Epilog — Meski begitu…
Setelah itu …
Ichigo berhasil melindungi Luna
dari jalan pegunungan, dan bisa mengantarnya kembali ke apartemennya dengan
selamat.
Karena ketidakhadiran Luna
tanpa alasan, Ichigo langsung menyuruhnya untuk membuat alasan sakit ke
sekolah, dan semuanya akan baik-baik saja. Adapun waktu yang hilang, dia
memberi tahu mereka bahwa dia sakit ketika bangun di pagi hari, jadi dia minum
obatnya dan langsung tertidur, mengakibatkan keterlambatan laporan panggilan.
Untungnya – Pihak sekolah
tampaknya khawatir bahwa Luna, salah satu siswa teladan mereka, tidak datang ke
sekolah, sehingga mereka lega mendengar kabar darinya dan tidak menindaklanjuti
masalah ini lebih jauh.
Ichigo memutuskan untuk tinggal
bersama Luna di rumahnya selama beberapa jam lagi sampai dia benar-benar
tenang. Akibatnya, Ia harus kembali ke rumah pada malam hari… Dengan kata lain,
sejauh menyangkut pekerjaan, Ia cuti seharian.
“Baiklah kalau begitu.”
Waktu sudah menjelang malam. Di
depan kamar Luna, Ichigo mengucapkan selamat tinggal.
“Terima kasih banyak untuk hari
ini, Kugiyama-san.” ujar Luna sambil berdiri di ambang pintu, menundukkan
kepalanya dalam-dalam.
...Seperti yang Ichigo
pikirkan, suasananya tidak sepolos dan ceria seperti kemarin. Dia menarik batas
yang tepat dan mengambil sikap hormat yang biasanya dimiliki orang terhadap
orang dewasa.
“…Sampai jumpa lagi, jika ada
kesempatan.”
“Ya.”
Mendengar ini, Ichigo merasa
sedikit sedih, tapi dia menepak kepalanya sendiri karena memiliki perasaan
seperti itu, dan meninggalkannya.
Saat meninggalkan apartemen dan
meletakkan tangannya di pintu pengemudi mobil yang diparkir, Ichigo melihat ke
jendela kamar Luna.
“… Lebih baik begini.”
Ya,
memang lebih baik begini.
Gumamnya pada siapa pun...
Tidak, bukan pada siapa pun, tapi pada dirinya sendiri, Ichigo masuk ke dalam
mobil.
※※※※※
Beberapa hari telah berlalu
sejak kejadian itu, dan Ichigo belum mendengar kabar dari Luna atau melakukan
kontak dengannya.
Kehidupan sehari-harinya
kembali seperti semula.
Di pagi hari, Ia pergi ke
tempat kerjanya – Sebuah department store besar yang Ia kelola, dan kembali ke
rumah setelah bekerja sampai malam tiba.
Ia menerima konsultasi dari
staf toko tentang area penjualan, produk, dan isi pekerjaan, dan memberi mereka
saran yang akurat tentang cara memecahkan masalah. Selain itu, ketika
perusahaan memintanya untuk menulis ulasan atau mengirimkan proyek baru, Ia
menggunakan informasi yang telah dilihat dan ditelitinya untuk menciptakan ide
dan menanggapinya.
Hari liburnya juga tidak
berbeda dari biasanya. Isinya adalah campuran pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Bukan waktu untuk bermalas-malasan, tetapi waktu untuk beberapa tujuan dan
signifikansi.
Begitulah cara Ichigo
menghabiskan hari-harinya.
“Apa aku bisa berasumsi kalau
semuanya sudah kembali seperti semula ...?” gumam Ichigo saat duduk di sofa dan
menonton drama luar negeri yang disiarkan melalui Internet.
Mungkin itu karena habis
minum-minum di malam hari dan dalam suasana hati yang mabuk, Ia tidak bisa
menahan diri untuk tidak menggumamkan itu.
“……”
Kemudian, Ichigo tiba-tiba
berpikir. Ia memikirkan Luna dan hari-harinya bersamanya, yang berisik namun
juga menyenangkan.
Saat itulah Ichigo kembali
sadar.
