Chapter 1
Suatu hari di minggu pagi, di
bulan September. Daerah Odaiba. Di depan Patung Liberty.
“Namaku Tanikita Akari.”
Seorang gadis mungil membungkuk
dengan imut.
“Lah, selain Nishina-kun, aku
mengenal kalian karena kita ini sekelas, iya ‘kan? Lagipula, tahun lalu aku
sekelas dengan Nishina-kun juga.”
“Nishi...!”
“Ad-Ada apa, Nisshi!?”
Nisshi yang berada di sebelahku
hampir jatuh, jadi aku secara refleks menopang badannya dengan satu tangan.
Nishi berhasil berdiri setelah lengannya yang lain dipegangi Ichi
“... na-namaku dipanggil sama
gadis ... apalagi dipanggil sampai dua kali ...”
Nisshi bergumam sembari
mendongak ke atas langit yang biru.
“Aku paham, aku paham banget
kok, Nisshi!”
Ichi juga bersimpati (?) dengan
wajah yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Aku juga sangat memahami perasaan
Nisshi.
“Sepertinya hari ini bakalan
jadi sulit ...”
Sembari menopang Nishi yang
hampir roboh, aku sekali lagi melihat gadis yang ada di hadapanku.
Orang yang memperkenalkan
dirinya tadi adalah Tanikita-san dari kelas yang sama. Teman Luna yang sering
dipanggil dengan nama “Akari”. Dia merupakan gadis terkecil di kelas, gadis
yang paling energik, dan paling menonjol dalam kelompok gyaru.
Dia salah satu teman Luna, dia
memiliki mata yang besar serta wajah yang imut. Tanikita-san mempunyai gaya
rambut bob bergelombang, dan disemir cerah seakan menonjolkan sifatnya yang
ceria.
Busana atasannya yang longgar,
celana pendek, dan pita besar di kepalanya sangat menggambarkan fashion gyaru. Bahkan
saat mengenakan seragam, dia memiliki aura yang penuh gaya, dan dia adalah tipe
gadis yang setidaknya bisa membuatku sedikit nyaman.
“Sudah waktunya, ‘kan? Ayo
cepat pergi?”
Yamana-san yang berdiri di
sebelah Tanikita-san, berkata begitu sambil melipatkan tangannya.
Dia mengenakan baju dengan
kedua bahunya yang terbuka secara horizontal, rok mini ketat, dan sepatu bot
panjang, cara berpakaian khas gyaru. Dia mengenakan pakaian biasa, seperti yang
kubayangkan..
“Benar juga! Ayo! Ayo pergi!”
Dan di sebelahnya — bisa dibilang di sebelahku juga sih —
ada Luna. Hari ini, dia mengenakan atasan yang memperlihatkan bagian samping
tubuhnya, bukan bahunya, dan rok mini bermotif zebra..
Secara tidak sengaja, aku
melirik bagian samping badannya dan buru-buru membuang muka.
Ah,
imutnya... Aku ingin menyentuhnya... Tidak, di tempat begini apa sih yang
sedang kupikirkan!
Meski sekarang masih baru di
awal September dan suhunya lebih dari 30 derajat, gadis-gadis itu mengenakan
pakaian khas musim gugur. Mungkin itulah yang membuat mereka modis.
Sebaliknya, para pria, ......
Ichi dan Nishi, sama-sama mengenakan pakaian standar musim panas T-shirt dan
jeans. Tentu saja, aku pun sama seperti mereka.
Saat kami saling
berhadap-hadapan begini, entah kenapa aku merasa seperti salah tempat lagi.
“Hora, Ryuuto! Ayo cepat
pergi?”
Luna melingkarkan tangannya di
lenganku dan mulai berjalan, dan entah bagaimana kami pun mulai bergerak.
“Uh, ya... tu-tunggu dulu Lu...
tidak, Shirakawa-san.”
“Eh~ kenapa kamu manggil pakai
nama belakangku lagi?”
“Itu sih...”
Rasanya memalukan bagi cowok
sepertiku untuk berperan sebagai pacar dari seorang gadis cantik yang jadi
pusat perhatian di tempat ramai begini.
Selain itu, aku tidak ingin
dibenci Ichi dan Nisshi karena bermesra-mesraan di hadapan semua orang…... atau
itulah yang kupikirkan saat menoleh ke belakang, dan melihat mereka berdua
mengikuti di belakangku dengan wajah tegang. Mereka berdempetan satu sama lain
dan memandang sekeliling mereka dengan waspada.
Odaiba pada hari Minggu
dipadati oleh kalangan pasangan muda-mudi dan keluarga. Aku sendiri termasuk
kalangan kaum muda, tapi senyum cerah yang menghiasi wajah orang-orang di bawah
cuaca terik begitu menyilaukan layaknya pancaran sinar matahari di tengah musim
panas, sama seperti Ichi dan Nishi, aku pun merasa agak sadar diri.
“Hmm~ ini hari yang sempurna
buat main savage ya!”
Sementara itu, Luna tersenyum ceria
sambil merentangkan tangannya seolah-olah menyapa matahari. Ketiak putih yang
mengintip melalui lengan pendek dan kulit mulus di sisi panggul yang terbuka
terlihat seksi dan mempesona.
“Be-Benar juga... meski area
permainannya di dalam ruangan, sih.”
Kami semua berkumpul hari ini
untuk memainkan survival game, atau
singkatnya savage.
Selama liburan musim panas, aku
mengunjungi festival musim panas saat menginap di rumah nenek Luna. Aku
mengajak Luna yang menangisi “ Hal
pertama yang bisa kita melakukan bersama”, dan secara spontan mengatakan Savage. Kenapa aku menjawab savage? Karena aku teringat
pembicaraanku bersama Ichi dan Nishi yang ingin sekali mencoba permainan itu.
Dan itulah sebabnya kami berada
di sini.
Ngomong-ngomong tentang Savage,
secara umum "Savage" adalah
permainan di mana pemain yang dilengkapi dengan senapan angin, terbagi menjadi
dua kubu yang saling menembak. Namun, hari ini kami memesan area indoor di fasilitas komersial yang ramah
untuk kelompok kecil dan pemula, dengan minimal enam orang dan banyak peralatan
sewaan. Meski itu senapan angin, tapi ini adalah permainan di mana kamu
menembak orang secara langsung, jadi cuma ada beberapa peralatan dan tempat
yang memperbolehkan anak di bawah umur. Kami merasa takut kalau harus melawan
orang dewasa veteran dengan peralatan kasar. Cuma tempat ini satu-satunya area
yang memenuhi keinginan kami.
“Aku lebih suka yang di Akihabara...
Kalau Akiba, pasti akan menerimaku...”
“Mau gimana lagi. Area yang ada
di Akihabara dibuat khusus untuk para pemain pro.”
“Riajuuu sangat menakutkan ...”
“Khusus hari ini kita juga akan
menjadi riajuu, tau ... karena ada gadis-gadis yang bermain bersama kita.”
“Justru itu yang bikin aku
gugup!”
Ichi dan Nishi berbicara sambil
gemetaran. Mereka berdua sangat bersemangat sampai berteriak “Apa!! Gadis dan Savage!?” saat aku
mengajak mereka, tapi mereka berdua belum berbicara dengan para gadis sejak
kami berkumpul.
“Kalian kenapa? Kalian berdua
lesu banget hari ini.”
Dan kemudian, Yamana-san
memanggil mereka berdua.
“ “O-Oni gyaru ...!” ”
Ichi dan Nishi langsung membatu
saat dipanggil Yamana-san.
“... Berani-beraninya dia
melakukan itu di izakaya...”
“Ca●pis soda dengkulmu ...”
Mereka berdua bertatap muka dan
saling berbisik satu sama lain. Mereka pernah membahas mengenai bagaimana
mereka akan menebas Yamana-san dengan pedang nichirin untuk membalaskan demam mereka, tapi setelah berada di
hadapan orangnya langsung, mereka justru bergidik ketakutan.
Yamana-san berkata kepada
mereka dengan nada kagum saat keadaan mereka sedang ketakutan begitu.
“Kalian berdua ternyata sangat
kuat juga, ya?”
Ichi dan Nishi hanya melongo
sembari menjawab “Eh?”
“Pada waktu itu, aku pikir
kalian berdua bakalan roboh. Tapi ternyata kalian sungguh menakjubkan bisa
pulang sendiri.”
Usai bilang begitu, Yamana-san
lalu mengedipkan mata pada mereka berdua.
“Hari ini, aku mengandalkan
kalian ya ♡ ”
“…………”
Wajah mereka tiba-tiba memerah
saat saling bertukar pandang, dan napas mereka mulai kasar.
“Wo—Wokee!”
Ichi berteriak dan melompat ke
depan, diikuti oleh Nisshi.
“Oni gyaru emang ajibb!”
“Ayo lindungi Oni gyaru dari
peluru mematikan!”
Mereka berdua langsung berjalan
mendahuluiku sambil berteriak keras. Tampaknya tatapan dari orang-orang di
sekitar sudah tidak mengganggu mereka lagi.
“Dasar cowok gampangan...”
Ini juga merupakan kenyataan
yang menyedihkan dari menjadi orang suram.
◇◇◇◇
Saat kami tiba di toko,
karyawan di sana memberi kami pengarahan tentang aturan dasar, etiket Savage, cara menangani senapan angin,
dan lain sebagainya, karena ini merupakan pengalaman pertama kami. Kemudian, di
ruang ganti pria dan wanita yang terpisah, kami berganti ke seragam kamuflase
yang termasuk dalam paket sewa dan bersiap-siap untuk permainan.
“Ja—Jaaann!”
Menanggapi suara itu, kami
bertiga para cowok yang sudah selesai berganti pakaian dan memainkan senapan
angin sert magasin kami di area aman, menghentikan tangan kami dan menoleh ke
arah sumber suara itu.
Di sana terdapat tiga gadis
yang muncul dari ruang ganti wanita.
“Gimana—!? Kellihatan bagus
enggak?”
Luna yang mengenakan seragam
kamuflase, berpose dengan senapan angin (tidak
dilengkapi dengan magasin).
“Oh ...!?”
Tanpa sadar aku ingin
memujinya, tapi kemudian aku menyadari sesuatu.
“... Shi-Shirakawa-san,
kancing, kancingmu!”
“Eehh?”
Luna kemudian menatap area dadanya
sendiri.
Kemeja kamuflase Luna terbuka
di bagian dada, dan memperlihatkan belahan dadanya. Jika dilihat baik-baik
orang yang di sebelahnya, Yamana-san pun melakukan hal yang sama, dan
Tanikita-san mengenakan pakaian modis yang longgar dengan kerah yang ditarik
keluar.
“Maksudku, itu berbahaya jika
kamu mengekspos kulitmu!”
Meski yang digunakan dalam
permainan Savage adalah peluru BB, rasanya
masih tetap menyakitkan jika terkena tembakan langsung ke kulitmu.
Yamana-san mengerutkan alisnya
ke arahku.
“Eh? Cewek gyaru akan mati jika
tidak memperlihatkan kulitnya, tau.”
“Aku akan memasang kancingnya
sebelum permainan dimulai, kok~!”
Luna ikut menimpali dengan
suara yang centil.
“Betul tuh betul, kami akan
memakainya dengan benar setelah selesai foto-foto, iya ‘kan?”
Tanikita-san juga ikut protes
dan kemudian mengeluarkan smartphone-nya.
“““ Yeeaayy!”””
“... Gyaru...”
Ichi bergumam linglung saat
melihat area aman yang langsung berubah menjadi tempat selfie.
“Baunya wangi-wangi ...”
Nishi menarik napas dengan
lubang hidung terbuka lebar saat memasukkan peluru BB ke dalam magasin.
“Oh, tunggu, aku akan
menfotonya dari bawah.”
Tanikita-san berbaring di lantai
dengan smartphone-nya, sementara Luna dan Yamana-san berpose seperti model
dengan senapan angin sebagai alat peraga.
“Tangan Lunacchi, geser sedikit
ke arah kiri~”
“Begini?”
“Ah, bukan! Maksudku sebelah
kiri dari penglihatanku!”
"Oh, maksudnya sebelah
kanan!?”
“Oke! Ini emo banget loh, emo”
“Akataso, Thank you very Much~”
“““Iya~n!”””
Aku sudah tidak paham lagi apa
yang mereka bicarakan, tetapi gadis-gadis itu tertawa bahagia sembari memutar
tubuh mereka.
“…………”
Sampai sekarang, aku lebih
sering bertemu Luna sendirian, jadi rasanya sangat menyegarkan melihatnya dari
dekat saat dia bersama teman-teman ceweknya. Aku merasa iri pada kehebohan Yamana-san
dan Tanikita-san. Aku takkan pernah bisa mengikuti tempo mereka ...
Saat sedang memikirkan hal itu,
tatapan mataku tiba-tiba bertemu dengan mata Luna.
“Ne~ne~, Ryuuto dan yang
lainnya, ayo ikut foto-foto bareng kita.”
“Eh?”
“Kalau begitu, aku mau ambil
tripodku dulu!”
Tanikita-san berjalan sebentar
menuju tempat penitipan bagasi.
“Ah makasih banget, Akari”
Sementara Yamana-san berterima
kasih padanya, Tanikita-san mengeluarkan tripod kecil sepanjang sekitar 10 CM,
dan tanpa kusadari, kami sedang dalam proses pengambilan foto bersama.
“Ayo Ryuuto, kemari~ kemari~!”
Luna lalu meraih lenganku dan
bergerak maju di depan kamera.
“Eh, Ehhhh...!?”
Lengan yang disentuh terasa
panas. Aroma bunga atau buah yang merebak ke udara akan membuatmu terlena lagi
dan lagi.
“Uwaa, kalian mesra banget~!”
Aku merasa malu karena Tanikita-san,
yang sedang melihat ponselnya, bereaksi berlebihan.
Tiba-tiba, aku merasakan nafsu
membunuh dan menoleh ke arah Ichi serta Nishi yang sedang memelototiku dengan
ekspresi yang mirip seperti karakter Yankee dalam manga.
“Kasshi sialaaannn ...!”
“Riajuu kamprettttt, tenggelam
saja sana ke laut!”
“Hiii!”
Aku
tidak punya niatan jahat, tolong maafkan aku!
Yamana-san lalu mendekati
mereka berdua yang sedang melototiku.
“Hei kalian berdua, apa masih
enggak puas dengan aku?”
Kemudian, dia melangkah di
antara mereka dan melingkarkan lengannya di bahu Nishi, yang tingginya hampir
sama dengannya, seakan-akan mereka berdua adalah teman dekat. Sedangkan satu
tangan lainnya diletakkan pada bahu Ichi layaknya model fashion yang sedang
berpose.
““ ...!””
Ichi dan Nishi langsung membeku
pada skinship tak terduga dari seorang gadis.
“Baiklah~ sudut pandangnya
sudah oke!”
Tanikita-san yang memastikan
smartphone-nya sudah terpasang di tripod, datang berlari sedikit dan berpose.
“Aku foto ya~!”
Tampaknya itu dikendalikan dari
jarak jauh, dan smartphone-nya berbunyi “cekrek” otomatis saat Tanikita-san
mengatakan itu.
Aku tidak tahu ekspresi macam
apa yang kubuat, tapi setidaknya sesi ambil foto-foto sudah berakhir.
“... Kehangatan Oni gyaru ...”
“Aroma Oni gyaru… wangi wangi…”
Saat Ichi dan Nishi sedang
dalam keadaan euforia, Luna menarik lengan bajuku.
“Nee~Nee~, baju ini gimana?
Kelihatan bagus enggak?”
“Eh……?”
Benar juga, aku masih belum mengatakan
apa-apa tentang penampilannya.
Aku ingin tahu apa dia merasa tidak
nyaman dengan pakaian itu karena itu benar-benar berbeda dari pakaian dia yang
biasanya. Luna menatapku dengan tatapan menengadah sambil sedikit gelisah.
“Etto ...”
Aku sekali lagi melihat
penampilannya yang dibalut baju kamuflase. Dalam prosesnya, tatapan mataku
tertuju pada dadanya yang terbuka dan aku buru-buru mengalihkan pandanganku ke
wajahnya.
“Ke-Kelihatan bagus, kok. ....
Ka-Kamu terlihat imut.”
Saat aku menjawab terbata-bata,
Luna tersenyum lega.
“Benarkah? Syukurlah!”
Kemudian, dia beralih dari
memegang pistol di satu tangan dengan kedua tangannya dan mengarahkan
moncongnya kepadaku.
“Hari ini, aku akan membuat
pukulan kritis di hati Ryuuto dengan penampilanku!!”
Setelah mengatakan “bang”, Luna tersenyum malu-malu dan
tertawa “ehehe”.
Keimutan sosoknya itu membuat
telingaku terasa panas.
“…. Bu-bukannya tadi kita
diperingati oleh karyawan toko kalau kita tidak boleh mengarahkan moncong
pistol ke seseorang?”
“Oh iya!”
Mendengar gurauanku yang sedikit
malu, Luna menutup mulutnya dengan tangan dan tersipu.
“Maaf ya, Ryuuto!”
“Enggak apa-apa, kok... ”
Aku menjawab dengan senyum
malu-malu, dan jantungku masih berdebar kencang saat mengingat perkataannya
tadi.
Hari
ini, aku akan membuat pukulan kritis di hati Ryuuto dengan penampilanku!
...... Padahal sudah dari dulu
hatiku ditembak.
“... Ada apa, Ryuuto?
Senyum-senyum sendiri begitu”
Luna melihat ke arahku dan
tampak terheran-heran.
“Ah! Apa jangan-jangan ... kamu
melihatnya?”
Dia lalu mengangkat dadanya, di
mana belahan dadanya mengintip keluar.
“Eng-Enggak, kok!”
Jika aku disalahpahami di sini,
upayaku untuk terus-menerus bersikap jantan supaya tidak dianggap sebagai cowok
bernafsu akan menjadi sia-sia.
“Jika kamu bilang jujur, aku
bisa menunjukkan lebih banyak padamu, kok?”
“Sudah kubilang, enggak!”
Dengan ekspresi nakal di
wajahnya, Luna mencoba menunjukkan belahan dadanya padaku. Aku berhasil
menghindarinya dan kembali bersiap-siap untuk Savage.
◇◇◇◇
Setelah selesai bersiap-siap,
kami menuju keluar dari area aman ke area permainan untuk memulai savage.
“Uwaahh!”
“Hebatt!”
Ichi dan Nishi merasa terkesan
saat melihat area permainan.
“Bukannya ini mirip Apax
banget!?”
“Kagak, ini justru lebih mirip POPG!”
Mereka menyebut game FPS yang
terkenal dan melakukan perdebatan paling ramai di hari itu.
Area yang kami sewa tentu saja
tidak seluas area permainan outdoor. Dalam
hal ukuran, luasnya mungkin seukuran ruang konferensi kecil, tapi tampaknya ukuran
segini sangat pas untuk jumlah kami berenam karena ada dinding labirin dan
rintangan barikade ditempatkan di mana-mana serta kurangnya jarak pandang.
Bagian dalam area didekorasi
dengan tanaman merambat buatan dan pita yang bertuliskan “KEEP OUT”, sehingga memberikan nuansa seperti game battle royale
digital, jadi aku diam-diam merasa bersemangat. Alasan mengapa aku mulai
berbicara tentang Savage dengan Ichi
dan Nishi karena aku mengagumi suasana yang ada di dunia game dan ingin
mengalaminya di kehidupan nyata.
Kami tidak menyewa game master (semacam wasit) karena akan membutuhkan biaya, jadi kami tiba
di titik awal hanya dengan 2 tim yang dibagi menjadi beberapa orang.
Tim merah beranggotakan aku, Luna
dan Tanikita-san. Sedangkan tim kuning ada Yamana-san, Ichi, dan Nishi. Anggotanya
diputuskan entah bagaimana dari aliran saat sesi foto-foto tadi. Supaya tidak
salah menembak sekutu, masing-masing dari kami melilitkan pita warna tim di
lengan seragam kamuflase.
“Permainan dimulai!”
Dengan aba-aba dari kami semua,
permainan pun dimulai.
Untuk sementara, kami masih
melihat-lihat situasi dulu. Ini adalah pertempuran menghancurkan musuh tanpa ada
batas waktu, tapi karena jumlah orangnya sedikit, kami mungkin bisa
menyelesaikannya dengan cepat.
“... Aku mau lihat posisi lawan
dulu, ya.”
Kami yang tim merah sedang
memperhatikan situasi dulu, tapi tiba-tiba Tanikita-san memanfaatkan tubuh
kecilnya dan bergerak maju sambil bersembunyi di balik barikade.
“Akari, hati-hati ya”
Aku dan Luna juga bergerak maju
mengikutinya. Dan kemudian…….
“Riaju mati saja sanaaaaaa!”
Bersamaan dengan teriakan itu,
peluru BB menyerempet sisi telingaku.
“Uwaa!”
Aku menoleh ke arah sumber
suara dan melihat kalau Nishi berada secara diagonal di hadapan kami, setengah
dari badannya mencuat dari balik barikade dan membidik kami.
“Mundur ...!”
Bersama Luna yang ada di
belakangku, aku menyembunyikan separuh tubuhku di balik barikade dan menyiapkan
senjataku.
“Sialannnn! Aku akan mengirim
kalian berdua ke neraka bersama-sama!”
Aku merasakan obsesi yang mirip
seperti dendam dari Nisshi yang takkan membiarkan kita lolos bahkan jika
tembakannya meleset. Untungnya, peluru BB yang ditembaknya meleset, jadi aku
juga menarik pelatuk senjataku beberapa kali.
“Wah, kena!”
Tampaknya salah satu dari
tembakanku kebetulan mengenai target. Nisshi mengangkat kedua tangannya dengan
frustasi. Mereka yang terkena peluru harus segera mundur dari area permainan.
“Untuk saat ini, satu orang
tumbang...”
Saat aku merasa lega karena
sudah menumbangkan satu orang….
“Nisshi! Aku akan membalaskan
dendammu!”
Aku mendengar teriakan dari
jarak dekat dan suara senjata BB lain melesat ke sampingku.
“Uwa!”
Tadi itu hampir saja.
Begitu aku bersembunyi di balik
barikade dan melihat melalui celah, aku melihat Ichi menodongkan senapannya ke
arahku.
“Ryuuto, apa kamu baik-baik
saja?”
Luna yang ada di belakangku,
memanggil dengan cemas.
“Aku baik-baik saja. Kamu tetap
bersiaga saja.”
Usai mengatakan itu, separuh
dari badanku melangkah keluar dari barikade lagi dan menyiapkan senjataku.
“Rasakan ini, Kasshiiiiii!!”
Icchi menembak secara membabi
buta ke arahku.
“Uwaah!”
Aku merasa kalau aku akan
tertembak sebelum bisa membidik, dan aku harus bersembunyi lagi ke belakang
barikade.
“Hancurkan para riajuuuuuuuuu!”
Menakjubkan. Sungguh daya
hancur yang kuat.
Sejujurnya, aku kehilangan
keberanianku.
Itulah yang kupikirkan, dan aku
mulai terburu-buru.
“Eii!”
Dari arah pihak ketiga, Aku
mendengar suara peluru BB ditembakkan.
Ternyata itu dari Tanikita-san.
Tanikita yang tadinya ada di depan kami menembak Ichi dari jarak dekat.
“Uwoohh !?”
Ichi lalu berhenti menembakiku.
Setelah Icchi memastikan posisi
Tanikita-san sudah terlihat, Ia mundur ke balik barikade dan memperbaiki
kembali posisinya.
“Duh~ Aku tidak mengenainya~!”
Di sisi lain, Tanikita-san yang
gagal dalam serangan mendadak jarak dekatnya, dengan terburu-buru mencoba
mundur di balik barikade. Aku sendiri sedang bersembunyi di belakang kotak
setinggi lutut, jadi aku dalam bahaya kalau diserang sekarang.
Namun, moncong senjata Icchi diarahkan
ke belakangnya saat menuju barikade.
“Ah, Tani ...”
“Akari, bahaya!”
Saat itulah Luna, yang berada
di belakangku, melompat keluar dari balik barikade.
“... Shi-Shirakawa-san!?”
“...!?”
Bukan cuma aku saja yang
satu-satunya terkejut. Icchi juga tampak kebingungan dengan target yang
tiba-tiba mengekspos seluruh tubuhnya, dan bidikan senjatanya goyah karena
ragu-ragu.
Sekarang
waktu yang tepat……!
Aku melangkah keluar sedikit dari
balik barikade dan membidik Icchi.
Peluruku mengenai bahu Icchi
lebih cepat ketimbang senjata Icchi yang membidik ke arah Luna.
“... tte!? ... Sialaannnn ~
kenaaaa~ ...!”
Icchi yang tadinya tanpa
penjagaan, langsung tumbang dengan mudah.
“Cepat sembunyi lagi!”
Aku segera memanggil Luna dan Tanikita-san.
Kami sudah mengalahkan Icchi dan Nisshi, tapi masih ada satu orang lagi di tim
kuning, yaitu Yamana-san.
Saat aku sedang berpikir
begitu, ada sesosok yang muncul di bidang penglihatanku.
“...!?”
Saat Luna baru saja menyerahkan
tempat sembunyi terdekat kepada Tanikita-san dan hendak kembali padaku, dari
arah belakangnya, Yamana-san muncul sambil membawa pistol.
“…………”
Yamana-san diam-diam mengangkat
pistol dan mencoba menembak ke arah Luna.
Dia
akan tertembak duluan bahkan jika aku memanggilnya. Saat
aku berpikir begitu, aku melompat keluar dari balik barikade …..
Lalu berdiri untuk melindungi
punggung Luna.
“......!”
Dan kemudian, aku tertembak
peluru.
“Kena……!”
Luna yang kembali sembunyi di
balik barikade, melihatku pergi dari area permainan saat aku mengangkat kedua
tanganku.
“Ryuuto……!”
Sebelum dia bisa menyelesaikan
gumamannya, Yamana-san mulai bergerak kembali.
“Ah~! Aku kena tembak!”
Suara Tanikita-san terdengar
dan keluar dari barikade. Sepertinya dia tertembak duluan saat mencoba
diam-diam menembak Yamana-san.
“... Baiklah, yang tersisa tinggal
kamu saja, Luna.”
Yamana-san yang dari tadi tidak
mengatakan sepatah kata pun sampai sekarang, tertawa di balik barikade.
“Nikoru...”
Luna menggenggam pistol dan
bergumam sembari memasang ekspresi yang rumit. Kemudian dia menatap ke arahku,
yang sedang menuju pintu keluar, dan wajahnya berubah dengan penuh tekad.
“Aku tidak akan kalah! Demi
Ryuuto juga...!”
Sejak saat itu, babak penentuan
dari permainan ini, diselesaikan dalam waktu yang singkat.
Luna mengeluarkan separuh
tubuhnya dari tempatnya besembunyi dan membidikkan senjatanya ke Yamana-san. Tapi
dia justru melompat keluar dari barikade dan bersembunyi di balik rintangan yang
sangat dekat dengan Luna. Yamana-san menembak dengan setengah tubuhnya keluar
dari balik rintangan pada saat Luna menembak, dan Luna balas menembaknya tanpa
menahan diri.
Suara bising peluru BB yang
ditembakkan bolak-balik antara kedua gadis itu terdengar sampai beberapa kali.
“……Ah!”
Tapi tak berselang lama, Yamana-san
lah yang mengangkat suaranya duluan.
“Cih... malah kena!”
Dia mendecakkan lidahnya dengan
kesal dan mengangkat kedua tangannya.
Dengan demikian, pemenang dari Savage ini sudah ditentukan.
◇◇◇◇
“Sialannn!!! Aku gagal
menghajar para riajuu itu?!”
Setelah kami semua kembali ke area
aman, Icchi merasa sangat kecewa saat mengetahui siapa pemenangnya
“Selanjutnya, kita balas di
ronde selanjutnya! Selanjutnya, kita akan fokus menyerang pada pasangan riajuu
itu!”
“Eh~ bukannya itu sedikit
kejam?”
“Eh......”
Nisshi yang sedang heboh ikut
menimpali perkataan Icchi, mendadak membeku saat Tanikita-san memprotesnya.
Sejujurnya, aku pun merasa tersinggung.
Yamana-san kemudian mendekati
Nisshi.
“Nee, boleh enggak aku pinjam
ini sebentar?”
Setelah mengambil senapan laras
panjang Nisshi, Yamana-san lalu membidik ke arah tembok.
“... Ah, sudah kuduga kalau
yang ini paling gampang untuk membidik.”
Atas rekomendasi karyawan toko,
kami menyewa senjata laras panjang untuk cowok dan pistol untuk para gadis di
antara barang penyewaan senjata. Alasannya karena, meski senjata laras panjang memudahkan pemain untuk
membidik tapi beratnya cukup lumayan, sehingga gadis-gadis dengan kekuatan
fisik yang lemah akan kehilangan mobilitas mereka.
“Makasih”
Setelah mengembalikan senapan
ke Nisshi, Yamana-san mengambil pistolnya sendiri dan menuju ke meja
resepsionis.
“Apa itu namanya, senjata laras
panjang? Aku mau pergi sebentar untuk mendapatkan pengganti.”
Meski sudah dibilang kalau itu
mustahil, dia membuat pernyataan yang mengesankan yang sepertinya tak terlalu
memedulikan apakah itu mustahil atau tidak.
“... Nee, Ryuuto”
Saat menunggu Yamana-san
kembali, Luna datang menghampiriku.
“Aku minta maaf mengenai hal
tadi. Saat Ryuuto ditembak ... kamu sedang berusaha melindungiku, ‘kan?”
Dia tersenyum padaku dengan
alis yang diturunkan, yang mana ekspresinya itu terlihat imut dan membuat
hatiku berdetak kencang.
“Ah, iya ... tidak masalah kok.
Padahal, itu akan lebih keren jika aku bisa melawan balik...”
“Kamu salah”
Luna menggelengkan kepalanya
“... Tadi itu kamu terlihat
sangat keren, kok.”
Dia bergumam begitu, dan
pipinya terlihat memerah.
“Makasih ya, Ryuuto”
Dia berkata dengan malu-malu, berusaha
memalingkan mukanya dariku, dan kemudian melakukan kontak mata denganku lagi.
“... Oleh karena itu, aku akan
berusaha yang terbaik untuk menang.”
“Ya...
Terima kasih. Kamu sudah pandai melakukannya.”
Pertempuran tadi merupan adegan
baku tembak yang menegangkan sampai-sampai aku tidak bisa menahan diri untuk
berhenti dan menonton sejenak saat sedang berjalan menuju area aman.
“Ehehe”
Luna tersenyum bahagia saat dipuji
olehku. Kemudian, dia tiba-tiba melihat sekeliling.
“... Ada apa?”
Saat kutanya begitu, Luna hanya
menggelengkan kepalanya.
“Tidak, bukan apa-apa”
“...?”
Saat kami sedang melakukan
percakapan seperti itu, Yamana-san sudah kembali. Di tangannya, dia membawa
senapan laras panjang.
“Ah, Nikoru! Kukumu kenapa?!”
Melihat tangan Yamana-san, Luna
berseru dengan nada terkejut.
“Hmm? Aku tadi sekalian
meminjam gunting kuku di meja resepsionis dan memotongnya. Sebelumnya, aku
merasa kesulitan untuk menembak karena kuku tanganku tersangkut di pelatuk
pistol.”
Kalau dilihat-lihat lagi, kuku
Yamana-san yang dihias dengan indah memang terlihat pendek. Aku tidak ingat
dulunya kayak apa, tapi kurasa dia memang biasa memanjangkan kukunya.
“Padahal kuku yang tadi lumayan
lucu”
“Makasih. Yah, aku tinggal
melakukannya lagi aja. Aku bisa memanjangkannya dari awal.”
Yamana-san menjawab Tanikita-san
sembari berlatih menodongkan senapannya ke tembok.
“... Yup. Aku merasa bisa
menembak lebih baik dengan ini daripada sebelumnya.”
Dia mengatakan itu sambil tersenyum
percaya diri setelah melakukan beberapa
sesi latihan.
Sesuai ucapannya, Yamana-san
mulai jadi seperti orang kesetanan di permainan berikutnya.
“Ora ora ora! Orang yang mau
kena tembak aku, cepetan keluar!”
“Kyaa~, aku kena~~!”
“Kamu terlalu kuat, Nikoru~!”
Dalam pertempuran tim,
permainan ini dengan cepat berakhir dan kami tidak puas dengan itu, jadi kami
mencoba beralih ke pertempuran battle
royale dengan satu pemenang.
Akan tetapi ...
“Ora ora ora! Cepetan menyingkir
dasar cecunguk kampret!”
“Gyaah~ sakit tau!”
“Aduhh, aku kena peluru Oni
gyaru!”
Bagaimanapun juga, Yamana-san
masih tidak terkalahkan.
Tapi tetap saja, kami menikmati
permainan sampai sekitar 10 ronde, dan setelah menghabiskan dua setengah jam
waktu pemesanan, kami menyelesaikan permainan.
Saat kami semua selesai
berganti pakaian dan hendak meninggalkan area aman dengan barang bawaan kami ...
“… Eh?”
Luna mencari-cari sesuatu di
dalam tasnya dan bergumam dengan nada bermasalah.
“Salah satu anting-antingku
hilang ... padahal aku yakin sudah memasukkannya ke dalam kantong saat pertama
kali ganti baju.”
“Eh, bukannya anting-antingnya
terpasang di kedua telingamu?”
Tanikita memeriksa telinga Luna
dan berkata begitu, tapi Luna menggelengkan kepalanya.
“Awalnya, aku membawa dua
pasang.”
“Oh, yang berbentuk bulan dan
bintang? Kamu sering pakai satu anting itu saat memakai baju kasual, ‘kan”
Luna menanggapi perkataan
Yamana-san dengan mengangguk.
“Iya, yang itu”
“Itu salah satu barang
berhargamu, ‘kan? Kamu pernah bilang kalau kamu tidak mau membawanya ke sekolah
karena takut disita, iya ‘kan~”
“Ya …”
“Apa anting-anting tersebut
begitu penting?”
Karena aku merasa khawatir,
jadi aku mulai mencari-cari di lantai terdekat.
“...
Ah, ketemu!”
Aku lalu mendengar suara ceria
Luna.
“Maaf, kelihatannya itu jatuh
di dalam tasku. Sepertinya antingnya tak sengaja keluar dari kantong.”
Aku tersenyum pada Luna yang
terkikik mengatakan “Seharusnya aku
mencarinya dengan benar dulu.”
“Syukurlah kalau sudah ketemu.”
“Iya!”
“Bagus, bagus”
Sambil diawasi dengan hangat
oleh semua orang, Sambil diawasi dengan hangat oleh semua orang, aku melihat
anting-anting yang ditemukan Luna.
Motif bulan sabit dan bintang
yang menjuntai dari rantai berayun di bawah telinganya, dan hal tersebut membuat
anting-anting itu terlihat cukup mencolok.
——
Kamu sering pakai satu anting itu saat memakai baju kasual, ‘kan.
Aku kembali teringat kata-kata
Yamana-san. Aku merasa malu karena tidak peduli seberapa tidak tertariknya aku
pada fashion, aku bahkan tidak tahu tentang anting-antingnya yang berharga. Aku
tidak terlalu memperhatikannya karena anting itu cenderung tertutupi oleh
rambutnya.
Tapi kenapa cuma satu? Bukannya
anting-anting biasanya dijual sepasang?
Aku sedikit penasaran, tapi
berpikir kalau hal itu mungkin menjadi
tren di kalangan gadis-gadis, dan tidak terlalu memusingkannya pada waktu itu.
◇◇◇◇
“Meski begitu, bagaimana bisa
oni gyaru membabat habis musuh sendirian …”
Setelah duduk di restoran yang
kami tuju setelah selesai bermain savage,
Ichi bergumam pada Nisshi.
“Lagipula, julukan oni gyaru
bukan sekedar omong kosong doang ...”
“Dia mendekat dengan kecepatan
tiga kali lipat dari kecepatan normal.”
“Dia bertarung sambil
memikirkan dua atau tiga langkah ke depan”
“Kita …. Sama sekali bukan tandingannya”
“Karena kita masih anak-anak”
Sambil mendengarkan percakapan
mereka, aku memutuskan untuk mengambil Gundam sesegera mungkin.
Kami menyewa tempat permainan savage di pagi hari, jadi saat permainan
selesai, waktunya bertepatan dengan jam makan siang. Karena belum ada yang mau
pulang, jadi kami berenam langsung menuju ke restoran Italia di fasilitas
komersial yang sama.
Tata letak mejanya mirip
seperti restoran keluarga, dan ada banyak pelanggan yang di bawah umur atau
yang berkeluarga, tetapi suasana interior dan pencahayaannya sangat nyaman
sehingga aku mungkin takkan memilih restoran ini jika cuma ada cowok-cowok saja.
Di meja untuk enam orang, kami
dibagi menjadi pria dan wanita dan duduk saling berhadapan, yang rasanya sedikit
memalukan, seolah-olah kami sedang berada di "kencan buta" . Kebetulan, posisinya duduknya terdiri:
Tanikita-san dan Ichi, Yamana-san dan Nisshi, serta Luna dan aku yang duduk
saling berhadapan.
“Tapi main savage ternyata seru banget ya~”
Tanikita-san tersenyum dan
bergumam sambil meminum es coklat dari bar minuman setelah makan.
“Masa? Aku mengajakmu karena
tahu kalau Akari akan mengatakan itu! Syukurlah!”
Luna tertawa bahagia.
“Ya. Cara peluru terbang
tergantung pada jenis senapan anginnya, ‘kan? Misalnya jarak, kecepatan, dan sebagainya.
Mungkin kelihatannya menarik untuk membeli berbagai senjata dan mencobanya
sendiri.”
“Setuju banget!”
Ichi tiba-tiba menimpali dengan
penuh semangat.
“Mungkin senapan angin
merupakan cikal bakal dari savage.
Aku pikir kalau itu cukup menarik. Aku jadi ingin mencoba menembak dari
berbagai senjata. Senjata yang kupinjam hari ini adalah pistol listrik
bertenaga baterai, loh? Sangat mudah untuk menembaknya karena kamu tinggal
menarik pelatuknya, tapi ada juga jenis senjata gas dan senapan angina
terkompresi, masing-masing dengan kontrol yang berbeda, jadi kupikir itu akan
keren jika aku bisa menguasai semuanya!”
Hari ini, ini pertama kalinya
Ichi memulai duluan berbicara dengan seorang gadis. Aku diam-diam merasa
terkejut.
“Hee~, jad begitu ya~?”
Namun, seperti yang diharapkan
dari teman Luna, kelompok gadis gyaru yang ceria, Tanikita-san tidak kebingungan
dan merespons Ichi dengan normal.
“Tapi senapan angina tuh mahal,
‘kan?”
“Hmm, tergantung dari jenisnya,
tapi harganya sekitar 5.000 yen.”
“Ada juga yang harganya sekitar
3.000 yen, kok.”
Nisshi memasuki percakapan,
mengambil keuntungan dari topik pembicaraan Ichi. Mungkin dia tidak ingin
ketinggalan.
“Lalu bagaimana dengan jenis
yang paling bagus?”
“Mungkin 50.000 yen?”
“Tidak, kayaknya ada juga yang
sekitaran 100.000 yen.”
“Masa? Yah, lagipula aku tidak
bisa membelinya, dan aku belum memeriksa harga yang lebih tinggi.”
“Bener banget. Kedengarannya emang
menarik, tapi aku tidak bisa menambah jumlah barang hobiku lagi.”
“Lagipula Akari lumayan otaku[1]
iya ‘kan~. Aku juga sama sih.”
Mata Ichi dan Nishi langsung
berbinar ketika mereka mendengar perkataan Yamana-san.
“Eh, seriusan!?”
“Otaku apa!?”
Ichi dan Nisshi langsung
merasakan suatu keakraban karena tidak mereka menyangka kata “otaku” akan
keluar dari mulut gadis gyaru.
Tanikita-san segera menjawab
dengan gembira, seolah-olah dia sudah menunggu pertanyaan itu.
“VTS[2] !! Setiap kali mereka merilis CD baru, aku harus membeli banyak salinan untuk mendapatkan bonus, dan itu benar-benar lubang tanpa dasar! Aku juga belajar Hangul!”
“Vi, Vi...?”
Saat mereka tampak kebingungan,
Luna lah yang menjelaskannya.
“Itu nama dari grup K-POP cowok.
Kami dicekoki sama Akari. Sekarang mereka benar-benar populer, apa kalian tidak
pernah mendengarnya?”
Semua grup cowok, termasuk aku,
cuma bisa memasang wajah melongo.
Mungkin tombol mode otakunya
menyala, Tanikita-san jadi terus berbicara dengan bersemangat.
“Aku dulunya D-otaku, dan aku
mendapat kartu bebas masuk selama setahun dan sering melakukan perjalanan. Aku
masih melakukan gim social.Aku juga suka membuat aksesoris dengan resin! Aku
juga suka pakaian dan fashion secara umum, jadi aku mau mempelajari bidang itu
setelah lulus~”
“Kalau aku sih otaku cat kuku. Harga
gel dan bagian-bagiannya lumayan murah, jadi tanpa disadari, aku sudah mengumpulkan
begitu banyak sampai-sampai kebingungan mau menyimpan di mana lagi.”
Setelah Tanikita-san, Yamana-san
juga ikut bercerita tentang kesukaannya.
““
......””
Icchi dan Nishi langsung
terdiam saat mendengar daftar hal-hal yang tidak mereka minati muncul satu demi
satu. Jika ada cowok rajuu, mungkina Ia bisa berbicara nyambung dengan hobi
mereka, tapi ini adalah batas dari cowok perjaka suram. Sebagai sesama rekan,
aku sangat memahaminya.
“Sungguh menakjubkan sekali
melihat kalian berdua kecanduan sesuatu.”
Aku merasa senang Luna ikut
menimpali dan membuat suasananya kembali hidup.
Yamana-san lalu menyeringai
kepada Luna yang menjawab begitu.
“Kamu juga sama kecanduan,
‘kan”
“……Eh?”
Aku merasakan tatapan
Yamana-san mengarah padaku, dan aku tersentak.
Luna juga menyadari hal itu dan
wajahnya langsung memerah.
“Eh~ maksudmu Ryuuto!? Apa
maksudnya itu~~!”
“Hari ini benar-benar kenyang
melihat kalian berdua. Sejujurnya, rasanya terlalu sulit buat jomblo kayak aku”
Saat Yamana-san mengatakannya
dengan masam, Tanikita-san juga ikut tertawa.
“Kalian sangat mesra sampai-sampai
bikin iri~!”
Kemudian, aku mendengar Nisshi
menggumamkan sesuatu di sebelahku, dan tak sengaja mendengarnya.
“... Lah, seriusan oni gyaru
enggak punya pacar ...?”
“Oh, ya. Itu benar. Enggak
nyangka banget ‘kan.”
Luna pernah memberitahuku hal
itu di festival musim panas. Kemudian Nisshi menatapku dengan wajah terkejut.
“Kasshi, kamu tahu tentang
itu!? Kenapa kamu tidak bilang dari tadi.”
“Eh? Apa jangan-jangan Nisshi,
ke Yamana-san ...”
“Tidak, bukan itu yang aku
maksud! Bukan itu yang aku syukuri”
Aku diberitahu sesuatu yang
mungkin bisa kumengerti atau tidak kumengerti. Ngomong-ngomong, percakapan ini
tidak didengar oleh siapapun kecuali aku dan Nisshi.
“Baik Nikoru maupun Akari,
kalian berdua bisa saja punya pacar kalau kalian mau, ‘kan?”
Saat Luna mengatakan itu, Tanikita-san cuma membalas “Hmm~”.
“Yah, kepalaku sedang dipenuhi Jemi sekarang, jadi aku tidak membutuhkan yang
namanya pacar”
Siapa? Saat aku bertanya kepada Luna
yang ada di depanku, dia memberi tahu kalau Jemi yang dimaksud adalah anggota
VTS.
“Aku punya banyak hal yang
ingin kulakukan, dan aku menikmati melakukannya sendiri. Jika aku mau melakukan
aktivitas hobi dengan seseorang, lebih baik jika dengan seseorang dari jenis
kelamin yang sama, iya ‘kan?”
Aku pikir kita bisa sepemahaman
dengan itu, Nisshi dan Ichi yang ada di sebelahku ikut mengangguk.
“... Apa kalian mempunyai
kriteria tertentu saat ingin mencari pacar?”
Demi melanjutkan percakapan,
aku mencoba mengajukan pertanyaan yang menakutkan. Walaupun aku sudah terbiasa
berkat Luna, aku masih membutuhkan keberanian untuk berbicara dengan gadis
gyaru, tapi aku berpikir kalau ini sebagai bentuk bantuan untuk Icchi dan
Nisshi.
Kemudian, sedikit kesuraman
muncul di wajah Yamana-san.
“... Aku belum bisa memikirkan
itu sekarang.”
Baru pertama kalinya aku
melihat ekspresi Yamana-san yang seperti itu. Dia tampak kesepian dan getir.
“... Apa kamu masih punya rasa
dengan mantanmu?”
Yamana-san mengangguk saat
ditanya Taniyama-san.
“Habisnya Ia orang yang sangat
keren, sih.”
“Maksudmu keren, wajahnya?”
“Ya, atau cara hidupnya? Karena
Ia selalu menggunakan earphone, aku
jadi sering bertanya 『lagi dengerin lagu apa? 』 Ia menjawab, 『Sutra[3] 』 . bukannya itu keren abis?”
“... Yang begitu emang keren ...”
Sesaat, aku melihat sekeliling
dan melihat Tanikita-san dengan ekspresi
tercengang, sedangkan Nisshi meneriakkan tsukkomi.
“Bukannya itu cuma Chunibyou
akut...!”
Tapi, Yamana-san langsung memelototinya
“Haa?!” dan segera membungkamnya.
Yamana-san tampaknya berpikir
kalau mantan pacarnya yang chunibyou itu benar-benar keren, dan dia terpesona
olehnya, sedikit kehilangan ketenangannya. Kemudian, dia tiba-tiba kembali tersadar
dan tersenyum sedikit.
“.... Ini sangat bodoh, iya ‘kan?
Sungguh tidak bisa dipercaya kalau aku masih tidak bisa melupakan cowok yang
kupacari selama dua minggu di kelas 2 SMP. Tapi apa boleh buat, Ia adalah cowok
pertama yang aku suka. ......”
…… Sungguh tak disangka.
“Dua minggu……”
Nisshi yang ada di sebelahku
juga mengeluarkan suara terkejut.
Memang. Aku juga merasa heran.
Dari kelihatannya, kurasa dia
tidak pernah pacaran lagi sejak saat itu sampai sekarang.
Aku tidak pernah berpikir kalau
perasaannya sampai sejauh itu meski cuma berpacaran selama dua minggu di kelas
2 SMP.
Itu artinya, meski Yamana-san
terlihat seperti gadis gyaru, tapi dia sebenarnya ...?
“A... Aduduuduhhh!”
Nisshi yang mencoba mengatakan
sesuatu tiba-tiba memegangi satu kakinya dan meringis kesakitan.
“HaAaa? Kampret, tadi kamu mau
bilang apa, hah?”
Yamana-san memelototi Nisshi dengan
tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya. Ekspresi wajah dan suaranya yang menakutkan
benar-benar seperti seorang berandalan.
“Kamu tadi bilang “hukuman”, ‘kan?
Apa kamu benar-benar ingin dihukum? Atau mau dieksekusi? Hah??”
"Hiiii! Bukan apa-apaaa!!”
Nikoru-sensei mengucapkan sajak
yang begitu menakutkan, dan Nisshi menarik diri sambil berlinag air mata.
“Ap-Apa kamu baik-baik saja,
Nisshi...?”
Aku bertanya padanya saat Ia masih
memegangi kakinya yang sakit, dan Nisshi tersenyum ceria ke arahku.
“Aku mendapat injakan 10 cm sepatu
hak oni gyaru yang polos... Terima kasih ...!”
Rupanya, kakinya diinjak di
bawah meja.
Yah, selama orang yang diinjak
merasa senang, kurasa tidak ada masalah
“... Asal kalian tahu saja, aku
sudah melakukannya.”
Kemudian Yamana-san menatap
kami para grup cowok dengan tatapan mengancam. Dia mengatakan ini dengan nada
suara yang lebih cemberut, seolah-olah sedang menahan rasa malunya.
“Sudah melakukannya ...”
Begitu. Jadi begitu rupanya.
Mendapat
banyak pengalaman dengan pacar pertamanya meski cuma pacaran selama dua minggu,
Yamana-san memang hebat …. Atau itulah yang kupikirkan.
“... sampai ciuman”
Yamana-san bergumam begitu,
pipinya langsung memerah, dan dia langsung memalingkan wajahnya dari kami.
“…………”
Ya-Yamana-san, mungkin dia
gadis yang sedikit imut.
Perasaan takut dan kehangatan
yang lembut datang silih berganti, dan emosiku sudah kacau balau.
Saat aku melirik Luna, Luna juga
sedang mengawasi Yamana-san dengan senyum lembut. Seperti yang diharapkan dari
seorang teman baik, dia sepertinya tahu segalanya tentang sisi tak terduga
Yamana-san.
“Kalau aku sih, mau cari pacar
yang tubuhnya tinggi~”
Lalu tiba-tiba, Tanikita-san
berkata dengan suara ceria.
