Roshi-dere Vol.3 Chapter 01 Bahasa Indonesia

Chapter 01 — Efek Dari Rom-Com Dengan Rom-Com Lain yang Saling Bersinggungan.

Catatan Penerjemah, barangkali lupa :

  = Alisa ngomong pakai bahasa Rusia

(  )       = Monolog Masachika/Alisa/ Yang lain tergantung warna

“(  )”    =  Berbicara sambil bisik-bisik

 

====================================================

“Yo~ Kuze! Debat minggu lalu hebat sekali, tau!”

“Dengar-dengar katanya kamu mengalahkan Taniyama-san yang itu? Aku tak menyangkanya …. Andai saja aku tidak punya jadwal les, aku pasti pergi untuk menonton juga.”

Pada hari senin setelah acara debat. Saat Masachika memasuki ruang kelas, Ia disambut oleh suara-suara penasaran dan kekaguman dari teman-teman sekelasnya.

“Sayang banget, tau. Kamu benar-benar harus melihatnya.”

“Serius, deh, debat kemarin adalah pertempuran yang sangat sengit. Jujur saja, aku tidak menyangka kalau itu akan menjadi acara debat yang menarik.”

Rupanya, bahkan sebelum Masachika tiba, teman-teman sekelasnya sudah membicarakan topik itu. Bahkan sebelum Ia sampai di kelas, Masachika bisa melihat kalau orang-orang yang datang melihat acara debat sedang membahas hal itu dengan bangga. Bisa dibilang, perdebatan minggu lalu sudah menjadi buah bibir di kalangan para siswa. 

“Ketika aku pertama kali mendengar argumen Taniyama-san, sejujurnya aku sempat berpikir kalau dia sudah menang.”

“Betul tuh betul, apalagi pihak kalian tidak mengatakan apa-apa selama sesi tanya jawab setelah itu.”

“Hei, memangnya seberapa jauh strategimu?”

“Yah, setidaknya biarkan aku menaruh barang-barangku dulu…...”

Masachika lalu menuju tempat duduknya, dan tersenyum masam pada teman-teman sekelasnya yang mengerumuninya dengan penuh semangat.

(Tidak, jika kalian saking penasarannya, kenapa tidak tanya langsung dengan peserta lain ...)

Saat melakukan tsukkomi dalam hati, Ia melirik ke pihak lain ... atau lebih tepatnya, sosok Kujou Alisa yang menjadi perwakilan. Dia adalah salah satu bintang utama perdebatan, tapi tidak ada seorang pun di sekitarnya. Hal ini  menunjukkan seberapa segannya orang lain yang ingin berbicara dengannya.

(Yah, bukannya aku tidak memahami perasaan mereka ... Tapi selama dia ingin mencalonkan diri sebagai ketua OSIS, masalah ini tidak boleh dibiarkan terus.)

Jangankan harus memenangkan dukungan dari para siswa dalam pemilihan OSIS, dia bahkan tidak bisa berkomunikasi dengan baik menghadapi teman-teman sekelasnya.

Oleh karena itu, Masachika memutuskan untuk secara paksa melibatkan Alisa dalam topik pembicaraan.

“Selamat pagi, Alya”

“Iya, selamat pagi”

Seperti biasa, buku pelajaran terbentang di tangan Alisa yang mendongakkan wajahnya dan membalas sapaan Masachika. Meski teman-teman sekelas sedang membicarakan tentang mereka, Alisa justru mempersiapkan buku pelajaran tanpa memedulikannya.

(Mungkin dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap cerita mengenai dirinya sendiri, tapi ...  teman-teman sekelas juga kebingungan harus berbicara apa dengannya.)

Sambil menertawakan dalam hati pada partner-nya yang masih canggung dalam masalah hubungan, Masachika berkata seraya menunjuk sekumpulan orang yang ada di belakangnya.

“Sepertinya mereka ingin mendengar kisah heroikmu minggu lalu.”

“Eh?”

Masachika meletakkan tasnya dan menoleh kembali ke teman-teman sekelasnya, yang tampak sama bingungnya dengan Alisa, lalu mengangkat tangannya dan berkata.

“Kalau begitu, tanyakan detailnya pada Alya. Karena gacha ... sudah menungguku.”

 “““Ooi! ”””

Teman-teman sekelasnya cuma bisa tersenyum masam saat Masachika mengeluarkan smartphone-nya dengan wajah serius. Terlepas dari reaksi mereka, Masachika dengan cepat beralih ke smartphone-nya dan benar-benar memulai aplikasi game.

“Kalau begitu, Alya. Sisanya kuserahkan padamu.”

“Eh, tunggu dulu——”

Di seberang Masachika, Alisa yang kebingungan dan teman-teman sekelasnya saling berhadapan. Sementara teman-teman sekelasnya saling bertukar pandang untuk melihat siapa yang mau berbicara duluan, Masachika diam-diam melirik Hikaru yang duduk di kursi depannya. Secara akurat memahami maksud tatapannya, Hikaru memanggil Alisa dengan senyum masam di wajahnya.

“Kujou-san, apa kamu sendiri yang memikirkan argumen itu pada debat kemarin? Atau itu hasil diskusi dengan Masachika?”

“Eh? Ah… memang aku sendiri yang memikirkannya. Tapi aku juga mendapat masukan dari Kuze-kun…”

 “Oh, jadi begitu rupanya. Aku sangat terkejut. Ternyata Kujou-san bisa berpidato dengan baik.”

“Te-Terima kasih ?”

Setelah Hikaru berbicara dengannya, teman sekelas yang lain secara bertahap mulai berbicara dengan Alisa. Begitu mereka mulai berbicara, rasa penasaran mereka melebihi rasa segan mereka untuk berbicara satu sama lain, dan percakapan dengan cepat berkembang.

“Apa itu juga strategimu saat tidak bertanya apa-apa selama sesi tanya jawab?”

“Betul. Kami sudah memutuskan tentang itu sebelumnya.”

“Lalu, mengapa Kuze tiba-tiba mengambil alih?”

“Mengenai itu, aku juga tidak menduganya ...”

Meskipun tidak terbiasa, Alisa masih berusaha menjawab setiap pertanyaan mereka, dan Masachika mengangguk puas dalam hati saat melihat layar gacha yang sudah Ia putar. Dengan Alisa sebagai pusatnya, kelompok kelas 1-B terlihat sangat hidup dan meriah, tapi ... ketika  seorang murid laki-laki mengatakan sesuatu, suasananya langsung tiba-tiba berubah.

“Tapi sangat disayangkan. Taniyama-san tiba-tiba kabur di tengah jalannya perdebatan. Entah kenapa rasanya agak mengecewakan, bukan~?”

Ia mungkin merasa gembira karena mendapat kesempatan langka bisa berbicara dengan Alisa, seorang gadis tercantik di seluruh angkatan, dan mengatakan hal itu dengan maksud untuk membuatnya dalam suasana hati yang baik. Lalu beberapa murid laki-laki lain ikut menimpali, dan secara terang-terangan menciptakan percakapan yang menjatuhkan Sayaka.

“Benar banget. Padahal dia sendiri yang menantang, tapi dia justru melarikan diri di tengah jalan, itu sih sama sekali tidak keren.”

“Betul~ melarikan diri saat berhadapan dengan musuh, benar-benar payah banget.”

“Pada sesi tanya jawab, itu sepenuhnya menguntungkan Kujou-san. Mungkin karena dia belum pernah kalah dalam debat, bisa jadi dia sedikit rentan?”

Di dalam imajinasi mereka, mereka mengharapkan reaksi Alisa seperti “Yah, dia tidak sehebat yang dirumorkan” ... tapi sebenarnya, reaksi Alisa saat mendengar hal tersebut ialah….

“ ..... ”

Dia diam-diam mengerutkan bibir dan mengangkat alisnya. Teman-teman sekelas di sekitarnya tampak bingung dengan reaksinya yang tak terduga dan wajah tidak puasnya. Dalam keheningan yang tak terduga dan suasana yang sedikit canggung, Alisa berdiri dari tempat duduknya.

“Kuze-kun, ikut aku sebentar”

“Hmm? Oh”

Ketika namanya tiba-tiba dipanggil, Masachika berdiri dari tempat duduknya, lalu memasukkan ponselnya ke dalam kantong, dan berpura-pura baru menyadari sesuatu.

“Ah, oh iya~ ada urusan tentang OSIS ya. Maaf,  kelanjutannya bisa kalian tanyakan lagi nanti.”

Setelah memberi alasan kepada teman-teman sekelasnya, Ia lalu mengejar Alisa yang keluar dari ruang kelas. Masachika mengikuti Alisa dalam diam saat dia berjalan dengan cepat, dan akhirnya memanggilnya ketika sudah memasuki ruangan OSIS.

“Lalu, apa yang terjadi?”

Saat Masachika bertanya, Alisa mengangkat alisnya dalam diam. Namun, Ia entah bagaimana mengetahui penyebab dari kekesalan Alisa.

“Apa kamu segitu tidak sukanya melihat Taniyama dijelek-jelekan?”

“... Habisnya, Taniyama-san punya alasan———”  

“Dia menantang kita untuk berdebat dan melarikan diri di tengah jalannya perdebatan. Apa yang dikatakan oleh teman-teman sekelas kita tidak ada yang salah.”

“Tapi, itu ...!”

Alisa berteriak tanpa sadar, tapi dia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun, dan hanya mengerutkan bibirnya dengan frustrasi.

“Haa ...”

“...”

Masachika secara akurat menebak apa yang ingin dikatakan Alisa. Ia kemudian menghela nafas. Situasi ini terlalu canggung.

“...Memang benar kalau kita mengetahui alasan di balik tindakan Taniyama. Kita juga tahu kenapa dia keluar dari ruang auditoriun di tengah-tengah jalannya debat. Itu sebabnya, aku bisa memahami kenapa kamu merasa kesal saat mendengar ada banyak yang mengejeknya dengan mengatakan [Padahal dia sendiri yang  menantang untuk berdebat, tapi dia sendiri yang kabur].”

“......”

“Tapi yang jelas, kita sudah bertarung secara adil dan terbuka. Jadi, tidak peduli apa yang orang lain bicarakan mengenai Taniyama, kita tidak perlu repot-repot mengkhawatirkannya. Benar, ‘kan?”

“Aku paham itu. Tapi kenyataannya, kita masih belum menang. Perdebatan kemarin ... mirip seperti perdebatan yang tidak valid, ‘kan?”

Tetap saja, dia masih tidak puas. Alisa tahu kalau akar dari penyebab perilaku Sayaka ialah karena dia berpasangan dengan Masachika. Dia tidak mau mengakuinya. Kemenangan yang diraihnya didapat dengan cara yang ambigu. Karena dia memiliki harga diri yang tinggi dan mulia.

“Lalu, apa yang ingin kamu lakukan? Misalnya saja ... ya, anggap saja ini sebagai perumpamaan. Jika kita entah bagaimana mengumumkan kalau acara debat kemarin adalah pertandingan yang tidak valid dan mengembalikan kehormatan Taniyama ... Maka, kemenangan yang kita raih juga akan menjadi sia-sia, ‘kan? Mengangkat derajat yang kalah berarti menurunkan derajat yang menang.”

“.....”

“Apalagi, kita tidak tahu apakah Taniyama sendiri menginginkan hal semacam itu. Bisa dibilang kalau belas kasihan dan uluran tangan pemenang merupakan tindakan menginjak-injak harga diri terakhir orang yang kalah. Lagipula, orang yang menyatakan kekalahan adalah Miyamae, partner dari Taniyama.”

“... Aku tahu kok.”

Saat Masachika menjelaskan dengan tenang, Alisa masih mempertahankan ekspresi tidak puasnya. Dia mungkin mengerti, tapi dia masih tidak menerimanya.

Bila dipikir secara rasional, tindakan tepat yang harus dilakukan Masachika dan Alisa ialah “Berpura-pura tidak tahu” mengenai malasah ini. Mereka seharusnya menerima dengan tulus pernyataan kalah Nonoa dan bertingkah sebagai pemenang dengan wajah tidak peduli. Itulah yang Masachika pikirkan dan Alisa tahu betul kalau itu mungkin hal yang benar untuk dilakukan.

Namun, Masachika tidak memarahi Alisa dengan mengatakan “dasar keras kepala” atau “jika kamu tidak menyukainya, lakukan saja sesukamu”, tetapi Ia hanya diam-diam mengawasi Alisa yang tampak dilanda dilema.

(Oh, sungguh indah ... rasanya terlalu menyilaukan)

Jika hanya bertujuan ingin memenangkan pemilihan, Ia bisa saja memberi berbagai alasan untuk meyakinkan Alisa. Tapi bagi Masachika... ada yang lebih penting dari itu. Ia ingin melindungi pancaran Alisa. Ia ingin menjadikan Alisa sebagai ketua OSIS dengan cara yang bisa dia terima. Oleh karena itu ….

“Yah, itupun jika kamu memikirkannnya secara rasional ... tapi aku tidak peduli tentang itu.”

“Eh?”

“Yang terpenting adalah apa yang ingin kamu lakukan. Ayo, jangan dipendam dengan wajah cemberut begitu, kamu boleh mengeluarkan semua unek-unekmu”

Dia hanya ingin meyakinkan dirinya sendiri tentang masalah ini. Jadi saat Masachika mengatakan itu padanya dengan nada menggoda, Alisa terlihat kesal.

“Apa yang ingin aku lakukan... Itu sih, aku ingin membantu Taniyama-san. Tapi itu———”

“Hmm, baiklah. Ayo lakukan itu.”

“Eh?”

Alisa tampak terkejut saat Masachika dengan santai mengangkat bahunya dan menerimanya tanpa ragu-ragu.

“... Apa itu boleh? Seperti yang kamu bilang, Taniyama-san mungkin tidak menginginkannya ... ini cuma demi kepuasanku sendiri, tau? Selain itu, upayamu dalam debat juga akan menjadi sia-sia...”

 “Aku tidak keberatan. Daripada terus mengulur-ngulur masalah ini, lebih baik menyelesaikannya dengan cepat dan mengadakan upacara penutupan yang menyenangkan.”

Alisa meminta maaf dengan wajah bersalah saat Masachika mengatakan hal itu tanpa ragu-ragu.

“... Aku sunggu minta maaf. Karena sudah mengatakan sesuatu yang merepotkan.”

“Jangan terlalu dipikirkan…. Sudah kubilang, ‘kan? Kalau aku akan ‘mendukungmu’.”

Alisa kembali teringat perkataan Masachika. Janji yang Masachika buat pada hari itu, “Aku akan mendukung di sampingmu” ucapnya.

“Kuze-kun ...”

Di hadapan Masachika yang menggaruk kepala dan memalingkan mukanya karena merasa tersipu, ada sesuatu yang muncul dari dalam lubuk hati Alisa. Seolah-olah ingin memastikannya, Alisa menangkupkan tangannya erat-erat di dadanya.

Emosi tak terkendali yang tersirat di matanya ditunjukkan kepada Masachika. Akan tetapi, Masachika yang mendapat tatapan begitu intens dan penuh gairah….. sedang berpikir kalau sekarang bukan waktunya untuk itu.

Karena Ia menyadarinya. Saat Ia memalingkan muka ke arah jendela ruang OSIS demi menyembunyikan rasa malunya, ada sesuatu …. yang terpantul di balik meja ketua. Ada dua sosok yang mengintai di sana.

(Ada yang ngintip)

Orang yang mengintip adalah Ketua dan Wakil Ketua. Mereka merupakan dua sejoli yang paling terkenal di sekolah. Touya yang berbadan besar dan Chisaki yang bertubuh tinggi, saling berdempetan di bawah meja. Tentu saja, kedekatan di antara mereka sudah mencapai tingkat MAX.

(Bukannya situasi mereka sangat mirip seperti komedi romantis ...)

Masachika mengesampingkan situasinya sendiri dan menelan ludahnya dengan menggigil.

(Apa ini ... tentang itu? Situasi di mana mereka sedang berduaan, lalu mendengar suara orang yang datang dan buru-buru bersembunyi, tapi baru menyadari “Eh? Bukannya kita tidak perlu sembunyi segala?”, situasi semacam itu ya?  Ketimbang bersembunyi di dalam loker, tapi mereka justru bersembunyi di bawah meja, mereka memang baka-couple sejati ...!)

Saat ini, Masachika menduga kalau mereka pasti saling bertukar percakapan seperti, “He-Hei, jangan menyentuh di tempat yang aneh-aneh!” “Aduh! Apa boleh buat, kan? Habisnya, tempatnya sempit sih!”.

Jika semuanya terus berlanjut sesuai urutan, maka napas mereka saling berdekatan, tubuh mereka mulai berkeringat, dan jantung mereka akan berdetak kencang, tidak ada yang bisa menghentikan mereka dan mereka akan melakukannya sampai sejauh mungkin.

(Jadi begitu, acara utamanya ada di sebelah sana ya? Hmm, kalau begitu sebagai kouhai yang baik, aku harus keluar dengan wajah acuh tak acuh ketika waktunya tepat, dan secara halus menyingkirkan orang. Bisa dibilang kalau ini perilaku dari aktor panggung yang terlatih )

Setelah menarik kesimpulan seperti itu dengan jalan pemikiran ala otaku dengan kapasitas penuh, Masachika lalu menoleh ke Alisa .... namun Ia dibuat terkejut saat melihat Alisa, yang memasang ekspresi layaknya gadis dimabuk cinta.

(Hmm!? Eh, apa-apaan ini!? Bukannya ini event komedi romantis juga !? Guh, sialan. Aku salah menarik kesimpulan!! Ini sih ... bukan sekedar Event jarak dekat antara dua insan yang bersembunyi, baik secara fisik maupun mentaltapi juga termasuk Event yang membuatmu merasa bersemangat karena terpengaruh getaran komedi romantis!! Selain menjadi pemicu untuk mendekatkan mereka, tapi kami juga yang membuat mereka jadi lebih bermesra-mesraan!!)

Saat jalan pemikiran Masachika melayang ke arah 2D, Alisa menutup jarak di antara mereka. Dia menatap Masachika dengan tatapan penuh gairah. Dia bahkan menangkupkan tangannya di depan dada.

(Ah, ini sih percuma. Apanya yang percuma? semuanya. Pokoknya percuma. Kalau sudah begini, mau tak mau aku perlu mengubah suasana ini dengan paksaaa———!? .)

Didorong oleh rasa krisis yang luar biasa, Masachika memutuskan untuk membuat perubahan genre yang terlarang. Betul, dari genre komedi romantis ...... berubah menjadi serius.

“Jadi, mau sampai kapan kalian bersembunyi terus? Ketua, Sarashina-senpai”

Ketika Masachika mengucapkan kalimat yang selalu menjadi peringkat teratas dalam daftarJika kamu otaku, aku ingin mencoba mengucapkan kalimat ini , Alisa membuat ekspresi “Eh?”, dan pada saat yang bersamaan, ada bunyi gedebuk dari bawah meja ketua.

(Ah, kepala mereka terbentur)

Seolah-olah itu bukan urusannya, Masachika menatap ke arah Touya yang berdiri dengan ekspresi canggung. Tak lama kemudian, Chisaki juga ikut berdiri, pandangan matanya melirik ke sana-sini.

“Oh, ….. maaf, aku melewatkan waktu untuk muncul”

“Betul, betul, kami sedang mencari sesuatu yang jatuh ke lantai, tapi kami tidak bisa muncul karena kelihatannya kalian membicarakan sesuatu yang serius….”

Chisaki berusaha membuat alasan yang mengada-ada, tapi Masachika tidak membalas alasannya dengan tsukkomi. Ia berpikir bukan waktunya untuk itu.

“Hmm ... kalau gitu, bagaimana kalau kita sama-sama berpura-pura tidak mendengar atau melihat peristiwa yang barusan terjadi?”

“Ah, yah. Baiklah, setuju. Ayo lakukan itu.”

“Kalau begitu, ayo pergi, Alya.”

Setelah dengan cepat menyetujui kepentingan dua orang yang relatif tenang, Masachika meninggalkan ruang OSIS dengan Alisa. Usai menutup pintu dan menghela nafas lega ….. tiba-tiba, tatapan matanya bertemu Alisa. Seketika, Alisa melangkah mundur sembari memasang wajah tersipu.

“Ah, uhm, Aku...”

Kegelisahannya semakin terlihat jelas saat dia berbicara dengan pelan. Alisa yang sudah tidak sanggup lagi, mulai membalikkan badannya dan berseru.

“Aku! Aku ada sesuatu yang harus kulakukan...!”

Kemudian, tidak seperti biasanya, Alisa bergegas pergi dengan berlari. Adapun Masachika yang ditinggalkan ... Ia menatap langit-langit lorong sambil memiringkan kepalanya dan bergumam “Hmm~”.

“Aku penasaran, apa aku harus menempelkan telingaku di pintu dan menguping apa yang terjadi di dalam ... Jika ini adegan dalam manga, pintu akan terbuka dengan suara keras dan berteriak, Se-Sejak kapan kamu ada di situ!? 』, Tapi aku merasa kalau Sarashina-senpai bakal mengetahuinya ....”

Masachika bergumam pada dirinya sendiri, dan berpikir serius saat melihat pintu ruangan OSIS di balik bahunya. Ia memang cerminan sejati seorang otaku .... Yah, bisa dibilang kalau itu hanya pelarian dari kenyataan.

 

◇  ◇  ◇  ◇

 

“Uwaaahhh, coba lihat deh. Karya baru Fimmel imut banget tau~”

“Ah, itu emang bagus~ aku juga mau~. Tapi bulan ini, pengeluaranku lagi banyak.”

 “Fimmel? Ah, itu sih aku mungkin bisa mendapatkannya melalui kenalanku, tau? Tapi itu jika kamu bisa mengiklankannya di SNS.”

“Eh~ serius? Hebat banget!”

“Oi oi, kamu punya sekitar 6.000 followers, kan? Masa segitu saja tidak bisa?”

“Jahat! Aku tidak ingin diberitahu oleh orang yang tidak punya seribu followers ~”

Jam istirahat makan siang. Pada akhirnya, sejak kejadian di pagi hari, Alisa menolak untuk berbicara dengannya, dan mengeluarkan aura “Jangan berbicara padaku, jangan lihat aku”, jadi Masachika pergi mengunjungi kelas 1-D sendirian untuk menyelesaikan situasi. Tapi …. Masachika kebingungan begitu melihat orang yang ingin Ia temui.

Berdasarkan huruf pertama dari nama keluarganya, Ia berpikir kalau orang yang  akan ditemui duduk di kursi dekat lorong, jadi Masachika mengira kalau Ia bisa memanggilnya sebentar dari jendela lorong ... tapi sepertinya, rencana tersebut masih sedikit naif.

(Sialan! Sungguh aura riajuu yang kuat .....! Percuma. Lebih dari ini .....aku tidak bisa mendekat….. !!)

Orang yang ingin Masachika temui adalah Miyamae Nonoa, lawan dari pertarungan debat dari beberapa hari yang lalu. Dia merupakan pusat dari orang-orang yang mengelilinginya. Selain Nonoa, ada empat siswa lainnya, dua laki-laki dan dua perempuan, yang sekilas bisa dilihat kalau mereka berada di kasta tertinggi di sekolah.

Selain dari awal memang punya wajah cantik dan tampan, mereka juga berpakaian dengan gaya yang hampir melanggar peraturan sekolah. Dan mereka tampaknya tidak merasa bersalah karena berpakaian seperti itu, seolah-olah menunjukkan, “Bagaimana mungkin aku bisa tampil gaya jika aku takut dengan guru BK!”. Faktor eksternal ini mengeluarkan aura berkilau yang menghalangi orang dari kasta menengan dan rendah mendekati mereka. Sedangkan di sisi lain, Nonoa yang menjadi pusat dari kelompok tersebut sedang ...

“Nee~ nee~, Nonoa. Menurutmu ini gimana?”

“Hmm~?”

Memainkan smartphone di kursinya dengan mata setengah tertutup, tanpa ikut bergabung dalam percakapan orang-orang di sekitarnya.

“Ini loh karya baru Fimmel. Bukannya ini kelihatan bagus~?”

“Ah~ itu ya? Hmm~ aku menggunakan salah satu produk dari seri yang sama pada pemotretan tempo hari, tapi aku merasa kalau itu tidak terlalu bagus.”

“Eh~ masa? Kalau begitu, enggak jadi ah~”

“Oi oi, enggak jadi nih?”

“Ya. Habisnya Nonoa yang sudah lihat barang aslinya saja bilang begitu iya ‘kan~”

“Bener banget~, oh iya Nonoa. Mau enggak kamu datang ke pesta rumahku hari Minggu ini? Salah satu kerabatku adalah penggemarmu tau.”

“Ehh~? Sebelum ujian begini?”

Kroni ... Ya, kroni. Baik laki-laki maupun perempuan berkerumun mengelilingnya, dan berusaha berbicara dengannya dalam upaya untuk menarik perhatian Nonoa. Sedangkan Nonoa sendiri hanya mengutak-atik samrtphonenya saat dia berurusan dengan mereka. Dia tampak seperti seorang ratu dan kroni-kroni yang berusaha menyenangkan suasana hatinya.

“Kalau begitu, sambil belajar juga. Kumohon!”

“Eh~”

“Hmmp~ Bukannya belakangan ini Nonoa jadi semakin cuek?”

Ketika salah satu kroninya cemberut, Nonoa yang selama ini memainkan smartphone-nya dengan acuh, tiba-tiba menyimpannya, lalu berdiri dari kursinya, kemudian tersenyum dan memeluk gadis itu.

“Bohong kok, aku tadi cuma bercanda~. Pesta? Tentu saja aku akan datang~”

“Seriusan? Asyikkkk!”

“Iya serius. ...”

Nonoa lalu melepaskan pelukannya, dan kemudian menoleh ke arah Masachika seraya mencondongkan tubuhnya ke luar jendela di sisi lorong.


“Kuzecchi, apa ada perlu sesuatu?”

“I-I-Iya. Yah ada sesuatu yang mau kubicarakan”

“Hee begitu~, kita tidak bisa bicara di sini?”

“Yah begitulah. Jika bisa ...”

“Oke”

Nonoa mengangguk tanpa menanyakan alasan Masachika, dan memberitahu orang-orang yang ada di sekitarnya.

“Kalau gitu, aku mau pergi dulu sebentar.”

“Ah ya”

“Kita bisa membicarakannya lagi nanti ya.”

“Ya”

“Siap~”

Para kroni-kroninya memandang Masachika dengan berbagai emosi, dan kemudian membubarkan diri seolah-olah mengatakan, “Jika Nonoa tidak ada di sini, aku tidak peduli lagi.”

(Mereka benar-benar kroninya...)

Saat Masachika melihat adegan itu dengan perasaan cemas maupun kagum, Nonoa yang keluar dari kelas memanggilnya sambil mengacak-acak rambutnya.

“Jadi, kita mau pergi kemana? Apa kamu ingin pergi ke ruang kelas yang kosong?”

“Iya, benar sekali ... tunggu, gaya rambutmu hari ini bahkan lebih menakjubkan.”

Pipi Masachika berkedut saat melihat lebih dekat lagi gaya rambut Nonoa.

Nonoa selalu menata rambut pirangnya sendiri sesuai keinginannya, tapi hari ini dia mengepang rambut dengan berbagai gaya dan pita di berbagai tempat, yang mana membuatnya terlihat menakjubkan. Meski begitu, fakta bahwa gaya rambut itu tidak terlihat seperti kegagalan sudah cukup mengesankan.

“Oh~ maksudmu ini? Saat aku menyerahkannya pada Shunacchi dan Miyapi, entah kenapa~ malah jadi begini. Oh iya. Mumpung pakai gaya begini, sekalian foto buat upload ke SNS ah~”

Setelah mengatakan itu, dia langsung mengeluarkan smartphone-nya, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan mengambil selfie seolah-olah sudah terbiasa. Masachika bahkan sedikit terkesan dengan teknik menciptakan pose dan ekspresi yang akan terlihat bagus dalam sekejap, serta keberaniannya menggunakan smartphone di lorong, yang mana hal itu dilarang oleh peraturan sekolah.

“Hm, hasilnya bagus”

“Gitu ya...lalu, lewat sini”

“Oke~”

Begitu mereka sampai di ruang kelas yang kosong, Nonoa bersandar ke dinding dengan tangan disilangkan, matanya setengah tertutup, dan dia tampak tidak termotivasi seperti biasanya.

“Jadi, ada apa? Kalau ini pengakuan cinta sih enggak masalah ... tapi bukan itu, ‘kan?”

“Iya... lah, kalau pengakuan cinta boleh nih?”

Ketika Masachika mau tak mau bertanya balik pada pernyataan yang tidak bisa Ia abaikan, Nonoa memiringkan kepalanya sambil memain-mainkan rambutnya dengan jari-jari.

“Hmm~ sekarang aku lagi jomblo kok~? Yah lagipula, aku tidak membenci Kuzecchi juga”

“Tidak, tidak, bukan dengan orang yang tidak kamu benci, melainkan orang yang kamu sukai.”

“Jika itu yang kamu maksud, aku tidak pernah sekalipun berpacaran dengan orang yang kusukai”

“Sepertinya barusan aku mendengar sesuatu yang mencengangkan oi.”

“Apa boleh buat, ‘kan? Habisnya aku tidak begitu mengerti tentang perasaan cinta”

Masachika menurunkan alisnya dengan perasaan campur aduk kepada Nonoa yang mengangkat bahunya dengan santai saat mengatakan itu.

“... Aku tidak berniat mengkritik kehidupan asmaramu, tapi lebih baik kalau kamu lebih menghargai dirimu sendiri, tau?”

Mendengar kata-kata Masachika, Nonoa yang tadinya bersikap cuek, mulai membuka matanya dan tersenyum agak bahagia.

“Aha, Sayacchi juga mengatakan hal yang sama. Yah tapi, dia bahkan menampar wajahku.”

“..... Seriusan? Ternyata Taniyama pernah menampar sahabatnya, ya”

“Ah..yah, itu sih~ iya”

Masachika hanya menghela nafas tanpa mengharapkan jawaban dari Nonoa, yang mengubah senyumnya menjadi senyum masam dan mengalihkan pandangannya.

“Memangnya apa yang sudah kamu lakukan .....”

“Hmm ~? Yah, dengan pacarku pada waktu itu? Aku kepergok sedang berciuman mesra di ruang kelas, sesuatu seperti itu? Bahkan kalau keblablasan, mungkin aku bisa sampai ke tahap B[1]? Sesuatu seperti itu” 

“Kamu—, ya ampun…”

“Ahha ... apa kamu mempercayai itu?”

Masachika membelalakan matanya saat mendengar jawaban tak terduga yang mempunyai makna ganda. Masachika menelan ludahnya dan kemudian berkata dengan suara bergetar kepada Nonoa yang mengangkat satu alisnya, dan tersenyum jahil.

“Bukannya itu jelas-jelas adegan pertemuan  dalam manga genre Yuri[2]...!!” 

“... Sifat Kuzecchi yang begitu, aku cukup menyukainya, loh~”

“Itu ‘kan adegan dari dua halaman dari chapter pertama. Ketua yang judes memandang rendah gadis yang bermesraan seorang pria di kelas, tapi untuk beberapa alasan, dia tidak bisa memalingkan pandangannya ...”

“Oi~, cepat sadar~”

“Ah, iya...Uhumm”

Saat Masachika terbatuk, Nonoa menghela nafas dan berkata seraya memain-mainkan rambutnya.

“Yah, masalah pengakuan cinta tadi cuma bercanda doang .... Aku sudah menahan diri untuk tidak bermain-main sama cowok sejak diberitahu oleh Sayacchi.”

“Jadi kamu bilang bermain-main sama cowok ..... kamu masih kelas 1 SMA, ‘kan?”

“Sudah sudah, itu ya itu…. jadi? Ada urusan apa?”

Masachika mengubah ekspresinya saat Nonoa menatapnya dengan sikap riang dan santai.

“Hmm…yah, ada sesuatu. Ini tentang Taniyama ...”

“Ah, entah kenapa Sayacchi lagi enggak masuk hari ini. Gadis itu, kalau lagi enggak mood pasti selalu begini ..... Terus?”

“...... Pada debat minggu lalu, ada banyak gosip yang beredar kalau Taniyama menantang kami untuk berdebat, tapi dia sendiri justru melarikan diri, ‘kan? Aku ingin membicarakan apa kita bisa menekan sedikit gosip itu.”

“... Hmm~? .... Apa Kuzecchi tipe orang yang peduli tentang itu?”

Saat Nonoa memiringkan kepalanya, Masachika menjawab sambil mengangkat bahunya.

“Partner-ku yang memedulikannya ...”

“Ahh, begitu rupanya~”

Setelah mengangguk penuh pengertian, Nonoa menatap langit-langit dengan perasaan campur aduk antara tidak mempercayainya dan kagum.

“Itu ... sungguh sifat yang baik sekali.”

“Ketimbang dibilang baik ... dia itu selalu serius, dalam berbagai hal.”

“Meski begitu, tak dipungkiri kalau dia punya sifat yang baik”

Setelah mengatakan itu dan tertawa kecil, Nonoa memasang senyum agak murung.

“Lalu? Kenapa kamu mengungkit cerita ini kepadaku? Setidaknya, aku ini adalah musuh kalian, loh”

“Musuh, ya ...”

“Kuzecchi pasti sudah menyadari hal ini, ‘kan? Aku sudah menyusupkan provokator dan menghasut para penonton.”

“Tentu saja aku tahu. Konda dari kelas 1-A, Nagano dari kelas 1-B, Satou dan Kunieda dari kelas 1-D, serta Kinjou dari kelas 1-F, iya ‘kan?”

Perkataan Masachika membuat Nonoa melebarkan matanya dan ujung mulutnya berkedut.

“... Seriusan~? Di dalam auditorium yang gelap itu, kamu bisa melihat semua provokator yang ada di bangku penonton dari atas panggung?”

“Aku cuma bisa yakin sekitar 70%. Namun setelah melihat reaksimu tadi, aku sudah sepenuhnya yakin.”

“Ahhh~ trik psikologi ya.... Ini sih benar-benar pukulan telak.... Jadi kamu sudah menyiapkan rencana berikutnya untuk jaga-jaga jika kamu kalah ya.”

Masachika hanya mengangkat bahunya saat Nonoa  menyeringai dan mendongak ke arahnya. Namun, terlepas dari pilihan Masachika untuk tetap diam, Nonoa masih mengatakan tebakannya.

“Yah, sepertinya guru-guru sekarang menjadi lebih sensitif karena kasus ancaman dan penyuapan yang terjadi dalam kampanye pemilihan beberapa tahun lalu. Jika rumor kalau aku menggunakana cara kotor untuk memenangkan debat kemarin mencuat, para guru tidak bisa mengabaikannya karena agenda debatnya terkait dengan manajemen OSIS ... Semakin besar masalahnya, semakin terpuruk reputasi kami dan sebaliknya, reputasi kalian akan semakin meningkat. Terlebih lagi, sekolah takkan menerapkan agenda yang diajukan pelaku kecurangan. Sungguh~ kamu memikirkan sesuatu yang luar biasa~”

“ ...  Hanya karena kalah dalam debat bukan berarti tidak boleh ikut dalam pencalonan Ketua OSIS. Sebisa mungkin aku tidak mau menggunakan cara tersebut karena itu akan merusak reputasimu”

“Tapi kamu akan menggunakannya kalau waktubya tiba, ‘kan~? Uwaah, menakutkan banget, menakutkan banget. Untung saja aku tidak menang.”

Masachika menatap dingin pada Nonoa, yang terus mengatakan kalau dia takut tetapi tampaknya tidak merasa takut sama sekali.

“Dari sudut pandangku, justru kamu yang lebih menakutkan. Berani menyuruh temanmu melakukan cara kotor ... di saat kamu bisa kehilangan semua temanmu.”

“Hmm~? Yah, aku tidak menolak siapa saja yang mau berteman denganku dan  tidak mengejar siapa yang mau menjauh. Sejujurnya, aku tidak terlalu tertarik dengan teman lain selain Sayacchi. Aku tidak keberatan kalau mereka menjauh? Sesuatu seperti itu?”

Dengan nada yang sangat datar, Nonoa mengatakan sesuatu yang tidak disangka-sangka dari gadis popular yang berada di puncak kasta sekolah. Namun, Masachika sepertinya tidak terlalu terkejut dan lanjut bertanya.

“Ada satu hal yang membuatku penasaran”

“Hmm~?”

“Kamu tadi bilang kalau kamu tidak tertarik teman lain selain Taniyama ... dengan kata lain, kamu cuma tertarik Taniyama saja,iya ‘kan? Kenapa bisa begitu? Tipe orang seperti dia seharusnya menjadi orang yang paling sulit untuk kamu pahami, kan?”

“Oh, itu sih justru kebalikannya. Karena kamu tidak memahaminya, kamu menganggap mereka menarik dan ingin bersama mereka”

“Apa begitu?”

Nonoa tiba-tiba mendekati Masachika, yang memiringkan kepalanya dengan penuh kebingungan, dan berkata dengan senyum curiga.

“Kuzecchi juga pasti memahaminya, ‘kan~? Kamu tahu bagaimana rasanya mengagumi seseorang yang memiliki pancaran yang tidak kamu miliki.”

Hanya pasa saat ini saja dia tidak tersenyum. Masachika tak bisa berkata apa-apa saat menatap mata Nonoa yang sepertinya mampu melihat segalanya. Ketika dia melihat reaksi Masachika yang begitu, Nonoa mendecakkan lidahnya dan menjauhkan dirinya, lalu meninggikan suaranya “Baiklah!”.

“Sekarang, karena aku sudah melihat reaksi menarik Kuzecchi ... Mari kita mulai skema jahat sebagai sesama orang hipokrit yang mengagumi partner yang begitu jujur dan mempesona?”

“Padahal idenya tidak seburuk itu tau .....”

Setelah sedikit tersenyum pahit, Masachika berkata dengan wajah serius.

“Singkatnya, aku ingin menyebarkan desas-desus tentang kaburnya Taniyama selama debat dengan alasan yang masuk akal.”

“... Jadi kamu ingin membuatnya seolah-olah dia tidak kabur? Apa kamu yakin? Jika demikian, kemenangan Kuzecchi akan menjadi ambigu loh?”

Ketika Nonoa bertanya sambil mengangkat satu alisnya, Masachika mengangkat pundak dan menganggukkan kepalanya.

“Aku tahu. Yah, aku tidak peduli pakai alasan apa ... misalnya saja dapat telepon mendadak kalau orang tuanya pingsan? … Ngomong-ngomong, apa yang kalian lakukan setelah itu? Jika kalian berada di kedai kopi, kamu tidak bisa menggunakan alasan seperti yang kubilang tadi”

“Oh ~ setelah itu?  Aku menunggu sampai Sayacchi berhenti menangis, lalu ...... menunggu beberapa saat, dan diam-diam menyelinap pergi? Tapi, yah, bukan berarti tidak ada saksi yang melihat, dan alasan dia tiba-tiba pergi karena punya urusan mendesak mungkin agak terlalu maksa~”

“Jadi begitu ya ….”

Lalu apa yang harus kita lakukan? Saat Masachika menyilangkan tangannya dan merenung, tiba-tiba Nonoa berkata dengan nada agak jengkel.

“Hmm~~ yah, biar aku saja yang melakukan sesuatu tentang itu.”

“Eh, apa itu tidak masalah buatmu?”

“Lagipula ini masalah partner-ku, iya ‘kan~? Sudah sewajarnya kalau akulah yang harus menyelesaikannya. Menyebarkan rumor sudah menjadi keahlianku.”

Usai mengatakan itu, dia berbalik seolah-olah menandakan kalau itu adalah akhir dari percakapan mereka.

“Begitulah jadinya. Kalau begitu, sampai jumpa lagi~”

“O-Ohh”

Kemudian dia segera meninggalkan ruang kelas kosong. Pergantian kejadian yang tak terduga membuat Masachika merasa sedikit kebingungan dan menggaruk-garuk kepalanya.

(Oh~ ini sih, mirip kayak itu. Kalau di manga, karakter utama memanggil shinobi dengan mengatakan ○○,kamu ada di sana? lalu dijawab Haa, hamba ada di sini dan memerintahkan Kejar dia. Hati-hati jangan sampai ketahuan)

Jalan pemikiran ala otaku Masachika berpacu saat Ia memikirkan situasi sekarang dimana Ia sedang berdiskusi dengan pihak lawan di ruang kelas yang kosong, dan fakta bahwa ada orang di ruang OSIS pagi ini ketika Ia pikir kalau ruangan itu kosong. Seraya menertawakan dirinya sendiri, Masachika mencoba memanggil nama teman masa kecilnya yang tingkah lakunya tak jauh berbeda dengan shinobi.

“Ayano”

Ia langsung merasa malu dan bergumam, “Apa sih yang sedang kulakukan?”, sambil mencoba meninggalkan ruang kelas dengan cepat …..

“Ya, Masachika-sama”

“UooEi!?”

… Masachika melompat kaget saat mendengar suara yang datang dari belakang punggungnya.

Ia berbalik dan melebarkan matanya saat melihat bahwa Ayano benar-benar ada di sana.

“Kenapa kamu bisa ada di sini?!”

“? Karena Masachika-sama sepertinya memanggil saya.”

Ayano mengatakannya seolah-olah itu hal yang wajar seraya memiringkan kepalanya. Usai mendengar perkataannya, kebingungan Masachika semakin memuncak.

(Karena aku memanggilnya?! Eh, Apa? Sesuatu yang mirip teknik pemanggilan begitu? Kalau dipanggil, kamu bakalan berpindah ke tempatku? Atau apa ini teknik bunshin khas kunoichi? Apa akhirnya kamu sudah menguasi teknik bunshin?!)

Masachika sangat kebingungan sampai-sampai jalan pikiran ala otakunya menjadi kelebihan beban. Kemudian, ada suara baru yang terdengar dari belakangnya.

“Oi Oi, apa kamu sudah lupa sama aku? Brother

Saat berbalik, Ia melihat Yuki bersandar ke dinding dengan tangan disilangkan dan senyum kaku menghias wajahnya.

“Seriusan, kenapa kalian berdua bisa ada di sini !!”

“Fufu~, biar kujelaskan. Aku sudah memastikan kalau kamu mencoba melakukan kontak dengan musuhmu, Nonoa ... menyadari hal itu, aku langsung mendahuluimu dan bersembunyi di bawah meja.”

Yuki mendekat dengan satu mata terbuka lebar dan tersenyum tak kenal takut layaknya penjahat. Sebagai tanggapan, Masachika dalam hati berpikir “Lagi-lagi di bawah meja?” dan bertanya.

“Lalu, apa yang terjadi sebenarnya?”

“Saat kami sedang bermain-main pembicaraan rahasia di ruang kelas kosong, kami tidak menduga kalau beneran ada pembicaraan rahasia yang akan dimulai.”

“Seriusan, apa sih yang sedang kalian lakukan”

Pintu kelas terbuka dengan suara berderak ketika Masachika menjadi semakin muak dengan kata kekuatan misterius "main-main pembicaraan rahasia".

“Kuze-kun? Apa kamu ada di dalam?”

Mungkin karena dia bisa mendengar suara dari dalam. Saat Alisa mencoba mengintip ke dalam ruang kelas ... ekspresi wajahnya langsung tertegun saat melihat mereka bertiga.

“... Hmm”

“Alya-san? Sepertinya kamu mungkin salah paham tentang sesuatu?”

“Apanya? Kupikir itu tidak aneh jika tiga teman masa kecil bermain bersama”

“Tapi kok wajahmu kelihatan sangar?”

“Itu cuma imajinasimu saja. Kalau begitu, silahkan bersenang-senang”

Dia lalu menutup pintu kelas. Namun, tepat sebelum pintu tertutup, Alisa bergumam pada dirinya sendiri dengan ekspersi yang sedikit cemberut.

Apaan, kenapa tidak mengajakku juga

Dan ekspresinya itu langsung disembunyikan di balik pintu.

“...”

Masachika yang berdiri mematung di sana merasa kalau dirinya telah melakukan suatu kesalahan, walaupun Ia tidak melakukan kesalahan apa-apa. Yuki lalu berbicara kepadanya dengan nada yang mirip seperti preman pasar.

“Aniki ... Ini sih, tentang itu. Aku membuat bekal makan siang untuk Kuze-kun karena Ia sudah banyak membantuku saat debat, tapi Ia ada di mana ya? dan dia mencari-cari di sekeliling sekolah.”

 “Jangan seenaknya mengarang ceritamu sendiri! Lagian kamu bisa lihat sendiri, Alya tidak membawa kotak makan siangnya ‘kan!”

 “Itu sih, mungkin dia menaruhnya di halaman atau tempat lainnya, bersamaan dengan alas vinyl kayak orang yang sedang piknik.”

“Hentikaaaaaannnnn!”

Yuki meletakkan tangannya di pundak Masachika yang sedang berteriak dan mengacungkan jempol sambil tersenyum menyebalkan.

“Bagaimana? Kamu pasti merasa bersalah iya ‘kan.”

“Iya, berkat ulahmu!”

Ayano melihat dari kejauhan saat kedua saudara kandung itu mulai berkomunikasi layaknya duet duo pelawak.

Wajahnya masih tanpa ekspresi seperti biasa, tetapi tatapan matanya seolah melihat sesuatu yang berharga. Meski begitu, dirinya yang mengabdikan diri untuk menjadi udara, merasakan tekad bajanya untuk tidak pernah melakukan sesuatu yang mengganggu waktu mereka berdua ... tanpa disengaja, Ayano merasa seperti penggemar yang mengawasi pasangan favoritnya.

 

◇  ◇  ◇  ◇

 

Nonoa menyadari kalau dirinya merupakan tipe orang yang biasa disebut sebagai “psikopat”.

Sejak kecil, dia tidak pernah mengalami pasang surut emosi, dan tidak pernah merasakan kesedihan yang hampir membuatnya menangis, kemarahan yang menggebu-gebu, atau kegembiraan yang membuatnya menari-nari. Meski dia merasa tidak nyaman, tetapi itu adalah sesuatu yang bisa dia kendalikan sebelum mengungkapkannya.

Bagi Nonoa yang seperti itu, teman masa kecilnya Sayaka selalu menjadi orang yang tidak pernah dia pahami. Binatang langka yang biasanya penurut, tapi juga kadang-kadang mengamuk mendadak. Keberadaan yang tidak bisa dia pahami sama sekali, tapi dia tidak masalah dengan itu.

Nonoa tidak begitu mengerti emosi manusia. Dia bahkan tidak bisa berempati. Itulah sebabnya, dia mampu dengan tenang menganalisis tindakannya sendiri dan reaksi orang lain secara oojektif, lalu memainkan peran sebagai orang yang mereka inginkan. Kata-kata apa yang harus dilontarkan, ekspresi wajah seperti apa yang harus dibuat, dan tindakan apa yang harus dia gunakan untuk mengendalikan amarah binatang langka ini. Begitu dia bisa memahaminya, Nonoa bisa mengendalikan Sayaka dengan mudah . Orang tuanya juga menginginkan dirinya berteman baik dengan Sayaka. Mari berteman sewajarnya saja … atau, begitulah pikirnya. Hingga kejadian di hari itu ….

[Jangan jadi gadis murahan begitu! Kamu harus menjaga dirimu baik-baik!!]

Itu adalah pertama kalinya ada seseorang yang benar-benar marah dan menampar dirinya.

Bagi Nonoa yang selalu bertingkah sebagai anak baik sejak kecil, tatapan tajam dan kata-katanya yang pedas, serta sensasi panas yang menyengat di pipi merupakan hal yang baru baginya. Dia merasakan bahwa jantungnya, yang tidak pernah merasakan apa-apa tak peduli cowok seperti apa yang dia sentuh, berdebar sangat kencang.

“Adegan pertemuan dalam manga Yuri, ya~ ... Mungkin itu memang tidak jauh berbeda?”

Saat berjalan kembali menuju kelasnya, Nonoa berbicara pada dirinya sendiri saat mengingat percakapannya dengan Masachika. Wajahnya sedikit tersenyum saat memikirkan bagaimana mengembalikan kehormatan Sayaka ... Tapi sebenarnya, dia sudah mendapat solusi saat mendiskusikannya dengan Masachika. Setelah menemukan solusinya, Masachika mungkin bisa memprediksi tindakannya jika dia memberi tahu solusinya, jadi Nonoa langsung memotong pembicaraan dan pergi meninggalkan Masachika.

(Meski begitu ...  Aku yakin kalau aku cuma menyiapkan 4 provokator, kok?)

Nonoa sedikit memiringkan kepalanya saat mengingat nama lima orang yang disebutkan Masachika.

(Kinjou dari kelas 1-F? Kalau Ia bukan suruhanku, berarti Ia murni anti Kujo-san ya~?)

Hmmm~~ dia memiringkan kepalanya dan membulatkan keputusannya saat melihat ruang kelas sudah dekat.

(Yah, kali ini kami sudah merepotkan Kujou-san dan Kuzecchi, sebagai bentuk permintaan maaf, mungkin aku bakal menangani Kinjou-kun atau yang lainnya nanti~)

Setelah memutuskan demikian, Nonoa membuka pintu kelas dan kembali ke tempat duduknya.

“Aah~ Nonoa akhirnya kembali”

“Aku sudah lama menunggumu~. Apa yang kamu bicarakan dengan Kuze dari kelas 1-B?”

“Ah~ ini tentang Sayacchi. Karena Sayacchi hari ini tidak  masuk, Ia jadi penasaran dan bertanya padaku.”

Begitu Nonoa menjawab pertanyaan teman-temannya yang langsung menghampiri, mereka menatapnya dengan aneh.

“Taniyama? Hari ini dia tidak masuk?”

“Apa karena dia kalah dalam debat~? Jadi dia masih belum pulih dari itu?”

“Eh~bukan, bukan. Aku sendiri penyebabnya. Aku sendiri yang menjadi penyebab Sayacchi meninggalkan acara debat di tengah jalan.”

“E-Eh? Apa-apaan itu?”

“Yang benar? Kok aku belum pernah mendengarnya sih!”

Melihat tatapan teman-temannya yang berbinar dengan rasa penasaran, Nonoa …

“Oh~ sebenarnya selama acara debat tempo hari, sepertinya Sayacchi mengetahui kalau aku menyusupkan provokator di antara penonton? Semacam itu? Dan kemudian Sayacchi bilang, Aku tidak mau menang dengan cara licik seperti itu! Jadi dia benar-benar kesal? Dia merasa marah dan tidak mau melanjutkan perdebatan …”

… Mengatakan itu dengan sikap yang sepertinya bukan masalah besar.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya=>>


[1] Di Jepang pada tahun 1980-an, istilah A, B, C, D sering digunakan sebagai metafora halus untuk menggambarkan tingkat keintiman seksual yang dicapai oleh sepasang kekasih.

Deskripsi setiap representasi huruf adalah sebagai berikut:
A: Segala bentuk ciuman mulut ke mulut, terutama "French kiss".
B: Merasakan atau meraba-raba payudara atau alat kelamin, baik melalui pakaian atau kontak langsung kulit ke kulit.
C: Stimulasi oral atau "penjarian" alat kelamin.
D: Hubungan intim;
Sumber : https://lovehina.fandom.com/wiki/ABCD

[2] Tidak tau Manga Yuri mana yang dimaksud
close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama