Chapter 3 —
Wakana Nanao
Kira-kira,
kapan Kugiyama Ichigo dan Wakana Nanao pertama kali bertemu?
Ichigo mendadak memikirkan hal
itu. Mengenai pertemuan pertamanya dengan Wakana.
Mereka pertama kali bertemu di
toko di mana sekarang tempat mereka masih bekerja.
Ketika mereka pertama kali
menjadi sejawat, Ichigo masih menjabat sebagai asisten manajer, sedangkan
Wakana menduduki posisi manajer departemen penjualan.
Wakana yang dipindahkan dari
toko lain diangkat menjadi manajer departemen untuk pertama kalinya.
Pada awalnya, Ichigo sering
mendukung Wakana ketika dia tidak terbiasa dengan berbagai aspek. Namun, dia
sangat berbakat, sehingga Ichigo tidak ingat kesulitan khusus ketika harus membantunya.
Ichigo hanya khawatir tentang
kecenderungan Wakana yang menyimpan segala sesuatu untuk dirinya sendiri dan
mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri, sehingga membuat Ichigo dengan santai
menawarkan bantuan padanya.
Wakana juga terus terang dalam
mengungkapkan rasa terima kasih dan rasa hormatnya kepada Ichigo, sehingga akan
sulit untuk mengatakan bahwa dia tidak memiliki perasaan apapun padanya.
Namun, ini hanyalah hubungan di
tempat kerja. Itu adalah pola pikir yang berbeda dari hubungan antara lawan
jenis.
Segera setelah itu, manajer
yang saat itu menjabat dipindahkan dari toko, sehingga membuat Ichigo
dipromosikan menjadi manajer toko dan Wakana menjadi asisten manajernya.
Ichigo merupakan manajer toko
yang baru, tapi Ia langsung mendapatkan kesuksesan menjadi manajer toko
peringkat S.
Meski dipercaya oleh perusahaan,
dia masih memiliki banyak kekhawatiran. Karena itu, Wakana, yang dinilai
tinggi, diangkat menjadi asisten manajer dan memberikannya dukungan.
Sejak saat itu, posisi mereka
berubah, dan sebaliknya, mereka terlibat dalam hubungan di mana Wakana mendukung
Ichigo dalam berbagai aspek.
Jika
dipikir-pikir, aku sudah mengenalnya cukup lama.
Mereka saling mendukung dalam
berbagai pekerjaan dan melewatinya bersama.
Ini memang sesuatu yang lumrah,
tetapi dia pikir akan menjadi hal yang wajar untuk memiliki Wakana dalam
hidupnya.
Bagaimanapun,
aku ingin tahu apakah hal ini berbeda bagi Wakana?
Apakah dia menyadari Ichigo
sebagai seorang pria dan sebagai seorang lawan jenis pada saat yang sama?
Pada titik tertentu, dia sama
seperti Ichigo di masa lalu, yang menjadi peka terhadap Sakura.
※※※※※
……Keesokan pagi, setelah malam
sebelumnya Ichigo dan Luna saling berbicara empat mata.
“Selamat pagi, Wakana-san.”
“Ah, selamat pagi.”
Ada mobil yang berhenti di
depan rumah dinas Ichigo.
Ichigo menunggu di pintu depan
dan menyapa seorang wanita yang turun dari kursi pengemudi.
Wanita yang disapa, Wakana,
buru-buru membalas salamnya.
Tentunya, dia tidak mengenakan
pakaian kerjanya yang biasa hari ini. Namun, bukan berarti dia akan mengenakan
pakaian dewasa dan kasual yang sama seperti ketika melakukan perjalanan bisnis.
Pakaian bagian atasnya terdiri
dari baju rajutan bergaris berwarna lavender. Lehernya terbuka lebar, memperlihatkan
kedua bahu. Sedangkan untuk bagian bawahnya, dia memakai rok berwarna putih.
Perpaduan warna pakaian yang
dia pilih terlihat lembut dan serasi dengan musim saat ini.
Terlepas dari keberanian cara
berpakaian yang mengekspos bahunya, dia tetap terlihat elegan dan seksi.
Di sisi lain, Ichigo mengenakan
jaket dan celana jeans, serta rambutnya disisir dengan gaya yang berbeda dari
biasanya.
Karena hari ini merupakan
peristiwa khusus, Ichigo berpikir kalau dirinya harus berhati-hati dalam
penampilannya.
“Maafkan aku karena sudah
membuatmu menunggu.”
“Tidak, tidak juga, kok.
Lagian, aku hanya menunggu di rumahku.”
Ichigo menjelaskannya kepada
Wakana, yang tampak sedikit gugup dan gelisah.
Belakangan
ini aku mulai sering melihat sisi Wakana yang seperti itu. Kalau di tempat
kerja, dia selalu bersikap tegas dan cekatan…... Entah kenapa, rasanya agak
segar melihat sisi barunya.
“Pak manager, itu kenapa?”
“Eh?”
Lalu Wakana berkata, “Yang di situ,” sembari menunjuk ke arah
leher Ichigo.
Ya—— dia melihat perban perekat
yang ada di leher Ichigo.
“Ah, ini ya..” karena panik,
Ichigo menutupi perban di lehernya dengan tangannya. “Aku hanya sedikit
terluka.”
Pandangan mata Ichigo melirik
ke berbagai tempat dan berbicara dengan nada yang sedikit gelisah.
Wakana yang melihat Ichigo
seperti itu, memberinya tatapan penasaran. “Ka-Kalau begitu! Hari Ini kita mau
pergi ke mana?”
Ujar Ichigo dengan riang demi
mengalihkan topik pemnbicaraan.
Ya, hari ini adalah acara kencan
mereka. Acara kencan dimana Wakana sendiri yang mengusulkannya.
“Meski aku bilang begitu, tetapi
aku belum memikirkan ke mana tujuan kita … um, maaf, aku tahu seharusnya aku
lebih banyak menyiapkan rencana untuk pergi bersamamu dalam situasi seperti
ini…”
“Pa-Pak manajer tidak perlu
meminta maaf segala! Karena akulah yang mengajakmu duluan!”
Sembari mencoba untuk menyemangati
Ichigo yang tertekan, Wakana menujuk ke arah mobilnya sendiri.
“Silahkan masuk dulu ke dalam.
Aku sudah memutuskan ke mana kita akan pergi.”
※※※※※
“Wakana-san memang pandai
sekali mengemudi, ya. Mobilnya bahkan tidak goncangan sama sekali.”
“Fufufu, terima kasih banyak.”
Mereka lalu masuk ke dalam
mobil yang dikendarai oleh Wakana dan menuju ke pusat kota.
Kemudian, mereka berdua
akhirnya tiba di sebuah pusat perbelanjaan besar.
Bangunan yang terbagi menjadi
beberapa gedung bersamaan dengan fasilitasnya masingmasing, membuat pusat
perbelanjaan ini menjadi mal yang paling besar di daerah tersebut.
Di dalamnya terdapat hampir 200
toko, yang terdiri mulai dari toko bermerek hingga toko kelontong.
Meski sekarang masih di hari
kerja, mal itu tetap ramai dikunjungi oleh beberapa pengunjung.
“Apa ada toko yang mau kamu
kunjungi, Wakana-san?”
“Hmmm, ketimbang dibilang
toko...”
Ketika Ichigo sedang mendatangi
tempat yang dituju, Wakana memimpinnya.
“Oh, di sini tempatnya.”
“Bioskop, ya?”
Mereka kemudian sampai di
tempat tujuan. Tempat tersebut merupakan bioskop yang berada di sudut mal.
“Ya, ada film yang sudah lama
bikin aku tertarik akan diputar...” Wakana melirik Ichigo dengan gugup. “Jika
pak manajer tidak keberatan, aku ingin menontonnya bersama Manajer...”
(Film,
ya?)
Menonton film merupakan kegiatan yang klasik dalam kencan.
Ini mungkin pertama kalinya
dalam beberapa tahun bagi Ichigo sendiri datang ke bioskop untuk menonton film.
“Baiklah, ayo pergi,
ngomong-ngomong film apa yang ingin tonton?”
“Oh, yang ini, aku sudah lama
ingin menonton film ini.”
Tepat di pintu masuk, ada
sebuah poster film yang sedang diputar, dan Wakana menunjuk ke salah satunya.
Tentu saja, itu adalah film
romantis populer yang telah diiklankan di TV selama beberapa waktu.
“Oh, yang ini aku tahu . Ini
film terkenal yang memenangkan semacam penghargaan di luar negri, ‘kan?”
Usai mengatakan itu, Ichigo
memeriksa daftar waktu pemutaran yang ditampilkan di bagian bawah poster.
“Sepertinya waktu pemutaran
berikutnya akan segera dimulai. Apa kita akan langsung masuk saja?”
“Y-Ya, lebih baik langsung
masuk saja.”
Ichigo memberikan sarannya dan
Wakana menjawabnya sambil tersenyum. Lalu, keduanya masuk bersama dan membeli
tiket di pintu masuk.
“Apa enaknya membeli sesuatu
untuk diminum?”
“Iya, silahkan.”
Mereka membeli minuman bersama
di toko terdekat dan pergi ke ruang teater yang ditentukan.
“Gelas minumannya besar ya,
bahkan ukuran M yang aku pesan pun begitu besar.”
“Mungkin ukurannya disajikan
berdasarkan standar Amerika.”
Mereka mengambil tempat
duduknya dan meletakkan minuman yang telah dibeli di tempat minuman yang
terletak di sandaran tangan.
Mereka juga membaca pamflet
serta mengobrol sampai waktu pemutaran tiba, dan segera lampu padam lalu film
dimulai di ruang yang remang remang.
“………”
“..........”
— Filmya sendiri berisi cerita
yang sederhana.
Mengambil latar belakang luar
negri, film ini menceritakan tentang karakter utama wanita yang memiliki cinta bertepuk
sebelah tangan kepada seorang pria. Namun, dia berpegang teguh pada
perasaannya, terus mempertahankannya, dan tidak mau kalah dengan saingannya
yang juga mencintai pria yang sama, terus mengejar……… dan akhirnya, dia dan
pria yang dicintai tersebut bersatu dan berakhir bersama.
Ini merupakan semacam kisah cinta
klasik yang bisa ditemukan di mana saja.
Penampilan aktris utama sangat
memilukan, dan Ichigo berpikir, yah, kalau film ini adalah film yang bagus.
…..Akan tetapi.
Daripada isi filmnya, ada
adegan yang sangat berkesan di dalam ingatan Ichigo.
“………”
Adegan terakhir film, di mana
dua orang yang saling jatuh cinta akhirnya bisa bertemu.
Di dalam gereja yang diterangi
oleh cahaya yang bersinar melalui jendela kaca patrinya, mereka berdua saling
berciuman sambil menerima berkat.
Ichigo tiba-tiba melihat Wakana
yang duduk di sebelahnya.
Ekspresi wajahnya saat itu
ialah……
Pipinya terlihat begitu merah merona
sehingga Ichigo bisa melihatnya dengan jelas bahkan dalam kegelapan. Dia
terlihat sangat bahagia, seolah-olah dia bersukacita atas kebahagiaan dua orang
di sisi lain layar tersebut.
Ichigo menyadari kalau
ekspresinya itu sangatlah mempesona. Hal itu lebih berkesan dari isi film yang
mengguncang hatinya.
※※※※※
“Film tadi bagus sekali, ya?”
“Ya, film itu sangat
mengharukan. Aku sangat senang kita bisa menontonnya bersama.”
Setelah meninggalkan bioskop,
mereka memutuskan untuk makan siang di kafe terdekat.
“Semua aktornya sangat menarik,
dan gadis saingannya itu juga bagus. Namun, penampilan aktris utama jauh lebih
menarik, dan aku menangis beberapa kali selama pemutaran filmnya”
“Haha, aku juga sama.”
Wakana masih tetap antusias dan
mengungkapkan kesannya tentang film tersebut.
Dia terlihat menikmati dirinya
sendiri, yang mana membuat Ichigo tersenyum.
“Terlebih lagi di bagian terakhir film itu,
adegannya sangat menyentuh hati. Aku jadi ikutan merasa bahagia.”
“Eh, ah, ya, benar juga,”
Ichigo menanggapi kata-kata Wakana dengan terkejut.
Ichigo merasa sangat malu untuk
mengatakan kalau dirinya saat itu dibuat terpesona oleh paras Wakana, karena
hal itu sangat menarik perjatiannya, sehingga membuat Ichigo mengingatnya
dengan sangat jelas.
Kemudian, setelah makan siang.
“Kalau begitu, apa yang akan
kita lakukan selanjunya?”
Ichigo bertanya kepada Wakana
saat mereka berjalan keluar dari kafe. Untuk saat ini, tujuan pertama mereka
hari itu telah tercapai.
Ichigo penasaran, apa Wakana
masih mempunyai rencana lain atau tidak, itu sebabnya Ia menanyakan hal
tersebut padanya.
“Se-Selanjutnya apa ya?”
Sebaliknya, Wakana menjawab
pertanyaannya dengan ekspresi ketakutan.
Rupanya Wakana benar-benar
tidak memikirkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.
“Oh iya, jika ada suatu tempat
yang ingin pak Manajer kunjungi, aku bisa ikut menemani…”
“Kalau gitu, mari berkeliling
dan melihat apa yang ada di dalamnya.”
Seolah ingin menindaklanjuti
perkataannya yang ambigu, Ichigo menunjuk ke arah mal yang ramai sambil
berkata, “Apa ada sesuatu yang kamu inginkan, Wakana-san? Sesuatu yang ingin
kamu lihat?”
“Ah baiklah, lalu…”
Wakana kemudian dengan malu-malu
membuat saran kepada Ichigo.
“Aku ingin melihatlihat
beberapa pakaian baru, jadi pak Manajer, maukah kamu memilih beberapa dari
mereka bersamaku?”
“Kedengarannya bagus. Kalau
begitu, aku berpikir untuk membeli beberapa perabotan baru, jadi mari ikuti
aku.”
Ketika Ichigo mengatakan ini,
Wakana tersenyum lega dan mengangguk. “Ya, dengan senang hati.”
Jadi, setelah selesai makan
siang, Ichigo dan Wakana memutuskan untuk berkeliling pusat perbelanjaan
bersamasama.
Itulah yang mereka lakukan,
bertingkah layaknya sepasang kekasih biasa.
Mereka melakukan window-shopping, melihat-lihat barang
yang dipajang, dan sesuai dengan permintaannya, memutuskan untuk melihatlihat
pakaian baru juga.
“Pak manajer, bagaimana
menurutmu?”
Mereka memasuki toko pakaian
dan memutuskan untuk memilih pakaian yang cocok untuk Wakana.
Di sana, Wakana memegang
pakaian di depan tubuhnya dan bertanya pada Ichigo, “Apa kamu menyukainya?”
Ketika Ichigo melihat, ada
beberapa pakaian di dalam keranjang sampingnya.
Sepertinya, Wakana sudah menemukan beberapa pakaian yang dia minati.
“Jika kamu suka, mengapa kamu tidak
mencobanya?”
“Eh?”
Saat Ichigo mengatakan itu,
Wakana terlihat senang untuk sesaat. Tetapi tepat setelah itu, seolah-olah dia
telah mengambil keputusan, dia memejamkan matanya erat-erat.
“Aku mengerti, biarkan aku
mendengar pendapat jujur dari pak Manajer juga.”
“? Ah, iya.”
Sambil memiringkan kepalanya
pada nada yang sedikit antusias, Ichigo menuju kamar ganti bersama Wakana dan
menunggunya berganti pakaian.
Beberapa saat kemudian…
“Ba-Bagaimana?”
Setelah selesai berganti pakaian
dan Wakana lalu membuka tirai seraya menanyakan itu.
Begitu melihat penampilannya,
jantung Ichigo tanpa sadar berdetak lebih kencang dari biasanya.
Model baju yang dia coba adalah
atasan dengan gaya potong-dan-jahitan
lengan panjang yang tembus pandang. Untuk bagian bawahnya, dia mengenakan rok
mini hitam dengan kancing gantung.
Pakaian yang ketat itu
menekankan payudara Wakana yang cukup montok, dan bagian bawah rok mininya
dengan berani memperlihatkan bagian paha hingga ujung kakinya.
“Ku-Kupikir itu cocok untukmu.”
Wajah Ichigo memanas. Ichigo
tidak berani melihat langsung ke arahnya dan tanpa sadar memalingkan wajahnya
dari Wakana.
“Ah, ahaha, aku pikir akan
menarik untuk mencoba pakaian semacam ini sesekali......kupikir aku mungkin
terlihat terlalu muda dengan pakaian ini.”
Setelah melihat reaksi Ichigo,
Wakana buru-buru mengucapkan kata-kata tersebut.
......Mungkin dia telah
mengamankan pakaian ini sebelumnya dengan berpikir bahwa dia mungkin perlu
mencoba sesuatu yang sedikit lebih menantang untuk merayu Ichigo.
Kemudian, Ichigo malah
menyarankan agar dia mencobanya, sehingga Wakana memutuskan untuk mencobanya.
Pada saat itu, pakaian yang
digantung di kamar ganti jatuh ke lantai.
“Ah gawat, ….. aku harusnya
tidak boleh menjatuhkannya, lagipula ini tetap produk yang dijual.”
Ketika Ichigo menyadarinya,
Wakana buru-buru berbalik dan menurunkan pinggulnya untuk mengambil barang
tersebut.
“Wa-Wakana-san!”
Sepertinya Wakana tidak
menyadarinya. Namun, pakaian dalamnya itu terlihat oleh Ichigo karena
posisinya.
“Ketika kamu berpakaian seperti
ini, kamu harus sedikit lebih berhati-hati terhadap bagian belakangmu!”
“…..Eh? Ah!”
Wakana yang baru menyadari
perilakunya sendiri, langsung berubah merah padam dan buru-buru menutup tirai.
“M-Maafkan aku, karena sudah
menunjukkan pemandangan yang kurang menyenangkan!”
“Ti-Tidak, kamu tidak perlu
khawatir tentang itu…”
Wakana masih gugup dan reaksinya
agak terlalu sensitif atau gelisah. Dia hampir menjatuhkan barang-barang di
toko.
Dia juga hampir menjatuhkan
minuman yang dia beli di toko di sepanjang jalan.
Ketika mereka terpisah
sebentar, Wakana mencaricari Ichigo dan pergi ke tempat yang agak jauh,
sehingga membuat dia menjadi sedikit tersesat.
Ichigo mengikutinya setiap kali
Wakana berulang kali membuat kesalahan seperti ini, sehingga wajahnya menjadi
merah padam karena malu.
“Maafkan aku karena sudah
merepotkan pak Manajer…”
“Tidak, tidak, tidak apa-apa
kok. Lagipula, aku cukup bersenang-senang.”
Saat mereka berjalan di mal,
Ichigo menyemangati Wakana yang tampak sedikit tertekan.
Kemudian, Wakana melirik
Ichigo.
“Entah mengapa… Hal ini
mengingatkanku pada masa lalu.” Tiba-tiba, dia mengucapkan kalimat itu.
“Di masa-masa awal saat kita
mulai bekerja bersama di tempat kerja yang sekarang. Aku selalu merepotkan pak
manajer yang selalu membantuku.”
“Masa? Aku merasa kalau aku
tidak terlalu membantumu sebanyak itu.”
Bukannya berarti bahwa Ichigo
tidak memiliki ingatan mengenai hal itu. Yang ada justru sebaliknya, Wakana
merupakan karyawan yang sangat baik.
“Memang, aku yakin itu bukanlah
sesuatu yang terlalu berarti bagi pak Manajer. Tetapi bagiku, kebaikan kecil
pak Manajer terus-menerus semakin menumpuk, dan aku mulai semakin menyukainya.”
Wakana tersenyum saat
mengucapkan kata-kata tersebut.
Pandangan yang menengadah, mata
yang tampak basah, dan aroma lavender yang tercium dari tubuhnya …… semuanya
tampak begitu menawan dan wangi sehingga mendominasi indra Ichigo.
Dia terlihat sangat menarik.
Padahal, apa yang dia lakukan
masih sama seperti biasanya.
(Akan
tetapi......)
Kemudian, Ichigo mengingat
pertanyaan yang dia ajukan sebelum kencan ini.
Kami
telah saling mendukung dan melewatinya bersama.
Ini
memang sesuatu yang lumrah, tetapi aku pikir akan menjadi hal yang wajar untuk
memiliki Wakana dalam hidupku.
Bagaimanapun,
aku ingin tahu apakah hal ini berbeda bagi Wakana?
Aku
ingin tahu apakah dia menyadari aku sebagai seorang pria dan sebagai seorang lawan
jenis pada saat yang sama?
Kalau dipikirpikir, Wakana
pernah memberi tahu Ichigo beberapa waktu yang lalu di observatorium rest-area
selama perjalanan bisnis untuk pertemuan manajer regional.
Ada seseorang yang dia sukai.
Dan dia jatuh cinta dengan orang tersebut tanpa dia sadari.
(......Secara
alami ….. tanpa disadari)
Orang bisa saja jatuh cinta
kepada orang lain walaupun mereka sendiri tidak menyadarinya.
Jatuh cinta pada seseorang.
Jika dipikirpikir lagi seperti
itu, pertemuan Wakana dan Ichigo terlihat seolah-olah cerita yang ideal,
layaknya kisah dalam cerita Manga atau novel percintaan.
Dan jika dipikirkan kembali,
dia adalah heroine yang hebat dalam cerita seperti itu.
Mungkin karena efek setelah menonton
film romantis. Entah kenapa, proses pemikirannya
dipicu sedemikian rupa. Seperti protagonis di dalam film itu, Ia menganggap
Wakana sebagai seorang wanita, …….atau kekasihnya.
Saat berpikiran begitu, entah
bagaimana Ichigo merasa seolah-olah Ia bisa melihat Wakana yang berjalan di
depannya, berhenti dan bereaksi dengan gembira pada pemandangan yang dilihat — jantungnya
berdebar kencang pada momen ini— pemandangan yang seharusnya normal, terpusat
di sekelilingnya, dengan suasana baru yang berbeda dari biasanya.
“Ah.”
Saat berjalanjalan dengannya
sambil berpikir seperti itu, Ichigo tiba-tiba melihat sebuah toko dengan
berbagai merk minuman beralkohol dari seluruh dunia berjejer di jendela
pajangan dekat pintu masuk.
“Ah, jadi di sini ada toko
minuman beralkoholnya juga, toh.” Ujar Ichigo saat melihat papan nama toko.
Sementara itu, Wakana terpaku
pada produk yang dipamerkan. Seolah-olah dia tertarik oleh anggur dan wiski
yang berjejer di balik kaca.
“Apa kamu menyukai minuman
beralkohol, Wakana-san?”
“Ah, eh, ya, aku cukup
menyukainya.”
Apa
dia khawatir kalau aku akan menanggapnya sebagai wanita pecandu alkohol?
Tanggapannya terlihat imut saat
dia buru-buru mencoba menutupi kesalahannya.
“Aku juga cukup menyukainya,
kok.”
Ichigo menimpali perkataan
Wakana, berbicara kepadanya dengan suara tenang dan berjalan mendekatinya,
“Daging sapi panggang dari
restoran yang kita kunjungi untuk makan siang tadi rasanya memang enak, tapi
aku juga berpikir kalau hidangan tersebut akan sangat cocok ditemani minuman
beralkohol.”
“Ah, aku juga sependapat!
Rasanya pasti akan lebih lezat kalau daging sapi panggangnya dipotong
tipistipis, lalu dicampur dengan gochujang (pasta
cabai merah), kemudian ditaburi biji wijen dan ditambah kuning telur di
atasnya, mirip seperti hidangan yukhoe!” (TN : Yukhoe merupakan hidangan Korea dari daging sapi mentah
yang dibumbui dengan kuning telur, kayak gini hidangannya LINK)
Begitu topik mengenai alkohol dibahas,
Ichigo memperhatikan bahwa nada suara Wakana sedikit naik.
Ichigo tahu bahwa Wakana sangat
suka minum, dan dia tiba-tiba mendapati dirinya tersenyum. 'Oh, tentu, kedengarannya enak.' Percakapan
yang sangat alami dan akrab.
Rasanya sungguh aneh sekali.
Ichigo merasa kalau hatinya
terasa nyaman saat bersama dengannya.
Selain itu, ketika mengingat raut wajah Wakana— saat dia membicarakan tentang bagaimana Ichigo
telah banyak membantu dirinya dalam banyak hal— hatinya dibuat berdebar
kencang dan wajahnya jadi memanas.
Wakana mengatakan kalau dia
ingin membuat Ichigo menyadari dirinya sebagai seorang wanita ketika mereka
menyetujui kencan ini.
Sekali lagi, Ichigo menyadari
betapa menariknya Wakana sebagai seorang wanita.
Pada saat itu, pesonanya telah
menjadi eksistensi yang begitu kuat. Begitu kuat sampaisampai berhasil membuat
Ichigo melupakan Luna.
“.........”
Benar.
Tanpa Ia sadari, Ichigo telah
melupakan Luna yang selama ini membuatnya khawatirkan di dalam hatinya.
Jika
aku bersama Wakana, aku mungkin bisa menghabiskan harihari bahagia seperti
ini, secara alami, tanpa mengkhawatirkan hal semacam itu.......
※※※※※
Dan kemudian, hari pun
berakhir, dan sudah menjelang sore. Acara kencan bersama Wakana sudah hampir
berakhir.
Mungkin tampaknya sedikit lebih
awal dari segi waktu, tapi Ichigo ada sesi pelatihan besok pagi di toko lain,
jadi pertemuan hari ini dijadwalkan berakhir pada sore hari.
“Ummm, terima kasih banyak
untuk hari ini.”
Mobil yang dikendarai oleh
Wakana tiba di depan rumah Ichigo.
Wakana turun dari mobil dan
membungkuk pada Ichigo, yang juga turun dari sebelah kursi pengemudi.
“Tidak, seharusnya aku yang
bilang begitu. Aku harap kamu merasa bersenang-senang bersamaku.”
“I-Itu tidak benar sama sekali.
Tentu aku merasa sangat senang.” Wakana buru-buru membalasnya.
Sebagai tanggapan, Ichigo tanpa
sadar menarik diri.
Namun, tepat setelah itu, bahu
Wakana menyusut dan ekspresinya menjadi murung.
“Ka-Kalau menurut pak Manajer
sendiri bagaimana?”
Dia lalu bertanya pada Ichigo.
“Aku ingin tahu pendapat pak Manajer.”
“Pendapatku?”
Wakana, yang menanyakan
pertanyaan itu, terlihat sedikit sedih.
Sepanjang
hari ini, aku sangat menikmatinya. Jika memungkinkan, aku ingin bersamanya
lebih lama.
Ichigo juga merasakan hal yang
sama, meski itu hanya sebentar.
Ichigo merasakan hatinya
sendiri terasa hangat. Ia menjadi sangat tertarik pada penampilan Wakana serta
perasaannya yang jujur dan tulus.
“Ummm … mungkin kesanku ini
kedengaannya aneh, tetapi…”
Ichigo mengatakan perasaan
jujurnya kepada Wakana.
“Itu membuatku merasa sangat nyaman.”
“Eh…”
“Karena aku memiliki banyak
waktu untuk melakukan hal ini bersamamu, aku pikir aku harus lebih sering
berbicara denganmu dan mencoba melihat sisi dirimu yang tidak pernah aku
ketahui. Tapi, gimana bilangnya ya ….. Aku merasa lega melihat Wakana-san
tetaplah Wakana-san yang sama, bahkan lebih dari apa yang pernah aku harapkan.”
Kata-kata Ichigo membuat Wakana
terkejut.
Melihat Wakana yang terdiam, Ichigo buru-buru menambahkan komentar lanjutan.
“Tidak, bukan berarti aku tidak
bisa melihatmu sebagai seorang wanita atau semacamnya… Sejujurnya, aku sempat
berpikir kalau rasanya akan sangat menyenagkan kalau Wakana-san adalah kekasihku.”
“………..”
Wakana cuma bisa terdiam.
Namun, perasaan panas dan raut
wajah yang memerah secara bertahap mewarnai pipi, dahi, leher, hingga ke
bahunya menunjukkan bahwa dia merasa cukup malu.
Kemudian, Ichigo berkata
kepadanya dengan nada yang tegas.
“Oleh karena itu, apa kamu mau memberikanku
kesempatan lagi, hanya sekali saja. Apa kamu ingin menghabiskan liburan kita
bersama seperti ini lagi?”
Saat Ichigo bertanya seperti
itu, Wakana tampak terkejut dan kemudian beralih menjadi senyum bahagia di
wajahnya.
“I-Iya, dengan senang hati.”
Suasana aneh menyelimuti di antara
mereka berdua.
Mereka merasakan sensasi panas,
tetapi bukan dalam artian tidak menyenangkan, tapi justru perasaan menggelitik
di hati mereka masingmasing.
Perlahan tapi pasti, hati
mereka bergerak mendekat, dan mereka hampir saling bersentuhan.
Tapi pada saat itu…. ada angin yang
bertiup.
Hembusan angin musim gugur yang
kencang menerpa tempat itu.
Ichigo, yang telah menggaruk
lehernya karena gugup, tidak menyadarinya sama sekali kalau perban di lehernya
sudah terkelupas.
“Ah, pak manajer, perbannya…”
Perban itu benarbenar
terkelupas terbawa angin dan membuatnya terbang.
Sesuatu yang tersembunyi di
balik perban tersebut ialah kulit yang
berubah menjadi kemerahan seperti bekas lipstik benarbenar terlihat oleh
Wakana.
“….Ah!”
Dengan panik, Ichigo menutupi
lehernya menggunakan tangannya.
Ia benar-benar kecolongan dan
lengah.
(….Apa
dia melihatnya?)
Ichigo melihat ke arah Wakana.
Wakana memiliki ekspresi
tercengang di wajahnya saat berdiri di depannya.
Insting Ichigo memberinya
peringatan saat melihat ekspresi yang tak terlukiskan itu ...... yang
membuatnya merasa tidak nyaman.
Gawat…
“Ah, ummm. Un-Untuk hari ini,
kita sudahi dulu. Mari kita putuskan waktu berikutnya ketika kita punya jadwal
libur yang sama lagi.”
“Ah, iya.
Oleh karena itu, Ichigo dengan
paksa mengakhiri pembicaraan. Dan begitulah Ichigo menutup hari bersama
dengannya.
※※※※※
“…........”
Wakana mengendarai mobilnya
sendirian dalam perjalanan pulang.
Saat mengemudi, dia tidak
mengingat kenangan menyenangkan yang terjadi hari ini.
Hal yang membuatnya kepikiran
adalah leher Ichigo.
Ketika perbannya terkelupas dan
melihat di balik itu…… hal yang Wakana lihat bukanlah cedera. Justru
sebaliknya, itu terlihat seperti bekas memar.
Sesuatu yang merah, tetapi
bukan pembengkakan, dan ada semacam perubahan warna kulit yang tampak seperti
telah tersumbat.
“Jangan-jangan, itu …”
Dia jelas menyadari kata yang
muncul di benaknya, dan hal itu membuat pipinya memerah karena panas.
Bukannya Wakana sendiri tidak
memiliki pengetahuan tentang hal itu. Dia telah mendengarnya dalam
percakapannya dengan sahabatnya yaitu Hosoe, dan juga telah melihatnya
digambarkan dalam manga yang terkadang dia baca dan drama yang dia tonton, jadi
tentu saja dia tahu tentang hal itu.
Apa
jangan-jangan itu tanda cupang......
Ini cuma tebakannya. Tapi, jika
memang demikian….
“Apa pak Manajer …. sudah punya
pacar?”
Wakana merasa kesal saat memikirkannya.
Mustahil.
Lalu,
apa pak manajer berbohong ketika mengatakan kalau Ia tidak punya pacar?
Tapi,
buat apa Ia mengucapkan kebohongan seperti itu?
Lalu, entah kenapa, sesuatu
yang muncul di benak Wakana adalah bayangan Luna yang berada di rumah Ichigo
tempo hari.
“.........”
Mana
mungkin, itu sangat konyol sekali, pikirnya, tapi imajinasinya
mengarah ke arah sesuatu yang tidak menyenangkan.
Imajinasinya memiliki semacam
pemikiran vulgar, delusional, dan hampir membuatnya tidak mempercayainya sama
sekali.
Wakana menggelengkan kepalanya
dan merasa malu pada dirinya sendiri.
Mustahil,
mana mungkin itu bisa terjadi.
Hal seperti itu mana mungkin
akan dilakukan oleh Ichigo, yang memancarkan aura ketulusan, kejujuran, dan
kelembutan. Sulit membayangkan kalau Luna, seorang gadis muda yang sopan dan
baik, akan berani berbuat semacam itu.
Aku
tidak seharusnya memikirkan ini.
Memikirkannya saja adalah hal
terburuk yang pernah Wakana lakukan.
Atau begitulah yang dia inginkan,
tapi.......
Sayangnya, semakin Wakana
beranggapan lebih baik tidak memikirkannya, semakin aneh pula jalan pemikirannya,
dan dia mulai memperhatikan hal-hal yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya.
Pada
hari itu....
Aku
menerobos masuk ke rumah dinas pak Manajer, di mana aku bertemu Luna, yang katanya
datang untuk mengantar barang yang ketinggalan.
Luna mengatakan kalau ada kebakaran
di dapur dan dia mencoba memadamkannya dengan merendam handuk di dalam air.
Tapi
kenapa dia tidak menggunakan keran dapur untuk mengambil air?
Seharusnya
ada kain lap di dapur jika tidak ada handuk, dan kurasa kebakarannya tidak begitu
besar sampai harus membuatnya butuh tenaga ekstra untuk memadamkannya.
Pak
manajer bilang kalau Luna pergi untuk mengambil handuk, tapi dia mungkin
kebetulan saja asal mengambil handuk yang tergeletak di dekatnya.
Kenapa
mereka berdua kebetulan ada di sana?
Apa
jangan-jangan dia bersembunyi?
Tapi,
mengapa dia harus bersembunyi segala?
Apa
dia buru-buru bersembunyi karena kedatanganku?
“…. Mana mungkin… itu yang
terjadi, ‘kan?”
Aku
tahu ini hanyalah imajinasi yang konyol.
Aku
tahu kalau ini pemikiran yang kurang ajar terhadap pak Manjer dan Luna.
Namun, dalam benak Wakana,
pemikirannya mulai mengarah ke arah yang tidak menyenangkan.
Apa
mereka ….. diam-diam bertemu?
Lalu,
apa jangan-jangan, tanda cupang itu dari .…
“.........”
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya