Chapter 3 — Perjalanan Bisnis Bersama Wakana
“Selamat pagi, Pak Manager.
Saya berharap bisa bekerja dengan anda juga hari ini.”
“Selamat pagi, Wakana-san. Aku
juga.”
Di sebuah department store
besar di pusat perbelanjaan pinggiran kota. Waktu masih menunjukkan pagi hari sebelum
toko dibuka. Terdapat dua orang, seorang pria dan wanita, saling bertegur sapa
di tempat parkir atap pusat perbelanjaan tersebut. Mereka nerdua merupakan manajer
dan asisten manajer toko, saling menyapa dalam keadaan udara segar di mana
tidak ada kendaraan lain yang diparkir sama sekali. Mereka adalah Ichigo dan
Wakana.
“Kemudian, mari kita pergi?
Jika ada sesuatu yang kelupaan dari toko, itu masih belum terlambat.”
“Terima kasih atas perhatian
anda. Saya baik-baik saja.”
“Seperti yang diharapkan,
Wakana-san tidak pernah melupakan apa pun.”
Saat mereka bertukar kalimat
seperti ini, mereka naik ke mobil perusahaan yang selalu tersedia di toko. Tak
satu pun dari mereka mengenakan seragam kerja mereka hari ini. Mereka tidak dalam
setelan formal maupun kaku. Mereka mengenakan pakaian yang relatif santai, dan
berwarna sederhana.
Mereka berdua pergi
berjalan-jalan bersama ke suatu tempat ... tapi nyatanya bukan begitu. Hari ini,
Ichigo dan Wakana sedang melakukan perjalanan bisnis bersama-sama karena ada
suatu pertemuan penting. Pertemuan tersebut akan diadakan di gedung pusat budaya
sekitar 50 kilometer dari tokonya, ruang rapat sewa di mana para manajer toko
cabang di bawah naungan perusahaan ritel akan berkumpul secara teratur.
Hari ini, Ichigo dijadwalkan
untuk menghadiri pertemuan. Alasan mengapa Wakana menemaninya untuk pertemuan
para manajer toko ialah karena ada pelatihan calon manajer untuk asisten
manajer dari masing-masing toko di tempat yang sama, dan dia akan
berpartisipasi dalam kegiatan itu. Karena alasan itulah, masing-masing personil
toko yang berpartisipasi akan bertemu dan naik bersama-sama ke tempat tujuan.
“Jika anda kelelahan, pak manajer,
jangan sungkan-sungkan untuk memberitahu saya. Saya akan mengambil alih
kemudi.” Saat masuk ke dalam mobil, Wakana di kursi penumpang mengatakan dengan
wajah tegas.
“Terima kasih.” ekspresi Ichigo
langsung santai saat menjawab perhatian Wakana. “Tapi aku baik-baik saja.
Memangnya aku terlihat sedang kelelahan?”
“Ah, ti-tidak, maksud saya
bukan begitu...”
Ichigo balas bertanya sambil
tersenyum, dan Wakana buru-buru membantah.
Sungguh
orang penuh perhatian ..., Dalam benaknya, Ichigo sekali lagi
terkesan dengan kedisiplinannya. Wakana adalah orang yang sangat penuh perhatian
di tempat kerja, bahkan terhadap bos mudanya, Ichigo. Itu adalah kekuatan yang
karakteristiknya, tapi kadang-kadang dia bereaksi terlalu berlebihan.
“Terima kasih atas perhatianmu.
Baiklah, bagaimana kalau kita berangkat sekarang?”
“Ya. Sekali lagi, terimakasih
banyak.”
Dengan begitu, Ichigo mulai menyalakan
mesin mobil dan mengemudi. Ia menuju tempat tersebut. Mobil dinas toko meninggalkan
pusat perbelanjaan dan meluncur sepanjang jalan raya untuk sementara waktu.
Dari sana, mereka melewati sebuah persimpangan dan berbelok ke arah jalan tol.
“Ini adalah pertama kalinya
saya berpartisipasi dalam pelatihan bagi calon manajer toko, jadi saya sedikit
gugup.” Menempatkan tangannya di dadanya, Wakana mengungkapkan kegugupannya saat
mengambil napas dalam-dalam.
Jalanan tol tersebut merupakan
jalur lurus bebas hambatan. Saat mengemudikan kendaraannya, Ichigo mengobrol
santai dengan Wakana.
“Aku pernah berpartisipasi juga.
Jadi kamu tidak perlu segugup itu. Ini cuma masalah memahami karakteristik
daerah, salam klien musiman dan pelanggan ... itu hanya seperti membaca dasar
dari deskripsi pekerjaan.” Ichigo menceritakan pengalamannya untuk meredakan
ketegangan Wakana. Namun dalam kenyataannya, pelatihan buat calon manajer toko
bukanlah perkara besar, sehingga tingkat kesadarannya sudah cukup.
“Apa Anda pikir pakaian ini
sudah tepat?” Saat mengatakan ini, Wakana menatap tubuhnya sendiri. Hari ini
dia mengenakan blus musim panas beige.
Bagian bawahnya memakai celana meruncing putih, dan sepatu standar. Di
lehernya, kalung perak melekat sebagai aksesori. Skema warna keseluruhan pakaiannya
tampak tenang, memberikan suasana yang matang dan dewasa. Aroma parfum mawar yang
menyebar serta kacamata berbingkai tipis yang dia kenakan membuatnya tampak
lebih mempesona.
“Ye-Yeah, tidak ada masalah.
Selama kamu tidak berpakaian terlalu kasar, kurasa kamu tidak ada masalah. Itu
sebabnya kamu tidak perlu terlalu mencemaskan hal itu. Bahkan, ada manajer toko
yang menghadiri pertemuan dengan baju yang tampak seperti baju santai.”
“Eh, masa?” Wakana terkikik.
Saat mereka bercakap-cakap dan tertawa di dalam mobil, mereka terus melanjutkan
perjalanan. Langit biru menawan tanpa adanya awan sedikit pun, dan deretan pohon-pohon
di sepanjang sisi jalan raya yang subur nan hijau. Pemandangan tersebut
benar-benar seperti adegan awal musim panas.
“Ah, kita sudah setengah jalan,
jadi bagaimana kalau kita istirahat dulu sebentar?” Ichigo lalu menyarankan begitu.
Setelah beberapa jam berkendara, mereka hampir setengah jalan menuju tempat
tujuan.
“Baiklah kalau begitu.
Sepertinya ada rest-area sekitar tiga
kilometer di depan.” balas Wakana, melihat sistem navigasi mobil yang dipasang
di mobil.
“Lalu, mari berhenti di sana
sebentar.”
“Ya.”
Segera, mobil Ichigo tiba di
rest-area yang dibangun di atas gunung kecil. Di sana, mereka berdua beristirahat
dan meluangkan waktu ke toilet sebentar.
“Maaf sudah membuatmu
menunggu.”
“Tidak apa-apa.”
Ichigo kembali dan bertemu
dengan Wakana di tempat parkir, Ia kemudian melihat arlojinya untuk memeriksa
waktu.
“Sepertinya masih ada banyak
waktu sebelum waktu pertemuan. Apa kamu mau lihat-lihat dulu ke dalam?”
Masih ada banyak waktu luang.
Untuk menghabiskan waktu, Ichigo menunjuk ke fasilitas rest-area dan menyarankan hal itu pad Wakana. Memang benar bahwa
waktu perjalanan adalah bagian dari pekerjaan, tetapi relaksasi semacam ini
juga diperlukan untuk bekerja.
“Eh? Ah, ya, tentu saja!”
Sebagai tanggapan, Wakana berhenti sejenak seolah-olah tercengang, dan kemudian
karena beberapa alasan yang tidak diketahui, mencondongkan tubuhnya dengan
sukacita.
Rest-area
tersebut memiliki berbagai spesialisasi dan suvenir lokal. Bahkan ada beberapa
barang dagangan untuk produk lokal.
...
Aku ingin tahu apakah Wakana-san sedikit penasaran tentang hal itu,
Ichigo tersenyum sambil berpikir dalam hati ketika melihat sekilas sisi
femininnya.
“Kalau begitu, ayo pergi.”
Ichigo dan Wakana lalu menuju
ke dalam fasilitas penjualan rest-area
bersama-sama. Di dalam gedung, ada toko suvenir standar dengan restoran di
dalamnya. Karena saat ini adalah hari kerja, jadi cuma ada beberapa orang saja
yang hadir.
“Ah, mereka menjual semacam produk
spesial.”
Tiba-tiba, mereka berdua
berhenti di depan toko es krim. Di sana, bahan es krim menggunakan spesialisasi
lokal daerah sekitar rest-area.
“Hee ~ mereka menjual es krim
stroberi ya.”
Buah stroberi adalah produk
andalan dari daerah ini. Stroberi itu beku, dihancurkan, dan dikuleni ke dalam
es krim untuk menciptakan campuran es krim lembut dan tekstur serbat pada saat
yang sama, suatu produk yang disebut Es krim strawberry.
“Kelihatannya enak.”
“Ya, dan ada satu item lagi ...
hmm?” Tatapan Ichigo yang sedari tadi melihat-lihat menu untuk mencari sesuatu yang
menarik, tanpa sadar menegang. “Ini…”
Seiring dengan tulisan yang
berkata, “Booming!” Ada juga produk
khusus lain, es krim bunga matahari dengan biji bunga matahari di atasnya.
“Wo-wow, itu benar-benar
mengesankan ...”
“Mungkin karena ... bunga matahari juga merupakan spesialisasi di
sini?”
Wakana tampak bingung, dan
ichigo mengerang.
“Aku penasaran apa rasanya itu
lezat ...”
“Tidak, aku yakin kalau produk
ini cuma dijadikan konten media sosial, masalah rasa palingan nomer sekian.”
Es krim stroberi dan bunga
matahari. Jika Ichigo harus memilih di antara keduanya, Ia pasti akan memilih
yang stroberi.
“Wakana-san, apa kamu suka 'Ichigo'?” (TN: Ichigo yang dimaksud adalah buah stroberi,
meski pengucapannya mirip seperti nama MC, tapi beda tulisan kanjinya.)
“Eh?” Ketika Ichigo menanyakan
pertanyaan ini dengan mempertimbangkan pembelian, Wakana tampak terkejut sesaat.
“... Ah, ya ... aku suka.”
Kemudian, untuk beberapa
alasan, pipinya memerah dan menjawab dengan malu-malu. Ichigo memiringkan
kepalanya dengan bingung.
“Kalau gitu, apa kamu ingin
mencobanya sedikit?”
“Jika pak manajer mengatakan
demikian, maka ...”
“Tidak, tidak, ini bukan
perintah kerja atau semacamnya, oke. Dari caramu mengatakannya, rasanya
seolah-olah kalau aku memaksamu untuk bilang kalau kamu menyukainya ...”
“Tidak, aku sangat ingin
sekali!”
Usai percakapan semacam itu,
Ichigo dan Wakana membeli es krim stroberi.
“Ngomong-ngomong, sepertinya
ada observatorium di sana.” Ketika mereka keluar dari area penjualan, Wakana
menunjuk ke tepi tempat parkir dan berkata. “Mari tengok sebentar.”
Ketika mereka berjalan ke sana,
sebuah observatorium dengan pemandangan luas terpampang dengan menakjubkan.
“Wow ...” Sembari menempatkan
tangannya di pagar kayu, Wakana menghela nafas kekaguman saat melihat
pemandangan yang terbentang di hadapannya. Dari rest-area yang terletak di atas
gunung kecil, kota yang ada di kaki gunung, area pabrik, dan tempat-tempat lain
di mana orang-orang berlalu-lalang dapat terlihat.
“Sungguh menakjubkan sekali,
bukan?”
“Ya, aku yakin kalau
pemandangannya jauh lebih indah di malam hari.”
Di atas observatorium dengan
pemandangan indah, mereka berdua menikmati es krim sambil menikmati angina
semilir yang berhembus.
“Yup, ini rasanya lezat.”
“Es krim ini memiliki tekstur
yang menarik, rasany seperti es yang diiris dengan buah.”
Mereka berdua dengan gembira
mencicipi citarasa bersama. Tiba-tiba, ingatan makan es krim baru-baru ini
dengan seorang gadis kembali terlintas di benak Ichigo. Senyum Luna sejak hari
itu kembali muncul.
...
Aku yakin dia menyukai hal semacam ini juga.
Sementara Ichigo memikirkan hal
tersebut, Wakana yang melihat pemandangan dari observatorium, memanggil
seolah-olah dia memperhatikan sesuatu.
“Hee ~ Ada taman hiburan di
tempat seperti ini?”
Seperti yang dikatakan Wakana,
ada taman hiburan yang terletak agak jauh dari area pabrik.
“Wah iya. Aku juga bisa melihat
bianglala besar.”
Taman
hiburan macam apa itu ..., Ichigo bergumam pada dirinya sendiri
ketika mengeluarkan teleponnya untuk mencarinya di internet. Kemudian, Wakana
melirik Ichigo.
“En-Entah bagaimana saat
melakukan ini, kita terlihat seperti kolega kerja normal ... tidak ada yang
mengira kalau kita adalah manajer dan asisten manajer toko.” ujar Wakana,
pipinya sedikit berwarna merah ceri dan tatapannya mengarah ke bawah di
belakang kacamatanya.
... Memang, baik Ichigo dan
Wakana berpakaian agak santai saat ini. Sudah menjadi aturan kalau kamu tidak
harus mengenakan seragam atau setelan jas formal ketika melakukan perjalanan bisnis.
Apalagi, kalau dilihat dari sudut pandang orang luar, mereka sedang
berbincang-bincang gembira dengan suasana santai. Tidak ada yang mengira kalau
mereka adalah kolega dari tempat kerja yang sama.
“Yah, kurasa begitu. Kita
terlihat seperti teman baik, atau sahabat perjalanan, atau sesuatu seperti
itu.”
“... At-Atau mungkin seperti sepasang
kekasih, atau suami istri.” Masih tidak berani mengarahkan tatapannya ke arah
Ichigo, Wakana mengatakannya dengan ragu-ragu.
“Eh?” Menanggapi komentar itu, mau tak mau
Ichigo mulai melihat sosok Wakana. Dia mengenakan pakaian kasual, sesuatu yang
jarang dilihatnya. Perhatian Ichigo terfokus pada penampilannya yang berbeda
dari apa yang biasanya dia kenakan, dan mengungkap kulitnya ke lengan atasnya.
Ketika Wakana mengatakannya
seperti itu, Ichigo jadi merasa malu.
Sampai bisa disalahpahami
sebagai kekasih atau sebagai suami istri dengan gadis secantik dirinya, mungkin
itu akan menjadi suatu kehormatan. Namun, jika dia mengatakan sesuatu yang terlalu
sensitif, itu bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual, dan mungkin juga
maksud ucapannya tadi cuma sebagai candaan.
“Hahaha, kurasa kamu bisa
mengatakan itu.”
Oleh karena itu, Ichigo
menanggapi komentar Wakana dengan balasan normal.
“Ah …. iya.”
Ketika Ichigo menjawab begitu, ekspresi
Wakana sedikit murung.
“???”
Ichigo memiringkan kepalanya
dengan wajah penuh tanda tanya. (TN : Fuceekkkkk itu cewek lagi ngode ke elu, t*lol!!!!!)
Bagaimanapun juga, masa
istirahat mereka berakhir. Mereka berdua kembali ke dalam mobil dan
meninggalkan rest-area. Lalu, beberapa puluh menit kemudian—
“Akhirnya sampai, di sini
tempatnya.”
“Ya, terima kasih sudah
mengemudi.”
Mobil yang mereka tumpangi
akhirnya sampai di venue, tempat di mana pertemuan dan pelatihan akan diadakan
hari ini. Gedung pusat budaya kota . Pertemuan manajer toko daerah akan
berlangsung di salah satu ruang konferensi di sini. Sebuah pertemuan dan makan
malam akan diadakan dengan manajer setiap toko, manajer regional, dan beberapa
supervisor yang sedang berpatroli di daerah itu mulai sore hingga larut malam.
Di ruang konferensi terpisah, Wakana akan menghadiri sesi pelatihan sebagai
seorang kandidat manajer dengan asisten manajer setiap toko cabang lainnya.
“Kalau begitu, Wakana-san.
Sampai jumpa lagi.”
“Ya, baiklah, pak, sampai
bertemu kembali.”
Ketika mereka memasuki venue,
mereka mengisi daftar di meja resepsionis dan mengenakan tag nama yang disediakan.
Mereka lalu berpisah ke ruang konferensi masing-masing.
※※※※※
Waktu pun berlalu dalam sekejap
mata, dan sudah menjelang sore.
“Akhirnya, sudah berakhir.”
“Periode Bon Festival juga
tampaknya memang menantang, tetapi dibandingkan dengan liburan Golden Week, kesulitannya tampak lebih
mudah.”
Jadwal hari ini sudah berakhir,
dan sudah saanya waktu pertemuan selesai. Isi rapat kali ini ialah membahas
tren dan langkah-langkah untuk menghadapai musim mendatang, membandingkannya
dengan informasi terbaru yang dibawa oleh masing-masing supervisor, mendiskusikannya,
dan menerapkannya kembali ke toko untuk menciptakan strategi penjualan, pengembangan
produk , dan perencanaan untuk menarik pelanggan. Prosesnya sama setiap kali,
jadi itu tidak terlalu sulit. Sisa pertemuan hari itu berakhir dengan diskusi
untuk berbagi informasi tentang pengutil dan pelanggan yang tidak diinginkan di
setiap toko, serta ide-ide untuk pengurangan beban biaya. Sekarang, para manajer
toko setiap cabang berkumpul di pintu masuk venue dan saling bertukar pendapat.
...
Namun, Ichigo melihat sekeliling para manajer toko yang berkumpul
dan berpikir. Semua orang mengenakan pakaian kasual untuk pertemuan hari ini, tapi
menarik untuk melihat bagaimana masing-masing dari mereka memiliki gaya unik
tersendiri. Seperti yang diharapkan, banyak orang yang memimpin toko punya
kepribadian unik. Beberapa dari mereka bahkan mengenakan kemeja Aloha bermotif
flamboyan. Ichigo berpikir kalau aturan tak tertulisnya ialah berpakaian
sederhana.
...
Rasanya jadi mengingatkanku pada adegan di Manga Shounen di mana para pemimpin
dari berbagai departemen berkumpul untuk rapat.
Sangat menarik untuk berbicara
dengan orang-orang seperti itu. Sebagai pengingat, Ichigo cenderung masih
dianggap muda di antara para manajer toko yang berkumpul di sini. Ada beberapa
manajer toko di sekitar usia yang sama dengannya, tapi mereka semua adalah manajer
toko di peringkat-E atau D dari toko-toko kecil dengan produk penjualan yang
relatif kecil dan penjualan tahunan. Oleh karena itu, situasi ini memungkinkan orang-orang
di sekitarnya memahami keunikan Ichigo, yang dipercayakan memimpin toko cabang
peringkat-S pada usianya yang masih begitu muda.
“Ah, kurasa pelatihan di
ruangan lain pasti sudah sekesai sekarang.” Salah satu manajer toko bergumam
begitu. Sudah waktunya bagi asisten manajer menyelesaikan pelatihan mereka
untuk menjadi kandidat manajer.
“Asisten manajerku baru saja dipromosikan
tempo hari. Tapi Ia masih saja belum bisa menangani tugasnya dengan baik.”
“Ia lebih baik terbiasa. Kamu
tidak bisa terus bekerja seperti itu teralu lama.”
“Benar ...” Ichigo mengangguk
setuju saat mendengar percakapan antara manajer toko yang lain.
“Oh iya, kira-kira apa benar
asisten manajer toko dari manajer Kugiyama adalah Wakana-san?”
“Ya, benar.”
“Dia dulu menjadi bawahan
langsungku ketika aku masih jadi kandidat manajer. Dia selalu sigap dalam
segala urusan.”
“Asisten manajer toko peringkat
S bisa setara menjadi manajer toko lain.”
“Yah, jika kemampuannya tidak
begitu baik, dia takkan bisa melayani sebagai asisten manajer Kugiyama.”
Manajer toko semuanya memuji
Wakana dan Ichigo.
“Tidak, tidak, itu sama sekali
tidak benar. Justru akulah yang selalu mendapatkan bantuan darinya.” Ichigo
berkata dengan rendah hati dalam menanggapi komentar mereka. Lalu saat itu,
asisten manajer dari setiap toko yang telah menyelesaikan pelatihan mereka mulai
kembali.
“Pak manajer, terima kasih
sudah menunggu” Dan segera, Wakana datang menghampiri Ichigo dengan ekspresi
tegas di wajahnya. Dia memancarkan aura yang dapat diandalkan yang biasanya dia
tampilkan di tempat kerja.
“Wakana-san benar-benar cantik,
ya?”
Kemudian, jauh di belakangnya, obrolan
asisten manajer toko-toko lain bisa didengar.
“Dia punya daya tarik yang
matang, atau sesuatu seperti itu ...”
“Kita mulai pada tahun yang
sama, tapi aku tidak merasa kalau kita sebaya. Aku merasa dia lebih tua dariku,
rasanya seolah-olah dia bosku ...”
Asisten
manajer lainnya juga rupanya memiliki kesan yang sama tentang dirinya.
Seorang wanita cantik yang bisa melakukan pekerjaannya. Asisten manajer, yang
semuanya adalah laki-laki, benar-benar terkejut dengan penampilannya. Mereka
secara alami berkisar berbagai suia, tetapi kebanyakan dari mereka masih muda.
Bagi mereka, Wakana bukan hanya objek kekaguman, tetapi juga seorang lawan yang
menarik.
“Pak manajer.” Ketika Ichigo memikirkan
hal ini, Wakana memanggilnya. “Apa ada sesuatu yang perlu diberitahukan ke toko
sesegera mungkin? Jika anda tidak keberatan, saya akan menghubungi mereka.”
“Ah, aku tidak punya perihal
mendesak untuk diberitahu, tapi aku ingin tahu bagaimana keadaan toko sekarang.
Bisakah kamu bertanya pada Oshikata-san, manajer lini lantai, apa ada perihal
mendesak yang perlu dilaporkan padaku?”
“Dipahami.”
Seperti biasa, Ichigo
memperlakukan Wakana layaknya rekan kerja biasa. Kemudian, Ia mendengar
beberapa orang berbisik dari sekelilingnya.
“Seperti yang diharapkan, ada
aura bermartabat.”
“Toko berperingkat-S sepertinya
memiliki status yang sedikit berbeda.”
“Manajer Kugiyama memiliki
jenjang karir yang menjanjikan, dan mereka berdua kelihatan sangat serasi.”
Gosip semacam itu memasuki
telinganya.
“Kamu sepertinya sangat mengandalkannya,
ya, Kugiyama?” Seorang pria mendekati Ichigo saat menonton Wakana mengeluarkan
ponselnya dan pergi ke stan panggil. Pria kecil, pendek, kelebihan berat badan
dengan kacamata. Dia adalah manajer regional yang bertanggung jawab atas
seluruh distrik bisnis daerah sekitar.
“Ya, benar. Dia terlalu baik
untuk menjadi asisten manajerku.” Menanggapi kata-katanya, Ichigo mengungkapkan
pikirannya yang jujur tanpa menyembunyikannya. “Aku
mengandalkannya.”
“......”
Sementara itu, Ichigo tidak
tahu. Ketika Wakana berbelok ke sudut koridor untuk pergi ke bilik panggilan,
dia berhenti dan mendengarkan percakapan antara Ichigo dan manajer regional.
Kemudian —
“... Fufu.”
Dia tersenyum manis, tampak
sangat gembira, dan mengepalkan tinjunya dengan erat di depan dadanya.
※※※※※
Sinar matahari mulai tenggelam
di arah barat dan kegelapan malam mulai menyelubungi langit.
Di bawah langit yang begitu
gelap, dan hanya diterangi bulan dan bintang-bintang yang mengambang di langit,
sebuah mobil yang ditumpangi Ichigo dan Wakana melaju di jalan raya di mana
lampu jalan menerangi tujuan mereka secara berkala.
Setelah pertemuan dan pelatihan
berakhir, para peserta bubar di tempat. Beberapa dari mereka berbicara tentang
pergi makan bersama setelah itu, dan beberapa peserta dari daerah terdekat
memanggil taksi online buat pesta minum-minum.
Ichigo juga sempat di ajak, “Bagaimana kalau kamu ikutan juga, manajer
Kugiyama?” tapi Ichigo menolak ketika Ia ingin pulang, sedangkan Wakana,
dia diundang untuk minum-minum, tetapi dia bergabung dengan Ichigo ketika
mereka berbagi tumpangan bersama.
“Pak manajer, Anda pasti
kelelahan ‘kan. Apa anda ingin bergantian menyetirnya dengn saya?” Di tempat
parkir Pusat Kebudayaan, Wakana menyarankan agar mereka bertukar mengemudi,
seperti yang dia lakukan di pagi hari.
“Tidak, tidak, aku baik-baik
saja. Wakana-san sendiri, silahkan beristirahat saja. Jika kamu mau, Kamu
bahkan bisa tidur sebentar.” Ichigo dengan sopan menolak saran itu dan masuk ke
kursi pengemudi, sambil terkagum dengan sifat perhatiannya.
...
atau apa aku kelihatan selelah itu? pikir Ichigo dan sedikit
khawatir tentang penampilannya.
“Sudah hampir setengah jalan,
‘kan?”
“Ya, mari kita istirahat
sebentar.”
Bagaimanapun juga, setelah
meninggalkan venue, dan melaju di jalanan tol selama beberapa jam, Ichigo dan
Wakana memutuskan untuk berhenti di rest-area untuk rehat sejenak.
“Kita sudah dekat dengan rest-area yang tadi pagi kita singgahi.
Ayo pergi kesana.”
“Ya.”
Ichigo menyalakan lampu sen dan
mengubah jalur untuk menuju rest-area. Mereka memasuki rest-area yang pernah
mereka hampiri selama keberangkatan mereka. Rest-area adalah fasilitas terpusat
yang terpisah oleh jalur atas dan bawah, sehingga lokasi tempat parkir berubah,
tetapi bangunan dan fasilitas lainnya sama. Ichigo keluar dari mobil dan
meregangkan punggungnya dengan “Hmm~”
“Ah.” Kemudian, seolah
mengingat sesuatu, Ia melihat ke arah Wakana yang ada di belakangnya dan baru
turun dari kursi penumpang.
“Wakana-san, bagaimana kalau
kita melihat pandangan malam?”
“Eh? Ah, area observatorium
itu, ya.” Wakana juga menyadarinya. Hari ini, dalam perjalanan mereka, mereka
sudah membicarakannya. “Ide bagus, mari kita lakukan itu. Oh, habis dari kamar
kecil dan urusan lainnya.”
“Aku sih tidak ada masalah. Um
... bagaimana dengan Wakana-san?”
“Saya juga tidak keberatan.”
Setelah sama-sama setuju,
mereka berdua langsung menuju ke observatorium di malam hari. Di sana, di tempat
yang sama mereka datangi pagi hari, mereka melihat lanskap pemandangan yang
sama. Tapi pemandangan tersebut lumayan berbeda ketimbang pagi hari.
“Wah ... indah sekali.”
Wakana menyatakan kekagumannya
saat melihat pemandangan yang terbentang di depan matanya. Gemerlap lampu kota
itu mirip seperti bintang, mewarnai daratan yang gelap. Lampu di area pabrik
juga sangat artistik dan hampir menghipnotis seseorang. Dan juga, ada taman
hiburan yang terlihat pada siang hari,
“Roda bianglala-nya sudah
menyala.”
“Ya ... entah bagaimana itu
membuatku merasa nostalgia.”
Wahana itu dihiasi lampu merah,
biru, merah muda dan kuning, menciptakan iluminasi yang jelas. Suasana romantis
tampaknya memeriahkan taman hiburan di malam hari.
“Taman hiburan, ya ...”
Lalu tiba-tiba. Ichigo
mendengar bisikan suara Wakana di telinganya.
“Aku cuma pernah ke sana saat
masih kecil dulu.”
Ichigo mendengar suaranya yang
terdengar sangat lembut dan alami.
“... Aku minta maaf karena kamu
dalam situasi ini bersamaku.”
“... eh?” Perkataan Ichigo
membuat Wakana terlihat terkejut.
“Itu lebih baik jika bersama
pacarmu, ‘kan?”
“......”
Ichigo berkata dengan cara
bercanda. Setelah menatap wajah Ichigo selama beberapa detik, Wakana kembali
menoleh ke pemandangan malam.
“... pak manajer, apa anda
sedang menjalin hubungan dengan seseorang?” Dia bertanya.
“Apa?”
“Di toko, anda pernah
mengungkit kalau anda masih lajang.”
Kegelapan tempat itu membuatnya
sulit untuk melihat ekspresinya. Seolah-olah kelambu hitam pekat ditarik ke
bawah di wajah Wakan. Baginya, Ichigo menjawab seperti biasanya.
“Ya, aku masih sendiri.” begitu
mendengar balasan Ichigo, suasana di sekitar Wakana sepertinya sedikit melunak.
“Um, bagaimana dengan Wakana-san?”
Bukannya
ini bisa dianggap pelecehan seksual? pikir Ichigo, tetapi Ia masih
bertanya sambil berusaha menjaga percakapan tersebut berlanjut secara alami.
“Saya juga sama, saya tidak
berpacaran dengan siapa pun.”
“Jadi begitu ya.”
Ichigo mengingat penampilannya
di venue pertemuan hari ini, di mana Wakana dikagumi oleh semua orang di
sekitarnya. Ichigo juga ingat bagaimana para pria mengajaknya untuk minum-minum
dalam perjalanan pulang. Ia berpikir kalau mereka
cuma buang-buang waktu saja, tetapi gadis ini tentunya menjadi gadis yang ideal.
“Tapi ada seseorang yang saya
sukai ...” lalu, seolah-olah mengambil langkah berani entah bagaimana, Wakana
terus melanjutkan. Mata Ichigo melebar pada komentar yang tidak terduga.
“Benarkah?”
“Ya, hanya saja ...” Berbalik,
Wakana menurunkan nada suaranya. “... Saya tidak berani melakukan pendekatan
lebih jauh.”
“......”
Ichigo jadi mengingat ucapan
Luna tempo hari, dan bertanya padanya sambil bersembunyi di pintu masuk ruang
istirahat, apa yang benar-benar ada di benaknya.
“Mengapa demikian?” Ia tidak
tahu apakah itu topik yang boleh terus dia telusuri atau Ia harus
mengabaikannya. Tetapi sebelum dia bisa dengan tenang memikirkannya, Ichigo
mendapati dirinya bertanya.
“Um, saya tahu ini terdengar
aneh ... anda bahkan mungkin terheran-heran apa yang dibicarakan wanita tua
ini, tapi ...” Ketika ditanya, Wakana juga mulai berbicara perlahan. Sedikit
demi sedikit, mencari kata-kata yang tepat. “Saya mendapati diri saya menyukai
orang itu 'sebelum saya menyadarinya.’”
“Sebelum kamu menyadarinya?”
“Ya ... pria tersebut tidak
meninggalkan sesuatu yang berkesan kuat pada saya, tetapi saya mulai
menghabiskan lebih banyak waktu memikirkan orang itu dan apa yang bisa saya
lakukan untuknya ... jadi saya rasa saya baru menyadari kalau saya
menyukainya.”
Itu adalah jenis pengakuan yang
biasa dibuat oleh seorang gadis yang sedang jatuh cinta. Wakana terus
mengarahkan pandangannya ke bawah di balik kacamatanya.
“Tapi ... itu hanya apa yang
saya rasakan. Saya khawatir kalau pria tersebut tidak terlalu peduli dengan
saya sama sekali, jika saya mendekatinya dan menuntut semacam hubungan, ... bu-bukannya
itu tidak etis dipandang?” Secara bertahap, akhir kata-katanya mulai goyah.
Babak kedua hampir berbisik. “Maafkan saya ... saya ... um ... saya tidak punya
pengalaman dengan masalah cinta, jadi saya tidak tahu harus berbuat apa
mengenai hal semacam ini.”
Sulit untuk melihat ekspresinya
dalam kegelapan. Namun, Ichigo entah bagaimana bisa mengetahui kalau Wakana terlihat
sangat malu sekarang.
“......”
“…Maafkan saya. Ini pasti topik
yang tidak nyaman untuk didengarkan buat anda.”
“Aku pikir tidak apa-apa.”
Ia mendengarkan ceritanya.
Setelah mendengarkan, memproses, dan memahami - Ichigo membuka mulutnya.
“Kamu mulai menyukainya tanpa
kamu sadari, tapi meski begitu ...”
“…Ya?”
“Bahkan jika tidak ada drama atau
semacam peristiwa istimewa, seperti mengalami pertemuan dramatis atau mengatasi
kesulitan besar bersama-sama, jika kamu menyukai seseorang, bila kamu menyadari
kalau kamu menyukainya ... Aku pikir cuma itu saja sudah lebih dari cukup.”
Ya. Dari ceritanya, Ichigo jadi
mengingat Sakura yang pernah dikenalnya. Itulah tepatnya keberadaan Sakura bagi
Ichigo.
“Tidak ada yang namanya salah
atau benar dalam urusan cinta. Tidak ada yang akan tahu jawabannya. Tapi…”
Oleh karena itu, Ichigo bisa
mengatakan hal ini kepada Wakana. Sama seperti dirinya, Ichigo juga tidak punya
banyak pengalaman di bidang asmara - Hanya ada kenangan samar dan tragis, tapi
Ia bisa memberikan saran. Wakana terlihat mirip seperti dirinya yang dulu—
“Jika kamu tidak tahu apa yang
harus dilakukan, kenapa kamu tidak mulai berpikir tentang apa yang ingin kamu
lakukan untuknya, dan kemudian melakukan itu?”
Itulah yang Ichigo lakukan
kepada Sakura saat itu. Dirinya ingin menjadi sosok istimewa bagi Sakura. Dirinya
sudah mencoba yang terbaik untuk membuatnya tersenyum dan bahagia dengan
caranya sendiri.
“Lakukan apa yang bisa kamu
lakukan untuk menyenangkan hatinya dan membuatnya menghargaimu. Aku percaya
bahwa jika kamu melakukan ini, Wakana-san akhirnya akan menjadi sosok istimewa
bagi orang itu.”
“......”
Tanpa Ia sadari, Wakana sedang
menatap wajahnya. Lampu depan mobil meluncur melalui parkir menerangi wajah
Wakana. Ichigo bisa melihat dengan jelas ekspresi wajah Wakana, yang tampaknya
tertegun, seakan-akan tertegun— Tidak, seolah-olah dia sedang mengagumi Ichigo.
“Aku minta maaf karena
terdengar begitu songong. Aku juga tidak punya banyak pengalaman dalam cinta,
jadi silahkan diterima dengan pikiran terbuka.”
“…Tidak.” Pada saat itu, Wakana
menggelayutkan kepala dalam-dalam dan membungkuk ke Ichigo. “Terima kasih banyak.
saran pak manajer sangat membantu.”
Ichigo juga tersenyum padanya.
Tampaknya bahwa nasihat payahnya telah menjadi faktor dalam membantunya melalui
kesulitannya dalam beberapa cara.
“Syukurlah kalau begitu. Aku
yakin kalau ketulusan dan ketekunan, dikombinasikan dengan perasaan kuatmu,
bisa tersampaikan kepada pria tersebut.”
“... Ya, saya akan mencoba yang
terbaik.”
Setelah mengatakan itu, Wakana
menatap Ichigo. Melalui kacamatanya, tatapannya yang sembab begitu lurus dan tulus.
Kerlip mata basahnya begitu menggoda sampai-sampai membuat hatinya berdetak kencang.
Ichigo jadi mengingat ekspresi Luna yang pernah menatapnya dengan cara sama.
Sekali lagi, Ichigo menyadari betapa menariknya tatapan seorang wanita yang
sedang jatuh cinta.
“Ki-Kita harus segera pulang.
Angin malamnya mulai semakin dingin.”
“Ya.”
Akhirnya, setelah menikmati pemandangan
malam, mereka memutuskan untuk kembali ke mobil.
“... Apa yang bisa aku lakukan
...” Dalam perjalanan, Wakana bergumam pelan. “Apa yang ingin aku lakukan
untuknya.”
Angin kencang bertiup pada saat
yang sama, dan Ichigo tidak bisa mendengar gumamannya, tapi dia diam-diam
mengepalkan tinjunya di depan dadanya, dan ekspresinya dipenuhi tekad. Dan
ketika mereka tiba di mobil yang diparkir—
“Pak manajer!” Wakana
berteriak, sedikit terlalu keras.
“Y-Ya?” Ichigo mau tak mau
menanggapi dengan sedikit kaget.
Wakana lalu memberitahu, “Pak
manajer, mulai dari sini biarkan saya saja yang menyetir mobil, jadi pak
manajer bisa beristirahat.”
Itulah bentuk perhatian darinya
yang selalu Ichigo dengar hari ini. Ia merasa bersyukur, tapi mencoba untuk
menolak, seperti yang Ia lakukan setiap kali.
“Tidak apa-apa, aku tidak
terlalu capek— ”
“Kumohon, biar saya saja.”
Namun, kali ini, Wakana menolak untuk mundur.
“... Kamu keras kepala, ya?”
“Ya, karena aku ingin menjadi orang
yang diandalkan sebagai asisten manajer untuk pak manajer.”
Mendengar ucapannya dan melihat
ekspresinya, “... Kalau begitu, aku terima tawarannya.”
Rupanya, itu bukan karena
Ichigo tampak lelah atau semacamnya. Dia benar-benar ingin bisa membantu untuk
Ichigo.
“Ya.” Wakana menjawab Ichigo,
tampak sangat bangga.
※※※※※
“Terima kasih atas kerja keras anda, pak manager.”
“... Eh?”
Ketika kembali tersadar, mobil
yang mereka tumpangi sudah sampai di tempat parkir toko.
Tampaknya Ichigo jatuh
tertidur. Itu karena Wakana menyetir mobil terlalu tenang dan nyaman.
“Bagaimana keadaan anda?”
“Berkatmu, aku merasa segar ...
Kurasa aku memang kecapekan.” Ichigo menggelengkan lehernya dari sisi ke sisi
seolah-olah untuk meregangkan tubuhnya yang terus duduk dalam posisi yang sama
untuk waktu yang lama. Di sampingnya, Wakana tersenyum.
“Saya cukup percaya diri dengan
kemampuan menyetir saya. Teman-temanku sering bilang kalau mobil yang kubawa
terasa tenang dan mereka merasa aman serta santai ketika naik mobil bersamaku.”
“......”
Ternyata, tanpa disadari, dia
sudah menyembuhkan rasa lelahnya yang menumpuk.
“Terima kasih atas kerja keras anda,
Pak manager. Kalau begitu, sampai jumpa besok.”
“Ya, sampai jumpa besok.”
Setelah itu, mereka keluar dari
mobil perusahaan dan mengatakan selamat tingga di tempat parkir. Besok, mereka
akan pergi bekerja seperti biasa. Wakana masuk ke mobilnya sendiri dan pergi
pulang. Setelah melihat kepergiannya, Ichigo juga pergi untuk masuk ke mobilnya
sendiri. Kemudian—
“Ayo tebak siapa?”
Tiba-tiba, kedua mata Ichigo
ditutupi dari belakang oleh dua telapak tangan. Ichigo dikejutkan oleh situasi
mendadak, tapi dari suara yang didengarnya, Ia langsung mengenali pelakunya.
“Luna-san ...”
“Benar sekali. Ehehe, kerja
bagus, Ichi.”
Ketika berbalik, Ichigo melihat
Luna mengenakan seragam SMA Himesuhara. Dia pasti punya jadwal shift setelah
pulang sekolah hari ini.
“Apa kamu menungguku? Tidak
baik buat seorang gadis sendirian di tempat begini, apalagi di jam-jam segini.”
“Jangan khawatir, aku baru saja
menyelesaikan shiftku beberapa menit yang lalu, dan aku sedang menunggu sembari
mengobrol dengan beberapa pekerja paruh waktu lainnya beberapa waktu lalu.”
Ichigo menghela nafas pada
Luna, yang sudah menyiapkan alasan. Kemudian, karena sudah terlanjur, atau
lebih tepatnya, karena sudah sewajarnya, Ichigo memutuskan untuk mengantarnya
pulang dengan mobilnya.
“Eh, kalian mencicipi es krim lembut
di rest-area!? Enaknya!”
Di dalam mobil, ketika Ichigo
menceritakan perjalanan bisnisnya, Luna segera tertarik pada topik es krim
lembut terkenal di kawasan rest-area.
“Apa rasanya enak?”
“Ya, rasanya begitu lexat. Aku
memakannya di observatorium bersama Wakana-san sambil menikmati pemandangan.
Pemandangan dari observatorium sangat menakjubkan, dan dalam perjalanan pulang,
kita bahkan mampir sekali lagi untuk melihat pemandangan malam.”
“Hmm~ ...” Luna kemudian
menatap Ichigo dan menggerakkan bibirnya dalam gerakan meniru, seraya dia sudah
melakukan sesuatu. “Kamu bersenang-senang, ‘kan?”
“Eh? Yeah, yah begitulah ...”
Ichigo sedikit gugup ketika
Luna memberinya balasan, dan menatapnya seolah-olah dia agak cemburu.
“Wakana-san itu cantik, punya
penampilan menawan, dan dia juga seorang wanita yang dewasa, iya ‘kan?”
“Kenapa kamu tiba-tiba
mengaitkannya dengan itu?”
“Wakana-san mungkin tertarik pada Ichi juga.”
“Benar-benar mustahil.
Buktinya, dia tadi curhat denganku tentang seseorang yang dia sukai.”
Kenapa
rasanya seolah-olah aku berada dalam situasi di mana aku dicurigai berselingkuh, pikir
Ichigo. Sementara itu, begitu mendengar kata-kata Ichigo, Luna membalas, “begitu
ya,” dan tampak sedikit lega.
“Enaknya... Aku berharap bisa
berpergian bersama Ichi juga.”
“Kami tidak sedang liburan
jalan-jalan, tapi karena ada urusan pekerjaan.”
“Kurasa begitu ... Ah, apa kamu
mencicipi es krim bunga matahari? Sekarang, produk itu sedang jadi bahan
pembicaraan di semua acara TV dan media sosial.”
“Oh, maksudmu yang ditaburi
biji bunga matahari?”
Ketika topik pembicaraan beralih,
Ichigo merasa lega seraya mereka terus berbincang-bincang. Nama produk yang
keluar dari mulut Luna adalah satu menu yang dipromosikan di rest-area.
Tampaknya ungkapan iklan “Booming!”
itu benar adanya.
“Aku tidak memakannya. Aku
tidak ada niatan membeli es krim yang ditaburi biji bunga matahari.”
“Ahaha, tidak apa kok, karena
biji bunga matahari yang dimaksud itu bukan yang asli, melainkan kacang almond
yang dilapisi coklat .”
“Eh, aku tidak tahu itu.”
Rupanya, Ichigo telah salah paham. “Tapi bentuknya tampak mirip seperti biji
bunga matahari ...”
“Sayang sekali.”
Luna mendengarkan cerita Ichigo
dan tertawa geli.
... Jika dirinya pergi ke
kawasan rest-area bersama Luna saat ini, mungkin semuanya akan jadi berbeda
dengan apa yang Ia alami bersama Wakana. Seorang gadis yang hampir sebaya dan
gadis SMA yang masih muda.
Seperti
yang diharapkan, perasaan mereka sama sekali berbeda,
Ichigo memikirkan sesuatu yang jelas semacam itu adalah hal yang baru.
“Lain kali, aku berharap kamu
bisa membawaku bersamamu.”
“Yah, mungkin lain kali.”
Ichigo bisa merasakan bahwa
kesempatan akan datang segera—
Berdasarkan pengalaman yang
sudah Ia alami bersama Luna hingga hari ini, insting Ichigo memberitahunya
begitu.
Dengan perasaan harap-harap cemas, malam
ini, Ichigo sekali lagi mengendarai mobilnya menuju rumah Luna.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya