Chapter 01 — Efek Dari Rom-Com Dengan Rom-Com Lain yang Saling Bersinggungan.
Catatan Penerjemah, barangkali
lupa :
【 】 = Alisa
ngomong pakai bahasa Rusia
( ) = Monolog Masachika/Alisa/ Yang lain tergantung warna
“( )” = Berbicara sambil bisik-bisik
====================================================
“Yo~ Kuze! Debat minggu lalu
hebat sekali, tau!”
“Dengar-dengar katanya kamu
mengalahkan Taniyama-san yang itu? Aku tak menyangkanya …. Andai saja aku tidak
punya jadwal les, aku pasti pergi untuk menonton juga.”
Pada hari senin setelah acara
debat. Saat Masachika memasuki ruang kelas, Ia disambut oleh suara-suara
penasaran dan kekaguman dari teman-teman sekelasnya.
“Sayang banget, tau. Kamu
benar-benar harus melihatnya.”
“Serius, deh, debat kemarin
adalah pertempuran yang sangat sengit. Jujur saja, aku tidak menyangka kalau
itu akan menjadi acara debat yang menarik.”
Rupanya, bahkan sebelum
Masachika tiba, teman-teman sekelasnya sudah membicarakan topik itu. Bahkan
sebelum Ia sampai di kelas, Masachika bisa melihat kalau orang-orang yang
datang melihat acara debat sedang membahas hal itu dengan bangga. Bisa
dibilang, perdebatan minggu lalu sudah menjadi buah bibir di kalangan para
siswa.
“Ketika aku pertama kali
mendengar argumen Taniyama-san, sejujurnya aku sempat berpikir kalau dia sudah
menang.”
“Betul tuh betul, apalagi pihak
kalian tidak mengatakan apa-apa selama sesi tanya jawab setelah itu.”
“Hei, memangnya seberapa jauh
strategimu?”
“Yah, setidaknya biarkan aku
menaruh barang-barangku dulu…...”
Masachika lalu menuju tempat
duduknya, dan tersenyum masam pada teman-teman sekelasnya yang mengerumuninya
dengan penuh semangat.
(Tidak, jika kalian saking penasarannya,
kenapa tidak tanya langsung dengan peserta lain ...)
Saat melakukan tsukkomi dalam hati, Ia melirik ke pihak
lain ... atau lebih tepatnya, sosok Kujou Alisa yang menjadi perwakilan. Dia
adalah salah satu bintang utama perdebatan, tapi tidak ada seorang pun di
sekitarnya. Hal ini menunjukkan seberapa
segannya orang lain yang ingin berbicara dengannya.
(Yah, bukannya aku tidak memahami
perasaan mereka ... Tapi selama dia ingin mencalonkan diri sebagai ketua OSIS,
masalah ini tidak boleh dibiarkan terus.)
Jangankan harus memenangkan
dukungan dari para siswa dalam pemilihan OSIS, dia bahkan tidak bisa
berkomunikasi dengan baik menghadapi teman-teman sekelasnya.
Oleh karena itu, Masachika
memutuskan untuk secara paksa melibatkan Alisa dalam topik pembicaraan.
“Selamat pagi, Alya”
“Iya, selamat pagi”
Seperti biasa, buku pelajaran
terbentang di tangan Alisa yang mendongakkan wajahnya dan membalas sapaan
Masachika. Meski teman-teman sekelas sedang membicarakan tentang mereka, Alisa
justru mempersiapkan buku pelajaran tanpa memedulikannya.
(Mungkin dia tidak tahu bagaimana harus
bereaksi terhadap cerita mengenai dirinya sendiri, tapi ... teman-teman sekelas juga kebingungan harus
berbicara apa dengannya.)
Sambil menertawakan dalam hati
pada partner-nya yang masih canggung dalam masalah hubungan, Masachika berkata
seraya menunjuk sekumpulan orang yang ada di belakangnya.
“Sepertinya mereka ingin
mendengar kisah heroikmu minggu lalu.”
“Eh?”
Masachika meletakkan tasnya dan
menoleh kembali ke teman-teman sekelasnya, yang tampak sama bingungnya dengan
Alisa, lalu mengangkat tangannya dan berkata.
“Kalau begitu, tanyakan
detailnya pada Alya. Karena gacha ... sudah menungguku.”
“““Ooi! ”””
Teman-teman sekelasnya cuma
bisa tersenyum masam saat Masachika mengeluarkan smartphone-nya dengan wajah
serius. Terlepas dari reaksi mereka, Masachika dengan cepat beralih ke
smartphone-nya dan benar-benar memulai aplikasi game.
“Kalau begitu, Alya. Sisanya
kuserahkan padamu.”
“Eh, tunggu dulu——”
Di seberang Masachika, Alisa
yang kebingungan dan teman-teman sekelasnya saling berhadapan. Sementara
teman-teman sekelasnya saling bertukar pandang untuk melihat siapa yang mau
berbicara duluan, Masachika diam-diam melirik Hikaru yang duduk di kursi
depannya. Secara akurat memahami maksud tatapannya, Hikaru memanggil Alisa
dengan senyum masam di wajahnya.
“Kujou-san, apa kamu sendiri
yang memikirkan argumen itu pada debat kemarin? Atau itu hasil diskusi dengan
Masachika?”
“Eh? Ah… memang aku sendiri
yang memikirkannya. Tapi aku juga mendapat masukan dari Kuze-kun…”
“Oh, jadi begitu rupanya. Aku sangat terkejut.
Ternyata Kujou-san bisa berpidato dengan baik.”
“Te-Terima kasih ?”
Setelah Hikaru berbicara dengannya,
teman sekelas yang lain secara bertahap mulai berbicara dengan Alisa. Begitu
mereka mulai berbicara, rasa penasaran mereka melebihi rasa segan mereka untuk
berbicara satu sama lain, dan percakapan dengan cepat berkembang.
“Apa itu juga strategimu saat
tidak bertanya apa-apa selama sesi tanya jawab?”
“Betul. Kami sudah memutuskan tentang
itu sebelumnya.”
“Lalu, mengapa Kuze tiba-tiba
mengambil alih?”
“Mengenai itu, aku juga tidak
menduganya ...”
Meskipun tidak terbiasa, Alisa masih
berusaha menjawab setiap pertanyaan mereka, dan Masachika mengangguk puas dalam
hati saat melihat layar gacha yang sudah Ia putar. Dengan Alisa sebagai pusatnya,
kelompok kelas 1-B terlihat sangat hidup dan meriah, tapi ... ketika seorang murid laki-laki mengatakan sesuatu,
suasananya langsung tiba-tiba berubah.
“Tapi sangat disayangkan. Taniyama-san
tiba-tiba kabur di tengah jalannya perdebatan. Entah kenapa rasanya agak
mengecewakan, bukan~?”
Ia mungkin merasa gembira
karena mendapat kesempatan langka bisa berbicara dengan Alisa, seorang gadis
tercantik di seluruh angkatan, dan mengatakan hal itu dengan maksud untuk
membuatnya dalam suasana hati yang baik. Lalu beberapa murid laki-laki lain
ikut menimpali, dan secara terang-terangan menciptakan percakapan yang
menjatuhkan Sayaka.
“Benar banget. Padahal dia
sendiri yang menantang, tapi dia justru melarikan diri di tengah jalan, itu sih
sama sekali tidak keren.”
“Betul~ melarikan diri saat
berhadapan dengan musuh, benar-benar payah banget.”
“Pada sesi tanya jawab, itu
sepenuhnya menguntungkan Kujou-san. Mungkin karena dia belum pernah kalah dalam
debat, bisa jadi dia sedikit rentan?”
Di dalam imajinasi mereka, mereka
mengharapkan reaksi Alisa seperti “Yah,
dia tidak sehebat yang dirumorkan” ... tapi sebenarnya, reaksi Alisa saat
mendengar hal tersebut ialah….
“ ..... ”
Dia diam-diam mengerutkan bibir
dan mengangkat alisnya. Teman-teman sekelas di sekitarnya tampak bingung dengan
reaksinya yang tak terduga dan wajah tidak puasnya. Dalam keheningan yang tak
terduga dan suasana yang sedikit canggung, Alisa berdiri dari tempat duduknya.
“Kuze-kun, ikut aku sebentar”
“Hmm? Oh”
Ketika namanya tiba-tiba
dipanggil, Masachika berdiri dari tempat duduknya, lalu memasukkan ponselnya ke
dalam kantong, dan berpura-pura baru menyadari sesuatu.
“Ah, oh iya~ ada urusan tentang
OSIS ya. Maaf, kelanjutannya bisa kalian
tanyakan lagi nanti.”
Setelah memberi alasan kepada teman-teman
sekelasnya, Ia lalu mengejar Alisa yang keluar dari ruang kelas. Masachika
mengikuti Alisa dalam diam saat dia berjalan dengan cepat, dan akhirnya
memanggilnya ketika sudah memasuki ruangan OSIS.
“Lalu, apa yang terjadi?”
Saat Masachika bertanya, Alisa
mengangkat alisnya dalam diam. Namun, Ia entah bagaimana mengetahui penyebab
dari kekesalan Alisa.
“Apa kamu segitu tidak sukanya
melihat Taniyama dijelek-jelekan?”
“... Habisnya, Taniyama-san punya
alasan———”
“Dia menantang kita untuk
berdebat dan melarikan diri di tengah jalannya perdebatan. Apa yang dikatakan oleh
teman-teman sekelas kita tidak ada yang salah.”
“Tapi, itu ...!”
Alisa berteriak tanpa sadar,
tapi dia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun, dan hanya mengerutkan
bibirnya dengan frustrasi.
“Haa ...”
“...”
Masachika secara akurat menebak
apa yang ingin dikatakan Alisa. Ia kemudian menghela nafas. Situasi ini terlalu
canggung.
“...Memang benar kalau kita
mengetahui alasan di balik tindakan Taniyama. Kita juga tahu kenapa dia keluar
dari ruang auditoriun di tengah-tengah jalannya debat. Itu sebabnya, aku bisa
memahami kenapa kamu merasa kesal saat mendengar ada banyak yang mengejeknya
dengan mengatakan [Padahal dia sendiri yang menantang untuk berdebat, tapi dia sendiri
yang kabur].”
“......”
“Tapi yang jelas, kita sudah
bertarung secara adil dan terbuka. Jadi, tidak peduli apa yang orang lain bicarakan
mengenai Taniyama, kita tidak perlu repot-repot mengkhawatirkannya. Benar, ‘kan?”
“Aku paham itu. Tapi
kenyataannya, kita masih belum menang. Perdebatan kemarin ... mirip seperti
perdebatan yang tidak valid, ‘kan?”
Tetap saja, dia masih tidak
puas. Alisa tahu kalau akar dari penyebab perilaku Sayaka ialah karena dia
berpasangan dengan Masachika. Dia tidak mau mengakuinya. Kemenangan yang
diraihnya didapat dengan cara yang ambigu. Karena dia memiliki harga diri yang
tinggi dan mulia.
“Lalu, apa yang ingin kamu
lakukan? Misalnya saja ... ya, anggap saja ini sebagai perumpamaan. Jika kita
entah bagaimana mengumumkan kalau acara debat kemarin adalah pertandingan yang
tidak valid dan mengembalikan kehormatan Taniyama ... Maka, kemenangan yang
kita raih juga akan menjadi sia-sia, ‘kan? Mengangkat derajat yang kalah berarti
menurunkan derajat yang menang.”
“.....”
“Apalagi, kita tidak tahu
apakah Taniyama sendiri menginginkan hal semacam itu. Bisa dibilang kalau belas
kasihan dan uluran tangan pemenang merupakan tindakan menginjak-injak harga
diri terakhir orang yang kalah. Lagipula, orang yang menyatakan kekalahan
adalah Miyamae, partner dari Taniyama.”
“... Aku tahu kok.”
Saat Masachika menjelaskan
dengan tenang, Alisa masih mempertahankan ekspresi tidak puasnya. Dia mungkin
mengerti, tapi dia masih tidak menerimanya.
Bila dipikir secara rasional,
tindakan tepat yang harus dilakukan Masachika dan Alisa ialah “Berpura-pura
tidak tahu” mengenai malasah ini. Mereka seharusnya menerima dengan tulus
pernyataan kalah Nonoa dan bertingkah sebagai pemenang dengan wajah tidak
peduli. Itulah yang Masachika pikirkan dan Alisa tahu betul kalau itu mungkin
hal yang benar untuk dilakukan.
Namun, Masachika tidak memarahi
Alisa dengan mengatakan “dasar keras
kepala” atau “jika kamu tidak
menyukainya, lakukan saja sesukamu”, tetapi Ia hanya diam-diam mengawasi
Alisa yang tampak dilanda dilema.
(Oh, sungguh indah ... rasanya terlalu
menyilaukan)
Jika hanya bertujuan ingin
memenangkan pemilihan, Ia bisa saja memberi berbagai alasan untuk meyakinkan
Alisa. Tapi bagi Masachika... ada yang lebih penting dari itu. Ia ingin melindungi
pancaran Alisa. Ia ingin menjadikan Alisa sebagai ketua OSIS dengan cara yang
bisa dia terima. Oleh karena itu ….
“Yah, itupun jika kamu memikirkannnya
secara rasional ... tapi aku tidak peduli tentang itu.”
“Eh?”
“Yang terpenting adalah apa
yang ingin kamu lakukan. Ayo, jangan dipendam dengan wajah cemberut begitu,
kamu boleh mengeluarkan semua unek-unekmu”
Dia hanya ingin meyakinkan
dirinya sendiri tentang masalah ini. Jadi saat Masachika mengatakan itu padanya
dengan nada menggoda, Alisa terlihat kesal.
“Apa yang ingin aku lakukan... Itu
sih, aku ingin membantu Taniyama-san. Tapi itu———”
“Hmm, baiklah. Ayo lakukan
itu.”
“Eh?”
Alisa tampak terkejut saat Masachika
dengan santai mengangkat bahunya dan menerimanya tanpa ragu-ragu.
“... Apa itu boleh? Seperti
yang kamu bilang, Taniyama-san mungkin tidak menginginkannya ... ini cuma demi
kepuasanku sendiri, tau? Selain itu, upayamu dalam debat juga akan menjadi
sia-sia...”
“Aku tidak keberatan. Daripada terus
mengulur-ngulur masalah ini, lebih baik menyelesaikannya dengan cepat dan
mengadakan upacara penutupan yang menyenangkan.”
Alisa meminta maaf dengan wajah
bersalah saat Masachika mengatakan hal itu tanpa ragu-ragu.
“... Aku sunggu minta maaf.
Karena sudah mengatakan sesuatu yang merepotkan.”
“Jangan terlalu dipikirkan…. Sudah
kubilang, ‘kan? Kalau aku akan ‘mendukungmu’.”
Alisa kembali teringat
perkataan Masachika. Janji yang Masachika buat pada hari itu, “Aku akan mendukung di sampingmu” ucapnya.
“Kuze-kun ...”
Di hadapan Masachika yang
menggaruk kepala dan memalingkan mukanya karena merasa tersipu, ada sesuatu
yang muncul dari dalam lubuk hati Alisa. Seolah-olah ingin memastikannya, Alisa
menangkupkan tangannya erat-erat di dadanya.
Emosi tak terkendali yang
tersirat di matanya ditunjukkan kepada Masachika. Akan tetapi, Masachika yang
mendapat tatapan begitu intens dan penuh gairah….. sedang berpikir kalau
sekarang bukan waktunya untuk itu.
Karena Ia menyadarinya. Saat Ia
memalingkan muka ke arah jendela ruang OSIS demi menyembunyikan rasa malunya,
ada sesuatu …. yang terpantul di balik meja ketua. Ada dua sosok yang mengintai
di sana.
(Ada yang ngintip)
Orang yang mengintip adalah
Ketua dan Wakil Ketua. Mereka merupakan dua sejoli yang paling terkenal di
sekolah. Touya yang berbadan besar dan Chisaki yang bertubuh tinggi, saling
berdempetan di bawah meja. Tentu saja, kedekatan di antara mereka sudah
mencapai tingkat MAX.
(Bukannya situasi mereka sangat mirip
seperti komedi romantis ...)
Masachika mengesampingkan
situasinya sendiri dan menelan ludahnya dengan menggigil.
(Apa ini ... tentang itu? Situasi di mana
mereka sedang berduaan, lalu mendengar suara orang yang datang dan buru-buru bersembunyi,
tapi baru menyadari “Eh? Bukannya kita tidak perlu sembunyi segala?”, situasi
semacam itu ya? Ketimbang bersembunyi di
dalam loker, tapi mereka justru bersembunyi di bawah meja, mereka memang
baka-couple sejati ...!)
Saat ini, Masachika menduga
kalau mereka pasti saling bertukar percakapan seperti, “He-Hei, jangan menyentuh di tempat yang aneh-aneh!” “Aduh! Apa boleh
buat, kan? Habisnya, tempatnya sempit sih!”.
Jika semuanya terus berlanjut
sesuai urutan, maka napas mereka saling berdekatan, tubuh mereka mulai
berkeringat, dan jantung mereka akan berdetak kencang, tidak ada yang bisa
menghentikan mereka dan mereka akan melakukannya sampai sejauh mungkin.
(Jadi begitu, acara utamanya ada di
sebelah sana ya? Hmm, kalau begitu sebagai kouhai yang baik, aku harus keluar
dengan wajah acuh tak acuh ketika waktunya tepat, dan secara halus
menyingkirkan orang. Bisa dibilang kalau ini perilaku dari aktor panggung yang
terlatih )
Setelah menarik kesimpulan
seperti itu dengan jalan pemikiran ala otaku dengan kapasitas penuh, Masachika lalu
menoleh ke Alisa .... namun Ia dibuat terkejut saat melihat Alisa, yang
memasang ekspresi layaknya gadis dimabuk cinta.
(Hmm!? Eh, apa-apaan ini!? Bukannya ini
event komedi romantis juga !? Guh, sialan. Aku salah menarik kesimpulan!! Ini
sih ... bukan sekedar『 Event
jarak dekat antara dua insan yang bersembunyi, baik secara fisik maupun mental』tapi juga termasuk 『Event yang membuatmu merasa bersemangat
karena terpengaruh getaran komedi romantis』!! Selain menjadi pemicu untuk
mendekatkan mereka, tapi kami juga yang membuat mereka jadi lebih
bermesra-mesraan!!)
Saat jalan pemikiran Masachika
melayang ke arah 2D, Alisa menutup jarak di antara mereka. Dia menatap
Masachika dengan tatapan penuh gairah. Dia bahkan menangkupkan tangannya di
depan dada.
(Ah, ini sih percuma. Apanya yang
percuma? semuanya. Pokoknya percuma. Kalau sudah begini, mau tak mau aku perlu
mengubah suasana ini dengan paksaaa———!? .)
Didorong oleh rasa krisis yang
luar biasa, Masachika memutuskan untuk membuat perubahan genre yang terlarang.
Betul, dari genre komedi romantis ...... berubah menjadi serius.
“Jadi, mau sampai kapan kalian bersembunyi
terus? Ketua, Sarashina-senpai”
Ketika Masachika mengucapkan
kalimat yang selalu menjadi peringkat teratas dalam daftar《Jika
kamu otaku, aku ingin mencoba mengucapkan kalimat ini 》, Alisa
membuat ekspresi “Eh?”, dan pada saat yang bersamaan, ada bunyi gedebuk dari
bawah meja ketua.
(Ah, kepala mereka terbentur)
Seolah-olah itu bukan urusannya,
Masachika menatap ke arah Touya yang berdiri dengan ekspresi canggung. Tak lama
kemudian, Chisaki juga ikut berdiri, pandangan matanya melirik ke sana-sini.
“Oh, ….. maaf, aku melewatkan
waktu untuk muncul”
“Betul, betul, kami sedang
mencari sesuatu yang jatuh ke lantai, tapi kami tidak bisa muncul karena
kelihatannya kalian membicarakan sesuatu yang serius….”
Chisaki berusaha membuat alasan
yang mengada-ada, tapi Masachika tidak membalas alasannya dengan tsukkomi. Ia berpikir bukan waktunya
untuk itu.
“Hmm ... kalau gitu, bagaimana
kalau kita sama-sama berpura-pura tidak mendengar atau melihat peristiwa yang
barusan terjadi?”
“Ah, yah. Baiklah, setuju. Ayo
lakukan itu.”
“Kalau begitu, ayo pergi,
Alya.”
Setelah dengan cepat menyetujui
kepentingan dua orang yang relatif tenang, Masachika meninggalkan ruang OSIS
dengan Alisa. Usai menutup pintu dan menghela nafas lega ….. tiba-tiba, tatapan
matanya bertemu Alisa. Seketika, Alisa melangkah mundur sembari memasang wajah
tersipu.
“Ah, uhm, Aku...”
Kegelisahannya semakin terlihat
jelas saat dia berbicara dengan pelan. Alisa yang sudah tidak sanggup lagi,
mulai membalikkan badannya dan berseru.
“Aku! Aku ada sesuatu yang
harus kulakukan...!”
Kemudian, tidak seperti
biasanya, Alisa bergegas pergi dengan berlari. Adapun Masachika yang
ditinggalkan ... Ia menatap langit-langit lorong sambil memiringkan kepalanya
dan bergumam “Hmm~”.
“Aku penasaran, apa aku harus
menempelkan telingaku di pintu dan menguping apa yang terjadi di dalam ... Jika
ini adegan dalam manga, pintu akan terbuka dengan suara keras dan berteriak, 『Se-Sejak
kapan kamu ada di situ!? 』, Tapi aku merasa kalau Sarashina-senpai bakal
mengetahuinya ....”
Masachika bergumam pada dirinya
sendiri, dan berpikir serius saat melihat pintu ruangan OSIS di balik bahunya.
Ia memang cerminan sejati seorang otaku .... Yah, bisa dibilang kalau itu hanya
pelarian dari kenyataan.
◇ ◇ ◇ ◇
“Uwaaahhh, coba lihat deh.
Karya baru Fimmel imut banget tau~”
“Ah, itu emang bagus~ aku juga
mau~. Tapi bulan ini, pengeluaranku lagi banyak.”
“Fimmel? Ah, itu sih aku mungkin bisa mendapatkannya
melalui kenalanku, tau? Tapi itu jika kamu bisa mengiklankannya di SNS.”
“Eh~ serius? Hebat banget!”
“Oi oi, kamu punya sekitar
6.000 followers, kan? Masa segitu
saja tidak bisa?”
“Jahat! Aku tidak ingin
diberitahu oleh orang yang tidak punya seribu followers ~”
Jam istirahat makan siang. Pada
akhirnya, sejak kejadian di pagi hari, Alisa menolak untuk berbicara dengannya,
dan mengeluarkan aura “Jangan berbicara
padaku, jangan lihat aku”, jadi Masachika pergi mengunjungi kelas 1-D
sendirian untuk menyelesaikan situasi. Tapi …. Masachika kebingungan begitu
melihat orang yang ingin Ia temui.
Berdasarkan huruf pertama dari
nama keluarganya, Ia berpikir kalau orang yang akan ditemui duduk di kursi dekat lorong, jadi
Masachika mengira kalau Ia bisa memanggilnya sebentar dari jendela lorong ...
tapi sepertinya, rencana tersebut masih sedikit naif.
(Sialan! Sungguh aura riajuu yang kuat
.....! Percuma. Lebih dari ini .....aku tidak bisa mendekat….. !!)
Orang yang ingin Masachika
temui adalah Miyamae Nonoa, lawan dari pertarungan debat dari beberapa hari
yang lalu. Dia merupakan pusat dari orang-orang yang mengelilinginya. Selain
Nonoa, ada empat siswa lainnya, dua laki-laki dan dua perempuan, yang sekilas
bisa dilihat kalau mereka berada di kasta tertinggi di sekolah.
Selain dari awal memang punya
wajah cantik dan tampan, mereka juga berpakaian dengan gaya yang hampir
melanggar peraturan sekolah. Dan mereka tampaknya tidak merasa bersalah karena
berpakaian seperti itu, seolah-olah menunjukkan, “Bagaimana mungkin aku bisa tampil gaya jika aku takut dengan guru BK!”.
Faktor eksternal ini mengeluarkan aura berkilau yang menghalangi orang dari
kasta menengan dan rendah mendekati mereka. Sedangkan di sisi lain, Nonoa yang
menjadi pusat dari kelompok tersebut sedang ...
“Nee~ nee~, Nonoa. Menurutmu
ini gimana?”
“Hmm~?”
Memainkan smartphone di
kursinya dengan mata setengah tertutup, tanpa ikut bergabung dalam percakapan
orang-orang di sekitarnya.
“Ini loh karya baru Fimmel.
Bukannya ini kelihatan bagus~?”
“Ah~ itu ya? Hmm~ aku menggunakan
salah satu produk dari seri yang sama pada pemotretan tempo hari, tapi aku
merasa kalau itu tidak terlalu bagus.”
“Eh~ masa? Kalau begitu, enggak
jadi ah~”
“Oi oi, enggak jadi nih?”
“Ya. Habisnya Nonoa yang sudah
lihat barang aslinya saja bilang begitu iya ‘kan~”
“Bener banget~, oh iya Nonoa. Mau
enggak kamu datang ke pesta rumahku hari Minggu ini? Salah satu kerabatku
adalah penggemarmu tau.”
“Ehh~? Sebelum ujian begini?”
Kroni ... Ya, kroni. Baik
laki-laki maupun perempuan berkerumun mengelilingnya, dan berusaha berbicara
dengannya dalam upaya untuk menarik perhatian Nonoa. Sedangkan Nonoa sendiri
hanya mengutak-atik samrtphonenya saat dia berurusan dengan mereka. Dia tampak
seperti seorang ratu dan kroni-kroni yang berusaha menyenangkan suasana hatinya.
“Kalau begitu, sambil belajar
juga. Kumohon!”
“Eh~”
“Hmmp~ Bukannya belakangan ini
Nonoa jadi semakin cuek?”
Ketika salah satu kroninya
cemberut, Nonoa yang selama ini memainkan smartphone-nya dengan acuh, tiba-tiba
menyimpannya, lalu berdiri dari kursinya, kemudian tersenyum dan memeluk gadis
itu.
“Bohong kok, aku tadi cuma bercanda~. Pesta? Tentu saja aku akan datang~”
“Seriusan? Asyikkkk!”
“Iya serius. ...”
Nonoa lalu melepaskan
pelukannya, dan kemudian menoleh ke arah Masachika seraya mencondongkan tubuhnya
ke luar jendela di sisi lorong.
“Kuzecchi, apa ada perlu sesuatu?”
“I-I-Iya. Yah ada sesuatu yang
mau kubicarakan”
“Hee begitu~, kita tidak bisa
bicara di sini?”
“Yah begitulah. Jika bisa ...”
“Oke”
Nonoa mengangguk tanpa menanyakan
alasan Masachika, dan memberitahu orang-orang yang ada di sekitarnya.
“Kalau gitu, aku mau pergi dulu
sebentar.”
“Ah ya”
“Kita bisa membicarakannya lagi
nanti ya.”
“Ya”
“Siap~”
Para kroni-kroninya memandang
Masachika dengan berbagai emosi, dan kemudian membubarkan diri seolah-olah
mengatakan, “Jika Nonoa tidak ada di
sini, aku tidak peduli lagi.”
(Mereka benar-benar kroninya...)
Saat Masachika melihat adegan
itu dengan perasaan cemas maupun kagum, Nonoa yang keluar dari kelas memanggilnya
sambil mengacak-acak rambutnya.
“Jadi, kita mau pergi kemana?
Apa kamu ingin pergi ke ruang kelas yang kosong?”
“Iya, benar sekali ... tunggu,
gaya rambutmu hari ini bahkan lebih menakjubkan.”
Pipi Masachika berkedut saat
melihat lebih dekat lagi gaya rambut Nonoa.
Nonoa selalu menata rambut
pirangnya sendiri sesuai keinginannya, tapi hari ini dia mengepang rambut
dengan berbagai gaya dan pita di berbagai tempat, yang mana membuatnya terlihat
menakjubkan. Meski begitu, fakta bahwa gaya rambut itu tidak terlihat seperti
kegagalan sudah cukup mengesankan.
“Oh~ maksudmu ini? Saat aku
menyerahkannya pada Shunacchi dan Miyapi, entah kenapa~ malah jadi begini. Oh
iya. Mumpung pakai gaya begini, sekalian foto buat upload ke SNS ah~”
Setelah mengatakan itu, dia
langsung mengeluarkan smartphone-nya, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan
mengambil selfie seolah-olah sudah terbiasa. Masachika bahkan sedikit terkesan
dengan teknik menciptakan pose dan ekspresi yang akan terlihat bagus dalam
sekejap, serta keberaniannya menggunakan smartphone di lorong, yang mana hal
itu dilarang oleh peraturan sekolah.
“Hm, hasilnya bagus”
“Gitu ya...lalu, lewat sini”
“Oke~”
Begitu mereka sampai di ruang
kelas yang kosong, Nonoa bersandar ke dinding dengan tangan disilangkan,
matanya setengah tertutup, dan dia tampak tidak termotivasi seperti biasanya.
“Jadi, ada apa? Kalau ini
pengakuan cinta sih enggak masalah ... tapi bukan itu, ‘kan?”
“Iya... lah, kalau pengakuan
cinta boleh nih?”
Ketika Masachika mau tak mau
bertanya balik pada pernyataan yang tidak bisa Ia abaikan, Nonoa memiringkan
kepalanya sambil memain-mainkan rambutnya dengan jari-jari.
“Hmm~ sekarang aku lagi jomblo
kok~? Yah lagipula, aku tidak membenci Kuzecchi juga”
“Tidak, tidak, bukan dengan orang
yang tidak kamu benci, melainkan orang yang kamu sukai.”
“Jika itu yang kamu maksud, aku
tidak pernah sekalipun berpacaran dengan orang yang kusukai”
“Sepertinya barusan aku
mendengar sesuatu yang mencengangkan oi.”
“Apa boleh buat, ‘kan? Habisnya
aku tidak begitu mengerti tentang perasaan cinta”
Masachika menurunkan alisnya
dengan perasaan campur aduk kepada Nonoa yang mengangkat bahunya dengan santai
saat mengatakan itu.
“... Aku tidak berniat
mengkritik kehidupan asmaramu, tapi lebih baik kalau kamu lebih menghargai
dirimu sendiri, tau?”
Mendengar kata-kata Masachika,
Nonoa yang tadinya bersikap cuek, mulai membuka matanya dan tersenyum agak
bahagia.
“Aha, Sayacchi juga mengatakan
hal yang sama. Yah tapi, dia bahkan menampar wajahku.”
“..... Seriusan? Ternyata
Taniyama pernah menampar sahabatnya, ya”
“Ah..yah, itu sih~ iya”
Masachika hanya menghela nafas
tanpa mengharapkan jawaban dari Nonoa, yang mengubah senyumnya menjadi senyum
masam dan mengalihkan pandangannya.
“Memangnya apa yang sudah kamu
lakukan .....”
“Hmm ~? Yah, dengan pacarku pada waktu itu? Aku kepergok sedang berciuman mesra di ruang kelas, sesuatu seperti itu? Bahkan kalau keblablasan, mungkin aku bisa sampai ke tahap B[1]? Sesuatu seperti itu”
“Kamu—, ya ampun…”
“Ahha ... apa kamu mempercayai
itu?”
Masachika membelalakan matanya
saat mendengar jawaban tak terduga yang mempunyai makna ganda. Masachika
menelan ludahnya dan kemudian berkata dengan suara bergetar kepada Nonoa yang
mengangkat satu alisnya, dan tersenyum jahil.
“Bukannya itu jelas-jelas adegan pertemuan dalam manga genre Yuri[2]...!!”
“... Sifat Kuzecchi yang
begitu, aku cukup menyukainya, loh~”
“Itu ‘kan adegan dari dua
halaman dari chapter pertama. Ketua yang judes memandang rendah gadis yang
bermesraan seorang pria di kelas, tapi untuk beberapa alasan, dia tidak bisa
memalingkan pandangannya ...”
“Oi~, cepat sadar~”
“Ah, iya...Uhumm”
Saat Masachika terbatuk, Nonoa
menghela nafas dan berkata seraya memain-mainkan rambutnya.
“Yah, masalah pengakuan cinta
tadi cuma bercanda doang .... Aku sudah menahan diri untuk tidak bermain-main
sama cowok sejak diberitahu oleh Sayacchi.”
“Jadi kamu bilang bermain-main
sama cowok ..... kamu masih kelas 1 SMA, ‘kan?”
“Sudah sudah, itu ya itu….
jadi? Ada urusan apa?”
Masachika mengubah ekspresinya
saat Nonoa menatapnya dengan sikap riang dan santai.
“Hmm…yah, ada sesuatu. Ini
tentang Taniyama ...”
“Ah, entah kenapa Sayacchi lagi
enggak masuk hari ini. Gadis itu, kalau lagi enggak mood pasti selalu begini
..... Terus?”
“...... Pada debat minggu lalu,
ada banyak gosip yang beredar kalau Taniyama menantang kami untuk berdebat,
tapi dia sendiri justru melarikan diri, ‘kan? Aku ingin membicarakan apa kita
bisa menekan sedikit gosip itu.”
“... Hmm~? .... Apa Kuzecchi
tipe orang yang peduli tentang itu?”
Saat Nonoa memiringkan
kepalanya, Masachika menjawab sambil mengangkat bahunya.
“Partner-ku yang memedulikannya
...”
“Ahh, begitu rupanya~”
Setelah mengangguk penuh
pengertian, Nonoa menatap langit-langit dengan perasaan campur aduk antara
tidak mempercayainya dan kagum.
“Itu ... sungguh sifat yang
baik sekali.”
“Ketimbang dibilang baik ...
dia itu selalu serius, dalam berbagai hal.”
“Meski begitu, tak dipungkiri
kalau dia punya sifat yang baik”
Setelah mengatakan itu dan
tertawa kecil, Nonoa memasang senyum agak murung.
“Lalu? Kenapa kamu mengungkit
cerita ini kepadaku? Setidaknya, aku ini adalah musuh kalian, loh”
“Musuh, ya ...”
“Kuzecchi pasti sudah menyadari
hal ini, ‘kan? Aku sudah menyusupkan provokator dan menghasut para penonton.”
“Tentu saja aku tahu. Konda
dari kelas 1-A, Nagano dari kelas 1-B, Satou dan Kunieda dari kelas 1-D, serta
Kinjou dari kelas 1-F, iya ‘kan?”
Perkataan Masachika membuat Nonoa
melebarkan matanya dan ujung mulutnya berkedut.
“... Seriusan~? Di dalam auditorium
yang gelap itu, kamu bisa melihat semua provokator yang ada di bangku penonton
dari atas panggung?”
“Aku cuma bisa yakin sekitar
70%. Namun setelah melihat reaksimu tadi, aku sudah sepenuhnya yakin.”
“Ahhh~ trik psikologi ya....
Ini sih benar-benar pukulan telak.... Jadi kamu sudah menyiapkan rencana
berikutnya untuk jaga-jaga jika kamu kalah ya.”
Masachika hanya mengangkat
bahunya saat Nonoa menyeringai dan
mendongak ke arahnya. Namun, terlepas dari pilihan Masachika untuk tetap diam,
Nonoa masih mengatakan tebakannya.
“Yah, sepertinya guru-guru
sekarang menjadi lebih sensitif karena kasus ancaman dan penyuapan yang terjadi
dalam kampanye pemilihan beberapa tahun lalu. Jika rumor kalau aku menggunakana
cara kotor untuk memenangkan debat kemarin mencuat, para guru tidak bisa
mengabaikannya karena agenda debatnya terkait dengan manajemen OSIS ... Semakin
besar masalahnya, semakin terpuruk reputasi kami dan sebaliknya, reputasi
kalian akan semakin meningkat. Terlebih lagi, sekolah takkan menerapkan agenda
yang diajukan pelaku kecurangan. Sungguh~ kamu memikirkan sesuatu yang luar
biasa~”
“ ... Hanya karena kalah dalam debat bukan berarti
tidak boleh ikut dalam pencalonan Ketua OSIS. Sebisa mungkin aku tidak mau
menggunakan cara tersebut karena itu akan merusak reputasimu”
“Tapi kamu akan menggunakannya
kalau waktubya tiba, ‘kan~? Uwaah, menakutkan banget, menakutkan banget. Untung
saja aku tidak menang.”
Masachika menatap dingin pada
Nonoa, yang terus mengatakan kalau dia takut tetapi tampaknya tidak merasa takut
sama sekali.
“Dari sudut pandangku, justru
kamu yang lebih menakutkan. Berani menyuruh temanmu melakukan cara kotor ... di
saat kamu bisa kehilangan semua temanmu.”
“Hmm~? Yah, aku tidak menolak
siapa saja yang mau berteman denganku dan
tidak mengejar siapa yang mau menjauh. Sejujurnya, aku tidak terlalu
tertarik dengan teman lain selain Sayacchi. Aku tidak keberatan kalau mereka menjauh?
Sesuatu seperti itu?”
Dengan nada yang sangat datar, Nonoa
mengatakan sesuatu yang tidak disangka-sangka dari gadis popular yang berada di
puncak kasta sekolah. Namun, Masachika sepertinya tidak terlalu terkejut dan
lanjut bertanya.
“Ada satu hal yang membuatku
penasaran”
“Hmm~?”
“Kamu tadi bilang kalau kamu
tidak tertarik teman lain selain Taniyama ... dengan kata lain, kamu cuma tertarik
Taniyama saja,iya ‘kan? Kenapa bisa begitu? Tipe orang seperti dia seharusnya
menjadi orang yang paling sulit untuk kamu pahami, kan?”
“Oh, itu sih justru
kebalikannya. Karena kamu tidak memahaminya, kamu menganggap mereka menarik dan
ingin bersama mereka”
“Apa begitu?”
Nonoa tiba-tiba mendekati
Masachika, yang memiringkan kepalanya dengan penuh kebingungan, dan berkata
dengan senyum curiga.
“Kuzecchi juga pasti
memahaminya, ‘kan~? Kamu tahu bagaimana rasanya mengagumi seseorang yang
memiliki pancaran yang tidak kamu miliki.”
Hanya pasa saat ini saja dia
tidak tersenyum. Masachika tak bisa berkata apa-apa saat menatap mata Nonoa yang
sepertinya mampu melihat segalanya. Ketika dia melihat reaksi Masachika yang
begitu, Nonoa mendecakkan lidahnya dan menjauhkan dirinya, lalu meninggikan
suaranya “Baiklah!”.
“Sekarang, karena aku sudah
melihat reaksi menarik Kuzecchi ... Mari kita mulai skema jahat sebagai sesama
orang hipokrit yang mengagumi partner yang begitu jujur dan mempesona?”
“Padahal idenya tidak seburuk
itu tau .....”
Setelah sedikit tersenyum
pahit, Masachika berkata dengan wajah serius.
“Singkatnya, aku ingin
menyebarkan desas-desus tentang kaburnya Taniyama selama debat dengan alasan
yang masuk akal.”
“... Jadi kamu ingin membuatnya
seolah-olah dia tidak kabur? Apa kamu yakin? Jika demikian, kemenangan Kuzecchi
akan menjadi ambigu loh?”
Ketika Nonoa bertanya sambil
mengangkat satu alisnya, Masachika mengangkat pundak dan menganggukkan
kepalanya.
“Aku tahu. Yah, aku tidak
peduli pakai alasan apa ... misalnya saja dapat telepon mendadak kalau orang
tuanya pingsan? … Ngomong-ngomong, apa yang kalian lakukan setelah itu? Jika
kalian berada di kedai kopi, kamu tidak bisa menggunakan alasan seperti yang
kubilang tadi”
“Oh ~ setelah itu? Aku menunggu sampai Sayacchi berhenti
menangis, lalu ...... menunggu beberapa saat, dan diam-diam menyelinap pergi?
Tapi, yah, bukan berarti tidak ada saksi yang melihat, dan alasan dia tiba-tiba
pergi karena punya urusan mendesak mungkin agak terlalu maksa~”
“Jadi begitu ya ….”
Lalu
apa yang harus kita lakukan? Saat Masachika menyilangkan
tangannya dan merenung, tiba-tiba Nonoa berkata dengan nada agak jengkel.
“Hmm~~ yah, biar aku saja yang
melakukan sesuatu tentang itu.”
“Eh, apa itu tidak masalah
buatmu?”
“Lagipula ini masalah
partner-ku, iya ‘kan~? Sudah sewajarnya kalau akulah yang harus menyelesaikannya.
Menyebarkan rumor sudah menjadi keahlianku.”
Usai mengatakan itu, dia
berbalik seolah-olah menandakan kalau itu adalah akhir dari percakapan mereka.
“Begitulah jadinya. Kalau
begitu, sampai jumpa lagi~”
“O-Ohh”
Kemudian dia segera
meninggalkan ruang kelas kosong. Pergantian kejadian yang tak terduga membuat
Masachika merasa sedikit kebingungan dan menggaruk-garuk kepalanya.
(Oh~ ini sih, mirip kayak itu. Kalau di
manga, karakter utama memanggil shinobi dengan mengatakan 『○○,kamu ada di sana? 』lalu dijawab 『Haa, hamba ada di sini』 dan memerintahkan 『Kejar dia. Hati-hati jangan sampai
ketahuan』)
Jalan pemikiran ala otaku
Masachika berpacu saat Ia memikirkan situasi sekarang dimana Ia sedang
berdiskusi dengan pihak lawan di ruang kelas yang kosong, dan fakta bahwa ada
orang di ruang OSIS pagi ini ketika Ia pikir kalau ruangan itu kosong. Seraya
menertawakan dirinya sendiri, Masachika mencoba memanggil nama teman masa kecilnya
yang tingkah lakunya tak jauh berbeda dengan shinobi.
“Ayano”
Ia langsung merasa malu dan
bergumam, “Apa sih yang sedang
kulakukan?”, sambil mencoba meninggalkan ruang kelas dengan cepat …..
“Ya, Masachika-sama”
“UooEi!?”
… Masachika melompat kaget saat
mendengar suara yang datang dari belakang punggungnya.
Ia berbalik dan melebarkan
matanya saat melihat bahwa Ayano benar-benar ada di sana.
“Kenapa kamu bisa ada di
sini?!”
“? Karena Masachika-sama
sepertinya memanggil saya.”
Ayano mengatakannya seolah-olah
itu hal yang wajar seraya memiringkan kepalanya. Usai mendengar perkataannya,
kebingungan Masachika semakin memuncak.
(Karena aku memanggilnya?! Eh, Apa?
Sesuatu yang mirip teknik pemanggilan begitu? Kalau dipanggil, kamu bakalan
berpindah ke tempatku? Atau apa ini teknik bunshin khas kunoichi? Apa akhirnya
kamu sudah menguasi teknik bunshin?!)
Masachika sangat kebingungan
sampai-sampai jalan pikiran ala otakunya menjadi kelebihan beban. Kemudian, ada
suara baru yang terdengar dari belakangnya.
“Oi Oi, apa kamu sudah lupa
sama aku? Brother ”
Saat berbalik, Ia melihat Yuki
bersandar ke dinding dengan tangan disilangkan dan senyum kaku menghias
wajahnya.
“Seriusan, kenapa kalian berdua
bisa ada di sini !!”
“Fufu~, biar kujelaskan. Aku
sudah memastikan kalau kamu mencoba melakukan kontak dengan musuhmu, Nonoa ... menyadari
hal itu, aku langsung mendahuluimu dan bersembunyi di bawah meja.”
Yuki mendekat dengan satu mata
terbuka lebar dan tersenyum tak kenal takut layaknya penjahat. Sebagai
tanggapan, Masachika dalam hati berpikir “Lagi-lagi
di bawah meja?” dan bertanya.
“Lalu, apa yang terjadi
sebenarnya?”
“Saat kami sedang bermain-main
pembicaraan rahasia di ruang kelas kosong, kami tidak menduga kalau beneran ada
pembicaraan rahasia yang akan dimulai.”
“Seriusan, apa sih yang sedang
kalian lakukan”
Pintu kelas terbuka dengan
suara berderak ketika Masachika menjadi semakin muak dengan kata kekuatan
misterius "main-main pembicaraan
rahasia".
“Kuze-kun? Apa kamu ada di
dalam?”
Mungkin karena dia bisa
mendengar suara dari dalam. Saat Alisa mencoba mengintip ke dalam ruang kelas
... ekspresi wajahnya langsung tertegun saat melihat mereka bertiga.
“... Hmm”
“Alya-san? Sepertinya kamu
mungkin salah paham tentang sesuatu?”
“Apanya? Kupikir itu tidak aneh
jika tiga teman masa kecil bermain bersama”
“Tapi kok wajahmu kelihatan
sangar?”
“Itu cuma imajinasimu saja.
Kalau begitu, silahkan bersenang-senang”
Dia lalu menutup pintu kelas.
Namun, tepat sebelum pintu tertutup, Alisa bergumam pada dirinya sendiri dengan
ekspersi yang sedikit cemberut.
【Apaan, kenapa tidak
mengajakku juga】
Dan ekspresinya itu langsung
disembunyikan di balik pintu.
“...”
Masachika yang berdiri mematung
di sana merasa kalau dirinya telah melakukan suatu kesalahan, walaupun Ia tidak
melakukan kesalahan apa-apa. Yuki lalu berbicara kepadanya dengan nada yang
mirip seperti preman pasar.
“Aniki ... Ini sih, tentang itu.
『Aku
membuat bekal makan siang untuk Kuze-kun karena Ia sudah banyak membantuku saat
debat, tapi Ia ada di mana ya? 』dan dia mencari-cari di sekeliling sekolah.”
“Jangan seenaknya mengarang ceritamu sendiri! Lagian
kamu bisa lihat sendiri, Alya tidak membawa kotak makan siangnya ‘kan!”
“Itu sih, mungkin dia menaruhnya di halaman
atau tempat lainnya, bersamaan dengan alas vinyl kayak orang yang sedang
piknik.”
“Hentikaaaaaannnnn!”
Yuki meletakkan tangannya di
pundak Masachika yang sedang berteriak dan mengacungkan jempol sambil tersenyum
menyebalkan.
“Bagaimana? Kamu pasti merasa
bersalah iya ‘kan.”
“Iya, berkat ulahmu!”
Ayano melihat dari kejauhan
saat kedua saudara kandung itu mulai berkomunikasi layaknya duet duo pelawak.
Wajahnya masih tanpa ekspresi
seperti biasa, tetapi tatapan matanya seolah melihat sesuatu yang berharga. Meski
begitu, dirinya yang mengabdikan diri untuk menjadi udara, merasakan tekad
bajanya untuk tidak pernah melakukan sesuatu yang mengganggu waktu mereka
berdua ... tanpa disengaja, Ayano merasa seperti penggemar yang mengawasi
pasangan favoritnya.
◇ ◇ ◇ ◇
Nonoa menyadari kalau dirinya
merupakan tipe orang yang biasa disebut sebagai “psikopat”.
Sejak kecil, dia tidak pernah
mengalami pasang surut emosi, dan tidak pernah merasakan kesedihan yang hampir
membuatnya menangis, kemarahan yang menggebu-gebu, atau kegembiraan yang
membuatnya menari-nari. Meski dia merasa tidak nyaman, tetapi itu adalah
sesuatu yang bisa dia kendalikan sebelum mengungkapkannya.
Bagi Nonoa yang seperti itu,
teman masa kecilnya Sayaka selalu menjadi orang yang tidak pernah dia pahami.
Binatang langka yang biasanya penurut, tapi juga kadang-kadang mengamuk
mendadak. Keberadaan yang tidak bisa dia pahami sama sekali, tapi dia tidak
masalah dengan itu.
Nonoa tidak begitu mengerti
emosi manusia. Dia bahkan tidak bisa berempati. Itulah sebabnya, dia mampu
dengan tenang menganalisis tindakannya sendiri dan reaksi orang lain secara
oojektif, lalu memainkan peran sebagai orang yang mereka inginkan. Kata-kata
apa yang harus dilontarkan, ekspresi wajah seperti apa yang harus dibuat, dan
tindakan apa yang harus dia gunakan untuk mengendalikan amarah binatang langka
ini. Begitu dia bisa memahaminya, Nonoa bisa mengendalikan Sayaka dengan mudah
. Orang tuanya juga menginginkan dirinya berteman baik dengan Sayaka. Mari
berteman sewajarnya saja … atau, begitulah pikirnya. Hingga kejadian di hari
itu ….
[Jangan
jadi gadis murahan begitu! Kamu harus menjaga dirimu baik-baik!!]
Itu adalah pertama kalinya ada seseorang
yang benar-benar marah dan menampar dirinya.
Bagi Nonoa yang selalu
bertingkah sebagai anak baik sejak kecil, tatapan tajam dan kata-katanya yang
pedas, serta sensasi panas yang menyengat di pipi merupakan hal yang baru
baginya. Dia merasakan bahwa jantungnya, yang tidak pernah merasakan apa-apa
tak peduli cowok seperti apa yang dia sentuh, berdebar sangat kencang.
“Adegan pertemuan dalam manga
Yuri, ya~ ... Mungkin itu memang tidak jauh berbeda?”
Saat berjalan kembali menuju kelasnya,
Nonoa berbicara pada dirinya sendiri saat mengingat percakapannya dengan
Masachika. Wajahnya sedikit tersenyum saat memikirkan bagaimana mengembalikan
kehormatan Sayaka ... Tapi sebenarnya, dia sudah mendapat solusi saat
mendiskusikannya dengan Masachika. Setelah menemukan solusinya, Masachika
mungkin bisa memprediksi tindakannya jika dia memberi tahu solusinya, jadi
Nonoa langsung memotong pembicaraan dan pergi meninggalkan Masachika.
(Meski begitu ... Aku
yakin kalau aku cuma menyiapkan 4 provokator, kok?)
Nonoa sedikit memiringkan
kepalanya saat mengingat nama lima orang yang disebutkan Masachika.
(Kinjou dari kelas 1-F? Kalau Ia bukan suruhanku, berarti Ia
murni anti Kujo-san ya~?)
Hmmm~~ dia
memiringkan kepalanya dan membulatkan keputusannya saat melihat ruang kelas
sudah dekat.
(Yah, kali ini kami sudah merepotkan Kujou-san dan Kuzecchi,
sebagai bentuk permintaan maaf, mungkin aku bakal menangani Kinjou-kun atau
yang lainnya nanti~)
Setelah memutuskan demikian,
Nonoa membuka pintu kelas dan kembali ke tempat duduknya.
“Aah~ Nonoa akhirnya kembali”
“Aku sudah lama menunggumu~.
Apa yang kamu bicarakan dengan Kuze dari kelas 1-B?”
“Ah~ ini tentang Sayacchi.
Karena Sayacchi hari ini tidak masuk, Ia
jadi penasaran dan bertanya padaku.”
Begitu Nonoa menjawab
pertanyaan teman-temannya yang langsung menghampiri, mereka menatapnya dengan
aneh.
“Taniyama? Hari ini dia tidak
masuk?”
“Apa karena dia kalah dalam
debat~? Jadi dia masih belum pulih dari itu?”
“Eh~bukan, bukan. Aku sendiri
penyebabnya. Aku sendiri yang menjadi penyebab Sayacchi meninggalkan acara
debat di tengah jalan.”
“E-Eh? Apa-apaan itu?”
“Yang benar? Kok aku belum
pernah mendengarnya sih!”
Melihat tatapan teman-temannya
yang berbinar dengan rasa penasaran, Nonoa …
“Oh~ sebenarnya selama acara
debat tempo hari, sepertinya Sayacchi mengetahui kalau aku menyusupkan
provokator di antara penonton? Semacam itu? Dan kemudian Sayacchi bilang, 『Aku tidak mau menang dengan cara licik
seperti itu! 』 Jadi dia benar-benar kesal? Dia merasa marah
dan tidak mau melanjutkan perdebatan …”
… Mengatakan itu dengan sikap
yang sepertinya bukan masalah besar.
<<=Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya=>>