Chapter 58 – Obrolan
“Ookusu-kun.”
Seusai jam pelajaran ketiga,
Fujisaki datang menghampiri tempat dudukku.
“Ada apa?”
Untuk beberapa alasan,
pandangan Fujisaki mengarah ke mana-mana. Dia mengambil napas dalam-dalam
seolah-olah telah mengambil keputusan, lalu membanting mejaku dengan tangannya.
“Jadi, apa kamu sudah
memutuskannya?”
“Eh?”
Aku tidak memahami apa yang dia
bicarakan.
“Apa kamu sudah lupa? Kamu dan aku
bersaing satu sama lain, dan yang menas bebas memerintah orang yang kalah. ……”
“Oh.”
Aku lupa. Kurasa dia mau
menanyakan, apa aku sudah memutuskan perintah seperti apa yang harus dia taati?
“Sejujurnya, aku belum
memikirkannya sama sekali, karena baru-baru ini aku mengalami cedera. Sekarang aku
sudah sembuh total, kurasa sudah saatnya untuk mulai memikirkannya. ……”
Fujisaki tampak gelisah sedari
tadi. Aku pikir dia ragu-ragu tentang perintah seperti apa yang akan dia
terima. Namun, aku tidak punya niatan untuk memerintah sesuatu yang
keterlaluan.
“Sebaliknya, perintah macam apa
yang akan diberikan Fujisaki kepadaku jika kamu yang menang?”
“Hah? Tidak, aku tidak
memikirkan hal seperti itu!”
Dia kelihatan kalut. Dia
jelas-jelas sepertinya punya tujuan.
“Hmmm, aku ragu tentang hal
itu.”
“Jangan khawatirkan aku. Aku
tidak ingin berlama-lama menunggu, jadi aku ingin kamu memutuskannya dengan
cepat.”
Aku merasa tidak nyaman karena
dia tampak terburu-buru meski dialah yang berada dalam posisi menerima perintah.
Normalnya, orang akan sengaja mengabaikan taruhan semacam itu dan takkan
mengungkitnya lagi.
“Baiklah. Aku akan memutuskannya
besok. Apa kamu tidak masalah dengan itu?”
“Ya. ……”
Masalahnya adalah, aku tidak memiliki
sesuatu ingin Fujisaki lakukan. Tetapi jika aku tidak memberikan perintah yang
benar, Fujisaki takkan merasa puas.
“Atau apa ada sesuatu yang kamu
ingin aku perintahkan?”
“Ti-Tidak ada kok.”
Ketika dia tampak tersipu, itu terlihat
dari sikapnya. Reaksinya sangat lucu untuk digoda.
“…… Dua orang di belakang
tumben sekali jadi pendiam hari ini.”
Fujisaki melihat ke belakangku
seolah-olah ingin mengalihkan pembicaraan. Tentu saja, dia pasti sedang
membicarakan Saito dan Shindo. Aku sudah memperhatikan mereka sejak beberapa
waktu yang lalu, tapi mereka sudah terlalu fokus dalam buku-buku mereka. Mereka
mungkin tidak mendengar percakapan kami.
“Aku tidak pernah membayangkan
Saito-kun atau Shindo-kun akan membaca buku.”
“Tolong jangan sekali-kali
mendekati mereka. ……”
Aku tidak bisa bilang
blak-blakan kalau buku yang mereka baca adalah novel erotis.
“Aku sendiri suka buku. Meski
kebanyakan buku misteri, sih.”
“Aku sendiri menyukai seri
Kindaichi. Isinya mungkin agak sadis dan mengerikan, tapi tulisannya mudah
dibaca dan karakternya menarik.”
“Oh, aku juga membacanya!”
Inu-O-ke terkenal dengan adegan
di mana seseorang tenggelam terbalik ke dalam danau dan memiliki kesan yang
mengerikan. Sebenarnya ada beberapa adegan yang aneh, tapi lebih dari itu,
karakter si pembunuh sangat menarik. Aku tidak bisa bilang kalau Ia adalah
orang jahat, tetapi Ia adalah karakter yang sangat simpatik.
“Aku penasaran, buku seperti
apa yang mereka berdua baca. Mata mereka berdua sampai memerah begitu. ”
“Mereka juga terengah-engah dan
menempatkan wajah mereka sedekat mungkin dengan buku, jadi sebaiknya kamu
menjauh dari mereka.”
Itu pasti sekitar jam pelajaran
pertama selesai. Shindo tertarik pada buku yang sedang dibaca Saito dan
meminjam novel erotis darinya.
“Aku tidak tahu kalau
Ookusu-kun juga membaca buku. Aku belum pernah melihatmu membaca di sekolah.”
“Cuma kadang-kadang. Ayahku juga
suka novel misteri, dan Ia sering merekomendasikannya padaku. Aku mungkin tidak
membaca sebanyak Fujisaki.”
“Betul sekali. Aku punya
banyak, jadi jika kamu mau meminjamnya, kamu tinggal bilang saja padaku”
“Terima kasih.”
Saat aku sedang melakukan
percakapan dengan Fujisaki, dua orang di belakangku masih terus membaca sambil
sesekali tertawa cekikikan. Walaupun kamu tidak tahu buku macam apa yang mereka
baca, pemandangan mereka yang membaca dari jarak dekat dan sambil cekikikan
masih terlihat menyeramkan.
“…… Apa lukamu sudah baik-baik
saja sekarang?”
Aku balas mengangguk. Aku sudah
membuat Fujisaki sangat khawatir.
Aku ingat pada hari pertama
ujian, Fujisaki sampai berlinangan air mata saat melihatku dalam keadaan babak
belur dan tidak karuan. Itu pasti sangat menyakitkan.
“Pasti rasanya saki, bukan? Aku
masih tidak percaya kalau ada seseorang akan melakukan itu pada orang yang
tidak mau melawan.”
“Ya kamu tahu lah. Kurasa aku
sedang apes saja ”
“Jahat sekali ……”
Tentu saja, aku tidak
melaporkannya ke polisi. Prioritas pertamaku adalah menjauh dari mereka, jadi aku
menahan diri untuk tidak melakukan apa pun yang mungkin menyebabkan kebencian
sekecil apa pun.
“Semuanya sudah berakhir
sekarang.”
Pada akhirnya, aku membiarkan
hal terjadi seperti yang mereka lakukan, dan merasa kesal Namun, perasaanku
bukanlah prioritas.
“Kamu sangat baik sekali,
Fujisaki.”
“Tidak, tidak, tidak juga kok”
Wajahnya sedikit merah.
Sepertinya dia tidak pandai menangani saat dipuji langsung.
“Jam pelajaran keempat akan
segera dimulai, jadi aku mau kembali dulu sekarang!”
Fujisaki kemudian bergegas
kembali ke tempat duduknya.
Aku melihat arlojiku dan melihat
bahwa masih ada sekitar 30 detik tersisa.
Aku menoleh ke arah dua orang
di belakangku. Sikap mereka tidak berubah sama sekali, seolah-olah mereka tidak
bergerak sama sekali. Aku bertanya-tanya seberapa besar mereka berkonsentrasi
pada bacaan mereka.
Dan kemudian bel sekolah berbunyi,
mengumumkan dimulainya pelajaran berikutnya.
Aku ingin tahu apa yang akan
mereka lakukan, jadi aku melihat sekeliling. Mereka memegang buku bacaan dengan
satu tangan, dan dengan tangan yang lain, mereka merogoh tas dan mengeluarkan buku
pelajaran mereka. Kemudian melanjutkan untuk membacanya seolah-olah tidak ada
yang terjadi.
Mereka berdua itu bego atau apa?
Bisa-bisanya mereka masih lanjut membacanya walaupun bel sudah berbunyi.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya