Otonari no Tenshi-sama Vol.4 Chapter 12 Bahasa Indonesia

Chapter 12 — Berpura-pura Tidak Melihat dan Tidak Tahu

 

Apa yang menyentuh pipiku tadi?

Setelah itu, Mahiru tidak kembali ke rumah Amane, dan hari berikutnya datang. Amane terbangun dengan perasaan mengantuk berat. Lebih tepatnya, pikirannya dipenuhi dengan tindakan Mahiru dan membuatnya melek sepanjang malam.

Sensasi lembut yang menyentuh pipinya itu terjadi dalam sekejap. Amane bahkan mempertanyakan dirinya sendiri, apa dirinya sedang berhalusinasi atau tidak.

Sensasi yang dirasakan wajahnya memberi Amane tebakan kasar mengenai apa yang sudah Mahiru lakukan, tapi isi kepalanya tidak dapat memahami apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Bahkan jika sekedar di wajah, siapa yang mengira kalau Mahiru akan benar-benar menciumnya?

...Kenapa?

Secara umum, berciuman merupakan perbuatan yang akan dilakukan oleh sepasang kekasih.

Dari sudut pandang ini, tingkah lakunya semalam bisa diartikan sebagai ekspresi cintanya.

Biasanya selalu ada cara untuk mencari alasan. Tapi kali ini berbeda. Meski cuma di pipi, Mahiru sudah menciumnya dengan tulus.

Amane tahu kalau Mahiru menyukai dirinya sampai batas tertentu dan memperlakukannya secara berbeda dari yang lain. Namun, saat perlakuan kasih sayang di tingkat ini ditampilkan di depannya, Amane jauh merasa lebih bingung ketimbang  bahagia.

Apa dia menyukaiku?

Ia bahkan belum menunjukkan sifat baiknya. Yang ada justru Ia cuma menunjukkan sisi payah dan ketidak bergunaannya. Amane tidak tahu apa yang sudah Ia lakukan untuk membuat Mahiru menyukainya.

Lagi pula, bukannya itu cuma khayalan semata saat berpikir kalau Mahiru menyukainya sejak awal? Pikiran-pikiran negatif terus berputar-putar di kepala Amane dan menghalangi kemampuannya untuk berpikir dengan benar.

 

◇◆◆◇

 

Selama jam pelajaran, Amane merasa sangat lelah, tapi Ia mencoba yang terbaik untuk tidak menunjukkannya.

Selama di kelas, Mahiru dan Amane sesekali saling menatap, dan kemudian keduanya membuang muka, wajah mereka berdua sama-sama merah padam.

“Apa kamu bertengkar dengannya?”

Amane terus melirik-lirik ke arah Mahiru dengan gugup dan Itsuki yang peka sepertinya menyadari rasa jarak yang aneh antara Amane dan Mahiru, Ia lalu bertanya padanya saat jam istirahat makan siang.

Chitose dan Mahiru tidak ikut bergabung dengan mereka hari ini, jadi istirahat makan siang kali ini hanya terdiri cowok-cowok saja.

“Apa? Kalian bertengkar, Fujimiya?”

“Tidak. Yah, bukannya bertengkar sih tapi... yah, ada banyak hal yang terjadi...”

Amane merasa enggan untuk mengucapkan kata-kata “Aku mencoba untuk menciumnya dan justru dicium balik.”

Itsuki tidak bisa menyembunyikan tatapan tercengangnya dan menatapnya seolah menyiratkan, “Kamu harus cepat menjelaskannya dari awal sampai akhir,” dan Amane menghindari tatapannya.

“… Pokoknya, ada banyak hal yang terjadi... bagaimana aku mengatakannya, kami berdua sedikit peduli satu sama lain...?”

“Kamu ini…. Mau sampai kapan kamu berhenti jadi pengecut?”

“Cerewet.”

“Yah, karena Fujimiya tipe orang yang berjati-hati, jadi Ia tidak akan berani mengejar tanpa bukti yang meyakinkan.”

“Itulah yang dinamakan pengecut!”

Mereka berdua mungkin tidak tahu apa yang terjadi, tapi mereka yakin Amane menjadi pemalu lagi.

“...Jika aku yakin kalau dia menyukaiku, aku takkan berjuang sekeras ini... Jika aku memiliki lebih banyak maskulinitas, aku akan memiliki kepercayaan diri dan alasan mengapa dia menyukaiku.”

“Izinkan aku mengatakan bahwa Fujimiya punya sisi bagus dalam banyak aspek, hanya saja, kamu itu orangnya minderan.”

“Kadowaki, kamu sendiri orang yang hebat dalam semua aspek, saat mendengar pujian semacam itu darimu entah kenapa kedengarannya seperti ejekan.”

Jika Amane seperti Yuuta, dengan perilaku yang ideal dan tampan dalam penampilan, Ia takkan terlalu sulit untuk menerima kenyataan bahwa Mahiru menyayanginya.

Ia bisa dengan jujur menganggap kasih sayang Mahiru padanya merupakan bentuk dari cinta, dan dirinya bisa mengungkapkan kasih sayang padanya tanpa merasa terbebani.

Amane tahu bahwa Mahiru memujinya tampan karena ketulusannya, tetapi ketampanan objektif dan ketampanan subjektif merupakan dua hal yang berbeda.

Meski subjektivitas Mahiru hal yang penting, tapi ketampanan objektifnya juga membutuhkan pelatihan.

“Yah, aku bukannya iri, tapi aku hanya berpikir jika aku bisa lebih seperti Kadowaki, aku bisa merasa lebih percaya diri lagi.”

Alasan mengapa Amane begitu rajin dan waspada adalah karena Ia tidak memiliki aspek yang membuatnya bangga, jadi Ia tidak berani mencari jawabannya.

“Kamu bisa bergegas maju dengan percaya diri sekarang. Kamu sudah cukup baik.”

“Kepercayaan diri bukanlah sesuatu yang kamu miliki sejak lahir.”

Amane bekerja keras untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Dari segi akademis, Amane bertekad untuk membuat kemajuan, dan saat ini berniat untuk tetap mempertahankan peringkat sepuluh besarnya.

Untungnya, ingatan dan kemampuan belajar Amane cukup bagus, dan tidak perlu banyak usaha untuk mempertahankan nilainya. Satu-satunya hal yang perlu Ia lakukan hanyalah menaikkan nilainya ke kisaran yang dapat diterima dan kemudian mempertahankannya.

Masalahnya justru terletak pada kemampuan atletiknya.

Jika Amane memiliki kemampuan atletik sehebat Yuuta, maka itu akan baik-baik saja. Namun sayangnya, kemampuannya hanya berada di atas standar.

Untuk memperbaiki penampilannya dan meningkatkan moralnya, Amane memutuskan untuk berolahraga. Tetapi hanya meningkatkan fisiknya tidak seimbang dengan kemampuan olahraganya.

Jika Ia bisa menjadi lebih baik dalam olahraga, maka untuk festival olahraga bulan depan, Amane mampu tampil lebih baik.

“Bahkan jika ini tidak terjadi, aku akan tetap mencoba yang terbaik, jadi jangan terlalu memaksaku.”

“Kalau kamu berkata begitu sih tidak masalah...tapi untuk kami yang menontonnya dari luar akan merasa cemas.”

“Itu benar. Maka ‘Asosiasi Menendang Amane dari Belakang' perlu mencari waktu untuk berkumpul.”

“Kalian berdua, asosiasi nyeleneh macam apa yang kalian buat?”

Wajah Amane berkedut. Ia tidak menyangka bahwa mereka benar-benar akan membuat grup ini. Yuuta tersenyum canggung, “Kami cuma ingin mendukungmu...” dan mengangkat bahu.

 

◆◆◇◇

 

Sebagai hasil dari tindakannya, Amane terus-menerus mengkhawatirkan apa arti ciuman Mahiru. Ketika dia kembali ke rumah dan menunggu kedatangannya, Amane merasa semakin gugup untuk mendengar jawabannya.

Amane sudah mengirimi pesan dan menanyakan kedatangannya, Mahiru lalu menjawab kalau dirinya akan datang ke rumah Amane.

Amane duduk di sofa, merasakan ketegangan di tubuhnya yang belum pernah Ia rasakan sebelumnya. Dia ingin berguling-guling di sofa, hati dan perutnya mulai terasanya nyeri.

Detak jam terdengar sangat keras baginya. Tiba-tiba, Ia lalu mendengar suara pintu dibuka.

Tubuhnya bergetar hebat, Amane mati-matian memegangi tangannya untuk menahan gemetarnya. Jika badannya tidak bisa tenang, Amane takut Mahiru juga tidak akan bisa tenang. Jika itu yang terjadi, mereka tidak akan membuat kemajuan dengan percakapan mereka.

Amane menarik napas dalam-dalam beberapa kali dan menunggunya mendekatinya.

Sebuah bayangan bergerak mendekatinya. Amane mengangkat kepalanya dengan ragu-ragu, dan menemukan bahwa Mahiru, yang telah berganti pakaian kasual, masih sama seperti biasanya—tidak, dia berdiri di sana dengan rona merah di wajahnya, dan tatapan matanya mengembara kemana-mana.

“...Um, maaf, aku pergi sebelum makan kemarin.”

“Tidak, tidak apa-apa, aku tidak keberatan.”

Setelah Amane merespon dengan kaku dan melihat ke arahnya, Mahiru lalu duduk di samping Amane, dan gerakannya juga kaku seperti mesin.

Biasanya dia akan duduk dalam jangkauannya, tetapi kali ini, dia duduk agak menjaduh sambil mendekap bantal di dadanya, tampak sangat bermasalah.

Suhu tubuh yang sudah terbiasa Ia rasakan mulai menghilang. Amane merasa kesepian dan pada saat yang sama merasa lega juga. Alasan untuk ini mungkin karena apa yang terjadi kemarin.

“Um, tentang...  kejadian kemarin.”

Setelah keheningan beberapa saat, Amane ragu-ragu untuk menyebutkan topik yang ada di pikirannya. Kemudian dia melihat gelombang rambut rami yang bergoyang.

“...Ah, ma-maksudku, Mahiru ... kenapa kamu melakukan itu?”

Amane sadar kalau pertanyaannya agak ambigu, tapi dia tidak bisa mengumpulkan keberanian untuk menanyakan apa yang sebenarnya ingin dia ketahui jawabannya, jadi Ia bertanya secara tidak langsung.

Dihadapkan dengan pertanyaan hati-hati Amane, Mahiru mengencangkan bibirnya dan menatap Amane.

Pandangan matanya bergetar dan menunjukkan sedikit ketidakpuasan di dalamnya.

Kemudian dia perlahan membuka bibirnya yang terkatup.

“...Itu...  semacam tindakan impulsif, atau mungkin semacam, balas dendam.”

“...Balas dendam?”

“Bukannya Amane-kun duluan yang memprovokasiku?”

“Tidak, yah, memang sih, tapi ‘kan….”

Amane hanya mencoba, tapi justru Mahiru benar-benar melakukannya. Ada perbedaan yang jelas, namun Amane ragu-ragu untuk mengungkit hal ini. Jika Ia mengatakannya, Mahiru mungkin akan lari karena malu.

“Kalau begitu aku juga berhak melakukan ini, kan?”

“...Bukan begitu juga masalahnya, tapi...”

Meski cuma di pipi, apa kamu tidak masalah untuk menciumku?

Seandainya saja Ia mempunyai banyak keberanian untuk bertanya langsung padanya, Amane bisa terhindar dari banyak rintangan.

Namun, ada satu hal yang pasti. Mahiru tidak malu dengan apa yang Amane ingin lakukan, dan berpikir bahwa tidak apa-apa untuk mengambil inisiatif untuk menyatukan mereka.

Satu-satunya pertanyaan yang masih membuatnya penasaran ialah perasaan macam apa yang Mahiru rasakan saat menciumnya.

Bukannya tidak mungkin untuk menebak jawaban pertanyaan ini, tapi Ia takut salah, jadi dirinya memutuskan mengubur pertanyaan tersebut.

Sungguh payah dan menyedihkan sekali

Amane ingin berteriak pada dirinya sendiri karena menjadi seorang pengecut. Ia kemudian menatap Mahiru, dan melihat kalau dia sedang menatapnya dengan tatapan basah dan pipi yang kemerahan.

“Ada apa?”

“…Tidak, bukan apa-apa.”

Setelah memberi jawaban singkat, Amane memalingkan wajahnya supaya tidak melihat muka Mahiru seraya berharap kalau detak jantungnya perlahan-lahan tenang.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama