Gimai Seikatsu Vol.5 Chapter Ekstra

Chapter Ekstra — Hari Oden Ayase-san

 

Bila berasumsi bahwa musim dingin yang membekukan membuat tubuhmu menggigil dan mengecil, lalu pada suhu berapa hal itu bisa membuat manusia mati membeku? Jika kamu menanyakan hal itu padaku, aku akan menjawabnya dengan “Ketika angin musim dingin bertiup ke badanmu dan kamu hampir tidak dilindungi oleh pakaian tipis.” Adapun mengapa aku mendadak mengunkit hal itu ini sekarang, karena aku mencoba untuk menekankan fakta bahwa aku mati kedinginan di sini.

Ayase-san dan aku baru saja melewati persimpangan Shibuya dalam perjalanan pulang dari berbelanja, di mana angin dingin membuat tubuhku menggigil. Begitu pula dengan tanganku yang memegang kantong plastik yang aku bawa. Demi mengalihkan perhatianku dari hawa dingin yang menggigil ini, aku mengomentari frasa “angin musim dingin yang dingin.” Dalam bahasa Jepang, ada definisi khusus untuk istilah tersebut. Kata tersebut mengacu pada angin utara yang bertiup di wilayah Kanto selama periode tekanan udara tinggi ke barat dan tekanan rendah ke timur. Ini juga disebut sebagai “pola tekanan musim dingin.” Angin utara ini biasanya bertiup dengan kecepatan delapan meter per detik.

“Aku tidak pernah tahu itu.” Ayase-san berkomentar kagum setelah aku menyelesaikan penjelasanku.

Lagi pula, ini juga hanya meminjam pengetahuan yang aku cari secara online, jadi aku merasa malu ketika dia bereaksi seperti itu.

“Sebagian besar istilah berbasis cuaca yang digunakan oleh Badan Meteorologi memiliki definisi khususnya sendiri. Seperti badai pertama musim semi.”

“Oh, benar.” Ayase-san mengangguk.

“Lagi pula, aku tidak berani bersumpah kalau ini merupakan salah satu jenis angin musim dingin yang spesifik, tapi belakangan ini suhunya benar-benar menjadi sangat dingin,” kataku.

“Lagipula, ini sudah masuk bulan November.”

“Cuaca semacam ini membuatku ingin makan oden panas mengepul dari minimarket.”

Pada dasarnya, aku mencoba mengisyaratkan bahwa kita harus membelinya. Karena kami telah meluangkan waktu selama perjalanan belanja, aku juga lebih suka membuat makan malam tetap sederhana. Namun, jawaban yang kudapat dari Ayase-san bukanlah jawaban yang kuharapkan.

“Oden panas mengepul…dari minimarket?”

“Hah?”

Aku tidak menyangka kalau dia begitu kebingungan dengan saranku, dan aku merasa terkejut sehingga aku hanya menatap wajahnya.

“Kamu tahu, makanan yang dipanaskan di microwave?”

Namun, Ayase-san tampaknya masih terlihat bingung. “Apa mereka membuat makanan semacam itu? Aku rasa aku tidak pernah memperhatikannya. Lagi pula, aku tidak pernah mempertimbangkan untuk membeli oden dari minimarket.”

“Kalau begitu, dari mana kalau kamu mau membelinya?”

“Dari supermarket? Seperti, membeli lobak, konjak, rumput laut, telur… dan segala bahan yang masuk ke dalam oden. Mereka semua ada di supermarket, kan?”

“Jadi kamu membuat odenmu sendiri? Tidak membeli yang sudah jadi dan menghangatkannya?”

“Tentu saja. Membelinya yang sudah jadi itu mahal. Meski aku tahu kalau terkadang orang tidak punya cukup waktu untuk membuatnya sendiri.”

“Jadi kamu selalu membuatnya sendiri dari awal, ya…”

“Ya? Ini bukan perkara sulit, kok. Kamu tinggal merebus bahan-bahannya.”

Tinggal merebus bahannya saja, ya?”

Aku harus meragukan ungkapan itu. Untuk orang sepertiku yang hidup dari kotak makan siang minmarket jika bukan karena masakan Ayase-san atau Akiko-san, orang yang benar-benar bisa merebus makanan untuk membuat sesuatu yang bisa dimakan tampak seperti dewa. Diberitahu kalau kamu tinggal  melakukan ini kepada seseorang yang bahkan tidak bisa berhasil ketika mereka mencoba dasar-dasar absolut merupakan hal yang mustahil.

“Jadi, kamu memotong lobak, dan kemudian merebusnya.” Kataku dengan wajah pucat.

“Ya. Kemudian kamu perlu buang daunnya, kupas kulitnya, dan pastikan rasanya kuat dan beraroma. Paling baik dilakukan dengan mencetaknya atau melubanginya dengan sumpit. Memotong bagian tepinya juga tidak ada salahnya.”

“Memotong apa tadi?”

“Pada dasarnya, kamu menghilangkan bagian tepi dari sayuran untuk memastikan mereka tidak hancur selama proses perebusan.”

Dia mencoba menjelaskannya dengan membuat gerakan tangan seperti sedang memotong sayuran, tapi itu tetap terdengar seperti sihir bagiku. Sangat jelas sekali bahwa Ayase-san tidak menganggap waktu yang dihabiskan untuk merawat bahan-bahannya sebagai waktu memasak yang sebenarnya. Hal yang sama mungkin berlaku untuk membuat kaldu sup.

“Waktu memasak, katamu… maksudku, cuma itu saja yang ada di sana, kan?”

“Orang-orang bahkan menganggap hal-hal seperti itu menjengkelkan dan melelahkan, itulah sebabnya oden panas mengepul dari minimarket itu ada.”

Aku adalah contoh utama dari target penjualan mereka.

“Kamu pikir begitu?” Ayase-san masih tampak bingung.

“Tapi kurasa, membuatnya sendiri juga kedengarannya menyenangkan. Aku ingin mencobanya kapan-kapan.”

Aku akhirnya mengerti bahwa memiliki seseorang untuk memasak selalu merupakan dorongan besar untuk motivasi, dan itu juga menyenangkan. Dengan bantuan Ayase-san, aku mungkin bisa menjadi lebih baik dalam perihal memasak juga.

“Kalau begitu, haruskah kita membuat oden malam ini?”

“Tentu. Tapi untuk mendapatkan bahan-bahannya, kita harus mampir ke supermarket lagi.”

“Kita bisa mendapatkan oden dari minimarket.”

“Apa? Maksudku, aku merasa senang, tapi… kamu yakin?”

“Aku belum pernah mencoba oden minimarket, jadi tidak ada salahnya untuk mencoba. Walaupun kamu harus mengajariku caranya.”

“Tentu. Serahkan saja padaku.”

Angin sepoi-sepoi yang dingin bertiup melewati kami, membuat tubuhku menggigil. Rasanya masih sedingin sebelumnya, tapi aku merasa bersyukur atas angin musim dingin ini sekarang.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama