Chapter 13 — Persiapan Festival Olahraga dan Teman Baru
“Ah~ aku masuk tim merah~”
Melihat bahwa pembagian tim
untuk festival olahraga bulan depan sudah diumumkan, Chitose mengungkapkan
penyesalannya.
Itsuki masuk ke tim putih, dan
mereka berdua dipisahkan.
“Andai saja kalau pembagian
timnya berdasarkan pada nama belakang kita~"
“Tapi kalian masih akan berada
di tim yang terpisah, kan?”
Nama belakang Itsuki adalah
Akazawa, sedangkan nama belakang Chitose adalah Shirakawa.
“Begitukah... ini jadi sebuah tragedi ... cinta terlarang.
Dari luar dipandang musuh tapi diam-diam menjalin hubungan kekasih….”
Amane tidak menyembunyikan
ekspresi tercengangnya saat melihat keduanya berpura-pura meratap dan
menunjukkan kasih sayang satu sama lain, dan kemudian melihat kertas dengan
pengelompokan yang tertulis di atasnya.
Amane dan Yuuta juga berada di
tim merah bersama Chitose.
Itsuki dan Mahiru ke dalam tim
putih. Meskipun Yuuta merupakan anggota andalan klub atletik dan berada di tim
merah, sebagian besar anggota klub olahraga berada di pihak yang berlawanan.
Amane tidak peduli tentang
menang atau kalah, tapi Ia sedikit cemas apakah timnya akan hancur total di
hadapan Mahiru.
“Acara apa yang nanti mau kamu
ikuti, Amane?”
Setelah selesai bermain-main
dengan Chitose, Itsuki berjalan mendekat untuk berbicara dengan Amane.
Dia dan Chitose sama-sama
anggota panitia acara yang membantu mengatur berjalannya acara festival
olahraga. Meskipun Itsuki pandai memeriahkan suasana kelas dan posisi seperti
itu sangat cocok dengan karakteristiknya, Amane merupakan tipe orang yang tidak
suka cari masalah dan pusat perhatian, jadi Itsuki penasaran acara apa yang
akan diikutinya.
“Memangnya ada acara apa saja?”
“Ada acara lomba lari cepat,
lari estafet, lomba haling rintang, lomba meminjam barang, lomba laru dua orang
berkaki tiga, melempar, dan tarik tambang. Kamu tidak masuk dalam klub mana puntahun
ini, jadi lomba lari estafet antar klub seharusnya tidak ada hubungannya
denganmu.”
“Kurasa lomba melempar bola
lumayan bagus.”
“Pilihan yang tidak
mengejutkan... tapi kamu setidaknya
harus mengikuti dua acara, lo?”
“Kalau begitu, aku mungkin ikut
acara melempar dan lomba meminjam barang.” Amane tidak mau kehilangan muka di
depan Mahiru.
Perlombaan estafet dan lari cepat merupakan ajang pamer
untuk semua anggota klub olaharaga.
Sedangkan untuk lomba lari dua
orang berkaki tiga, Itsuki berada di pihak musuh sehingga Amane tidak bisa bekerja
sama dengannya. Meski Yuuta juga bisa menjadi pilihan, Amane merasa kalau Ia
tidak bisa mengimbangi kecepatan seseorang yang secepat Yuuta.
“Aku cuma memilih acara yang
aman-aman saja,” bisik Amane, membuat Itsuki tersenyum masam.
“Acara yang kamu pilih
benar-benar tidak mencolok ... Ah tidak, mungkin saja ada yang sangat mencolok
tergantung pada apa yang kamu dapatkan saat lomba meminjam barang.”
“Lagi pula, aku tidak berlari
sangat cepat, jadi aku lebih suka tidak bersaing dengan anggota klub olahraga
mana pun.”
“Sangat sesuai seperti dirimu.”
Amane ingin menghindari bentrokan
langsung dengan klub olahraga. Berpartisipasi dalam acara yang membutuhkan sedikit
atau tanpa atletis merupakan pilihan yang paling aman. Meski tidak dapat
dihindari bahwa akan ada persaingan ketat selama pertempuran kavaleri.
Mesk Amane memiliki hubungan
yang sangat baik dengan Itsuki dan Yuuta di kelasnya, Ia tidak banyak berinteraksi
dengan anak cowok lain.
Mungkin tim Yuuta akan menerima
Amane karena simpati. Meski begitu, Ia masih merasa bahwa akan ada rasa
keterasingan yang canggung.
Dalam acara pertempuran kavaleri,
sudah sewajarnya teman-teman yang memiliki hubungan baik satu sama lain untuk
membentuk tim. Karena ketidakpeduliannya terhadap festival olahraga, Amane tahu
bahwa orang lain akan kesulitan menerimanya di tim mereka karena suasana hati
dan auranya.
“Ah, hmm. Tapi kurasa mereka
seharusnya baik-baik saja.”
“Siapa?”
“Yuuta, Kazu, dan Makoto
sepertinya mereka ingin bekerja sama denganmu. Lihat, di sebelah sana.”
Amane melihat ke arah yang
ditunjuk Itsuki. Ada tiga anak laki-laki yang melambai pada Amane, salah satunya
ada Yuuta, dan sisanya adalah orang-orang yang belum pernah diajak bicara oleh
Amane.
Amane masih mengenal mereka
sedikit. Keduanya memiliki hubungan yang baik dengan Yuuta. Yuuta tersenyum
tulus dan berkata, “Kuharap kamu dan
teman-temanku bisa bergaul dengan baik," dan Ia sepertinya merujuk
pada mereka.
Setiap kali Ia tidak bersama
Amane dan Itsuki, Yuuta akan nongkrong bersama mereka.
“Hei, Fujimiya, bergabunglah
dengan tim kami untuk pertempuran kavaleri nanti.”
Dari tengah kelompok, Yuuta
berteriak kepada Amane dengan senyum cerianya yang. Amane merasa sedikit
bingung, dan Itsuki mendorong Amane dari belakang sambil berkata, “Bergabunglah
ke sana.”
Setelah Amane mencondongkan
tubuh ke depan dengan sedikit ragu, Ia kemudian disambut lagi oleh Yuuta sambil
tersenyum.
“Kamu belum ikut bergabung
dengan tim mana pun, ‘kan? Kuharap kamu bisa bergabung dengan tim kami jika
kamu tidak keberatan.”
“Aku tidak masalah dengan itu,
tetapi apakah kalian berdua baik-baik saja dengan itu?"
“Ya.”
“Yuuta dan Kazuya sama-sama
punya tinggi badan di atas rata-rata, jadi dalam hal tinggi, kamu yang paling
mendekati mereka.”
“Ah, jadi itu sebabnya ...”
Jika ada jarak di antara
ketinggian "kuda" mereka,
maka akan sulit bagi kelompok untuk bergerak dengan baik. Oleh karena itu,
kemungkinan besar Kuju akan menjadi pengendaranya.
Badan Amane cukup tinggi, jadi
tidak ada banyak perbedaan antara dirinya, Yuuta dan Kazuya. Meski berbicara
tentang fisik saja, Amane sangat kurus dan lemah, serta tidak sekuat dan
sefleksibel mereka.
“Apa kamu tidak masalah kalau
aku ikut masuk dalam timmu, Hiiragi?”
“Tentu saja, aku awalnya
memanggilmu untuk tinggi badanmu, tapi aku juga mendengar kalau kamu memiliki hubungan
yang baik dengan Yuuta, jadi aku juga penasaran tentang itu.”
“Jangan khawatir, Fujimiya itu
orang yang baik, kok.”
“Yuuta pandai bergaul dengan
orang-orang yang didekatnya, aku tidak skeptis tentang itu. Jika aku ingin
memiliki hubungan yang baik dengan seseorang, aku harus bergaul dengan orang
ini sendirian.”
Mendengar logikanya yang masuk
akal, Amane tersenyum kecut, dan Kazuya menatapnya dengan tajam.
Tataoannya membuat Amane merasa
tidak nyaman, tetapi dia adalah seseorang yang tiba-tiba bergabung dengan
lingkaran pertemanan mereka, jadi wajar saja jika Hiiragi mencoba mencari tahu
tentangnya.
“Yah pokoknya, mulai sekarang
mohon kerja samanya.”
Melihat Kazuya sedikit
tersenyum ke arahnya, Amane merasa bahwa setidaknya Ia bukanlah orang yang
buruk.
Amane juga balas tersenyum dan
berkata “Mohon kerja samanya juga.”
◆◆◇◆
“Fujimiya, boleh aku bertanya
sesuatu padamu. Apa kamu memiliki hubungan yang dekat dengan Shiina-san?”
Di sebuah restoran cepat saji,
Yuuta memimpin pertemuan kelompok sederhana untuk memperkenalkan anggota satu sama
lain. Pada pertemuan itu, Kuju diam-diam memakan nugget ayam, dan kemudian
menanyakan pertanyaan tersebut seolah-olah Ia baru mengingatnya.
Mendengar pertanyaan itu, Amane
sebisa mungkin menjaga ekspresinya tetap tenang dan mengisi mulutnya dengan kentang
goreng.
Demi menjalin kerja sama lebih
baik untuk pertempuran kavaleri nanti, Yuuta menyarankan agar mereka saling
mengenal lebih baik, jadi mereka berempat pergi ke restoran cepat saji bersama.
Amane tidak menyangka kalau Kuju, yang hampir tidak mengenalnya, akan
menanyakan pertanyaan seperti itu.
Amane melirik Yuuta dan melihat
ekspresinya seolah-olah berkata, “Aku
tidak pernah memberitahu apa--apa”. Tampaknya pertanyaan ini murni
berdasarkan pengamatan pribadi Kuju.
Amane berpikir Ia sudah melakukannya
dengan baik untuk menyembunyikan hubungan mereka.
“Kenapa kamu berpikiran
begitu?”
“Termasuk Yuuta, kalian berlima
sering berbicara satu sama lain. Tapi aku selalu merasa bahwa sikap Shiina-san
terhadapmu berbeda dari Ituski atau Yuuta.”
“Benarkah? Aku tidak
menyadarinya sama sekali.”
Kazuya menatap Amane dengan
tatapan terkejut.
“Kurasa orang lain tidak
menyadarinya. Mereka hanya menatapmu dengan pandangan iri.”
“Itu sih...”
“Melihat reaksimu kalau kamu
tidak menyangkalnya, itu berarti tebakanku benar.”
Amane dengan putus asa menatap
Yuuta, bertanya-tanya bagaimana menjawabnya.
Yuuta menatap balik Amane
seakan-akan menenangkannya kalau semuanya bakal baik-baik saja. Ia sepertinya
memercayai mereka.
Kuju tampaknya yakin dengan
fakta ini, tetapi Amane tidak ingin menegaskannya, merasa takut kalau Ia akan
menyebarkannya.
Namun, Yuuta memiliki penilaian
yang baik untuk orang-orang. Lagi pula, Kuju tidak menanyakan detail apa pun,
tapi lebih condong seperti mencoba memahaminya. Tidak ada maksud jahat dalam
pertanyaannya.
“...jika aku harus
mengatakannya, kupikir kami memiliki hubungan yang bisa dibilang lumayan
akrab.”
“Sepertinya Shiina-san
menjagamu.”
“Apa beneran terlihat seperti
itu?"
“Samar-samar, sih.”
Kekuatan pengamatannya
benar-benar menakutkan.
“Itu karena aku tinggal dekat
dengannya, dan punya kesempatan untuk berbicara
dengannya sebelumnya. Sejak saat itu, hubungan kami membaik."
Berbicara sedikit mengenai kebenaran
akan lebih baik mencegah pihak lain curiga dan meningkatkan kredibilitas persahabatan
mereka.
“Apa mungkin saat kita naik ke
kelas 2?”
“Ya. Kami mulai mengobrol satu
sama lain lebih awal saat menginjak kelas 2.”
Tentu saja, Amane tidak bisa
memberi tahu mereka bahwa Mahiru adalah tetangganya, dan dia selalu datang ke
rumahnya untuk memasak setiap hari. Lagipula, kedengarannya terlalu tidak
realistis, jadi Amane hanya menyebutkan sebagian dari kebenaran.
Setelah mendengar penjelasan
Amane, Kuju menatap Yuuta dan bertanya, “Apa Yuuta sudah mengetahui hal ini?”
Karena orang yang bersangkutan
sudah menegaskannya, Yuuta lalu tidak menyembunyikan apa pun, jadi Ia
mengangguk dan Kuju menghela nafas sedikit.
“Yuuta, jadi selama ini kamu
menyembunyikan hal ini dari kami?”
“Tentu saja, bagaimana aku bisa
dengan sengaja melakukan hal-hal yang dibenci orang lain. Jika Fujimiya tidak
mau mengatakannya, aku juga takkan membeberkannya.”
“Integritas Kadowaki
benar-benar poin kelebihannya.”
Yuuta menyeringai saat
mendengar mendengar pujiannya, tapi kepalanya sedikit dimiringkan. Ekspresinya
mencerminkan sikapnya seolah-olah dia berkata, “Kenapa kamu bisa memuji sesuatu dengan gampangnya?”
Meskipun Amane merasa agak
mengkhianati untuk menyimpan rahasia dari teman dekat, fakta bahwa Yuuta adalah
orang yang baik takkan berubah.
Kazuya dikenal serius dan jujur
dengan cara yang berbeda dari Yuuta.
Ia sangat memperhatikan dan
menghormati orang lain, tidak akan ada masalah jika Amane ingin berteman
dengannya.
“Jadi selama aku tidak
memberitahu orang lain, semuanya takkan jadi masalah, kan?”
“Kazuya, kamu sepertinya tidak
suka berbohong. Aku pikir kalau kamu lebih baik berpura-pura tidak tahu. Meski
begitu, jika seseorang mencurigai bahwa keduanya memiliki hubungan yang baik,
mereka akan bertanya pada Itsuki atau Yuuta, dan bukannya kamu.”
“Itu benar.”
Yuuta tersenyum lembut dan
Amane juga merasa lega. “Yah, terima kasih banyak sudah mau menjaga rahasia ini.
Aku juga tidak ingin menimbulkan masalah untuknya.”
Amane sendiri juga berharap
untuk merahasiakannya. Karena mereka tidak berencana untuk mengatakannya, Ia
hanya bisa berterima kasih kepada mereka.
“Dia mungkin tidak ingin orang
lain menuding hubungannya. Kuharap kalian bisa merahasiakannya, itu untuk
kebaikannya sendiri.”
Jika ada orang lain yang
mengetahuinya, Amane tahu kalau dirinya akan menjadi target kecemburuan cowok,
dan Ia siap secara psikologis untuk itu. Namun, pasti akan ada seseorang yang
akan bertanya pada Mahiru, “Kenapa
seseorang seperti Fujimiya?”
Di mata teman-temannya, Mahiru
merupakan keberadaan yang istimewa.
Jika ada bangsawan
berkomunikasi dengan rakyat jelata, mereka akan dikritik oleh orang-orang di
sekitar mereka, dan suara-suara kritikan ini pasti akan mencapai Mahiru.
Walau tidak ada yang salah
dengan pertanyaan seperti itu, Amane takut jika hal tersebut akan membuat
Mahiru tidak senang. Dia berhak memilih dengan siapa dia bergaul.
Dan...walaupun ini cuma sekedar
spekulasinya, Amane merasa jika dirinya difitnah, Mahiru akan marah demi
dirinya.
Amane tidak ingin mengganggu
kehidupan Mahiru, jadi Ia ingin menyembunyikan hubungan mereka sebisa mungkin.
...Tapi
aku merasa Mahiru ingin mengumumkan hubungan kami.
Amane tahu bahwa jarak di antara
mereka berdua secara bertahap memendek baru-baru ini, tetapi untuk saat ini,
Amane menganggap ini sebagai delusinya sendiri.
“...Ah Ahhh!!”
“A-Apa-apaan sih? Bikin kaget
saja.”
“...Bukan apa-apa, aku hanya
mengerti situasimu sedikit. Shiina-san sepertinya benar-benar mengalami
kesulitan.”
Kuju memandang Amane
seolah-olah dia bermasalah, tetapi ada elemen tercengang yang bercampur dalam
ekspresinya yang membuat Amane sedikit bingung.
“Yuuta, apa ini berarti...”
“Benar sekali, tepat seperti
yang kamu pikirkan, Makoto.”
“Ada apa, apa yang sedang
kalian berdua bicarakan?”
“Kurasa kamu tidak memahaminya,
jangan terlalu dipikirkan.” Kuju menjawab begitu, dan Kazuya tersenyum kecut. Ia
sepertinya tidak dalam suasana hati yang buruk.
Yuuta dan Makoto mengangguk
berulang kali dengan ekspresi mengerti. Amane tidak tahu apa yang mereka berdua
pikirkan, dan menunjukkan ekspresi bingung sambil memakan kentang gorengnya.
◇◇◆◇
“Mengenai festival olahraga
mendatang, acara apa saja yang akan kamu ikuti, Mahiru?”
Setelah makan malam, Amane
menanyakan hal itu. Mahiru sedang mengambil es krim dari dalam kulkas dan
meletakkan sisa makan malam mereka di kotak makan siang.
Beberapa hari setelah masalah
ciuman pipi, suasana menjadi tenang, tetapi kekakuan halus belum sepenuhnya
hilang.
Kedua belah pihak tanpa sadar
akan menyadari satu sama lain, rasa jarak mereka tidak lagi sama seperti
sebelumnya. Jika keduanya duduk bersama, mereka akan berhati-hati untuk tidak
saling menyentuh.
Hal itu pun masih sama pada
makan malam hari ini. Ada sedikit kekakuan dalam interaksi mereka.
Setelah memasukkan sisa makanan
ke dalam kotak makan siang, Mahiru menyerahkan es krim yang barusan diambil kepada
Amane, dan pada saat yang sama mendongak seakan-akan mengingat-ingatnya.
“Yah, kalau aku sih mengikuti lomba
lari estafet dan lomba meminjam barang.”
“Oh, itu sedikit mirip denganku.
Aku mendaftar untuk lomba melempar bola
dan lomba meminjam barang.”
Meskipun Amane tidak tahu apa
Ia benar-benar bisa mengikuti acara lomba tersebut, tetapi acara melempar bola
ke dalam keranjang sangat tidak populer dan Amane berpikir kalau dirinya
memiliki peluang yang layak untuk mengikutinya.
Terlepas Ia bisa mengikuti
lomba meminjam barang atau tidak, sedikit lebih sulit untuk diprediksi, tapi
pilihan ketiganya adalah lomba halang rintang, jadi bahkan jika Ia mengikuti
acara perlombaan itu, Amane akan baik-baik saja.
Lomba halang rintang tidak
hanya mengandalkan kekuatan kaki, tapi juga mengandalkan keseimbangan dan
fleksibilitas. Bahkan jika kecepatan lari Amane cuma berada dalam standar, Ia seharusnya
tidak terlalu membebani timnya.
“Hehe, Amane-kun tidak berencana
untuk berolahraga sama sekali.”
“Aku tidak jago olahraga, biarkan
orang-orang yang lebih jagolah yang melakukan tugasnya.”
“...Kalau tidak salah kemampuan
Amane-kun cuma dalam batas standar saja, ‘kan?”
“Hampir tidak memenuhi
persyaratan, itu saja.”
Jika kemampuan fisiknya lebih
baik, Amane mungkin akan lebih aktif, tapi sayangnya Ia tidak pandai olahraga.
Meskip level atletiknya tidak
terlalu buruk, tapi juga tidak terlalu jago dan hanya bisa disebut dalam batas
standar.
Amane berbeda dari Yuuta dan
Mahiru, yang sama-sama bekerja keras dan memiliki bakat masing-masing. Baginya,
menjadi seperti mereka hanyalah awang-awang semata.
“... apa Amane-kun membenci
festival olahraga?”
“Umm, aku tidak membenci
olahraga, aku hanya tidak suka dipaksa untuk berkompetisi dengan orang lain.
Jika aku bisa berolahraga dengan bebas, aku lumayan menikmatinya.”
Saat mereka berdua kembali ke
sofa di ruang tamu, Amane mengingat pengalaman menyakitkannya dari acara lari maraton
saat musim dingin tahun lalu.
Amane tidak lemah secara fisik.
Ia bisa berlari dengan jarak yang dibutuhkan untuk kelas, tapi jujur, Ia tidak
sanggup untuk berlari dengan jarak tertentu dengan batasan waktu.
Amane akan merasa lebih nyaman
jika Ia mencapai tujuan dengan kecepatannya sendiri.
Melihat Amane membuka tutup es
krim dengan ekspresi cemberut, Mahiru tersenyum masam.
“Bukannya aku tidak meahami itu.
Lagipula, aku juga tidak suka orang lain memaksakan diri.”
“Benar sekali.”
Oleh karena itu, meskipun Amane
berencana untuk bekerja keras, Ia bermaksud untuk mengerahkan kekuatannya
secara moderat. Mesk, jika acara yang Ia ikuti diberikan kepadanya, Ia tidak
perlu berusaha terlalu keras.
“Sayang sekali aku tidak bisa
melihat penampilan Amane-kun.”
“Jangan khawatir, aku akan
melakukan yang terbaik dalam lomba melempar bola ke dalam keranjang ...
mungkin.”
“Aku akan menantikannya.”
“Yah, acaranya tidak terlalu
luar biasa, apalagi ini acara lomba dalam bentuk kelompok jadi….”
Amane tidak bisa memahami
kenapa acara lomba seperti ‘melempar bola
ke dalam keranjang' masih ada. Pada zaman sekarang, beberapa sekolah sudha
menghapus acara tersebut, tetapi acara itu masih ada di sekolah mereka.
Ini mungkin untuk memenuhi
kebutuhan klub bisbol, tetapi di sisi lain, dalam hal melempar, tidak ada banyak
ketegangan dan kompetisi.
“Amane-kun cukup akurat dalam
melempar barang. Kamu bisa mencetak gol di kelas olahraga sebelumnya, dan kamu
jarang sekali meleset ketika membuang kertas ke tempat sampah dari jauh.”
“Meski itu semua berkat
kemalasanmu sih,” tambah Mahiru dengan suara rendah, dan membuat Amane tertawa
kering.
“Apa boleh buat? Kemalasan
kadang-kadang ada efek baiknya. Lagi pula, aku tidak melewatkannya
berkali-kali.”
“Tidak masalah ... Singkatnya,
lemparan Amane-kun memang cukup akurat.”
“Aku cukup pandai melempar,
begitu juga dalam permainan dart. Ibuku sering mengajakku memainkannya di
festival.”
Perjalanan keluarga Fujimiya sering
melibatkan berbagai kegiatan: dari olahraga luar ruangan seperti berkemah dan
arung jeram, hingga tempat-tempat dalam ruangan seperti dart, bowling, dan
pusat gim. Amane sering dibawa ke berbagai tempat oleh ibunya. Hal itu
membuatnya memperoleh keterampilan acak.
Namun, keterampilan tersebut
kadang-kadang bisa berguna juga dalam kehidupan sehari-harinya.
“Apa Amane-kun menerima semacam
kursus pendidikan bakat?”
“Dalam hal bermain, kukira kamu
bisa mengatakan itu."”
“Shihoko-san juga jago dalam
artian lain.”
Nada bicara Mahiru terdengar
tenang dan penuh harapan. Namun, Amane yang sudah menjadi korban untuk diseret
kemana-mana, tidak merekomendasikannya.
Tapi tetap saja, rasa terima kasihnya
pada Ibunya sangat tulus.
Pertama-tama, Shihoko
mengizinkan Amane untuk mengumpulkan banyak pengalaman dalam game semacam itu.
Bahkan di SMP, ketika Amane sedang dalam masa depresi, dia masih memperlakukan
Amane dengan baik; berkat ini, Amane tidak masuk ke jalan menyimpang.
Meski begitu, Amane masih
berharap kalau bunya tidak menyeretnya ke banyak tempat yang membuatnya merasa
lelah.
“Bagaimanapun juga, acara lomba
ini merupakan acara tim, jadi kupikir kalau aku takkan menonjol. Aku akan tetap
mencoba yang terbaik, meskipun aku tidak terlalu tertarik."
Setelah menyimpulkannya seperti
ini, Amane memasukkan sendok ke dalam es krim yang sudah sebagian meleleh dan
membawanya ke mulutnya.
Es krim yang dipegangnya
diproduksi perusahaan cokelat kelas atas yang terkenal dan hanya tersedia di
toko-toko tertentu.
Rasanya yang kaya dengan kakao
dan terasa lebih pahit daripada manis.
Es krim jenis ini relatif mahal
di pasaran. Oleh karena itu, Amane berencana untuk menikmatinya secara perlahan.
“Memangnya festival olahraga
benar-benar menyebalkan?”
“Tergantung, kalau cuacanya
cukup panas. Pasti menyebalkan menghabiskan waktu lama di luar dengan mengenakan
baju olahraga. Meski pun pihak sekolah sudah menyediakan tenda.”
“Itu benar. Tolong jangan
bekerja terlalu keras, oke?”
“Aku akan bekerja keras dengan
sewajarnya saja.”
“Astaga kamu ini...”
Meskipun mulut Mahiru cemberut,
tapi tatapan matanya tertuju pada sendoknya— lebih tepatnya pada es krim yang
ada di sendok, dan Amane tidak bisa menahan tawa.
Amane berpikir bahwa akan
menyenangkan untuk membeli lebih banyak nanti untuk Mahiru. Ia lalu mengarahkan
sendoknya di depan Mahiru, dan pandangan mata Mahiru langsung berbinar.
Imut
banget. Amane diam-diam tersenyum, dan setelah meletakkan sendok ke
bibir Mahiru, Mahiru tanpa basa-basi memasukkan sendok ke mulutnya layaknya
anak kucing yang diberi makan oleh tangan majikannya.
Matanya menyipit menjadi
garis-garis tipis.
Rasa eskrimnya mungkin terasa
lezat baginya. Amane bisa tahu saat melihat ekspresinya.
Sama seperti Amane, lidahnya
lebih sensitif daripada orang biasa dan bisa secara akurat menilai rasa makanan
yang dia makan.
“...Es krim ini cukup mahal,
kan?”
“Kamu bisa menebaknya?”
“Semua orang juga bisa mengetahui
jika melihat kemasannya, tapi meski begitu, rasanya memang lebih enak dari es
krim biasanya.”
“Benarkah? Nih.”
Amane membagikan sesendok es
krim lagi, dan Mahiru membuka mulutnya dengan patuh, senyum puas bermekaran di
wajahnya.
Ekspresinya meleleh lebih
terbuka daripada es krim yang tersisa pada suhu kamar, memungkinkan panas di
tubuhnya perlahan mengalir ke pipinya.
...Gawat.
Jangan memikirkan hal aneh-aneh. Aku
cuma menyuapinya.
Amane awalnya berencana untuk
menjaga jarak normal dengan Mahiru, tapi Ia tidak menyangka jaraknya akan
begitu pendek dalam sekejap.
Secara umum, disuapi oleh pria
yang tidak menjalin hubungan denganmu bukanlah sesuatu yang membahagiakan,
namun dia masih menunjukkan ekspresi puas dan gembira ini padanya.
“...Mahiru, kamu boleh memakan
sisanya.”
“Hm, kenapa?”
“Aku mau membuat kopi jadi aku tidak bisa menghabiskannya, ini.”
Amane lalu memberi Mahiru
secangkir es krim dengan sendok dan melarikan diri ke dapur, lalu memasukkan
kertas saring dan biji kopi ke dalam mesin kopi, dan mati-matian untuk menjernihkan
pikirannya dari senyum menggemaskan Mahiru.