Tipe cowok seperti apa yang ingin
kamu jadikan pacar? Apak itu jawaban dari pertanyaan itu Meski aku
menanyakannya sendiri, cerita Yamana-san begitu mengejutkan sampai-sampai aku
sejenak lupa apa topiknya.
“Umm, maksudnya tinggi ... seberapa
tingginya?”
Sekarang giliran Icchi yang
menggigit umpan. Aku pikir itu karena Ia sadar akan tinggi badannya.
“Hmm~ karena tubuhku kecil,
jadi kupikir Jemi punya tubuh besar, tapi kupikir akan keren jika cowok
tersebut sebesar Jungwoo!”
Tannpa perlu bertanya pada Luna
lagi, Aku yakin nama yang disebutnya mungkin anggota dari grup VTS (?).
“Lah, Ijichi-kun juga lumayan besar.
Berapa tinggimu?”
Ucap Tanikita-san seolah-olah baru
menyadarinya. Aku bisa merasakan kegelisahan Icchi secara telepati, dan Ichi
dengan gugup mencoba membuka mulutnya.
“Se-Seratus delapan puluh
satu...”
Tanikita-san melebarkan matanya
saat mendengar itu.
“Ehhh! Bukannya itu sama kayak
Lee Joon! Keren banget!”
“...!”
Aku
paham, aku sangat memahaminya, Ichi.
Ini memang berbahaya. Ia
mungkin bisa makan tiga mangkuk nasi setiap kali memikirkannya ketika pulang di
rumah.
Mungkin Tanikita-san mengacu
pada “Lee Joon” saat dia mengatakan “Keren banget”, tapi itu masih merupakan
pujian yang layak dikenang untuk seorang perjaka anti sosial.
“Tidak ... itu ... eh ... yah
...”
Benar saja, wajah Icci berubah
menjadi semerah tomat dan menjadi gugup sehingga mereka tidak bisa berbicara
normal lagi.
◇◇◇◇
Dalam situasi seperti itu, di
mana makan malam menyenangkan (?) dibarengi obrolan percintaan serta
benih-benih cinta yang tumbuh tak terduga (?) telah berakhir, dan kami entah
bagaimana meninggalkan fasilitas komersial dan menuju stasiun.
Waktu menunjukkan pukul 2:30,
waktu yang cukup nanggung.
“Kalau begitu, aku pulang dulu
karena habis ini ada pekerjaan paruh waktu.”
“Aku juga mau menonton siaran
langsung, jadi aku akan pulang bareng Nikoru.”
“Terima kasih untuk hari ini!”
“Rasanya sangat menyenangkan!”
Yamana-san dan Tanikita-san
berkata sambil melambai pada kami yang berhenti dan mulai berjalan.
Setelah itu, Ichi dan Nisshi
juga mengikuti mereka dan menuju ke stasiun.
“Aku juga mau pulang...”
“Aku juga ... harus berpartisipasi dalam 600 pengrajin KEN
...”
Mereka tampak linglung, dan masih
belum pulih dari apa yang baru saja terjadi. Tadi adalah setengah hari yang
terlalu merangsang untuk perjaka suram, jadi itu bisa dimaklumi.
Kemudian, satu-satunya yang
tersisa hanyalah aku dan Luna.
“... Shira ... Luna sendiri
bagaimana?”
Aku masih sedikit gugup untuk
memanggil namanya.
Menanggapi pertanyaanku, Luna
menatap wajahku seolah-olah dia sedikit bersemangat.
“Aku sih masih oke aja. Jadi mau gimana? Mumpung kita ada di sini,
apa kamu mau mencoba berkencan di Odaiba?”
Aku sedikit terkejut melihat
tatapan matanya yang penuh manis, cantik dan penuh kemanjaan.
“... Be-Benar juga. Kalau
begitu, ayo pergi ...”
Dan ketika kami hendak berjalan
...
Tanikita-san yang sudah
berjalan bersama Yamana-san menuju stasiun tiba-tiba berkata “Oh iya!” Dia berbalik dan berlari ke arah kami.
"Kashima-kun!"
“Ap-Apa !?”
Aku pikir kalau dia masih ada
urusan dengan Luna, jadi aku cukup terkejut saat dia yang berhenti di depanku.
Sambil bergantian menatapku dan
Luna yang ada di sebelahku, Tanikita-san mulai membuka mulutnya.
“Ano ne~. Sebelumnya, saat aku
masih belum tahu kalau Luna dan Kashima-kun berpacaran, temanku mengirimi foto
Kashima dan Nikoru yang sedang minum teh, dan aku bilang “Serius? Ngakak abis kalau itu beneran” .”
“……”
Setelah berpikir sejenak, aku
mulai mengingatnya.
___________________________________
Yuna : Nikoru berkencan dengan
cowok polos dari kelas di Mc ● LOL
Akari : Serius? Ngakak abis
kalau itu beneran
____________________________________
Luna menunjukkan fotoku saat
Yamana-san memanggilku untuk menemuinya, dan bertanya "Apa maksudnya ini?”, apa pesan LINE itu?
Jadi yang balas begitu
Taniyama-san? Aku tidak benar-benar melihat namanya.
“Kashima-kun mungkin bukan tipe
orang yang menonjol, tapi kamu cowok yang baik hati dan mencintai pacarmu.
Setelah menghabiskan waktu bersamamu hari ini, aku pikir kamu dan Luna adalah
pasangan yang cocok.”
Setelah berkata demikian dengan
wajah menunduk, Tanikita-san lalu mengangkat wajahnya.
“Begitulah. Sepertinya aku
sudah salah paham, jadi aku sedikit khawatir. Sampai jumpa lagi!”
Dengan ekspresi segar di
wajahnya, dia melambai pada Luna dan aku, lalu pergi menjauh.
Apa dia benar-benar kembali
cuma umtuk mengatakan itu?
“...Tanikita-san tuh suka
melakukan sesuka hatinya dan cukup menarik, ya.”
Ketika aku mengatakan itu, Luna
yang masih melambai di sebelahku, tiba-tiba tertawa.
“Iya ‘kan? Akari memang anak
yang menarik. Dia punya caranya sendiri dan terus bergerak maju”
Setelah mengatakan ini dengan
cara yang sedikit mengagumi, dia dengan ringan melingkarkan tangannya di
lenganku. Saat melihat cincin batu alam yang bersinar di tangan kanannya, aku
merasa malu sekaligus bahagia.
“... Kalau begitu, ayo pergi”
“I-Iya”
Aroma bunga atau buah yang
bercampur dengan aroma angin laut terasa lembut dan harum. Di tengah panasnya
sore hari, kulitku terasa seperti terbakar saat kami saling bersentuhan, dan aku
merasa seolah-olah musim panas yang kuhabiskan di kota tepi laut itu masih
berlangsung.
Tanpa sadar, jantungku berdegup
kencang.
<<=Sebelumnya |
| Selanjutnya=>>
[2] Plesetan dari nama BTS :v
[3] Sutra yang dimaksud adalah (kitab) Sutra dalam agama Hindu. Dalam Hinduisme, 'sutra' merupakan komposisi kesusasteraan jenis tertentu, berdasarkan pernyataan dari pepatah-pepatah pendek, biasanya menggunakan beragam istilah teknis.