SS 3
“... Kenapa kamu terlihat lesu
begitu?”
Amane terlihat tak bernyawa
saat merosot ke sofa, dan Mahiru bertanya dengan bingung.
“Aku penasaran denhan latihan
harian Kadowaki, jadi aku mencoba melakukan hal yang sama.”
Oh,
begitu rupanya ... Mahiru bergumam begitu dalam menanggapi
kata-katanya yang lelah, dan duduk di kursi kosong yang ada di sebelahnya.
“Kurasa metode pelatihan klub
lari mungkin terlalu berlebihan untukku sekarang ... Aku hampir tertidur di bak
mandi.”
“Itu benar-benar berbahaya. Kamu
harus hati-hati.”
Amane mengerang pada celaan
Mahiru, dan menyandarkan seluruh tubuhnya ke sofa.
Ia hanya melakukan pelatihan yang
biasa Yuuta lakukan, dan berakhir dalam keadaan kelelahan seperti ini. Fisiknya
terasa lesu, dan nyeri otot menyiksanya ke titik di mana Ia merasa tubuhnya
bukan lagi miliknya.
Mahiru menunjukkan senyum masam
saat menatap Amane yang lelah, Bekerja
keras sih boleh-boleh saja, tetapi kamu harus melakukannya secara berurutan dan
beradaptasi perlahan, ujarnya saat membelai kepala Amane.
Biasanya, Amane lah yang
mengelus kepala Mahiru, tapi kali ini, peran itu terbalik, yang membuatnya
sangat bertentangan. Kekuatan dan cara di mana dia melakukannya merasa sangat
nyaman, jadi Amane membiarkannya melakukan apapun sesukanya.
Ia kehilangan kekuatan untuk
melawan, mungkin karena badannya terlalu lelah. Mengingat bahwa itu adalah
orang yang Ia sukai, dirinya lebih merasa gelisah daripada tidak senang.
Amane mulai merasa mengantuk di
dalm belaian Mahiru, dan sembarangan bersandar pada bahunya. Ia merasa itu
mungkin perilaku buruk untuk melakukannya, tetapi Mahiru hanya tersenyum.
Napasnya merasa geli bagi Amane.
“Kamu benar-benar lelah. Yoshi, yoshi, Kamu bebas bersikap manja
semaumu.”
“... Jangan merusakku seperti
ini. Dan jangan mencoba menarik perhatianku.”
“Aku hanya merawatmu, lo? Dan
kamu sendiri yang memulainya kali ini, Amane-kun.”
Amane tidak bisa membantahnya,
dan berusaha berjuang. Mahiru tersenyum ketika dia membuatnya bersandar
padanya.
“Kamu boleh bersikap manja, kok?
Aku bisa memberimu pangkuanku.”
“Berhenti memanjakanku ...”
“Tapi kamu sudah menjadi cowok
tak berguna, ‘kan?”
“Diam ... Aku sedang bekerja
keras, oke?”
“Ya, kamu bekerja keras,
Amane-kun. Banyak yang telah terjadi selama setengah tahun terakhir. Kamu sudah
berusaha keras dengan baik dalam pelajaran dan olahraga, aku merasa itu adalah
suatu keharusan untuk beristirahat sedikit.”
“... Bagaimana aku bisa
beristirahat dengan baik di bantal pangkuan?”
“Kamu masih berani bilang
begitu padahal sampai tidur dengan nyenyak di pangkuanku?”
“... I-Itu karena ... Aku
sedang kelelahan.”
Mahiru tidak punya niatan untuk
melepaskan Amane, karena dia terkekeh dan menjawab,
“Kamu bisa 'beristirahat' hari ini. Tidak ada
salahnya, bukan?”
Senyum itu tampak begitu
malu-malu di matanya, namun sedikit marah, jadi Amane mengerutkan bibirnya, dan
menekan Mahiru.
Dia tampaknya tidak kesulitan
bahkan dengan berat badannya, dan suaranya menunjukkan kegembiraan dan
kesenangan.
“Oh, akhirnya kamu menyerah
untuk terus menolak?”
“…Terserah apa katamu.”
“Kurasa begitu."
Mahiru membiarkan Amane bersandar
padanya ketika dia dengan lembut membelai kepalanya dengan satu tangan, tangan
lainnya menggenggam tangan Amane. Ia mengubur wajahnya ke pundak Mahiru, ingin
menyembunyikan rasa malunya.
Setelah itu, Wajahmu benar-benar merah, Mahiru
bergumam di telinganya ketika dia terus mengelusnya, dan wajah serta telinganya
yang merah semua terlihat jelas oleh Mahiru. Amane hanya bisa menggertakan
giginya dan menanggungnya.
Sebelumnya ||
Daftar isi || Selanjutnya