“Apa sih yang aku pikirkan?”
Luna telah belajar untuk
bersikap masuk akal. Luna telah belajar mendisiplinkan diri dan kembali ke
kehidupan sehari-harinya. Namun, apa perasaan Ichigo yang membuatnya sangat
menyesal?
“Kamu sangat menyedihkan!
Ichigo Kugiyama!” Ia berteriak pada dirinya sendiri seolah-olah untuk menghukum
penderitaannya. Ini adalah sesuatu yang bisa Ia lakukan karena sedang mabuk.
Di kejauhan, Ichigo bisa
mendengar anjing menggonggong, jadi Ia berpikir kalau suara teriakannya terlalu
keras.
※※※※※
Lalu, saat ini—
“Ah, pak manajer. Boleh saya
meminta waktu Anda sebentar?”
Hari ini adalah hari Sabtu.
Karena ini akhir pekan, pengunjung di toko cukup ramai. Di tengah semua itu,
Ichigo sedang melewati kantor ketika dia dihentikan oleh Wakana, asisten
manajernya.
“Ya, ada apa?”
"Saya ingin tahu apa saya
bisa memperkenalkan Anda kepada karyawan paruh waktu baru yang akan bekerja
dengan kita mulai sekarang.”
Rupanya, pekerja paruh waktu
baru telah tiba.
(...
Tumben sekali. Sekolah bahkan tidak libur musim panas, atau lebih tepatnya, apa
kami memiliki wawancara perekrutan akhir-akhir ini?)
Saat Ichigo sedang memikirkan
ini, pekerja paruh waktu yang dimkasud muncul setelah diminta oleh Wakana.
“Halo, aku berharap bisa
bekerja sama denganmu—”
Kalimat Ichigo berhenti di
tengah jalan saat melihat pekerja paruh waktu yang dimaksud. Bukan hanya
mulutnya, tetapi seluruh tubuhnya benar-benar berhenti bekerja.
Orang yang berdiri di sana
adalah—
“Saya mohon bimbingannya,
Manajer Kugiyama.”
Rambut hitamnya yang panjang,
tergerai hingga mencapai pinggangnya.
Kulitnya yang tampak halus dan
hampir mendekati transparan.
Garis wajahnya terdefinisi
dengan baik dengan lekukan halus di hidungnya.
Matanya sedikit sipit dengan bulu
mata yang panjang dan seksi.
Ternyata pekerja baru yang
dimaksud adalah Luna.
Dia berdiri tepat di depan
Ichigo dengan mengenakan seragam toko.
Dia mengenakan pakaian yang
sama dengan yang dia coba di rumah Ichigo tempo hari.
“Ke-Kenapa kamu ada di sini!”
Ichigo yang bingung berteriak.
“Apa Anda terkejut?”
Kemudian, Wakana, yang entah
kenapa tersenyum bahagia, mulai menjelaskan. Menurutnya, Luna sebenarnya
diam-diam datang untuk wawancara kerja paruh waktu beberapa hari yang lalu
ketika Ichigo tidak ada. Dengan tidak adanya manajer, asisten manajer akan
menjadi orang yang melakukan wawancara perekrutan.
Berdasarkan kepribadian,
bahasa, dan sikapnya, hasil wawancara Luna cukup positif dan tidak ada yang
perlu dikhawatirkan jika dia bekerja di layanan pelanggan.
SMA tempat dia bersekolah, SMA
khusus Perempuan Himesuhara, yang merupakan sekolah untuk Ojou-sama, sangat
toleran terhadap kegiatan di luar skolah dan mengizinkannya bekerja paruh waktu
selama dia mendapat izin.
“Alasan kenapa Hoshigami-san
ingin bekerja paruh waktu di toko adalah karena dia bertemu dengan pak manajer.
Dia bilang, 'Jika orang seperti manajer
bertanggung jawab atas toko, saya dapat bekerja di sini dengan tenang dan
bersenang-senang.'”
Ichigo mendengarkan penjelasan
Wakana dengan wajah yang masih tercengang.
“Ha ha ha…”
“Dan kemudian, ketika saya bercanda
menyarankan kepada Asisten Manajer Wakana kalau kita harus memperkenalkan diri
kepada manajer sebagai kejutan, dia setuju karena merasa kalau yang begitu akan
lebih menyenangkan.” tutur Luna dengan senyum yang indah dan ceria.
Karena alasan inilah dia tidak
memberi tahu Ichigo bahwa dia akan bekerja di sini sampai hari ini.
Mengenakan seragam toko dan
dengan rambut diikat gaya ekor kuda, Luna memancarkan suasana yang energik
namun menggemaskan. Ichigo bisa melihat bahwa karyawan lain yang lewat sedang melihat
dan mencuri-curi pandang di depan kantor.
“Hei, bukannya kamu gadis yang pernah
datang ke toko sebelumnya…?”
“Sudah lama tidak bersua. Saya
mohon bimbingannya mulai sekarang.”
Kemudian, karyawan lain yang
tahu tentang Luna memperhatikan kehadirannya dan berhenti untuk menyambutnya.
Dalam waktu singkat, kerumunan orang telah terbentuk di tempat.
“Ara, Luna-chan, kamu sudah
memutuskan untuk bekerja di sini. Padahal masih ada begitu banyak tempat bagus
lainnya untuk Luna-chan bekerja!”
“Selamat sore! Terima kasih
untuk bantuannya tempo hari.”
Tentu saja, Luna sedang
mengobrol ramah dengan Sonozaki, seorang ibu rumah tangga paruh waktu yang
lewat.
“Ah, senang bertemu denganmu!
Aku mahasiswa semester ke empat di Universitas Pendidikan Jasmani Kawaki, Aoya—”
“Apa yang kamu lakukan
tiba-tiba memperkenalkan dirimu seperti itu? Lihat, kamu menakuti Luna-chan,
tau.”
Aoyama, seorang mahasiswa paruh
waktu yang sebelumnya jatuh cinta pada Luna pada pandangan pertama,
menyambutnya dengan postur tegak yang kaku dan tegang. Mendengar cara
perkenalannya itu, Sonozaki menepuk pundaknya dengan senyum lucu.
Luna tersenyum lembut saat
melihat hal itu
(...Apa
ini kenyataan?)
Ichigo hanya bisa menutupi matanya
saat merasa pijakannya mulai goyah dan meletakkan tangannya di dinding
terdekat.
Suasana yang ramah telah
tercipta, dan dengan itu, parit luar telah terisi dengan sempurna. Ichigo
selaku manajer toko, akan menjadi orang yang membuat keputusan akhir tentang
perekrutan, tapi sangat tidak wajar untuk menolaknya setelah sudah sejauh ini.
“Per-Permisi sebentar ...” kata
Ichigo sambil menyelinap keluar dari kerumunan, menuju ruang inventaris toko.
Ketika Ichigo sampai di tempat
di mana palet ditumpuk untuk pengiriman produk, Ia memeriksa untuk memastikan
tidak ada orang lain di sekitarnya dan kemudian jatuh berlutut.
“Kenapa? Kenapa ini bisa
terjadi…”
Ichigo berpikir semuanya sudah
kembali seperti semula, dan menjalani kehidupan yang normal kemali.
Kemudian, ketika Ichigo dalam
keadaan bermasalah—
“Permisi.”
Kepala Ichigo tersentak saat
ada seseorang memanggilnya dari belakang.
Dan di sana, ada Luna yang
berdiri.
“Ehehe, lama tidak ketemu,
Ichi.”
Ketika dia mengkonfirmasi sosok
Ichigo dan ekspresi di wajahnya – Luna memasang senyum licik dan nakal, seperti
yang pernah dia lakukan sebelumnya.
“Tidak, itu belum lama. Kenapa
kamu ada di tokoku…?”
“Ichi ... aku minta maaf.”
Senyum di wajahnya berubah
menjadi ekspresi yang sedikit sedih.
“Aku tahu kalau semua yang Ichi
katakan memang benar, dan tentu saja, itu bisa membuat Ichi mendapat masalah…
Selain itu, kamu mengatakannya demi aku. Aku tahu semua itu.”
“Jika kamu mengetahui hal itu,
lantas mengapa…?”
“Aku tahu tapi aku tidak bisa
menghentikannya.”
Maaf – tambah
Luna.
“Tapi, aku menyukai Ichi.”
Ichigo mencoba untuk tenang,
melihat kenyataan, dan menyatukan semuanya kembali. Tetapi pada akhirnya, tidak
ada yang berhasil. Luna telah kembali.
“Kupikir suatu hari nanti… aku
akan menemukan cara selain memaksa diriku untuk melupakan, tapi aku benar-benar
tidak bisa menyerah.”
“Seperti yang pernah aku bilang,
tidak etis bagi kita untuk memiliki hubungan seperti itu. Lagipula, aku sudah
memberitahumu bahwa perasaanku padamu—”
“Aku tahu Ichi kalau melihat
bayangan ibuku dalam diriku.”
Saat itu, Ichigo mengira kata-kata
itu akan menyakiti Luna… Dia tahu itu dan masih berani mengatakannya.
Akan tetapi, Luna—
"Untuk saat ini, tidak
apa-apa.” kata Luna. “Pada waktunya, aku pasti akan membuatmu mencintaiku apa
adanya, aku bersumpah.”
“……”
Dia menjadi lebih agresif dari
sebelumnya.
Ichigo penasaran apa Ia justru menyalakan api dari arah yang
berlawanan. Jalan pemikirannya dipercepat. Alih-alih menjauhkan dirinya, dia
semakin mendekat.
Ichigo mau tak mau jadi kebingungan.
Seorang gadis, yang penampilannya sama persis dengan cinta pertamanya,
menyukainya dan melakukan pendekatan yang penuh agresif.
Mungkin itu adalah situasi yang
membuat semua orang iri. Tapi apa yang akan menungunya hanyalah jalan
kehancuran yang tidak bermoral.
“…Ichi.”
Lalu—
Luna bergegas mendekati Ichigo
yang dalam keadaan bingung dan tidak bisa berpikir jernih.
“Hah…?”
Ichigo tidak bisa bereaksi
dengan baik terhadap situasi yang tiba-tiba.
Awalnya, jarak mereka tidak
terlalu jauh.
Semuanya terjadi dalam waktu
kurang dari satu detik.
Luna berlari mendekati Ichigo
secepat yang dia bisa, dan mendekatkan wajahnya ke wajahnya-
Bibirnya menyentuh bibir
Ichigo.
“——"
Dalam sekejap, indra perasa
Ichigo terasa tumpul dan dilumuri dengan semua yang dia tawarkan.
Aroma Luna, aroma parfum jeruk
segar, menodai indra penciumannya.
Bibir yang bersentuhan, telapak
tangan di dadanya, rambut hitam yang menyentuh pipinya. Perasaan itu semua
memenuhi seluruh tubuhnya.
Sesaat setelah mereka
bersentuhan, dia mengeluarkan napas sesaat, suara tipis seperti hembusan napas.
Semua suara di dunia telah menghilang, dan hanya itu, mendominasi
pendengarannya dan menahan diri selamanya di gendang telinganya.
“-…Ah.”
Sesaat waktu, yang terasa
seperti berlangsung selamanya, kembali normal.
Luna perlahan-lahan menjauhkan
tubuhnya.
Kemudian, dia menatap lurus ke
arah Ichigo yang masih linglung.
Matanya tampak basah, dan
pipinya memerah.
Ichigo bisa merasakan bahwa
emosi dan pikiran yang selama ini Luna simpan dan tekan meluap dan tidak bisa
dihentikan.
Mereka sedang bekerja.
Di bagian belakang toko tempat
Ichigo menjadi manajernya.
Seseorang mungkin melihat
mereka. Bahkan, tidak mengherankan jika mereka memergokinya.
Tetap saja, dalam keadaan
seperti itu, mereka berdua, yang saling menempelkan bibir, hanya bisa saling
berhadapan selamanya, seolah-olah waktu telah berhenti–
Rupanya, kehidupan Kugiyama Ichigo
akan terus diombang-ambingkan oleh musuh tangguh yaitu cinta pertamanya yang
kedua, di mana mereka berdua takkan pernah bersatu.
<<=Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>