Chapter 4 —
Penguntit
“.........”
Luna sedang berbaring di atas
kasur di dalam kamarnya. Dia hanya bisa memikirkan Ichigo.
Dia mencoba untuk tidak
menyadarinya, tapi itu hal yang mustahil.
Fakta bahwa dia lepas kendali
tadi malam dan meninggalkan tanda cupang di lehernya, rasa penyelasan atas
tindakan itu masih belum menghilang.
[Ma….Maafkan aku….]
Setelah itu—— seolah-olah baru menyadari
apa yang sudah dia katakan dan lakukan —— Luna terus meminta maaf.
Namun, Ichigo tidak merasa
marah maupun melarikan diri darinya, sebaliknya Ia dengan lembut tetap menemani
Luna hingga dia merasa tenang.
Bukan kali pertama Luna berbuat
seperti itu. Itulah sebabnya Ichigo juga merasa ikut bertanggung jawab.
Sebenarnya, Luna bisa saja
tetap bersama Ichigo sepanjang malam dan tidak membiarkannya pergi. Namun, jauh
di suatu tempat di lubuk harinya, terdapat dirinya yang lain dan memberitahunya
kalau dia tidak boleh melakukan hal itu.
Perasaan yang saling
bertentangan.
Keinginan dan akal sehat Luna
selalu bertentangan satu sama lain, dan perasaannya yang sebenarnya begitu
campur aduk sehingga dia tidak pernah bisa menemukan jawaban yang benar.
Oleh karena itu, Luna
mengatakan kepada Ichigo, [Aku sudah
tidak apaapa sekarang, jangan khawatirkan tentang hal itu dan nikmati saja kencanmu]
sebenarnya, itu bukan ucapan dari lubuk hatinya, dan beberapa jam kemudian,
Ichigo pun pergi.
Dan bahkan, setelah Ichigo
pergi, Luna terus menyesalinya sendirian. Malam pun berlalu dan pagi pun
datang.
Padahal sudah waktunya untuk
pergi ke sekolah, tapi dia tidak bisa memaksa dirinya untuk berangkat, jadi dia
menelepon pihak sekolah dan berbohong dengan mengatakan kalau badannya kurang
sehat, dan secara diamdiam mengambil hari libur.
Setelah itu, dia berbaring di
tempat tidur, memaksa matanya untuk tertutup, dan terus tidur.
Dia tertidur, kadang-kadang
bangun, dan melihat jam …. Oh iya,
sekarang waktunya mereka berkencan, pikirnya…..lalu memaksakan dirinya
untuk kembali tertidur lagi karena tidak ingin terlalu memikirkannya.
Namun, dia mulai merasa tidak
terlalu mengantuk dan pikirannya menjadi jernih sehingga yang bisa dia pikirkan
hanyalah tentang hal itu.
…..Oh
iya, kalau tidak salah hari ini adalah hari di mana acara TV di mana aku
diwawancarai kemarin akan ditayangkan di televisi?
Luna melirik jam tangannya dan
melihat bahwa ini sudah hampir waktunya. Apa videonya akan ditayangkan?
……. Dia memang merasa
penasaran, tapi suasana hatinya sedang tidak mood untuk menonton TV.
“…….…”
Tiba-tiba, Luna mendengar suara
pompa udara bekerja dan melihat wadah ikan mas di atas kotak warna.
Ada tiga ikan mas berenang dengan
pelan di dalam wadah. Itu adalah ikan mas yang dia tangkap di kios menyendok
ikan saat festival musim panas dengan bantuan saran Wakana.
Dia mengingat wajah Wakana yang
memberinya nasehat malam itu dengan cara yang baik dan lembut.
…..Entah apa yang sedang mereka
berdua lakukan sekarang.
Dia merasa penasaran dengan apa
yang sedang mereka lakukan. Apakah mereka bersenang-senang atau tidak.
Atau, di sisi lain, apakah
mereka kesal karena menemukan sisi satu sama lain yang tidak mereka ketahui,
atau berpikir mereka tidak cocok bersama.
“…..Aku yakin pasti bukan
begitu.”
Jauh lebih mudah untuk
membayangkan kalau semuanya tidak berjalan dengan lancar, tetapi Luna hanya
bisa memikirkan halhal yang menyulitkan dirinya.
Luna sangat berani dalam
pemikirannya, hanya saja ke arah yang negatif.
Luna yakin kalau mereka berdua
baikbaik saja. Mereka pasti menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan yang
sesari.
…… sedangkan dirinya.
Sebagai perbandingan, hal apa
saja yang sudah dia lakukan? Dia selalu menyebabkan masalah bagi Ichi dan
mengganggunya.
Sudah jelas sekali kalau ….. jika Ichigo dan Wakana bisa bersama, mereka
pasti akan lebih diberkati oleh banyak orang.
Semakin lama Luna
mempertanyakan pada dirinya sendiri dalam kesendirian, semakin banyak dia
memikirkan sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya, hanya saja saat
ini dia memikirkannya seolah-olah itu adalah hal yang logis, sehingga
membuatnya terjebak dalam lingkaran kebencian terhadap dirinya sendiri.
Dia merasa kalau dirinya
hanyalah orang yang kekanak-kanakan, picik, dan tidak menarik.
Sedangkan Wakana terlihat
layaknya keberadaan suci dan berparas cantik.
Luna menyadari kalau rasanya
akan jauh lebih mudah jika dia menyerah pada segalanya, ...... meski menyadari
hal itu, tapi rasanya begitu menyayat hati karena dia tidak bisa menyerah.
Yang bisa dia pikirkan hanyalah
Ichigo, Wakana, dan dirinya sendiri, serta penderitaan yang menghantui
pikirannya.
Namun ….. walau dia sudah
mengetahui dan memutuskan jawaban apa yang harus diberikan, tapi di suatu
tempat di lubuk hatinya, dia juga menyadari kalau dirinya memiliki hati yang
cukup tidak berperasaan…
※※※※※
Tiga hari berlalu sejak acara kencan
dengan Wakana.
“Ah, Sonozaki-san.”
Ichigo melihat Sonozaki, orang
yang bertanggung jawab di departemen penjualan barang desain interior, dan
memanggilnya.
“Ada apa, Pak manajer? Apa Anda
memiliki suatu urusan dengan layanan pelanggan?”
Ichigo lalu bertanya padanya,
seorang ibu rumah tangga yang terkenal karena kepribadiannya yang terbuka.
“Umm, bukan perkara itu. Lu….
Apa kamu melihat keberadaan Hoshigami-san?”
Ichigo bertanya pada Sonozaki
dengan sedikit ragu-ragu karena Ia mencari Luna.
Hari ini, Luna seharusnya
berada di tempat kerja. Catatan kehadirannya juga terlampir.
Namun, Ichigo belum melihat sosok
Luna di toko hari ini.
“Ah, kalau tidak salah aku
melihatnya di bagian peralatan beberapa waktu yang lalu.”
“Baiklah, terima kasih banyak.”
Setelah diberitahu begitu,
Ichigo menuju ke departemen peralatan.
Entah kenapa, Ichigo merasa Ia
jarang melihat batang hidungnya hari ini.
(......
Apa jangan-jangan dia sedang menghindariku?)
Saat berpikiran begitu, Ichigo
lalu memutuskan untuk mencari Luna.
Mungkin jauh lebih cepat jika
Ichigo memanggilnya, tetapi entah apa sebabnya, dia juga tidak berminat untuk
melakukan itu.
Entah apapun itu, satusatunya
tempat dia bisa pergi adalah di dalam toko ini.
Hanya masalah waktu saja
sebelum Ia bisa bertemu dengan Luna, dan tidak perlu terburu-buru, atau
begitulah yang Ichigo asumsikan.
“Aku ini terlalu pengecut”
Ichigo jadi teringat malam itu,
hari di mana Luna memberinya tanda cupang. Baru pertama kalinya Ia melihat
tatapan Luna yang memelas seperti itu. Ia bertanyatanya apakah dirinya takut
menghadapi hal seperti itu.
“Ah, Pak manajer, ada apa?”
Saat berjalanjalan di sekitar
departemen peralatan, Ichigo bertemu dengan Sagisaka.
“Ah, bukan apa-apa, aku cuma sedang
mencari Hoshigami-san”
“Oh, dia mungkin lagi kabur ke
belakang.”
“Kabur?”
Ichigo tampak kebingungan dengan
perkataan Sagisaka.
“Apa ada, sesuatu yang terjadi?”
Sagisaka kemudian menajamkan
matanya, melihat ke sekitarnya, lalu menutup jarak antara dirinya dan Ichigo,
“…. Beberapa hari yang lalu,
toko ini disiarkan di TV, ‘kan? Pak manajer pasti tahu, program acara makan
siang itu, loh.”
Kemudian Ia mulai berbisik secara
diam-diam.
“Ah, acara itu.” jawab Ichigo.
“Jadi, sehari setelah program
TV itu ditayangkan, ada pria aneh yang datang ke toko. Ia tampak mencurigakan
karena menanyakan hari kerja Luna-chan
dan segala macam tentang Luna secara detail …..Ia mungkin seorang penguntit”
“……”
“Staf konter layanan dengan
tegas mengatakan kepadanya bahwa mereka tidak bisa memberitahukan hal-hal
seperti itu, dan orang itu pun diusir, tetapi setelah itu, aku sering
melihatnya di sekitaran toko. Aku pikir dia mungkin sedang mencari Luna-chan.”
Jadi itu alasannya mereka
membiarkan Luna melarikan diri ke belakang. Ichigo pun mengangguk.
“….. begitu rupanya, jadi ada
kejadian semacam itu, ya.”
“Ya, pria itu bertanya kapan
Luna bekerja dan jam berapa dia bekerja, serta melihat-lihat di sekitar toko,
dan itulah hal yang membuatku ragu sehingga aku tidak bisa memutuskan apakah
dia mencari Luna atau cuma ingin berbelanja. Ini bukanlah insiden besar, jadi
kurasa ini belum menjadi masalah yang fatal. Yah, bagaimanapun, aku tidak ingin
hal seperti itu terjadi.”
Di sana, Sagisaka mengerutkan alisnya
dan menundukkan matanya.
“Mungkin itulah alasannya, tapi
Luna-chan, dia tampaknya agak murung hari ini. Dia perti merasa ketakutan.”
“.........”
Kemurungan Luna disebabkan oleh
penguntit, itulah yang dikatakan Sagisaka.
Tentu
saja, bukan itu saja yang jadi satu-satunya alasan, pikir
Ichigo.
“Pak manajer, jika anda melihat
pria itu, tolong berhati-hatilah.”
“Baiklah, aku mengerti.”
Dari arah yang tidak terduga,
masalah yang tidak terpikirkan pun bertambah.
Untuk sekarang, Ichigo
memutuskan pergi ke halaman belakang untuk mencari Luna.
※※※※※
“…itu dia.”
Setelah memasuki halaman
belakang dan berjalan sejenak, Ichigo menemukan keberadaan Luna.
Dia menunduk ke bagian belakang
untuk bersembunyi dari seorang pelanggan yang diduga menguntitnya, tetapi
tampaknya dia sudah tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Dia kelihatan sedang
memilahmilah sampah di tempat pembuangan dekat pintu masuk komersial.
“Ah, Hoshigami-san.”
Ketika Ichigo bisa melihatnya,
Ia mencoba memanggilnya, meskipun dari jarak yang cukup jauh.
Tapi, Luna menunjukkan
gerak-gerik yang tidak wajar.
Setelah tubuhnya gemetar
sejenak, dia kemudian berbalik membelakangi Ichigo dan mencoba berjalan menjauh
dari sana.
“Hoshigami-san!”
Ichigo bergegas mendekat dan
meraih Luna.
“Hoshigami-san ….. kamu kenapa?”
“A-Aku tidak mendengarmu. Maafkan
aku.”
Luna mengalihkan pandangannya
dari Ichigo yang berdiri di dekatnya, lalu berkata dengan tergesagesa.
Bagaimanapun juga, dia
bertingkah aneh.
Tingkahnya tidak terlihat
seperti sedang ketakutan karena penguntit atau semacamnya. Melainkan lebih
seperti disibukkan dengan sesuatu yang lain.
“Boleh aku berbicara denganmu
sebentar?”
Aku
harus berbicara dengan gadis ini sesegera mungkin, meskipun aku harus
memaksanya.
Usai berpikir demikian, Ichigo
meninggalkan pintu masuk komersial dan menuju ke tempat yang kosong.
Sebuah ruang di mana palet
untuk membawa barang ditumpuk seperti menara, membentuk penghalang dan
membatasi pandangan orang.
Secara kebetulan, ini merupakan
tempat di mana Luna, yang sebelumnya dipekerjakan sebagai pekerja paruh waktu,
telah mencium Ichigo.
Kalau
di sini seharusnya tidak menimbulkan
masalah, pikir Ichigo.
“Luna-san ….. apa kamu baikbaik saja?”
Ketika mengubah cara memanggilnya
dengan panggilan biasa, Ichigo pun bertanya.
“Aku …baik-baik saja…..”
Dia lalu menjawabnya, tapi
jelas sekali ada yang janggal dengan dirinya. Terlebih lagi, itu adalah sosok
yang tidak bisa Ichigo biarkan begitu saja.
“Ketika aku mengirimu pesan,
kamu tidak membalasnya, dan ketika aku meneleponmu kamu juga tidak menjawabnya…
Sebenarnya ada apa?”
“.........”
Luna terus menutup erat
bibirnya. Sedangkan, Ichigo masih sabar menunggu.
Di tengah suasana yang sunyi
sambil ditemani suara semilir musik latar belakang yang terdengar dari toko,
akhirnya ….
“Ichi, bagaimana kencanmu dengan
Wakanasan tempo hari?”
Akhirnya, Luna membuka
mulutnya.
Alasan mengapa Luna menghindari
Ichigo sepertinya sudah diduga.
“Kamu tanya bagaimana, itu sih…”
“Apa rasanya menyenangkan?”
...... Ichigo tidak langsung
menjawabnya. Karena, itu bukanlah pertanyaan yang dapat dengan mudah dijawab
olehnya.
Apalagi, keadaan Luna yang
sekarang terlihat dalam keadaan paling tidak stabil yang pernah dia alami. Oleh
karena itu, jawaban Ichigo tidak boleh salah.
Akan tetapi….
“...... Kamu tahu...”
Luna tidak bisa menunggu jawaban
dari Ichigo yang raguragu.
Pertanyaan itu mungkin sesuatu
yang sudah terjawab di dalam benaknya setelah bertanya berulang-ulang pada
dirinya sendiri.
“Di hari Ichi berkencan dengan
Wakanasan, aku kembali teringat hal itu. Harihari yang berlalu sejak aku
bertemu dengan Ichi.”
Dia menarik nafas dalam-dalam.
Luna berbicara dengan cepat,
merangkai semua katakatanya menjadi satu.
“Kamu tahu, bagiku, Ichi adalah
cinta pertamaku. Kamu adalah anak lakilaki yang diceritakan oleh ibuku,
seorang lelaki yang telah kuketahui sejak aku kecil, dan seseorang yang selalu
kusukai. Setelah kehilangan ayah dan ibuku, aku berpikir bahwa aku harus
menjalani kehidupan yang semestinya, mampu bersikap tulus dan jujur supaya aku
dicintai oleh orang lain, tetapi sebaliknya, hatiku malah dihancurkan oleh
pemikiran semacam itu.”
“.........”
“Aku tahu, ini kedengarannya
terlalu klise, tetapi kamu terlihat seperti seorang pangeran di atas kuda putih
bagiku.”
Mempunyai sifat yang dewasa,
dapat diandalkan, baik hati, pemaaf ketika Luna bersikap manja, dan senantiasa
menolongnya ketika dalam kesulitan.
Sementara itu, Sakura, teman
masa kecilnya Ichigo yang juga merupakan cinta pertama baginya.
Namun, sosok Luna yang masih
menyimpan jejak-jejak ibunya, membuat dia tertarik padanya.
Mungkin mereka bisa saling menyukai
satu sama lain— Karena, semua tentangnya begitu menarik, dan Luna juga merupakan
orang yang mengisi hatinya.
Ketika pertengkaran antara Luna
dan kakeknya semakin dalam, ketika dia mengunjungi makam Sakura, dan ketika
hati mereka tampak goyah, mereka saling mendukung satu sama lain.
Mereka saling mengisi satu sama
lain, seolah harihari tersebut bagaikan mimpi. ......
“Harihari yang penuh harapan
itu sesungguhnya hanyalah mimpi, dan kita mungkin akan terbangun.”
Keseharian semacam itu mungkin
akan berakhir. Luna memahami kenyataan tersebut.
“Aku sendiri paham. Aku hanya
menyukai Ichi. Tidak peduli berapa kali aku mengatakan kalau aku ingin menjadi
kekasihmu, bahwa aku menyukaimu, tetapi tetap saja keputusaanya berada di
tangan Ichi entah kamu mau memilihku atau tidak. Oleh karena itu, aku
memutuskan bahwa aku baik-baik saja dengan hal itu, aku tidak merasa keberatan,
dan terlebih lagi, aku akan mencoba membuatmu menyukaiku suatu hari
nanti."
Dia mengatakan semuanya,
mengungkapkannya sampai sejauh itu.
“….. tapi maafkan aku. Aku
merasa goyah.”
Luna mencurahkan perasaannya
yang sebenarnya selama ini dia simpan jauh di lubuk hatinya yang terdalam.
“Aku ….. tidak ingin Ichi
bersama Wakana-san. Aku tidak bisa menyerah tentang itu. Aku tetap ingin
menjadi pacarmu.”
Dia menunjukkan perasaan egois,
posesif, dan obsesifnya.
“Meskipun aku tahu kalau itu
merupakan hal yang tidak bisa dimaafkan.”
“...... Luna-san, kamu…”
“Ya, aku cuma anak kecil …… jadi
aku hanya bisa mengatakan hal-hal semacam ini. Aku hanya bisa mengatakan
halhal yang akan menyusahkan Ichi yang sudah dewasa. Aku tahu ini karena
itulah yang dikatakan Ichi selama ini. Aku pun tahu bahwa Ichi akan jauh lebih
bahagia bersama Wakana-san. Meski pilihan seperti itu muncul, justru sekarang
aku malah terobsesi dengan Ichi, sehingga aku membuatmu jengkel….”
Hal ini hanya menyusahkan Ichigo.
Akan tetapi, Luna tidak mau menyerah.
Dua emosi yang saling
bertentangan itu meningkatkan kekuatan pertentanganya dalam menghadapi
kenyataan dan menciptakan gejolak emosi yang tak bisa dibendung.
Dia tidak tahu harus berbuat
apa.
Setelah mengungkapkan semua
yang ada di hatinya, Luna pun menangis di tempat. Ichigo memegangi pundaknya
dan membuatnya membenamkan wajahnya di dadanya.
Dia menerima tangisannya.
Hanya itu yang bisa Ichigo
lakukan sekarang.
Gedebuk──, sebuah
suara terdengar di dekat mereka.
“!!”
Ichigo dan Luna sama-sama terkejut
dan secara bersamaan mengalihkan pandangan mereka ke arah sumber suara tersebut.
Suara itu datang dari balik
tumpukan palet tepat di depan mereka.
Apa
ada seseorang di luar sana? Sensasi dingin menjalar di tulang belakang
Ichigo.
Mereka kepergok.
Ada seseorang yang melihat
mereka.
Tapi siapa yang memergoki
mereka?
Kurir?
Pelanggan yang tersesat?
Jika benar pelanggan, maka
mereka mungkin masih bisa mengelabuinya.
Namun, bagaimana kalau orang itu
adalah seorang karyawan, atau malah anggota staf toko ini?
Apa yang harus mereka lakukan?
Bukankah akan buruk jika Ia
pergi begitu saja?
Ichigo menjadi raguragu,
jantungnya berdegup kencang. Sedangkan, Luna yang dalam pelukannya juga
gemetar.
“….. jangan khawatir, semuanya
baik-baik saja.”
Dengan gumaman kecil yang
menenangkannya, Ichigo memisahkan tubuh Luna menjauh dari tubuhnya sendiri.
“Siapa di sana?”
Kemudian, dengan penuh
ketenangan akan nada suaranya yang normal, Ia menanyakan sumber suara itu.
Tidak ada balasan….
Sebaliknya…..
“….Ah.”
Seekor kucing muncul dari balik
palet.
Itu adalah kucing liar yang
tinggal di pekarangan di sekitar sini dan benar benar terbiasa dengan manusia.
“Kirain siapa…. ternyata kamu
ya, cing?”
Ichigo menghela nafas lega saat
melihat kucing liar itu berjalanjalan dengan tingkahnya sendiri, tanpa
menyadari ketegangan di antara mereka berdua.
Ia kemudian langsung melihat ke
belakang palet, tetapi tidak ada tanda siapa pun di sana.
Tampaknya, rasa khawatir
sebelumnya terlalu berlebihan.
Walau begitu, situasi yang
sedang mereka alami tidaklah berubah. Mereka tidak akan pernah tahu kapan dan
siapa yang akan datang di setiap saatnya.
“Untuk saat ini, mari kita
kembali ke dalam gedung dulu.” usul Ichigo.
“….iya.”
※※※※※
Setelah itu, waktu pun
berlalu…..
“…Haa”
Ketika tiba waktunya untuk
pulang kerja, Luna berganti pakaian seragamnya dan berjalan di sekitar halaman
belakang dengan perasaan kecewa.
Saat meninggalkan pintu masuk
toko, dia menyapa seorang petugas keamanan yang berpapasan dengannya.
Petugas keamanan juga
mengkhawatirkan Luna, yang tampaknya kurang bersemangat dari biasanya.
Luna pun memasang senyum
palsunya dengan terburu-buru.
Pada akhirnya, dia telah
membuat semuanya khawatir tentang berbagai hal sepanjang hari ini.
......dia sungguh gadis yang
bermasalah.
......sampai menyusahkan semua orang di sekitarnya dengan
hal semacam ini.
Sementara didominasi oleh
pikiran negatif seperti itu, Luna pergi meninggalkan toko.
Waktu sudah menunjukkan hampir
menjelang malam.
Namun, area di luar sudah
sangat gelap.
Ditemani lampu toko yang masih
menyala, Luna berjalan pulang ke rumah dengan perasaan murung dan tertekan.
Sambil melangkah pelan, dia
berjalan menyusuri jalan setapak yang dipagari lampu jalan pada bagian tepi
tempat parkir mobil.
“Nee, boleh kita berbicara
sebentar?”
Kemudian, Luna didekati oleh
seseorang dari belakang.
Saat berbalik, dia melihat
seorang pria berdiri di sana.
Sosok itu terlihat jelas,
karena Ia berada tepat di bawah tiang lampu. Pria itu memiliki tubuh yang kecil
dan gemuk.
Dari raut wajahnya, usianya
sekitar pertengahan tiga puluhan atau lebih.
Pria tersebut memiliki wajah
bulat dengan kemeja usang, rambut kusut dan janggut yang menonjol.
Dia menatap tubuh Luna dengan
tatapan tak senonoh. Orang tersebut adalah pria yang tidak dia kenal.
Tanpa sadar, tubuh Luna mulai menegang.
“Maaf, anda siapa?”
Luna bertanya, suasana hatinya
mengungkapkan kekhawatirannya.
“Ah, umm….”
Pria itu sedikit raguragu
untuk mengatakan sesuatu.
Tatapan matanya mengarah ke
berbagai arah dan Ia tampak agak gugup dalam memilih katakatanya.
“…..Aku melihatmu di TV beberapa
hari yang lalu.”
“…..Ah.”
Kemudian Luna mulai menyadarinya.
Wajah dan penampilannya. Pria
itu sangat cocok dengan deskripsi yang diberikan oleh sesama pekerja paruh waktu
dan karyawan yang pernah melihatnya.
Ia adalah seorang pelanggan
pria yang telah mencari Luna selama beberapa hari.
“Aku menjadi penggemarmu
setelah menonton acara tv itu.”
Dengan senyum tipis di
wajahnya, pria itu mulai melangkah mendekati Luna seraya berkata dengan cara
yang mencurigakan.
Sosok pria itu membaur ke dalam
kegelapan malam karena Ia bergerak dari bawah lampu jalan.
Hal ini membuat Luna sulit
untuk melihat ekspresinya dengan jelas, tetapi matanya yang tajam tetap sama.
Jelas bahwa ada sesuatu yang
salah dengan dirinya.
“Te-Terima kasih,” jawab Luna.
Luna berhasil memasang senyum
manis di wajahnya dan menjawabnya dengan datar.
Pria itu semakin mendekat, tapi
kaki Luna semakin gemetaran.
Kemudian, ketika jarak di
antara mereka semakin dekat, Luna berhasil melangkah mundur seolah-olah
melarikan diri dari pria itu.
Rasa takut kembali melanda Luna
ketika mengingat kembali kejadian di masa lalu di mana dia terjebak dengan
seorang pria mabuk di depan stasiun.
Ichigo menyelamatkanku di waktu
itu... tapi sekarang.......
“Maaf, aku sedikit terburu-buru.
Apa kita bisa membicarakannya lain kali?”
Luna mengatakan hal ini dan
mencoba untuk pergi dengan tergesagesa.
“Tu-Tunggu dulu!”
Pria itu mencengkeram lengan
Luna saat dia hendak berbalik dan melarikan diri.
Luna mengeluarkan jeritan kecil
di belakang tenggorokannya karena tindakan tersebut.
“To-Tolong lepaskan aku” teriak
Luna.
“Bu-Bukannya sudah kubilang
kalau aku cuma ingin berbicara denganmu sebentar.”
Suara pria itu terdengar kesal
karena penolakan Luna.
“Aku tidak mengatakan sesuatu
yang aneh, aku juga tidak mengganggumu, ‘kan? Tapi, orang-orang di toko itu
memandangiku seolah-olah aku ini orang yang mencurigakan.”
Pria itu bergumam pada dirinya
sendiri. Seperti yang dia duga, ini bukanlah sesuatu yang normal.
Begitu menyadari situasi ini,
ketakutan Luna menjadi melampaui batas.
“Seseorang, tolong aku!” Luna
mencoba berteriak.
Namun, sebelum dia bisa
berteriak lebih kencang lagi, pria itu sudah mengambil tindakan.
Pri tersebut menutupi mulut Luna
dan meletakkan lengannya di sekitar tubuh rampingnya.
Tubuhnya yang ringan diangkat
dengan mudah dan dipindahkan ke belakang pagar tanaman yang tersembunyi.
Luna kemudian didorong ke bawah.
“Ughhhhh!”
Tenaga pria itu sangat kuat.
Baik tangan yang mencengkeram
lengan Luna maupun tangan yang memegang mulutnya.
Dia kemudian ditempatkan di
bawah perut pria itu dan dibebani sehingga Luna tidak dapat bergerak
Luna tidak mampu melawannya.
“Ka-Karena kamu tiba-tiba
mencoba berteriak, jadi aku harus melakukan ini! Berhentilah berteriak!
Diamlah!”
Pria itu mengatakan ini dengan
suara rendah, meski Luna panik karena ketakutan.
“Nnnn, nnnn!!!”
Meninggikan suaranya dengan
kepanikan, dia memberontak dan meronta-ronta.
“Da-Dasar…”
Pria itu menjadi kesal dan
berteriak histeris saat Luna terus menggeliat-geliat tanpa bisa diam.
“Ak-Akan kusebarkan hubunganmu
dengan pak Manajer itu!”
“…!!!”
Mendengar katakata ini, mata
Luna terbelalak tanpa sadar.
Ketika dia berhenti bergerak,
pria itu melepaskan tangan yang memegang lengannya dan mengeluarkan smartphone dari
sakunya.
Ia kemudian mengoperasikan
sesuatu dan menunjukkan kepada Luna layar ponselnya.
Layar tersebut menampilkan foto
Ichigo dan Luna saat siang hari.
Tersembunyi dari pandangan publik
di sudut halaman belakang , itu adalah gambar dari momen ketika Ichigo menopang
dan memeluk Luna yang sedang menangis.
Luna merasakan darahnya
terkuras dari seluruh tubuhnya. Sepertinya perbuatan mereka sudah dipergoki
dari suatu tempat pada saat itu.
“Aku tidak bisa menemukanmu di
manapun di toko, dan staf lain memperingatkanku, sehingga aku mencarimu di
halaman belakang. ......dan apa yang kutemukan!”
Pria itu kemudian tersenyum
sinis.
“Hubungan macam apa yang kalian
miliki? Apa pak manajer itu bermainmain dengan anak SMA? Apa Ia sudah menikah
atau bagaimana? Aku masih tidak setuju,
apa kalian sedang melakukan percakapan seperti itu.”
Pria itu mengambil kesempatan
ini untuk mengoceh.
Alasan dia menunggu sampai Luna
pulang kerja dan mendekatinya ketika dia sendirian, mungkin karena berpikir
untuk menggunakan hal itu sebagai alasan untuk mengancamnya.
“Perselingkuhan, ya? Mau
dipikir gimana pun juga, itu gawat loh. Kamu tidak akan bisa menjalani
kehidupan normal lagi jika sekolah atau siapa saja mengetahui tentang hal itu.”
Setiap kata yang diucapkan pria
itu seakan-akan menjadi tamparan keras di benak Luna.
Tubuh Luna gemetar dan
jantungnya berdetak lebih cepat daripada yang pernah dia rasakan sebelumnya.
Dia tidak bisa berpikir dengan
benar, dia bahkan tidak bisa memikirkan apa pun.
“Jika aku menyebarkannya di
media sosial, Pak manajer ini pasti bakal dianggap kriminal juga …… Umm, apa
ini bisa dianggap kriminal? Yah pokoknya, aku yakin kalau pihak perusahaan tidak cuma sekedar menurunkan jabatannya atau
semacamnya. Ia pasti mendapat sanksi hukuman…. Atau bahkan langsung dipecat,
dan hidupnya akan hancur berantakan setelah itu.”
Apa
kamu tidak masalah dengan itu? Pria itu mengancam Luna sampai
akhir.
“….hmm?”
Kemudian pria itu mulai menyadari.
Luna yang sedang terbaring di
bawahnya, tampak tidak bergerak sama sekali, apalagi melmberontak.
Layaknya anjing yang
ditinggalkan di tengah hujan, tubuhnya tampak pasrah dan dia tidak mampu
berbuat apa-apa.
Dia seperti ditahan oleh
kekuatan yang tidak dapat ditandinginya, terancam oleh kekhawatirannya yang
paling dia ditakuti, dan dia mungkin tidak tahu harus berbuat apa.
Luna menatap pria itu dengan
mata yang benarbenar ketakutan dan berlinang air mata, tenggorokannya
mengeluarkan suara kecil saat dia bernapas dalam upaya putus asa untuk mengatur
napas.
“…..Hee~.”
Seolaholah sebagai tanggapan,
nafas pria itu menjadi semakin terengah engah.
Kilauan bejat terpancar dari
matanya.
Pria itu melepaskan tangannya
yang menahan dan mencoba menyentuh tubuh Luna.
Meski begitu, Luna tidak bisa
berteriak karena terlalu takut.
Setidaknya, demi melarikan diri
dari kenyataan yang kejam, dia berdoa dengan penuh harapan.
“Hoshigami-san!”
Di sana, beban pria yang selama
ini menutupi Luna tiba-tiba lenyap. Tubuh pria itu terhempas menjauh dari tubuh
Luna dalam satu ayunan.
※※※※※
Penguntit
yang dimaksud berkeliaran di sekitar tempat parkir.
Ichigo memiliki firasat buruk
setelah menerima laporan dari penjaga keamanan, dan menuju ke luar toko untuk
memeriksa keselamatan Luna.
Luna baru saja pulang kerja.
Mereka munkgin saling
berpapasan satu sama lain.
Itulah sebabnya Ichigo merasa
tidak nyaman.
Firasat buruk itupun terbukti
benar ketika Ichigo tiba di tepi tempat parkir, jalan setapak di sepanjang
pagar tanaman yang kosong.
Ia bisa melihat seseorang
sedang menutupi sesuatu, bersembunyi di balik pagar tanaman.
Rasaya sulit untuk melihat
dalam suasana remang-remang, tapi jika Ia memperhatikannya dengan baik, Ia
mulai menyadari sesuatu.
Di satu sisi ada seorang pria
besar.
Sementara dari bawahnya, Ichigo
bisa melihat kaki yang ramping dan mulus.
“Hoshigami-san!”
Segera setelah menyadari
tersebut, Ichigo bergegas menuju penguntit yang menekan Luna ke bawah, dan
menarik tubuhnya menjauh dengan sekuat tenaga.
“Whoa!?”
Penguntit yang tertarik ke belakang
oleh tarikan mendadak, mengeluarkan teriakan dan kehilangan keseimbangannya.
Ichigo segera mengunci tubuh
penguntit dan menahannya.
“Ap—, he-hetikan, lepaskan aku,
apa yang sedang kamu lakukan!”
“Seharusnya aku yang bilang
begitu, apa yang sedang kamu lakukan, hah!”
Ichigo dan penguntit berdebat
satu sama lain.
Ichigo bertekad untuk tidak
melepaskan pria yang mencoba melarikan diri.
“Itu dia, di sebelah sana!”
“Pak manajer!”
Tak berselang lama kemudian
para penjaga keamanan, pekerja paruh waktu dan karyawan, termasuk Wakana,
datang menghampiri tempat parkir.
Petugas polisi dari kantor
polisi terdekat, yang telah dipanggil ke tempat kejadian pada siang hari dan
kebetulan ada di sana untuk memeriksanya, juga tiba.
Penguntit itu segera diamankan
oleh petugas polisi.
“Aku tidak melakukan apa-apa!
Aku tidak melakukan apa-spa!”
Penguntit berteriak putus asa, tapi
ada kamera pengintai yang terpasang pada tiang lampu di tempat parkir mobil dan
semuanya terekam oleh kamera yang berada di atas kepala.
Ditambah lagi, Luna yang menjadi
korbannya juga memberikan kesaksian. Kejahatannya juga tertangkap basah.
Mana mungkin Ia bisa lolos
begitu saja.
“Apa kamu baik-baik saja,
Hoshigami-san?”
Ichigo bergegas menghampiri
Luna yang sedang bersandar dalam posisi duduk.
Sembari menempatkan tangan di
bahunya, Ichigo dengan lembut mengusap punggungnya, menyadari bahwa tubuhnya
sangat dingin dan terusmenerus menggigil.
“Sialan, tu-tunggu dulu
sebentar!”
Lalu, ketika penguntit itu
melihat kebersamaan Ichigo dan Luna, Ia tiba-tiba berteriak seolaholah
mengingat sesuatu.
Pria itu mengeluarkan ponselnya
dari sakunya saat polisi itu masih menahannya, dan menunjukkan foto yang masih
terpampang di layar.
“Aku tahu hubungan kalian
berdua! Ka-Kalian berdua sedang berpacaran, bukan!”
Ichigo dikejutkan oleh
pernyataan mendadak yang dibuat oleh
penguntit, dan Luna pun bergidik kaget.
Layar smartphone penguntit itu
menunjukkan foto Ichigo yang sedang memeluk Luna dalam bayang-bayang di belakang
toko.
“Eh….. Apa?”
“Foto itu….”
“Pak manajer dan …. Hoshigami-san?”
Saat melihat foto itu, para
karyawan toko yang berkumpul di lokasi tersebut secara tidak sengaja merasa
terguncang.
“Mereka berdua melakukan hal
seperti ini di balik ruangan tertutup! Mereka bersembunyi dari publik, dan
bahkan aku mendengar mereka membicarakan tentang perasaan tidak nyaman atau sesuatu
yang mirip seperti itu!”
Tiba-tiba menyela, pria penguntit
itu mengungkapkan hal ini, seolaholah ingin menyeret orang lain bersamanya.
Pria itu berniat membalas
dendam atas tuduhan yang menimpanya.
Namun, Ichigo dan Luna cuma
bisa merasa jengkel dan berseru pada perilaku penguntit seperti itu.
Para petugas polisi juga
mengalihkan pandangannya pada mereka berdua.
“……..”
...... Ichigo tidak bisa
memikirkan alasan apa pun.
Ia bahkan tidak mampu
mengucapkan bantahan.
Keringatnya mengalir bercucuran
dari tubuhnya yang panas layaknya air terjun.
Ichigo merasa kalau kepalanya
menjadi kosong.
“Ah, apa jangan-jangan, Hoshigami-san……”
Lalu pada saat itu
Suara itu bergema dari tempat
yang mendadak gaduh. Pemilik suara itu adalah Wakana.
Dia mengucapkan katakata itu
dengan nada suara yang entah bagaimana sangat berbeda dari keadaan genting yang
terjadi.
“Begitu ya…… kamu pasti sedang
dihibur oleh pak manajer, iya ‘kan?”
Dia mengatakan ini dengan
senyum lembut di wajahnya, sementara semua orang hanya bisa membuat tanda tanya
di atas kepala mereka.
“Apa maksudnya? Wakana-san.”
Ketika salah satu karyawan
menanyakan hal ini, Wakana mulai menjelaskan dengan nada suara yang masih sama.
Sebaliknya, Ichigo tidak bisa
melakukan apaapa selain hanya menonton saat Wakana membuat komentar yang sama
sekali tidak terduga.
“Sejak pagi tadi, Hoshigami-san
terlihat murung. Alasan untuk itu ialah karena film.”
“Film?”
Tempo hari, Wakana membicarakan
tentang isi film yang telah ditontonnya bersama Ichigo.
Wakana dan Luna menonton film
itu lalu berbincang bersama tentang kesan mereka terhadap film itu— begitulah
kata Wakana.
“Jadi, dalam film itu, ada
karakter saingan yang bersaing dengan heroine utama untuk memperebutkan sang
protagonis, dan Hoshigamisan mengatakan bahwa dia terkejut bahwa gadis itu dan
protagonis tidak bisa bersama, dia bahkan tidak bisa tidur di malam hari, dan
merasa pusing sepanjang waktu.”
“Eh?”
Kemudian, Wakana mulai
membicarakan sesuatu yang tidak terduga. Tentu saja, Luna tidak ingat akan
cerita itu.
Akan tetapi ..... ini,
mungkinkah.......
“Kalau tidak salah sebutannya ‘lost’? Belakangan ini, kita mendengar
informasi dari berita tentang orangorang yang merasa tertekan setelah idola
favorit mereka pensiun. Hoshigamisan pasti berada dalam kondisi yang sama
seperti itu. Tetapi, aku menyuruhnya untuk membicarakannya kepada Manajer
dengan sebenarnya, karena bisa saja Manajer salah paham jika dia tetap berada
di toko dalam keadaan seperti itu. Foto tersebut pasti foto mereka yang sedang
membicarakannya,” jelas Wakana.
Wakana pun menunjuk ke layar
ponsel yang dipegang oleh penguntit.
“Karena itu cerita yang tidak
ingin didengar banyak orang, jadi mungkin mereka membicarakan hal itu di
belakang toko. Aku yakin foto ini diambil pada saat di mana dia tersandung dan
dibantu pak manajer, ‘kan?”
Usai mengatakan itu, Wakana
mengalihkan pandangannya ke Luna.
“Eh.”
Tempat itu menjadi tenang
karena Wakana berbicara begitu alami dan normal, meski hal itu di luar dugaan.
Menanggapi ceritanya, Luna pun
membalas…..
“Ya, itu benar. Saya sungguh
minta maaf, karena perbuatan saya menimbulkan kesalahpahaman.”
Itulah jawaban yang Luna
berikan.
Akibatnya, suasana santai
muncul di antara para petugas polisi dan karyawan toko, seolaholah mengatakan,
‘ternyata itu cuma kesalahpahaman’.
Penguntit itu juga bergumam, “Oh, jadi itu yang kalian bicarakan?” dan
tampak tertegun.
Bagaimanapun juga, keributan
itu sudah berakhir.
Penguntit itu ditahan oleh
polisi dan dibawa pergi.
Karena sudah tertangkap basah, jadi
mana mungkin Ia akan dibebaskan begitu saja.
Dengan ekspresi tertegun di
wajahnya, pria itu lalu dibawa pergi menuju mobil polisi.
Ichigo berbicara dengan petugas
polisi, sementara Luna sedang diurus oleh semua orang.
Kemudian, petugas polisi
tersebut mengajak Luna untuk mengobrol singkat tentang kejadian ini.
“Baiklah, kalau begitu, mari
masuk ke ruang pertolongan pertama di toko.”
Akhirnya, mereka semua
memutuskan untuk kembali ke toko terlebih dahulu.
...... Namun, kekhawatiran di
antara Ichigo dan Luna belum berakhir.
“…..”
Pada saat itu, Wakana tanpa
diduga menutupi hubungan Ichigo dan Luna dengan cerita karangan.
Hubungan di antara mereka
berdua tidak diketahui oleh orang lain, dan kalaupun mereka memang benar
begitu, Wakana tidak perlu melakukan hal semacam itu.
Kenapa dia berusaha menolong
mereka dengan membuat kebohongan itu?
Mereka berdua keheranan dan
menatap punggung Wakana saat dia berjalan mendahului mereka.
Pertanyaan tersebut berubah menjadi
suatu kecemasan, terus berputar-putar dalam kepala mereka berdua dan tidak
kunjung menghilang.
※※※※※
Setelah kembali ke dalam toko,
para karyawan menyimpulkan kejadian tersebut.
Ada seorang pria yang menjadi penggemar
Luna setelah menonton acara TV lalu menjadi penguntit.
Setelah menerima tanggapan yang
pedas (atau lebih tepatnya tanggapan yang
pantas) dari staf toko, Ia berjalan keluar toko untuk mencari Luna.
Pada tempat itulah, pria itu
kebetulan menemukan Ichigo dan Luna bersamasama dan secara keliru mengira
kalau Ichigo dan Luna diam-diam berpacaran.
Akibatnya, dia menjadi marah
dan menyerang Luna.
“Peristiwa tadi pasti membuat
Luna-chan sangat ketakutan.”
“Bener. Padahal dia masih siswi
SMA, semoga saja dia tidak mengalami trauma.”
“Astaga, beberapa orang terkadang
sangat menjengkelkan sekali…. Oh, pak Manajer.”
Mereka sedang mengobrol di ruang
istirahat ketika Ichigo datang menghampiri mereka.
“Apa Hoshigami-san baik-baik
saja?”
“Aku sudah berbicara dengan
polisi itu barusan, tetapi dia tampaknya sudah cukup tenang. Keadaan Hoshigami-san
sudah cukup pulih untuk melakukan percakapan normal.”
Setelah mendengar hal ini,
semua orang terlihat lega.
“Syukurlah.”
“Tapi sekali lagi, aku tidak
menyangka alasan kenapa dia terlihat murung karena cerita film.”
“ ‘Lost’ apalah gitu namanya, ya? Memang benar belakangan ini
tampaknya beberapa orang pergi berlibur karena mereka tertekan melihat idola
mereka pensiun, jadi aku kira itu sungguh tidak biasa.”
“Tapi, aku tidak percaya kalau Luna-chan
ternyata bisa begitu ya?”
“Yah~, namanya juga anak SMA.”
Semua orang sama sekali tidak
meragukan tentang hubungan antara Ichigo dan Luna.
Melihat
reaksi mereka, apa aku bisa bernafas lega?
Segera setelah itu...
“Pak manajer, sepertinya polisi
sudah selesai berbicara dengan Hoshigami-san.”
Wakana lalu datang ke ruang
istirahat untuk memanggil Ichigo.
“…..Baiklah.”
Mereka berdua menuju ruangan
tempat di mana Luna ditanyai oleh petugas polisi ruang pertolongan pertama.
Itu adalah ruangan kecil,
berukuran sekitar empat tikar tatami, pada bagian halaman belakang.
Sama seperti namanya, itu
adalah ruangan untuk beristirahat ketika seseorang sedang tidak sehat.
Ada juga tempat tidur dan kursi
lipat.
Di lain waktu, ruangan ini
digunakan untuk pembicaraan penting antar karyawan dan sebagai ruang pribadi
dalam keadaan darurat seperti ini.
Ketika mereka tiba di ruangan,
para polisi juga sudah selesai bersiapsiap untuk pergi.
Di kursi dekat dinding, Luna
duduk dalam posisi meringkuk.
“Baiklah, sekarang kami akan
kembali dulu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.”
“Ya, terima kasih banyak untuk
hari ini.”
Ichigo berterima kasih kepada
para petugas polisi dan mempersilahkan mereka pergi.
Orangorang yang masih tersisa
di ruang pertolongan pertama adalah Luna, Ichigo, dan Wakana.
“.........”
“.........”
“.........”
...... suasana hening
menyelimuti mereka.
Ichigo, Luna dan Wakana, yang
tetap diam, memahami arti dari keheningan ini.
“….Um, Wakana-san,”
Ichigo memulai pembicaraan.
“Cerita itu adalah cerita
karangan …… yang dibuat Wakana-san saat di tempat itu, ‘kan?”
Wakana mendengarkan perkataan
Ichigo dengan wajah tertunduk.
Dia telah salah mengartikan
hubungan antara Ichigo dan Luna, yang ada di dalam ceritanya.
“Kejadian tadi....... Itu….”
“...... entah kenapa, aku
menyadari bahwa mungkin saja itulah yang terjadi.”
Wakana pun mulai angkat bicara.
Ichigo tersentak mendengar
katakata itu. Wakana juga bisa mengetahuinya dari tandatanda yang ditinggalkan
Luna.
“Pada awalnya, itu hanyalah
sedikit perasaan tidak nyaman. Ketika kita bertemu beberapa hari yang lalu, aku
melihat, umm …..tanda cupang di leher pak manajer.”
Bekas memar yang terdapat di
leher Ichigo secara tidak sengaja terekspos waktu itu. Ichigo sudah menduga
kalau tanda itu sudah terlihat. Dia juga bisa menbak bekas itu.
“Dari sana, ada fakta mengenai
Hoshigami-san yang berada di rumah manajer dan….. banyak hal lainnya yang berkaitan
pada awalnya, aku pikir itu hanyalah spekulasi yang egois. Sebuah khayalan yang
tidak sopan dan merendahkan. Aku pun sudah mencoba melupakannya….”
Kemudian, Wakana berhenti
sejenak dan meremas tangannya yang telah terangkat di depan dadanya.
“Tapi, pada siang hari ini, aku
melihat Pak manajer dan Hoshigami-san keluar dari pintu halaman belakang
bersama-sama, jadi aku diam-diam mengikuti kalian…”
“Itu….”
Ichigo sangat terkejut dengan
pernyataan tak terduga yang keluar dari mulutnya.
Berarti pada waktu itu,
pertemuan rahasianya dengan Luna tidak hanya dilihat oleh penguntit, tetapi
juga oleh Wakana.
“Jadi, kupikir bahwa
spekulasiku bukanlah kesalahpahaman, melainkan kebenaran … Aku juga berpikir
kalau kehadiran Hoshigamissan di rumah pak manajer memang seperti itu… Aku tahu
kalau ini kedengarannya tidak sopan, tetapi aku cuma ingin membantu dengan
mengarang cerita seperti itu.”
Alhasil, posisi Ichigo bisa terselamatkan
berkat itu.
Namun, sebaliknya, kejadian itu
juga memberikan bukti kalau spekulasi Wakana berubah menjadi kenyataan.
“Pak manajer …. Apa imajinasi
yang telah terbentuk di kepalaku ini cuma kesalahpahaman belaka? Atau mungkin ….”
“.........”
Tatapan Wakana yang seakan-akan
melekat padanya. Sedangkan di sisi lain, pandangan Luna masih tertunduk ke
lantai.
——— Di dalam ruangan kecil itu,
hanya ada keheningan berat yang menyelimuti mereka.
——— Seolah-olah memaksa Ichigo
untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya