Chapter 4 — Kelompok Belajar Bareng dengan Tenshi-sama
Keesokan harinya, jarak di
antara mereka kembali seperti semula, Chitose dan Itsuki yang melihatnya tampak
merasa lega. Mereka telah memperhatikan sikap
Amane yang berusaha menghindari Mahiru, dan mengkhawatirkannya.
Peristiwa yang terjadi kemarin
masih terngiang di pikiran Amane, tapi Ia tidak lagi merasa kaku saat berinteraksi
dengan Mahiru. Tidak, Ia masih merasa sedikit canggung, bagaimanapun juga
mereka masih berada di sekolah. Dirinya tidak bisa bertindak sembarangan.
Mahiru masih memasang senyum
malaikatnya seperti biasa. Gadis-gadis di kelas mengelilinginya, memintanya
untuk menjadi pengajar mereka.
Ujian UTS akan berlangsung
minggu depan. Sebagai gadis paling berbakat di kelas, Mahiru dipercayakan
dengan tanggung jawab untuk mengajar orang lain. Ada jejak keraguan dalam
senyum lembut di wajahnya.
“Aku tidak keberatan dengan
mengadakan kelompok belajar untuk menghadapi ujian minggu depan, tapi mungkin rasanya
agak sulit kalau diadakan di rumahku ...”
Meski tahu kalau menguping itu perbuatan
tidak sopan, Amane tetap menajamkan pendengarannya dan mulai mendengarkan percakapan
mereka. Gadis-gadis itu sepertinya ingin pergi berkunjung ke rumah Mahiru untuk
belajar dengannya. Ia takut ada alasan lain dibalik hal itu, misalnya saja seperti
“Seperti apa rumah Mahiru?”
Mahiru
pasti merasa kerepotan dengan ini, dia butuh istirahat.
Sebagai teman sekelas, Mahiru
sering bergaul dengan gadis-gadis ini, tetapi hubunganny tidak sedekat yang dia
miliki dengan Chitose. Jadi dia mungkin perlu memakai kedok Tenshi-nya.
Jika bisa, Amane berharap
gadis-gadis tersebut tidak pergi ke rumah Mahiru. Jika mereka mengetahui
tentang hubungan dan situasi mereka, Ia pasti akan— Diserang habis-habisan—diinterogasi oleh para gadis, serta menjadi
sasaran kecemburuan dan kebencian dari para cowok.
“Ah, aku juga ingin ikut~”
“Aku juga~”
Mendengar percakapan kelompok
mereka, dua gadis lain juga berlari dan meminta untuk bergabung. Mahiru jelas
menunjukkan senyum bermasalah. Sepertinya terlalu banyak orang yang ingin pergi
ke rumah Mahiru bersama.
Ada juga tatapan iri yang dilemparkan
oleh para lelaki.
“...Yah, jika kita tinggal di
kelas selama satu atau dua jam sepulang sekolah hari ini—”
Usulan terakhir yang bisa
Mahiru ajukan adalah mengadakan sesi belajar di ruang kelas yang luas. Meski
begitu, masih ada cukup banyak orang yang ingin berpartisipasi. Selama minggu
tenang ini, kegiatan klub telah berhenti, jadi akan ada lebih banyak orang yang
akan ikut.
Sambil mendengarkan sorakan
teman-teman sekelasnya, Amane melihat mereka dari kejauhan seraya berpikir, Mahiru akan kesulitan untuk menolak jika
kalian semua meminta seperti itu. Itsuki memberinya senyum hangat yang tak
bisa dijelaskan.
“Kamu tidak mau ikutan?”
“Buat apa? Tidak ada materi
pelajaran yang aku tidak mengerti. Selain itu walaupun aku ikut, ada begitu
banyak orang di sekitarnya sehingga setiap orang akan memiliki sedikit waktu
untuk bertanya. Ketimbang melakukan itu, lebih baik kalau aku pergi belajar
sendiri saja.”
“Meski aku menyukai sikap
telitimu, mungkin ada baiknya kalau kamu ikut berpartisipasi kali ini.”
“Aku sudah belajar dengan
sangat serius, jadi jangan khawatir ...”
“Aku tidak membicarakan itu,
tau?”
Melihat ada lebih dari separuh
teman sekelasnya yang ingin berpartisipasi dalam pertemuan belajar, Amane
mengerti betul kalau ada begitu banyak orang akan membuatnya kerepotan.
Memiliki seseorang yang akrab di dekatnya akan membuat Mahiru merasa lebih
nyaman. Dalam hal ini, terlepas dari apa Ia ikut belajar kelompok atau tidak,
jauh lebih baik bagi Amane untuk tetap bersamanya.
“...Tapi tidak ada pelajaran yang ingin kutanyai
padanya?”
“Kamu bisa datang dan
mengajariku.”
“Aku tidak pandai mengajar
orang lain ...”
“Kupikir begitu, kamu adalah
tipe orang yang tidak banyak bicara. Aku paham kok, tapi kau tidak akan mati
karenanya, kan?”
Nada percaya Itsuki membuat
Amane tidak bisa menolak, dan hanya bisa menjawab dengan “Ugh”. Di hadapan Itsuki yang tertawa dan menepuk pundaknya dan
berkata, “Tolong bantuannya ya, partner”,
Amane tidak bisa menolak dan mengangguk setuju.
Biasanya ada sedikit murid yang
tinggal di kelas sepulang sekolah, tetapi hari ini, ruang kelas menjadi ramai.
Setelah kegiatan piket harian,
meja-meja diatur dengan rapi ke dalam berbagai kelompok.
Karena anak-anak cowok juga
berpartisipasi dalam kelompok belajar, jumlah orangnya membengkak menjadi
sekitar enam kali lipat dari jumlah orang yang awalnya bertanya pada Mahiru.
Amane duduk di seberang ruangan
dari Mahiru, menghadap Itsuki dengan ekspresi tegang.
“...Kenapa juga aku membantumu
belajar?”
“Terima kasih banyak, Sense~”
“...Kenapa kamu tidak belajar
di rumah saja?”
“Aku menunggu Chii selesai agar
kita bisa berjalan pulang bersama. Omong-omong, karena waktunya pasti sudah
malam, mana mungkin kamu akan membiarkan dia
pulang sendirian, kan?”
Itsuki menunjukkan tatapan yang
dalam. Amane memelototinya, tapi Itsuki hanya tersenyum gembira.
Biasanya, Mahiru selalu pulang sebelum
gelap, tetapi karena acara belajar bersama ini, dia akan pulang lebih lambat
dari biasanya. Meskipun Mahiru lumayan pintar dalam menjaga diri dan selalu
membawa peralatan pelindung, tapi tetap saja tidak baik untuk membiarkannya
pulang sendirian malam-malam.
Meski begitu, mustahil sekali
meninggalkan sekolah dengan Mahiru di depan teman-teman sekelasnya, jadi Amane
hanya bisa menjaga jarak dan mengantarnya dari jauh.
“Amane, orang normal akan
memanfaatkan kesempatan ini untuk mengantar pulang gadis yang mereka sukai, tau.”
“Kupikir itu tidak perlu, dan
secara moral tidak dibenarkan untuk mengambil keuntungan dari situasi seperti
itu.”
“Huh, kurasa begitulah caramu
memenangkan kepercayaannya. Rute pulangmu tetap sama, kamu selalu bisa
menggunakan itu sebagai alasan.”
“Bagaimana jika dia merasa
jijik denganku. Lebih baik aku mati saja.”
Begitu dia membuka hatinya
untuk seseorang, Mahiru akan benar-benar lengah terhadap orang tersebut. Tapi
Amane tidak bermaksud menyalahgunakan ini untuk kepentingannya sendiri. Ia
sering mengingatkan Mahiru bahwa dia tidak boleh terlalu mempercayainya.
Sikap ceroboh Mahiru terhadap
Amane didasarkan pada kepercayaannya pada
Amane. Jika Amane melakukan sesuatu pada Mahiru, hubungan yang sudah
mereka bangun akan runtuh.
Amane tidak ingin kehilangan
kepercayaan itu dan juga tidak ingin kehilangan kesadarannya.
Sekarang dia telah memutuskan
untuk menghargai Mahiru, dirinya menolak untuk memaksanya melakukan apa pun.
Itsuki sangat mengenal
kepribadian Amane. Yang bisa Ia lakukan hanyalah mengangkat bahu dengan pasrah.
Amane sengaja mengabaikannya dan membalik halaman buku pelajaran pada bagian
yang kemungkinan besar akan muncul di ujian.
“Ayo kerjakan apa yang ada dulu.
Jika kamu tidak memberitahuku apa yang kamu pahami, maka aku tidak bisa
membantumu.”
Menghadapi Amane yang sedang
mengetuk-ngetuk buku teks dengan tangannya, Itsuki tersenyum dan berkata, “Hei,
jangan seenaknya menggganti topik.”.
Itsuki sendiri tidak bodoh.
Jika tentang membaca suasana atau keadaan hati seseorang, Ia sebenarnya lumayan
pandai.
Dirinya memahami kelebihannya
dan bisa mendapatkan nilai tinggi dengan sedikit upaya Itsuki cuma tidak suka
sesuatu yang merepotkan, Ia memberontak kepada orang tuanya, dan sedikit
ceroboh. Pada dasarnya, Ia sebenarnya orang yang sembrono.
Dikabarkan kalau dulu, Itsuki
merupakan murid teladan selama masa SMP, tetapi ketika mulai berpacaran dengan
Chitose, masa pemberontakannya dimulai.
“Aku benar-benar tidak mengerti
arti dari kata-kata bahasa Inggris ini.”
“Lebih baik dimulai dengan
menghafal arti kata-katanya ... Kusarankan kalau kamu menghafal dulu aturan
tata bahasa dan kata-kata yang kemungkinan besar muncul di soal ujian.
Contohnya saja bagian ini, yang ini pasti akan ada di soal ujian. Kamu lagi
enak-enak ngorok di kelas saat sensei menjelaskan bagian ini.”
Amane menjentikkan dahi Itsuki.
Meski Itsuki tidak terlalu sering bolos kelas, Ia sering ketiduran di kelas.
“Aku akan membuat salinan
catatanku untukmu. Pertanyaan yang lebih panjang akan terasa sulit, jadi tulis
saja apa yang menurutmu benar. Tidak masalah jika ada bagian yang salah. Tapi
kamu harus menjawab pertanyaan pilihan ganda dengan benar. Sedikit pemahaman
tentang pertanyaan pilihan ganda dapat digunakan untuk mengeliminasi pilihan yang
salah, dan kemudian kamu tinggal memilih yang terbaik di antara pilihan yang tersisa. Yang terpenting adalah mengumpulkan poin
sebanyak-banyaknya. Sekarang, pemahaman bahasa Inggris-mu berada dalam garis
pas-pasan nilai KKM.”
“Huh...Terima kasih. Sebagai
ucapan terima kasih, aku akan membantumu mengenai masalah dengannya.”
“Balas budi semacam itu terasa
berlebihan dan tidak diperlukan juga.”
Amane berniat ingin
mengembangkan hubungannya dengan Mahiru melalui caranya sendiri, jadi jika ada seseorang
mendorongnya terlalu keras dari belakang, dirinya mungkin akan merasa kesal.
Usai mendengar penolakan Amane,
Itsuki tampak sedikit jengkel padanya, tapi Amane tidak punya rencana untuk
berubah pikiran.
Amane masih bekerja keras untuk
menempa dirinya supaya bisa menandingi Mahiru. Demi mendapatkan kekagumannya,
apa yang dia inginkan bukanlah lebih banyak pengembangan hubungan, tetapi
memoles dirinya sendiri.
Itsuki sepertinya ingin
mengatakan sesuatu, tapi saat melihat Amane mengabaikannya, Ia memutuskan untuk
menyerah dan mengambil pulpennya.
Melihat Itsuki yang akhirnya
mulai belajar, Amane menghela nafas lega, dan kemudian diam-diam melirik ke
arah Mahiru.
Dengan senyumnya yang seperti
malaikat, Mahiru dengan sabar dan hati-hati memberi masukan kepada murid-murid
yang lain. Dia tersenyum kepada semua orang, sibuk berjalan mondar-mandir di
antara murid-murid lain. “Jadi populer memang sangat merepotkan ya,” pikir
Amane sambil melihat punggungnya.
“Kenapa jawabannya enggak ada di
sini?”
“Coba pakai rumusnya.”
“Sudah, tetapi tidak ada
jawaban yang tepat!”
Rombongan Chitose terlihat
ramai dan sibuk. Semua orang mengobrol, belajar, dan berdiskusi, tetapi
anak-anak cowok di kelompok lain tampaknya berada dalam dilema. Mereka
memegangi kepala dengan wajah sungut.
Mahiru jelas-jelas tidak bisa
memberi perhatian ke smua orang yang hadir, apalagi setiap siswa memiliki
kemampuan pemahaman yang berbeda dan akan membutuhkan waktu untuk menjelaskan
sesuatu yang bisa dipahami. Beberapa siswa tidak pandai memberanikan diri
mereka sendiri jadi mereka tidak bisa memanggilnya. Dia terus-menerus direbut
oleh orang-orang yang bersuara lebih keras.
“Hmmm, kira-kira apa aku perlu
membantu mereka?” Amane ragu-ragu, lalu meminta maaf kepada Itsuki dan berdiri.
Amane lalu berjalan ke teman
sekelas yang mengerutkan kening, melirik buku teks dan rumus yang tertulis di
halaman, dan setelah memastikan bagian mana yang mereka tempel, Ia dengan
lembut menunjuk catatan dengan jarinya.
Kedatangan Amane yang tiba-tiba
membuat mereka terkejut, tapi Amane mengabaikan tatapan mereka dan menjelaskan
pertanyaannya.
Masalah yang dihadapi siswa ini
ialah karen Ia memilih rumus yang salah untuk digunakan, setelah menyadari pola
untuk menentukan hal-hal seperti itu, sisanya bisa dikerjakan dengan mudah.
Meski Amane tiba-tiba menyela,
para siswa menerimanya dan mengajukan pertanyaan. Amane menghela nafas lega, Ia
lalu melihat seorang cowok di seberangnya berkedip dengan bingung.
“Maaf, aku bukan Shiina, tapi
sepertinya dia terlalu sibuk. Kalau aku mengganggu, maaf.”
“...Tidak, terima kasih atas
bantuannya, tapi aku tidak menyangka Fujimiya akan mengambil inisiatif untuk
berbicara dan membantu.”
“Yah, karena sepertinya kamu
mengalami kesulitan.”
Betapa
terasingnya aku di mata orang lain, pikir Amane sambil mengejek
dirinya sendiri. Mengingat kesan mereka tentang dirinya yang seorang
penyendiri, Amane tidak bisa membantah ucapan mereka.
Amane tersenyum kecil. Awalnya
Ia ingin kembali ke tempat duduknya, tapi Ia tidak menyangka kalau teman
sekelas di sisi yang berlawanan akan menunjuk ke sebuah pertanyaan dan bertanya
kepadanya, “Lalu apa yang harus aku lakukan dengan soal ini?” Jadi Amane mulai
memberikan penjelasan lain.
Murid-murid yang ada di
kelompok tersebut saling bertukar pandang, dan berseru pada Itsuki.
“Oi, Itsuki, apa kamu meminjamkan
Fujimiya kepada kami sebentar?”
“Amane itu milikku, tapi aku akan membiarkanmu meminjamnya untuk
sementara.”
“Sejak kapan aku menjadi ‘milikmu’?”
Amane memprotes berlebihan pada
pernyataan Itsuki yang memuakkan, dan melihat kalau Itsuki sudah menggabungkan
meja mereka menjadi satu. “Pasti
menyenangkan menjadi begitu...” Amane merasa tercengang di dalam hatinya.
Meski Ia tidak keberatan, Amane
berharapkalau teman-teman sekelasnya lebih dulu mencari persetujuannya sendiri
ketimbang persetujuan Itsuki.
Amane menghela nafas, duduk di
kursinya, dan menendang Itsuki dengan ringan di bawah meja.
“Aku tidak pandai dalam
mengajar orang lain.”
“Yah, itu lebih baik daripada
tidak memiliki siapa pun untuk diajar. Lagipula, Tenshi-sama sedang sangat
sibuk di sebelah sana.”
“Karena mendadak ikut, Shiina-san
mungkin tidak bisa mengurus kami sendirian.”
Semua orang melihat kelompok
yang sedang diajari Mahiru, bukan dengan cemburu, tapi dengan penyesalan.
“Kami bergabung karena merasa
kalau rasanya akan menyenangkan. Saat itu, kami pikir akan menyenangkan jika
seseorang datang untuk membantu kami. Jadi jika kamu bersedia membantu kami,
Fujimiya, itu akan sangat bagus.”
“Tapi Tenshi-sama lebih imut.”
“Jangan terlalu banyak berharap.
Lagi pula, jadi apa yang tidak kalian pahami?”
Amane dapat dengan yakin
mengatakan bahwa dia tidak akan pernah menemukan kelucuan sedikit pun dalam
dirinya. Dikejar untuk hal semacam ini membuatnya khawatir. Tapi sebagai anak
laki-laki, dia mengerti apa yang dimaksud anak-anak ini.
Dibandingkan diajari anak cowok
yang suram, Mahiru yang manis dan imut akan membuat orang merasa lebih bahagia.
Amane hanya bisa mengangkat
bahunya mendengar ini. Ia mengalihkan perhatiannya ke siswa yang bersemangat
dan mulai melihat-lihat buku teks.
Untungnya, semua pertanyaan
bisa dijelaskan dengan mudah. Karena mereka yang ikut berpartisipasi dalam
dalam kelompok belajar ini memiliki niatan untuk belajar, mereka secara alami sangat
serius dan memahami materi dengan cepat.
Termasuk Itsuki, Amane kini
harus mengajari empat orang. Ia menjawab pertanyaan yang tidak dipahami mereka
dan mengisi pertanyaan itu sendiri sebagai demonstrasi. Tidak mudah mengajar
empat orang sekaligus. Mahiru pasti juga pasti merasa kerepotan di sana.
Sembari memikirkan hal ini,
Amane menatap Mahiru. Pada saat ini, dia sedang menjawab pertanyaan dari
kelompok di sebelah mereka.
Hanya saja,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak ada hubungannya dengan belajar sama
sekali.
“... Tipe cowok seperti apa
yang kamu sukai, Shiina-san?”
Mahiru berpikir sebentar saat
mendengar pertanyaan itu, gadis-gadis itu memandangnya dengan tatapan penasaran
mereka.
Karena Mahiru menghindari
berbicara tentang “orang penting”
yang pernah dia ungkapkan, maka para gadis mengambil pendekatan yang berbeda
dan mencoba mempelajari karakteristiknya. Meski Mahiru tidak pernah secara
eksplisit mengakui bahwa orang ini adalah favorit atau pacarnya, teman sekelas
mereka sudah menganggapnya begitu.
Para siswa di sekitar pun
menajamkan pendengaran mereka saat belajar, mereka juga tertarik dengan
jawabannya.
“Hmm...Ia harus bersifat lembut
dan jujur. Aku tidak suka orang yang tidak jujur.”
“Apa kamu punya spesifikasi
tertentu untuk penampilan?”
“Aku lebih memperhatikan
kepribadian batin mereka, jadi tidak ada masalah mengenai penampilan luarnya. Selama
dia terlihat bersih, aku tidak keberatan sama sekali.”
Dengan senyum lembut dan
tatapan matanya, Mahiru berbicara tentang tipe cowok kesukaannya. Jawabannya
tampaknya terlalu ambigu, karena bisa juga digunakan untuk menggambarkan
seorang teman.
Gadis-gadis yang mengajukan
pertanyaan juga sepertinya berpikir begitu. Ada sedikit ketidakpuasan dalam
tatapan mereka, jadi senyum Mahiru yang biasa menjadi tegang.
“Jika ada hal lain selain hal
itu, kurasa mungkin …. Nilai.”
“Nilai? Maksudnya kesamaan?”
“Ya. Aku tidak berpikir dua
orang dapat memiliki kesamaan yang sama persis, jadi meskipun mereka tidak sama
persis denganku, tidak apa-apa, tapi aku suka orang yang menghargai orang lain
dan pendapat seseorang. Misalnya, Ia takkan pernah memaksakan kehendaknya
kepada orang lain. Jika semua orang bisa melihat dunia dari perspektif yang
sama, itu akan menjadi ideal, tapi itu mungkin mustahil. Ia harus bisa menerima
dunia dengan cara yang dilihat oleh orang lain dan bahkan memahaminya.”
Setelah berbicara, Mahiru menunjukkan
senyum khasnya lagi dan diam-diam melirik Amane sejenak.
Mau tak mau Amane jadi
memalingkan pandangannya. Mahiru mengarahkan tatapannya kembali ke gadis yang
mengajukan pertanyaan dengan ekspresi yang masih sama.
Jika Amane terus-menerus
melihatnya, Ia akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang di sekitarnya. Jadi
Amane juga mengalihkan perhatiannya dan kembali ke buku catatan di tangannya.
Teman kampret yang berada di sisinya tertawa sedikit.
“Baiklah, bagaimana kalau kita
lanjut?”
Itsuki tampaknya menyadari
bahwa semua orang telah berhenti tanpa sadar dan berdiri mematung. Setelah Ia
selesai berbicara, para siswa yang terpana, tiba-tiba tersadar. Mereka semua
berpura-pura melihat kembali materi pelajaran yang ada di depan mereka.
Amane juga berpura-pura tidak
terjadi apa-apa, dan menulis catatan di buku catatannya. Dalam hatinya, Ia
mulai memutar ulang pernyataan Mahiru.
Kepribadian Mahiru mencegahnya
menjalin hubungan romantis dengan mentalitas “coba-coba”. Jika dia ingin menjalin suatu hubungan, dia akan
bertujuan untuk mengembangkan hubungan jangka panjang, bahkan mungkin seumur
hidup. Oleh karena itu, dia memberitahu kalau dirinya menyukai seseorang yang
fleksibel dan bisa menemaninya untuk waktu yang lama.
“Cara berpikir Tenshi sangat
dewasa.”
“Yah, kurasa cara berpikir
Shiina sangat realistis.”
Setelah mendengar bisikan dari
teman-teman sekelasnya, Amane tanpa sadar mengucapkan kata-kata itu dengan suara
rendah, dan menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Ia hanya bisa tersenyum
masam melihat reaksi mereka.
“Hidup bersama seseorang yang
tidak fleksibel mungkin sangat melelahkan, kupikir seseorang cenderung ingin tinggal
bersama orang yang membuat mereka nyaman dan tenteram. Jika dua orang dipaksa
untuk tetap bersama dan mereka tidak cocok, keretakan akan terjadi setelah itu,
dan akhirnya memutuskan hubungan antara keduanya. Jika itu aku, aku tidak mau
didekati orang semacam itu sejak awal.”
Apalagi mereka yang tidak
membiarkan orang lain berbeda dari dirinya sendiri. Ketika hubungan mereka
semakin lebih dekat, salah satu dari keduanya pasti akan merasa tidak sanggup
lagi, dan hubungan di antara keduanya akan retak. Dalam hal ini, mereka mungkin
lebih baik tidak menjalin hubungan saja dari awal.
“Aku bahkan tidak bisa
membayangkan gadis seperti apa yang menjadi tipe ideal Fujimiya.”
“Gadis yang lembut pun tidak
masalah.”
“Definisimu itu terlalu luas.
Apa tidak ada yang lebih spesifik?”
“Sebelah mananya yang lebih
spesifik ... mungkin gadis yang memiliki kepribadian baik hati, penyayang, dan imut.”
“Kebanyakan orang menyukai
gadis semacam itu, oke”
“Lalu? Aku menyukai gadis yang
semacam itu, emangnya kamu punya masalah?”
“Bukan begitu maksudku, hanya saja,
definisi dari gadis idealmu itu terlalu luas, Fujimiya.”
“...kalau begitu, anggap saja
aku menyukai tipe pacar masa depanku. Ketika aku bertemu seseorang yang kusuka,
karakteristiknya mungkin berkembang menjadi kesukaanku.”
Amane mencoba mencari cara untuk
menjawab pertanyaan dan membuat jawabannya sesamar-samar mungkin. Pada saat
yang sama, Ia tiba-tiba mendengar tawa dari belakang.
“Pernyataan itu sangat lucu.”
Suara yang familiar tersebut langsung
membuat badan Amane merasa kaku.
Kenapa
kamu di sini? Amane ingin bertanya begitu, tapi kenyataannya,
tidak terlalu mengejutkan jika Mahiru datang menghampiri.
Amane berhati-hati
menyembunyikan ekspresinya, mencegah orang lain melihat keterkejutan di hatinya
ketika melihat ke arah Mahiru.
Mengabaikan Tenshi-sama di
hadapan semua orang jelas sekali akan meninggalkan kesan yang kurang baik pada
teman- teman sekelasnya, tapi sekali lagi, Amane biasanya memiliki ekspresi
dingin, jadi mereka tidak terlihat terlalu terkejut.
“Halo Shiina-san.”
“Maaf, aku terlambat. Aku
lumayan kerepotan dan aku tidak dapat datang membantu grup ini... apa ada
materi pelajaran yang tidak kamu pahami?”
Tampaknya sesi belajar Mahiru
untuk kelompok lain telah berakhir.
Ketika dia datang menghampiri,
dia berdiri di samping Amane mendengarkan dan mengamati. Fakta ini membebani
hatinya.
Anak-anak cowok dalam kelompok
itu saling memandang, dan kemudian menunjukkan beberapa ekspresi malu.
“Ah, mengenai itu, kami sudah
diajari oleh Fujimiya. Maaf, kami tidak seharusnya bergabung secara tiba-tiba
seperti ini.”
“Tidak, tidak, jangan
khawatirkan hal itu. Sebenarnya, aku terlalu melebih-lebihkan kemampuanku, dan
aku tidak menyangka kalau ada begitu banyak orang yang datang. Untungnya,
Fujimiya-san bisa menjawab pertanyaanmu. Terima kasih.”
“Fujimiya-san punya peringkat
yang cukup tinggi bukan?” Tidak ada niat terselubung dalam senyum dan komentar
Mahiru, tapi anehnya Amane merasa kalau dirinya menjadi sangat gelisah.
Amane mencoba menjawab tanpa
mengubah ekspresi wajahnya, “Terima kasih atas pujiannya.”
Amane segera menurunkan alisnya
untuk melihat Mahiru, khawatir dia mungkin berpikir kalau dirinya menanggapi
dengan sarkastik, tapi begitu melihat ke arahnya, Amane disambut oleh senyum
dan tatapan lembut, seolah-olah Mahiru telah melihat segalanya.
“Fujimiya-san tidak hanya
pandai mengurus orang, tapi juga pandai membimbing orang, ya.”
“Dari mananya aku pandai
mengurus orang ...”
“Misalnya, ketika kamu membantu
Chitose-san dan Akazawa-san. Meski kamu tampak acuh tak acuh, kamu selalu
memperhatikan mereka, dan segera setelah kamu menemukan bahwa orang lain sedang
berjuang, kamu langsung membantu mereka.”
“Aku bisa melihatnya dengan
jelas saat aku memperhatikanmu.” Ekspresi lembut dan suara Mahiru membuat Amane
mengatupkan bibirnya tanpa sadar.
Jumlah Mahiru memuji Amane
tidak bisa dianggap kecil, menyebabkan Amane merasa bingung. Amane tidak
menyangka bahwa Mahiru akan mengatakan bahwa dia mengawasinya atau memujinya dalam
hal ini, jadi matanya berkeliaran kemana-mana.
“Awww, lihat tuh, wajahnya langsung
kelijatan malu-malu.”
“Itsuki, berisik ... selain
itu, bukannya itu tindakan yang normal?”
“Fakta bahwa kamu berpikir itu
normal membuatnya semakin menakjubkan.”
Amane akhirnya tidak tahan
melihat wajah tersenyum Mahiru dan memalingkan mukanya.
Itsuki menendang tulang kering
Amane dengan ringan di bawah meja, seolah mencoba mendorong sesuatu.
◆◇◆◇
Setelah beberapa saat, acara
belajar bersama pun berakhir. Amane akhirnya meregangkan bahunya yang kaku,
seolah-olah berusaha menyingkirkan beban yang memberatkannya.
Mahiru menatapnya seraya
memasang senyum penuh kasih sayang yang hanya bisa diperhatikan oleh
orang-orang yang mengenalnya. Setiap kali Itsuki melihat kesempatan, Ia akan
menendang kaki Amane di bawah meja. Anak-anak cowok dalam kelompok yang sama
secara bertahap terbiasa berbicara dengan Amane, mulai berbicara terus terang
dan mengakrabkan diri dengannya.
Namun pada akhirnya, Amane
masih merasa lelah berinteraksi dengan wajah-wajah baru.
Mungkin ada bagusnya Ia bisa
mengenal dan mengobrol dengan orang baru, tetapi keberadaan Mahiru yang
mengintai membuatnya merasa stres.
Setelah sesi belajar selesai,
beberapa orang meminta salinan catatannya dan kemudian pergi.
Ada beberapa murid yang
berhenti di tengah jalan karena mempunyai urusan mendadak, atau menemukan kalau
ini sebenarnya adalah kelompok belajar yang serius yang tidak sesuai dengan
ekspetasi mereka. Dibandingkan dengan mereka, anak-anak cowok yang diajak
bicara Amane cukup serius, dan Amane menghormati mereka karenanya.
“Maaf dan terima kasih atas
bantuannya.”
Mahiru tetap tinggal sampai
acara belajar bersama selesai. Dia memberes-beres ruangan kelas, mengatur meja
dan kursi, lalu mengembalikan kunci kelas ke kantor guru. Teman sekelas lainnya
awalnya ingin pulang bareng bersamanya, tetapi sebagai penyelenggara, dia
bertanggung jawab untuk membersihkan. Amane membujuknya untuk membiarkannya
ikut membantu beres-beres.
Setelah ruang kelas digunakan
oleh semua orang, wajar saja jika ruangannya jadi berantakan dan acak-acakan.
Lalu seperti yang dikatakan Itsuki, membiarkan seorang gadis berjalan pulang
sendirian pada waktu malan sangatlah berbahaya sehingga Amane memutuskan untuk
menunggu sampai selesai. Akan lebih baik bagi Itsuki dan Chitose untuk tetap
tinggal, tetapi mereka berdua pulang lebih awal sambil diam-diam tertawa
menyeringai.
Sayang
sekali mereka berdua sudah pulang duluan. Amane dan Mahiru
berjalan menyusuri koridor yang sepi, sementara Amane mengeluh dalam hatinya
tentang Itsuki dan Chitose.
Semua klub sudah menghentikan
kegiatan mereka. Matahari sudah di ambang tenggelam di ufuk barat. Hanya ada beberapa
anggota staff dan guru bersama dengan segelintir siswa yang masih berada di
sekolah. Amane merasa canggung dan gelisah saat berduaan dengan Mahiru di
tempat sepi seperti itu.
“Sebenarnya, aku harus minta
maaf padamu, aku mungkin cuma menghalangimu saja.”
“Tidak, berkat bantuanmu, kita
bisa membantu lebih banyak orang. Walaupun aku tidak menyangka akan ada begitu
banyak orang ... beberapa orang memutuskan untuk datang sementara. Tapi meskipun
begitu, jumlah orang yang datang benar-benar
melebihi harapanku. Untungnya sebagian besar dari mereka yang membutuhkan
bantuan menerimanya dengan senang hati.”
“Sungguh murah hati sekali,
Tenshi-sama memang beda.”
“Tolong jangan panggil aku
dengan julukan itu.” Mahiru melirik kesal, Amane sengaja pura-pura tidak
memperhatikan. Selama belajar bersama tadi, Mahiru tiba-tiba memujinya di depan
semua orang. Sekarang, Amane ingin sedikit membalas dendam padanya.
“Untungnya, sebagian besar
siswa sangat serius.”
“Meski kadang-kadanga ada
beberapa obrolan ringan, semua orang lebih termotivasi daripada yang kukira.
Aku tidak bisa hanya bermalas-malasan lagi.”
“Kamu selalu sangat perhatian
dalam belajar. Kali ini, kamu tampaknya lebih termotivasi dari sebelumnya.”
“...Yah, karena sekarang aku punya
alasan dan tujuan.”
Amane tidak terlalu populer
atau dikenal baik di kelasnya. Entah itu dalam bidang akademis atau
berolahraga, Amane ingin memberikan yang terbaik. Ia berharap ke depannya nanti,
dirinya akan berhak disandingkan saat bersama Mahiru.
Mahiru tidak tahu tentang
alasan yang mendasari mengapa Amane berusaha begitu keras, tapi dia hanya tersenyum
dan berkata kepadanya, “Kamu luar biasa.” Mereka berdua baru saja berjalan
menuruni tangga, dan dia mengatakan itu pada Amane lagi.
“Matahari sudah terbenam.”
“Ya.”
Amane mengangguk, dan kemudian
menyadari bahwa Mahiru sedang menatapnya.
Wajahnya tidak memiliki senyum
ala tenshi, melainkan sebuah ekspresi yang biasa dia kenakan saat cuma ada
mereka berdua, ekspresi harapan dengan sedikit keintiman.
Apa
dia... Amane menegangkan tubuhnya, dirinya bisa menebak apa
permintaan Mahiru berdasarkan topik sebelumnya, dan Ia tersenyum sedih.
“...Ini sudah malam, aku akan
mengantarmu pulang...”
Tampaknya itu adalah jawaban
yang benar. Warna kemerahan samar muncul di pipi putih porselen Mahiru, dan
lengkungan lembut melengkung di sudut mulutnya.
“Terima kasih banyak atas
perhatiannya. Fujimiya-san memang sangat baik, ya.”
“Jangan main-main denganku...
Kamu baru saja memintaku mengatakan itu sekarang.”
“Fufufu, masa?”
Gumaman rendah ini tidak luput
dari telinga Mahiru, dan matanya menyipit gembira, senyum ringan menghiasi wajahnya.
Ya
ampun. Amane mengeluh. Ia kemudian mengganti sepatu dalam
ruangannya dan berjalan keluar menuju gerbang depan. Amane tahu kalau Mahiru
sedang berjalan tidak jauh di belakangnya, jadi Ia sengaja memperlambat langkah
kakinya untuk menyamai langkahnya, dan
kemudian menghela nafas panjang.
...Dia
tahu persis apa yang dia lakukan.
Amane ingin menawarkannya
sendiri, tapi Mahiru dengan cerdik menjebaknya terlebih dahulu.
Alasan mengapa Amane tetap
tinggal sampai malam begini ialah karena Ia mengkhawatirkan Mahiru dan ingin
mengantarnya pulang.
Berjalan di sampingnya pasti
akan menimbulkan gosip beredar, jadi Amane awalnya berencana untuk berjalan di
depan atau di belakangnya daripada pulang berdampingan, tapi Mahiru sudah
menebak semua itu, dan memberinya alasan untuk berjalan di sampingnya sembari
memotong rute pelariannya. Aku benar-benar
bukan tandingannya.
“...Shiina-san, kamu itu
seorang, orang-orang pasti akan salah paham, ditambah lagi belum terlambat
untuk pulang sendirian.”
“Fujimiya-san benar-benar baik.
Aku selalu memperhatikannya, jika Fujimiya-san bisa menemaniku hari ini, aku
akan merasa tenang dan aman.”
“...Apa begitu”
Lampu jalan yang redup
menyinari tubuh Mahiru dan senyumnya terlihat lebih cerah dari sebelumnya.
Amane berbalik dengan cepat dan mulai berjalan, sambil berharap kalau Mahiru
tidak melihat wajahnya.