Chapter Ekstra — Hari Oden Ayase-san
Bila berasumsi bahwa musim
dingin yang membekukan membuat tubuhmu menggigil dan mengecil, lalu pada suhu
berapa hal itu bisa membuat manusia mati membeku? Jika kamu menanyakan hal
itu padaku, aku akan menjawabnya dengan “Ketika
angin musim dingin bertiup ke badanmu dan kamu hampir tidak dilindungi oleh
pakaian tipis.” Adapun mengapa aku mendadak mengunkit hal itu ini sekarang,
karena aku mencoba untuk menekankan fakta bahwa aku mati kedinginan di sini.
Ayase-san dan aku baru saja
melewati persimpangan Shibuya dalam perjalanan pulang dari berbelanja, di mana
angin dingin membuat tubuhku menggigil. Begitu pula dengan tanganku yang
memegang kantong plastik yang aku bawa. Demi mengalihkan perhatianku dari hawa
dingin yang menggigil ini, aku mengomentari frasa “angin musim dingin yang dingin.” Dalam bahasa Jepang, ada definisi
khusus untuk istilah tersebut. Kata tersebut mengacu pada angin utara yang
bertiup di wilayah Kanto selama periode tekanan udara tinggi ke barat dan tekanan
rendah ke timur. Ini juga disebut sebagai “pola
tekanan musim dingin.” Angin utara ini biasanya bertiup dengan kecepatan
delapan meter per detik.
“Aku tidak pernah tahu itu.”
Ayase-san berkomentar kagum setelah aku menyelesaikan penjelasanku.
Lagi pula, ini juga hanya
meminjam pengetahuan yang aku cari secara online, jadi aku merasa malu ketika
dia bereaksi seperti itu.
“Sebagian besar istilah
berbasis cuaca yang digunakan oleh Badan Meteorologi memiliki definisi khususnya
sendiri. Seperti badai pertama musim semi.”
“Oh, benar.” Ayase-san
mengangguk.
“Lagi pula, aku tidak berani
bersumpah kalau ini merupakan salah satu jenis angin musim dingin yang spesifik,
tapi belakangan ini suhunya benar-benar menjadi sangat dingin,” kataku.
“Lagipula, ini sudah masuk
bulan November.”
“Cuaca semacam ini membuatku
ingin makan oden panas mengepul dari minimarket.”
Pada dasarnya, aku mencoba
mengisyaratkan bahwa kita harus membelinya. Karena kami telah meluangkan waktu
selama perjalanan belanja, aku juga lebih suka membuat makan malam tetap
sederhana. Namun, jawaban yang kudapat dari Ayase-san bukanlah jawaban yang
kuharapkan.
“Oden panas mengepul…dari
minimarket?”
“Hah?”
Aku tidak menyangka kalau dia
begitu kebingungan dengan saranku, dan aku merasa terkejut sehingga aku hanya
menatap wajahnya.
“Kamu tahu, makanan yang dipanaskan
di microwave?”
Namun, Ayase-san tampaknya
masih terlihat bingung. “Apa mereka membuat makanan semacam itu? Aku rasa aku
tidak pernah memperhatikannya. Lagi pula, aku tidak pernah mempertimbangkan untuk
membeli oden dari minimarket.”
“Kalau begitu, dari mana kalau
kamu mau membelinya?”
“Dari supermarket? Seperti, membeli
lobak, konjak, rumput laut, telur… dan segala bahan yang masuk ke dalam oden.
Mereka semua ada di supermarket, kan?”
“Jadi kamu membuat odenmu
sendiri? Tidak membeli yang sudah jadi dan menghangatkannya?”
“Tentu saja. Membelinya yang
sudah jadi itu mahal. Meski aku tahu kalau terkadang orang tidak punya cukup
waktu untuk membuatnya sendiri.”
“Jadi kamu selalu membuatnya sendiri
dari awal, ya…”
“Ya? Ini bukan perkara sulit,
kok. Kamu tinggal merebus bahan-bahannya.”
“Tinggal merebus bahannya saja, ya?”
Aku harus meragukan ungkapan
itu. Untuk orang sepertiku yang hidup dari kotak makan siang minmarket jika
bukan karena masakan Ayase-san atau Akiko-san, orang yang benar-benar bisa
merebus makanan untuk membuat sesuatu yang bisa dimakan tampak seperti dewa.
Diberitahu kalau kamu tinggal melakukan ini kepada seseorang yang bahkan
tidak bisa berhasil ketika mereka mencoba dasar-dasar absolut merupakan hal
yang mustahil.
“Jadi, kamu memotong lobak, dan
kemudian merebusnya.” Kataku dengan wajah pucat.
“Ya. Kemudian kamu perlu buang
daunnya, kupas kulitnya, dan pastikan rasanya kuat dan beraroma. Paling baik
dilakukan dengan mencetaknya atau melubanginya dengan sumpit. Memotong bagian
tepinya juga tidak ada salahnya.”
“Memotong apa tadi?”
“Pada dasarnya, kamu
menghilangkan bagian tepi dari sayuran untuk memastikan mereka tidak hancur
selama proses perebusan.”
Dia mencoba menjelaskannya
dengan membuat gerakan tangan seperti sedang memotong sayuran, tapi itu tetap
terdengar seperti sihir bagiku. Sangat jelas sekali bahwa Ayase-san tidak
menganggap waktu yang dihabiskan untuk merawat bahan-bahannya sebagai waktu
memasak yang sebenarnya. Hal yang sama mungkin berlaku untuk membuat kaldu sup.
“Waktu memasak, katamu…
maksudku, cuma itu saja yang ada di sana, kan?”
“Orang-orang bahkan menganggap
hal-hal seperti itu menjengkelkan dan melelahkan, itulah sebabnya oden panas mengepul
dari minimarket itu ada.”
Aku adalah contoh utama dari
target penjualan mereka.
“Kamu pikir begitu?” Ayase-san
masih tampak bingung.
“Tapi kurasa, membuatnya sendiri
juga kedengarannya menyenangkan. Aku ingin mencobanya kapan-kapan.”
Aku akhirnya mengerti bahwa
memiliki seseorang untuk memasak selalu merupakan dorongan besar untuk
motivasi, dan itu juga menyenangkan. Dengan bantuan Ayase-san, aku mungkin bisa
menjadi lebih baik dalam perihal memasak juga.
“Kalau begitu, haruskah kita
membuat oden malam ini?”
“Tentu. Tapi untuk mendapatkan
bahan-bahannya, kita harus mampir ke supermarket lagi.”
“Kita bisa mendapatkan oden
dari minimarket.”
“Apa? Maksudku, aku merasa
senang, tapi… kamu yakin?”
“Aku belum pernah mencoba oden
minimarket, jadi tidak ada salahnya untuk mencoba. Walaupun kamu harus
mengajariku caranya.”
“Tentu. Serahkan saja padaku.”
Angin sepoi-sepoi yang dingin bertiup
melewati kami, membuat tubuhku menggigil. Rasanya masih sedingin sebelumnya,
tapi aku merasa bersyukur atas angin musim dingin ini sekarang.