Chapter 06 — 21 Oktober (Rabu) Ayase Saki
Aku tinggal di kamarku dan
menyiapkan semuanya untuk pelajaran besok setelah pulang dari pesta ulang tahun
Maaya. Aku memakai headphone, mendengarkan beberapa lagu dan musik yang
menyenangkan. Tatapanku mungkin melihat ke bawah pada buku teks, tapi aku tidak
dapat konsentrasi selama beberapa menit terakhir, hanya melamuni sesuatu. Aku
cuma membaca beberapa kalimat, tapi segera melupakan apa yang aku baca sesaat
kemudian. Aku akan kesulitan untuk menyebut ini sebagai sesi belajar.
Yah, karena ini pelajaran sejarah
Jepang, jadi secara teknis aku tidak perlu mempelajari semua pertanyaan sebelum
pelajaran yang sebenarnya tiba ... hentikan itu, Saki. Kamu tidak boleh membuat
alasan seperti itu. Konsentrasiku benar-benar hilang, jadi aku mengangkat
kepala. Jam digital di sebelahku menunjukkan angka 23:33. Ah, pencocokan angka
... ya, kupikir aku takkan bisa melanjutkan belajar lagi hari ini. Itu hanya akan
menimbulkan efek sebaliknya. Jadi sebaiknya aku mending pergi mandi saja.
Aku berhenti belajar dan menuju
ke kamar mandi. Aku meminum segelas air sehingga aku tidak perlu khawatir
tentang dehidrasi dan berendam ke dalam air panas. Ketika aku merentangkan
lengan dan kakiku, aku bisa merasakan semua kelelahan perlahan meleleh dari
tubuhku. Aku menghela nafas untuk kesekian kalinya dan mulai menggerutu pada
diriku sendiri.
“Dasar si Maaya itu...”
Saat kami berkumpul dengan
Asamura-kun di depan apartemennya, dia membisikkan beberapa kata di samping
telingaku. Setiap kali aku mengingatnya, pipiku mulai terasa seperti terbakar.
“Kalau
kamu mau, aku tidak keberatan buat meninggalkan dua sejoli untuk bisa berduaan,
lo~?”
Aku cuma berharap Asamura-kun
tidak mendengar semua itu. Pesta ulang tahun macam apa jika orang yang
dirayakan malah menghilang di tengah jalan? Ya ampun. Aku penasaran seberapa
banyak dia benar-benar tahu atau menebak. Apa dia tahu tentang hubunganku
dengan Asamura-kun? Maksudku, kami adalah saudara tiri. Jadi itu harusnya
menjadi pujian jika seseorang melihat hubungan kami terlihat rukun, dan dia
bisa terus menggodaku tentang hal itu sebanyak yang dia inginkan. Dia sama
dekatnya dengan adik-adiknya, kan?
Ini juga sama. Itu adalah
bagian dari kontak fisik yang sangat normal. Jika Asamura-kun seumuran dengan
adik Maaya, aku bisa berinteraksi dengannya dengan cara yang sama. Aku ingin
tahu seperti apa dirinya saat kecil dulu? Aku yakin kalau Ia akan terlihat
sangat menggemaskan. Aku akan mencubit pipinya dan menariknya setiap kali
berbuat jahil ... pipi siapa? Asamura-kun— tunggu, aku tersesat dalam
khayalanku lagi.
Aku menggelengkan kepalaku
untuk menyingkirkan pikiran busukku. Apa sih yang aku pikirkan? Topik
berikutnya, topik berikutnya. Ulang tahunnya pada bulan Desember. Yah, begitu juga
milikku, tapi Ia lebih duluan. Oh, ya ... aku perlu memberikan hadiah ulang
tahun untuknya. Tapi pengatur waktuku berdering sebelum aku bisa memikirkan apa
pun. Aku biasanya mandi selama 20 menit, keluar tepat sebelum aku mulai
berkeringat. Semakin lama aku tinggal, semakin banyak air mandi bisa
mendehidrasi kulitku.
Perawatan kulit setelah
mengeringkan diriku sama pentingnya. Jika aku membiarkannya begitu saja setelah
mandi, itu akan mengering. Aku selesai berganti, meraih semua cucian kotorku
untuk meletakkannya di kamarku (karena
aku tidak bisa menyimpannya di keranjang cucian untuk dilihat semua orang),
meletakkan jaket tipis di atas baju tidurku, dan pergi ke ruang tamu. Aku
membuka kulkas untuk mengambil secangkir teh barley dingin dan menengguknya.
Sesaat kemudian, aku mendengar
suara pintu terbuka. Ternyata ibu baru saja pulang kerja.
“Oh, Ibu pulang lebih cepat.
Tumben banget.”
Karena dia bekerja sebagai
bartender, dia biasanya baru pulang setelah larut malam atau di pagi hari.
Dilihat dari jadwal biasanya, dia pulang lebih cepat hari ini.
“Ya, yah ...”
“Apa Ibu sedang tidak enak
badan?”
“Hehe, aku baik -baik saja. Aku
tidak sakit dan tidak pilek juga, ini cuma kejadian biasa. Lumayan deras buat hari ini,” katanya dan duduk di kursi di
ruang tamu.
“Ahhh.” Aku langsung menduga
apa yang dia maksud dan mengangguk. “Pasti dingin, ‘kan? Apa Ibu mau teh
hangat?”
“Ya, itu akan luar biasa.”
Aku menyalakan ketel elektronik
dan duduk di seberangnya.
“Jadi Ibu akhirnya beristirahat
saat membutuhkannya?”
Hingga saat ini, dia terus
bekerja tidak peduli seberapa lelah atau sakit badannya. Tapi belakangan ini,
dia selalu pulang lebih awal setiap kali dia merasa tidak enak badan. 'Hingga saat ini ', tentu saja, merujuk
sebelum dia menikah lagi.
“Dengan Taichi-san, aku bisa
mendapatkan sisanya yang aku butuhkan.” tuturnya sambil melirik ke kamar tidur.
“Berkat beliau?”
“Ya. Dan aku juga punya kamu,
dan kamu bisa menjaga dirimu sendiri,” katanya sambil tersenyum.
Kurangnya pengalaman dan
ketidakmampuanku untuk mendukungnya dengan benar telah menyebabkan kesehatannya
memburuk. Jika aku memikirkannya seperti itu, aku merasa ingin meminta maaf
padanya. Tapi walau begitu, hal itu tidak perlu lagi. Sekarang dia punya
pilihan untuk beristirahat. Dia memiliki keyakinan pada keluarganya bahwa
seseorang dapat mendukungnya bahkan jika dia pingsan. Lagipula, memiliki
seseorang untuk bisa diandalkan benar-benar memberimu kekuatan mental.
Ketel listrik berbunyi seakan
ingin memberi tahuku bahwa air mendidih, jadi aku menuangkan air panas ke dalam
cangkir dengan beberapa teh hitam bebas kafein dan meletakkannya di depan ibu.
“Bukan hanya beliau. Ibu selalu
dapat mengandalkanku jika ada sesuatu yang terjadi.”
“Terima kasih, Saki.”
Aku menggelengkan kepalaku.
Masih tidak ada yang bisa aku lakukan untuknya. Aku tidak bisa melakukan apa
yang bisa dilakukan Ayah tiri untuknya ...
“Apa Ibu mau makan malam?”
“Aku sudah makan sesuatu sebelum pulang,
jadi aku baik -baik saja.” Dia tersenyum dan menyalakan TV.
Aku mendengar suara acak, mungkin dari acara variety show. Sedikit setelah itu, aku melihat ke atas, dan lampu oranye berkelap-kelip di mana-mana di toko-toko yang ditunjukkan dalam layar TV, dan ada semacam wartawan yang berjalan-jalan. Tampaknya menjadi laporan khusus tentang Halloween.
“Oh ya, tentang Halloween ...”
“Ya?”
Menonton TV sepertinya telah
membangitkan sesuatu dalam ingatan Ibu, dan dia berbicara.
“Awalnya, Taichi-san dan aku
berencana pergi ke suatu tempat dan makan malam bersama. Lagian secara teknis,
itu adalah festival.”
Cuma buat orang-orang Barat.
Namun, dengan berlangsungnya Halloween, Ibu memberitahu kalau dia mungkin takkan
pulang sampai pagi karena dia akan sibuk bekerja.
“Memangnya Halloween suatu
acara yang penting?”
Aku cuma menganggapnya sebagai
kesempatan bagi semua pecinta kostum untuk keluar setidaknya setahun sekali.
“Taichi-san ingin kita
merayakannya bersama. Tapi karena bulan Desember sebentar lagi tiba, aku bilang
kalau kita lebih baik merayakannya di bulan itu. Kami berencana mengambil cuti
untuk Natal, sehingga kita dapat merayakannya dan ulang tahunmu bersama. ”
“Oke aku mengerti.” Aku
mengangguk dalam pengertian.
“Apa ada sesuatu yang lucu?”
“Tidak ada sama sekali.”
Jadi kami akan bersama di hari
Natal. Pemikiran itu sendiri membuatku tersenyum. Aku tidak bisa menyangkalnya.
Tapi bukan hanya itu. Akhirnya, mulai tahun ini, kami dapat merayakannya
sebagai keluarga yang sebenarnya.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya