanya. Mereka melihat rak yang sudah jadi di depan Ichigo, dan takjub.

“Aku tidak tahu kalau pak manajer pandai membuat furniture juga.”

“Dasar bodoh, apa kamu tidak tahu? Pak manajer bahkan pernah memenangkan kontes internal di perusahaan, tau. ”

Ichigo mengawasi mereka dalam suasana hati yang lembut seraya berkata, “Ini area penjualan, dan kalian berada di depan pelanggan, jadi aku harap kalian berhenti mempermalukan diri sendiri."

“Fufu, di sini terlihat sangat menyenangkan.” kata Luna sambil tertawa di sebelah Ichigo.

“Apa kamu merasa bersenang-senang?”

“…Apa?”

“Tidak, bukan tentang mereka. Kenapa kamu tidak mencoba membuatnya sendiri lain kali? ”

“Oh, ya, tadi itu sangat menyenangkan.”

Ichigo mengambil pamflet untuk publisitas toko, yang ditempatkan di ujung meja.

“Jika kamu mau, toko kami mengadakan acara lokakarya bulanan yang bisa kamu hadiri.”

“Apa itu boleh?”

“…? Ah…”

Ichigo baru memahami maksud dibalik kata-kata itu setelah jeda sejenak.

Apa aku boleh datang ke toko Ichigo? Itulah makna yang tersirat dari perkataan Luna.

Oh gawat, ini buruk – pikir Ichigo.

Ichigo bisa membayangkan betapa bahagianya dia, dan hampir melupakan hubungan yang dia miliki dengan Luna.

“…Yah, kurasa tidak masalah jika kamu datang sebagai pelanggan tetap. Jarang-jarang aku berurusan dengan pelanggan secara langsung seperti hari ini.”

“Kalau begitu, aku pasti akan datang!”

Melihat Luna dengan senyum lebar di wajahnya, Ichigo menyesali apa yang sudah Ia katakan. Lebih dari sebelumnya, mungkin Ichigo harus lebih berhati-hati dan waspada.

“…Ngomong-ngomong, Luna-san. Sekarang aku memikirkannya, apa kamu bisa membawa pulang rak ini sendiri?”

“Ah.”

Ketika Ichigo bertanya sembari menunjuk perabotan yang sudah jadi, Luna terdiam.

Rupanya, dia belum memikirkan tentang alat transportasinya seperti bus dan sejenisnya. Apalagi, mustahil untuk membawanya pulang dengan berjalan kaki.

“Apa boleh buat … Catnya akan membutuhkan waktu untuk mengering. Aku akan membawanya pulang nanti.”

Biasanya, toko tidak menawarkan layanan seperti itu, tetapi dalam kasus ini, tidak ada pilihan lain.

“Terima kasih, Ichi. Kalau begitu, aku akan menunggumu malam ini.”

“……”

Ia berjanji pada Luna kalau dirinya akan mengantarkan rak ke rumahnya setelah toko tutup untuk malam itu.

Setelah itu, karena dia mungkin mengira Ichigo akan sibuk dengan pekerjaannya, Luna pergi dengan suasana hati yang baik.

"Dia benar-benar penggemar anda, bukan?”

Setelah melihat Luna pergi, Wakana berbicara dengan Ichigo dengan cara yang lucu.

“Hmm…”

Entah bagaimana… Ichigo merasa bahwa hubungannya dengan Luna perlahan-lahan semakin terkikis ke situasi dimana Ia tidak bisa menghindarinya dengan mudah.

 

※※※※※

Malam harinya, sepulang kerja–

“Baik…”

Seperti yang dijanjikan, Ichigo mendatangi apartemen Luna untuk mengantarkan rak berwarna yang sudah dikeringkan dengan cat. Ia memarkir mobilnya di sisi jalan masuk di depan gedung apartemen, dan membuka bagasi. Ichigo dengan hati-hati menarik dan membawa rak itu keluar. Rak itu dibungkus seluruhnya dalam bahan kemasan sehingga tidak akan rusak.

“Hoshigami-san, aku mau mengirimkan paket yang dijanjikan.”

[Ya.]

Ketika Ichigo menekan bel di pintu masuk, Ia bisa mendengar suara Luna melalui mikrofon dan pintu otomatis di pintu masuk terbuka dan tertutup.

Ichigo langsung menuju kamar Luna yang berada di lantai dua.

“Selamat datang kembali di rumah, Ichi.”

Ketika Ichigo tiba di depan kamar Luna, dia sudah menunggunya dengan pintu setengah terbuka.

(…Piyama.)

Di pintu depan tersebut, Luna menyambutnya dengan senyum dan mengenakan pakaian santainya. Tidak, itu bukan pakaian santai, tapi justru mirip seperti piyama.

Ini baru pertama kalinya Ia melihatnya dalam balutan baju tidur yang berwarna pink pucat, lembut, dan halus, jadi Ichigo sedikit terkejut.

“…Se-Selamat datang kembali di rumah itu terlalu berlebihan … Yah, tidak masalah. Bagaimanapun juga, aku akan masuk. ”

Ichigo hendak membuat komentar kecil, tapi berdiri di depan pintu dengan barang bawaannya bisa mencolok.

Dengan cepat, Ichigo memutuskan untuk meminta izin masuk ke rumah Luna.

“Oke, sesuatu seperti ... ini.”

“Wah! Luar biasa! Ini benar-benar terasa seperti pekerjaan seorang profesional.”

Ketika Ichigo mengatur rak di dalam ruangan, ternyata warnanya sangat serasi dengan interiornya. Tampaknya membuatnya terlihat tinggi dan kecil bukanlah keputusan yang buruk. Luna juga tampak senang, jadi masalah itu diselesaikan untuk saat ini.

“Kalau begitu, aku akan mengambil bekas rak yang rusak di sini.” ujar Ichigo sambil mengangkat sisa-sisa rak rusak yang sudah Ia masukkan ke dalam kantong sampah kemarin. Dia kemudian langsung menuju pintu.

“Kamu sudah mau pulang?” kata Luna dengan mata melebar, sedikit terkejut dengan tindakan Ichigo.

“Eh? Oh… Ya, aku harus bekerja besok.”

“Begitu ya…” gumam Luna dan terdiam.

Dia tampak agak depersi.

“… Hei Ichi.”

Akhirnya, dia membuka mulutnya.

“Sekarang ‘kan sudah larut malam, bagaimana kalau kamu menginap di sini?”

“Apa?” Ichigo berteriak saat dibuat terdiam oleh saran yang tiba-tiba dilontarkan padanya.

“Kamarnya cukup luas, jadi dua orang bisa tidur di sana.” Luna melanjutkan ke Ichigo yang tercengang. “Jika kamu mencuci kemejamu di tempatku dan memasukkannya ke dalam pengering, bajunya akan kering di pagi hari dan kamu bisa langsung bekerja. Bukankah itu lebih efisien?”

“Kamu ini bicara apa!?” Ichigo memahami betul maksud dari apa yang baru saja dia katakan dan menjawab dengan cemas segera setelah Luna menyelesaikan kalimatnya, “Ini bukan tentang menjadi efisien. Akal sehat dan etika menyatakan kalau aku mana mungkin bisa tinggal di kamar dengan seorang gadis di bawah umur.”

Ichigo mungkin pernah menginap sekali sebelumnya, tapi itu karena kejadian di luar kendalinya. Jika Ia punya pilihan, Ia takkan melakukannya.

“Begitu ya ... Kamu benar.”

Mendengar jawaban Ichigo, bahu Luna merosot kecewa. Di sisi lain, Ichigo tampak agak gelisah.

Ichigo tidak tahu apa itu... Ia merasa bahwa entah bagaimana malam itu, Luna tampak lebih aneh dari biasanya.

“Lalu… Bisakah aku datang ke rumah Ichi lain kali?”

Seolah membuktikan firasat Ichigo, Luna menjatuhkan bom lagi.

“Itu ... Apa yang akan kamu lakukan di sana?”

“Tidak melakukan apa-apa, mari kita main bersama… Ah, jika kamu mau, kita bisa memasak makan malam bersama.”

“Tidak, kita juga tidak bisa melakukan itu.”

Balas Ichigo sambil meletakkan tangannya di dahinya, dan Luna menurunkan alisnya dan memiringkan kepalanya.

“Kamu tidak menyukainya?”

“Ini bukan masalah aku menyukainya atau tidak …”

Untuk sesaat, Ichigo terperangah dan memikirkannya. Dulu saat masih kecil, Sakura belum pernah berkunjung ke rumah Ichigo. Karena itu, dia membayangkan Luna, yang memiliki wajah yang mirip Sakura di benak Ichigo, datang ke perumahan perusahaannya dan berada di kamarnya.

“……”

“Kamu tidak menyukainya, kan?”

Imajinasi Ichigo mungkin telah memunculkan suasana yang tidak terlalu memuaskan.

Luna mendekat. Sentuhan lembut, entah itu piyama yang dikenakannya atau tubuhnya sendiri, menempel di lengan Ichigo.

“Po-Pokoknya, akal sehat mengatakan itu tidak mungkin. Apa yang salah tetap saja salah. Baiklah, kalau begitu aku pulang.” Ichigo buru-buru menghentikan pembicaraan dan bergegas ke pintu depan.

“Ah…”

Ia tidak menoleh ke belakang pada suara yang dibuat Luna, atau pada sosoknya, dan dengan cepat meninggalkan apartemennya.

“……”

Ada yang aneh dengannya malam ini.

Entah mengapa, Luna dan Ichigo memiliki banyak pengalaman bersama hingga hari ini.

Mereka banyak melakukan sesuatu dengan bersenang-senang.

Mungkin… Jarak emosional antara Luna dan Ichigo telah memendek bahkan lebih dari sebelumnya…

“…Aku benar-benar harus menganggap ini lebih serius.” gumam Ichigo pada dirinya sendiri saat mengemudikan mobilnya untuk pulang.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama