Prolog — Dulu dan Sekarang.
–Ayo
pergi ke pantai.
Di masa lalu, Ichigo pernah
mengundang Sakura untuk pergi ke pantai.
“Woah … Indah sekali ya, Ichi.”
Kawasan pantai yang mereka
kunjungi merupakan tempat wisata yang terbuka untuk umum, tapi mungkin karena
belum musimnya, pengunjungnya jadi lumayan sedikit. Pantai berpasir yang sepi,
dengan hanya beberapa penduduk setempat yang mengajak anjing mereka
jalan-jalan. Meski begitu, pemandangan laut biru serta langit cerah yang
berpadu di balik cakrawala benar-benar terlihat indah.
“Apa jangan-jangan, kamu
sengaja membawaku kemari karena aku pernah bilang kalau aku ingin pergi ke
pantai sebelumnya?”
Ichigo mengangguk malu-malu
ketika mendengar ucapan Sakura.
Di kamar Sakura, ketika mereka
menonton TV bersama – Ia ingat Sakura bergumam pada dirinya sendiri ketika
melihat pemandangan pantai yang muncul di layar.
Ichigo lalu berusaha keras
mencari informasi pantai terdekat yang dapat Ia datangi dengan biaya perjalanan
sehemat mungkin. Akibatnya, mereka harus melakukan perjalanan melintasi
prefektur–
“Terima kasih banyak, Ichi.”
Sakura tersenyum dan berkata sambil memegang topi jeraminya, menjaganya supaya
tidak tertiup oleh angin laut.
Hanya bisa melihat wajah senyumnya
saja sudah membuat semua kerja keras Ichigo sepadan. Sebaliknya, ingatan akan
semua kesulitannya langsung terhapus dan lenyap begitu saja.
“Aku harusnya membawa baju
renangku. Ah, tapi tidak banyak orang di sekitar sini, jadi aneh juga kalau
cuma kita sendiri yang bermain-main, ‘kan?”
Usai mendengar kata-kata
Sakura, Ichigo jadi teringat saat mereka pergi ke kolam renang di kota. Pada saat
itu, Sakura mengenakan baju renang tipe bikini berwarna putih. Berkat fisiknya
yang bergaya dan proporsional, serta kulitnya yang putih layaknya porselen
terekspos, dia memancarkan aura kepolosan dan kelucuan, serta daya pikat yang
agak merangsang.
Wajar saja dia akan menarik
banyak perhatian, jadi ada bagian dari diri Ichigo yang tidak ingin Sakura
berpakaian terlalu terbuka… Namun pada saat yang sama, Ia tidak dapat
menyangkal bahwa Ia telah mengembangkan keinginan untuk menjadi satu-satunya
yang melihatnya jika diizinkan. Suatu keegoisan yang tidak dapat dijelaskan
dari seorang remaja laki-laki.
“Are-are? Sepertinya aku tidak memenuhi harapanmu ya, Ichi.”
Rupanya, niat Ichigo jelas
baginya, karena Ia tetap diam. Melihat reaksinya yang seperti itu, Sakura
berkata sambil tersenyum.
“Ti-Tidak kok—”
Ichigo buru-buru mencoba
menyangkalnya. Tapi kemudian …
“Soryaa!”
Pada deburan ombak. Sakura,
yang sedang berjalan tanpa alas kaki di pantai, tiba-tiba mengambil air laut
dan menyipratkannya ke arah Ichigo. Seolah-olah dia berusaha menyembunyikan
rasa malunya.
“Wooaaah!”
Ichigo dengan cepat memalingkan
wajahnya karena mendapat serangan mendadak cipratan air.
“Hahaha, kamu tidak perlu
menahan diri, Ichi. Lagipula itu akan segera mengering. ” Sembari mengatakan
itu, Sakura berlarian di sepanjang tepi ombak dan bermain-main air, wajahnya terlihat
bahagia dan tersenyum layaknya gadis kecil yang belum cukup umur untuk bermain.
Penampilannya bak bidadari yang
sedang asyik bermain air.
Itulah kenangan Ichigo saat
dirinya masih kelas 1 SMP, sedangkan Sakura duduk di bangku kelas 3 SMP.
Tahun depan, Sakura akan lulus
dari sekolah SMP dan akan memasuki sekolah yang berbeda dari sekolah tempat
Ichigo berada – Sekolah SMA di tempat lain. Jadi sekarang, Ichigo berada di
tengah waktu yang terbatas ketika Ia bisa berbagi banyak pengalaman dengannya.
Ia ingin bersama Sakura selama mungkin, meski hanya semenit atau bahkan sedetik,
untuk merasakan kehadiran Sakura di dekatnya. Ichigo ingin tahu sebanyak mungkin
tentang gadis yang dicintainya.
“Apa kamu punya impian untuk
masa depan, Sakura?”
Di kejauhan, Ia menatap
samar-samar ke kapal yang bergerak tanpa suara di antara langit dan laut.
Ichigo menanyakan pertanyaan
itu pada Sakura saat duduk di pasir pantai.
“Hmm… Untuk saat ini, masih
belum ada.” Sakura menjawab saat dia melihat ombak lembut yang bergulung-gulung
di pantai dengan tatapan tenang.
Keluarga Sakura menjalankan
bisnis mereka sendiri.
Dia adalah putri tunggal mereka.
Apa yang akan dia lakukan di
masa depan?
Apa dia akan mengambil alih
bisnis keluarga?
Sakura
mempunyai otak yang cerdas.
Jadi, mungkin itulah yang akan
terjadi.
Atau mungkin… Seseorang akan
menikahinya dan menjadi suaminya … Kemudian, suaminya akan mengambil alih
bisnis keluarga dan menjalankannya bersama Sakura …
“Apa Ichi sendiri punya mimpi?”
Kemudian, saat Sakura bertanya
padanya, Ichigo menggelengkan kepalanya kuat-kuat, seolah ingin menghilangkan
delusi yang selama ini Ia bayangkan di otaknya. Ia melakukan yang terbaik untuk
menutupi kata-kata dan adegan yang baru saja muncul di kepalanya supaya jangan
keceplosan.
“Aku juga, masih belum ada
untuk saat ini…”
“… Jadi begitu ya. Yah, kurasa
itu wajar saja. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, ‘kan?”
Ichigo ikut tersenyum pada
Sakura, yang tersenyum padanya.
Mereka berdua saling tersenyum.
“Tapi saat aku sudah masuk SMA,
aku ingin mendapatkan pekerjaan paruh waktu.”
Setelah itu, Sakura mengatakannya
sambil menyipitkan mata, mungkin karena sinar matahari yang terpantul di
permukaan air terlalu silau.
“Aku ingin melakukan pekerjaan
yang berbeda, mempelajari ha yang tidak aku ketahui, dan mendapatkan banyak
pengalaman.”
“Aku juga, aku ingin melakukan
sesuatu ketika aku diizinkan bekerja.”
Ichigo ingin bekerja dan
mendapatkan kemampuan secara finansial daripada saat ini. Ia ingin menghabiskan
waktu sebanyak mungkin bersama Sakura dan membuatnya bahagia, meski hanya
sesaat.
Dan demi alasan itu——
……
……
Terlalu
mempesona dan terlalu berharga – pikir Ichigo saat Ia kehilangan
ingatannya tentang dia. Ichigo mengira kalau dirinya takkan pernah mengingat
kenangan seperti itu lagi. Tidak, Ia bahkan sudah mengubur dalam-dalam kenangannya.
Ichigo tidak ingin
mengingatnya, karena ingatan yang samar dan bercahaya ini telah menjadi sangat
menyakitkan, karena dirinya telah mengalami masa depan yang akan datang.
※※※※※
—
Waktu kembali ke masa sekarang.
“Selamat datang! Jika ada yang
tidak Anda pahami, kami siap membantu!”
Sebuah pusat perbelanjaan besar
yang terletak di pinggiran daerah perkotaan. Salah satu perusahaan yang
beroperasi di sana adalah department store besar dengan area perbelanjaan yang
sangat luas. Toko yang digadang-gadang sebagai toko berperingkat S merupakan
salah satu dari toko ritel yang berskala nasional.
Di toko seperti itu, gadis itu,
Hoshigami Luna, melakukan yang terbaik sebagai pekerja paruh waktu hari ini.
Dia berdiri di tempat yang disebut konter layanan, yang didirikan di belakang
mesin kasir utama.
Biasanya, dia bersekolah di
sekolah untuk para Ojou-sama, tapi sekarang, dia mengenakan seragam khusus
pekerja paruh waktu, yaitu kemeja dan celana jeans, dengan rambut hitam
mengkilapnya dikuncir ke belakang agar sesuai dengan suasana tempat kerjanya.
Penampilannya terlihat sangat
ceria dan imut. Senyum hangat nan menawan di wajahnya memiliki kekuatan
destruktif yang membuat semua orang tak bisa berpaling darinya.
Dia benar-benar gadis toko…
Atau bisa dibilang itu adalah bunga yang mekar di tengah toko. Luna memiliki
kehadiran yang begitu kuat. Tentu saja, itu bukan hanya tentang wajah cantiknya.
Konter layanan, tempat dia
ditempatkan, memainkan peran sebagai pramutamu di toko. Tugasnya adalah memandu
pelanggan di area penjualan, menangani pengiriman, memesan item yang kehabisan
stok, dan menerima berbagai jenis permintaan khusus, termasuk kartu nama,
segel, papan nama, dan banyak lagi… Itu adalah pekerjaan yang paling
membutuhkan orang yang ramah, cerdas, dan cekatan.
Namun, Luna yang baru saja
dipekerjakan untuk sebagai pekerja paruh waktu, sudah mempelajari berbagai
tugas dan telah menjadi anggota tak terpisahkan dari konter layanan utama.
“Dia sangat hebat, bukan?"
Dua orang dewasa sedang
mengawasi pekerjaan Luna dari kejauhan.
“Karyawan dan pelanggan lain
sangat terkesan. Meski dia hanya seorang gadis yang baru duduk di kelas satu,
para siswa SMA Himesuhara benar-benar memiliki rasa kesopanan dan pendidikan.”
Orang yang berbicara dengan
kekaguman yang begitu tulus adalah seorang wanita berkacamata dan tampang yang
tampak pintar. Asisten manajer toko, Wakana.
“……”
Di sisi lain, pria yang dia ajak
bicara, tetap diam saat menatap sosok Luna.
“…Pak manajer?”
“…Oh, ya, kamu benar. Kita bisa
mengandalkannya.”
Ketika Wakana memiringkan
kepalanya dan bertanya lagi, Ia buru-buru menjawab.
Rambutnya hitam dan dipotong
dengan panjang yang sesuai, jadi meskipun Ia tidak menatanya, penampilannya takkan
memberikan kesan kumal. Untuk baju, Ia mengenakan setelan kemeja tanpa dasi,
dan celana panjang serta sepatu kantor
standar. Ia berpakaian dengan cara yang memberi nuansa bersih dan rapi. Wajahnya
yang meski terlihat masih muda, tapi juga memiliki aura kedewasaan. Ia adalah
manajer toko ini – Ichigo Kugiyama yang berusia 28 tahun.
“Sungguh… Kita bisa
mengandalkannya.”
Sorot mata Ichigo saat
menggumamkan ini agak bertanya-tanya dan cemas.
Dia tidak memiliki keluhan
tentang kinerja Luna. Bahkan, dia bisa memberinya nilai tinggi untuk etos
kerjanya tanpa masalah.
Jadi, mengapa Ichigo begitu
gelisah?
Alasan dari kegelisahannya
terletak di tempat lain.
※※※※※
–Maaf,
Ichi… Tapi aku tidak bisa menyerah.
“……”
… Ichigo mengingat kembali
kejadian di belakang toko tempo hari.
Tempat terpencil di sebuah toko
yang pada saat itu masih beroperasi.
Luna datang berlari ke arahnya
dan mengecup bibirnya – Dia ingat hari mereka berciuman.
Hanya tindakan itu saja sudah membuat
proses berpikir Ichigo memanas dan Ia hampir kehilangan kesadaran.
Alasan mengapa Ichigo tidak
bisa tenang tentang Luna yang bekerja di toko ini adalah karena Ia tidak tahu
kapan Luna akan membuat pendekatan yang kuat padanya. Seolah-olah dirinya
selalu membawa bom kemana-mana, dan tidak tahu kapan bom itu akan meledak.
[Yah, Kugiyama-kun. Terima
kasih atas data statistik yang aku minta tempo hari. Itu sangat membantu.]
“Tidak, saya ikut merasa senang
kalau saya bisa membantu.”
Bahkan setelah beberapa hari
ini, Ichigo berhasil menyelesaikan pekerjaannya.
(...Aku
bertanya-tanya apakah aku harus menilai diriku sebagai worcaholic yang sangat
baik pada kenyataan bahwa aku masih berhasil menyelesaikan pekerjaanku meskipun
ada masalah serius, atau mungkin aku harus merasa jijik ...?)
Bagaimanapun juga, setelah
menyelesaikan pertemuan online dengan manajer regional, Ichigo meninggalkan
kantor untuk istirahat dan menuju ruang istirahat. Ia habis menggunakan
otaknya, jadi Ia perlu mengisi ulang dengan gula.
(...Aku
akan memesan secangkir café au lait.)
Saat memikirkan ini, Ichigo
membuka pintu ke ruang istirahat.
Lalu d sana, dia melihat
seseorang.
Dari semua orang yang ada,
orang tersebut adalah Luna.
Jadi, mau tak mau Ia merasakan kalau
jantungnya hampir copot.
“Ah, pak manajer, terima kasih
atas kerja keras anda.”
“Ah, ya.”
Ichigo mencoba untuk tetap
tenang dan membalasnya, tapi kemudian Ia tersadar. Sekarang sudah memasuki
waktu malam, dan lantai penjualan mulai sepi. Saat ini adalah waktu di mana
beberapa karyawan yang datang untuk bekerja di pagi hari sudah pulang, dan
hanya ada beberapa pembeli dan pelanggan yang tersisa. Dan saat ini, tidak ada
orang lain di ruang istirahat. Kebetulan hanya ada mereka berdua.
(…Tidak
baik…)
Pikiran Ichigo mengingat Luna
dengan senyum iblis di wajahnya, yang telah dia lihat berkali-kali sebelumnya.
Dia akan mengambil keuntungan
dari fakta bahwa tidak ada tanda-tanda ada orang di sekitar untuk
mengacaukannya lagi …
“Pak manajer.”
Dan dia memulai pendekatannya.
Rupanya, Ichigo telah tenggelam
dalam dunianya sendiri selama beberapa lusin detik. Hal berikutnya yang dia
tahu, Luna sudah berada tepat di sebelahnya.
“Ya?”
Luna menawarkan secangkir kopi
di tangannya. Di dalamnya terdapat cairan cokelat pucat berkilauan dengan uap.
Baunya sangat harum, seperti cafe au lait.
Rupanya, dia baru saja menyeduhnya di mesin kopi.
“Anda sedang istirahat, ‘kan? Ini silahkan.”
“Terima kasih banyak…”
“Yah, karena waktu istirahat saya hampir habis, jadi saya permisi dulu.”
“Ah, ya.”
Setelah itu, Luna berjalan
keluar dari ruang istirahat dengan normal.
Ichigo terkejut saat melihat
sosoknya yang sudah menjauh.
“…Hah?”