Epilog — Dulu, Kamu adalah Putri dari Cinta Pertamaku
“Wakana-san, terima kasih banyak
atas segala bantuan yang sudan anda lakukan untuk kami”
“Semoga sukses di toko baru!”
Waktu pun terus berlalu.
Hari ini merupakan hari
terakhir Wakana bekerja di toko dan sudah diputuksan kalau dia akan dipindah ke
cabang toko lain.
Para anggota toko memberinya
bunga, kertas berwarna, hadiah perpisahan dan ucapan selamat untuk mengantar
kepergiannya.
“Terima kasih banyak,
semuanya.”
Wakana juga memiliki ekspresi
sedih di wajahnya.
“Pada akhirnya, Wakana-san
menjadi manajer toko...”
Ibu-ibu rumah tangga pekerja paruh
waktu dan lainnya mengatakan itu dengan perasaan sedih.
“Seorang wanita yang menjadi
manajer toko bukan hal yang langka, tetapi untuk Wakana-san, itu
merupakan pencapaian yang besar.”
“Semoga sukses.”
Dengan suasana penuh haru
begitu, Wakana didekati satu demi satu oleh semua orang di toko.
Semua orang pasti menyukainya.
Dari karyawan tetap hingga
pekerja paruh waktu, mereka semua mengucapkan selamat tinggal dengan penuh penyesalan.
Ichigo menyaksikan adegan ini
dari kejauhan.
Tak lama kemudian, waktu
penutupan toko sudah lama berlalu dan seperti biasa, hanya Ichigo dan Wakana
yang tersisa di toko.
“…. Jadi, itu saja untuk
laporan hari ini.”
“Ya, itu saja. Terima kasih
atas kerja kerasnya.”
Menjalani pekerjaan seperti
biasa. Laporan dari Wakana pun sudah selesai.
“Dan terima kasih atas
bantuanmu, Wakana-san.”
Ichigo membungkuk kepada Wakana
yang telah menyelesaikan pekerjaannya di toko.
“Mulai besok, Oshikata-san yang
jadi asisten manajer, kan?”
“Ya, meskipun rasanya agak aneh,
sih.”
Pengganti setelah Wakana
dimutasi adalah manajer departemen area penjualan saat ini, Oshikata, yang
dipromosikan dan menjadi asisten manajer sekaligus menetap sebagai
penggantinya.
Dia juga sedang dalam proses
mempelajari tugas asisten manajer dengan mati-matian, sambil menerima serah
terima dari Wakana sampai hari ini.
(......
Apa hari ini akan menjadi terakhir kalinya aku bisa melihatnya?)
Ichigo menoleh ke arah Wakana
dan sekarang termenung dalam perasaan yang rumit.
“Hari ini adalah terakhir
kalinya kita akan memiliki waktu seperti ini, ya.”
Kalimat yang sama yang ada
dalam pikiran Ichigo diucapkan oleh Wakana.
“Y-Ya, itu benar.”
Ichigo menjawab dengan
tergesa-gesa dan terkejut.
“Ah, tetapi selama kamu masih
bekerja untuk perusahaan ini, kamu dan aku mungkin akan bekerja sama lagi di
suatu tempat. Atau lebih tepatnya, kita mungkin akan segera bertemu lagi dalam
pertemuan manajer atau dalam perjalanan bisnis.”
“Hahaha, mungkin itu benar.”
Wakana tertawa seolah-olah
menunjukkan rasa acuh tak acuh.
Entah mengapa, seolaholah dia
tidak berlarutlarut terhadap Ichigo…. atau lebih tepatnya, suasananya seperti
dia benar-benar sudah move-on darinya.
Memang agak menyedihkan, tetapi
juga melegakan.
“Oh, iya, ini.”
Setelah itu, Ichigo mengangkat
kantong kertas yang berada di samping meja dan tas kerjanya. Itu adalah hadiah
perpisahan untuk Wakana yang secara pribadi sudah dipersiapkan Ichigo.
“Ehh, pak manajer sampai
repot-repot memberiku ini, tapi terima kasih banyak!”
Wakana menerimanya dari Ichigo
dan menundukkan kepalanya.
“Aku sudah menerima berbagai
hadiah dari semua orang, jadi itu semua mungkin akan menjadi barang bawaan.”
Ichigo menunjuk ke kantong
kertas yang Ia serahkan kepada Wakana,
“Silakan lihat di dalamnya.”
Wakana membuka kantong kertas
dan mengeluarkan isinya.
“Ah….”
Ichigo menyerahkan sebotol
anggur sekaligus gelasnya.
“Ini…”
“Itu adalah produk yang ada di
toko minuman alcohol waktu itu.”
Tempo hari, meski itu adalah
kencan pertama dan terakhir kalinya dengan Wakana.
Produk yang dijual di toko
minuman alcohol tersebut menarik perhatiannya ketika mereka berkeliling bersama
di pusat perbelanjaan.
Sebotol anggur merah
berkualitas dari Prancis beserta gelasnya.
“Aku membelinya….”
“……..”
Dengan begini, mereka bisa
mengenang hari itu.
Suatu hari nanti, mereka mungkin
takkan saling tertarik oleh kenangan satu sama lain, tapi dengan santai
mengatakan, “Dulu, pernah ada kejadian
seperti itu, iya ‘kan?”
Inilah hubungan antara Ichigo
dan Wakana sekarang.
Ichigo sudah dewasa, begitu
juga dengan Wakana, dan mereka sama-sama orang yang jujur.
Itulah mengapa Ichigo merasa
bangga bisa seperti ini.
“Kalau begitu, terima kasih banyak
untuk selama ini. Aku mau mengurus beberapa dokumen lagi, dan kemudian pulang.”
“…ya, baiklah, aku mengerti”
Dengan mengatakan itu, Ichigo
mengantarnya keluar.
Sebagai tanggapan, Wakana
sedikit menundukkan wajahnya, terlihat kecewa.
“Sebentar saja…”
“Eh?”
Ichigo melihat kembali ke
Wakana yang hendak mengatakan sesuatu.
Melihat Ichigo seperti itu, Wakana
menggelengkan kepalanya.
“Pak manajer, terima kasih
banyak atas segalanya.”
Alisnya sedikit menurun dan
matanya menyipit dengan cara yang mempesona.
“Selamat tinggal.”
Seraya mengatakan itu, Wakana
meninggalkan kantor—lebih dulu meninggalkan Ichigo.
“Selamat tinggal juga.”
Ichigo pun melihat kepergian sosoknya.
※
※ ※ ※ ※
Setelah seharian bekerja,
Ichigo akhirnya pulang ke rumah.
Namun, tujuannya bukanlah rumah
dinasnya karena Ia membutuhkan waktu beberapa puluh menit mengemudi untuk bisa
sampai.
Ichigo tiba di sebuah gedung
apartemen.
Itu adalah apartemen kelas atas
yang berdiri di daerah yang tenang.
Ia memarkir mobilnya di tempat
parkir terdekat dan pergi menuju pintu masuk apartemen.
Setelah membunyikan bel di
pintu masuk dan menerima izin dari pemilik rumah, Ia melewati pintu otomatis,
yang terbuka dan kemudian tertutup.
Ichigo kemudian menaiki tangga
ke lantai dua.
Ruangan tepat setelah pendaratan
tangga adalah tempat yang Ia tuju.
“Selamat datang kembali, Ichi.”
Luna membuka pintu dan menyapanya
lagi hari ini.
“Aku pulang.”
Luna menerima perasaan Ichigo
ketika dia menyatakan itu kepadanya beberapa hari yang lalu.
Kebetulan, Luna juga telah
kembali bekerja paruh waktu di toko Ichigo. Ketika dia kembali, pekerja lainnya
pun sangat gembira.
Ia juga merasa sedikit prihatin
kepada Aoyama, yang sangat senang sambil berteriak kegirangan.
Namun, di toko, Luna mencoba
untuk mempertahankan hubungan yang lebih terpisah kepada Ichigo daripada
sebelumnya.
Di tempat umum, mereka hanyalah
atasan dan pekerja paruh waktu di tempat kerja yang sama.
Dia tidak menunjukkan hubungan
apa pun di luar itu.
Sebaliknya, ketika dia tidak
bisa melakukannya di tempat kerja, dia mencoba menghabiskan waktu bersamanya
dengan cara begini.
“Makan malamnya sudah siap.”
“Seperti biasa, terima kasih
banyak.”
Ketika Ichigo masuk ke
ruangannya, sudah ada piringpiring yang ditata di atas meja ruang tamu.
“Hari ini aku mencoba hidangan baru,
loh. Hehehe, pelatihan menjadi pengantin.”
“Bukannya itu sedikit terlalu
cepat?”
Ichigo menimpali perkataan Luna
yang tersenyum bahagia. “Aku hanya punya
waktu lima tahun, jadi aku harus mulai mempersiapkan diri sekarang”, dan
dia menunjukkan ekspresi antusias.
Dia begitu bertekad untuk
menikah sehingga Ichigo merasa cukup malu, walaupun Ia sendiri yang
mengusulkannya.
(......
Tetapi ketika tiba saatnya mau menikah, apa kami perlu mengunjungi dan menyapa
kakek dan neneknya?)
Bagaimana tanggapan mereka jika
cucu mereka menikah dengan teman masa kecil putri mereka.
Nenek Luna mungkin akan lebih
menerima, tetapi bagaimana dengan kakeknya? Membayangkannya saja sudah cukup
menakutkan…
Sambil memikirkan hal ini,
Ichigo selesai makan malam bersama Luna.
Setelah selesai makan malam,
saatnya untuk bersantai dan menikmati kebersamaan.
“Ichi, ayo ke sini.”
Luna memanggil Ichigo untuk
datang ke arahnya.
Ketika melihatnya, Ichigo
menyadari ada bantal besar ditempatkan di dekat tempat tidur.
Benda ini disebut bantal manik-manik
yang seolah-olah membungkus seluruh tubuh seseorang saat duduk di atasnya.
“Aku membelinya hari ini. ‘Ini adalah bantal manik-manik yang bahkan
bisa membuat orang dewasa jadi orang tidak berguna’ itulah yang dikatakan
iklannya.’”
“Hee.”
“Rasanya sangat empuk dan nyaman
sekali, loh.”
Luna membujuk Ichigo
seolah-olah mencoba merayunya. Dia terlihat seperti anak kecil yang ingin
berbuat jahil.
“Ayo coba duduk di sana.”
“…..Eh~”
Terlepas dari ketidaksetujuannya,
Ichigo melakukan apa yang diperintahkan dan duduk di atas bantal manik-manik
tersebut.
Saat meletakkan berat badannya
dengan ringan, Ia merasakan punggungnya tenggelam ke dalam bahan yang lembut,
empuk, dan memiliki ketahanan rendah.
“Rasanya benarbenar empuk…”
Dan kemudian, ketika Ia mulai
merasakan kantuk karena sensasi kenyamanan bantal itu, ada sensasi lembut
lainnya yang ditambahkan ke pangkuan Ichigo.
“Ah….”
Ternyata Luna duduk di pangkuan
Ichigo.
“Nee, rasanya lembut banget,
iya ‘kan?”
Luna menggosokgosokkan dirinya
ke tubuh Ichigo seolaholah dia sedang memanjakannya.
Memang benar kalau Luna juga
lembut.
Dia ringan, lembut, dan tampak
begitu halus sekaligus rapuh sampai-sampai sentuhan kecil saja bisa merusaknya.
Untuk Luna yang sedang
menggoda, Ichigo meletakkan tangannya di sekitar pinggangnya dan dengan lembut
merangkulnya seraya mengatakan “Ya ampun….”
“Ehehe.”
Luna tersenyum malu-malu.
Mereka berdua berada dalam
hubungan yang tidak memungkinkan mereka bisa berjalan-jalan secara terbuka, tapi
beginilah cara mereka menghabiskan waktu bersama, di dalam ruangan di mana
mereka bisa berduaan.
“Hei, Ichi.”
“Hmm?”
Luna berbisik dengan suara
penuh gairah.
“Aku ingin menciummu.”
“Boleh.”
Luna mendekatkan wajahnya ke
arah Ichigo dan kemudian mencium pipinya.
Sebagai balasannya, Ichigo juga
mencium pipi Luna.
“Hnn” Luna membenamkan wajahnya
di dada Ichigo, mengeluarkan suara desahan.
“….. masih enggak boleh di
mulut?”
Luna mengundangnya dengan tatapan
penuh gairah. Sedangkan di sisi lain, Ichigo tidak bergeming sambil mengatakan “Masih belum.”
“Meskipun kita sudah
melakukannya beberapa kali?”
“Kita memang sudah melakukannya
beberapa kali, tapi semua itu mirip seperti semacam kecelakaan.”
Semua itu terjadi saat dia
mendapat pekerjaan paruh waktu tanpa memberitahunya, dan yang lainnya setelah festival musim
panas, saat Ichigo sedang tertidur di atas sofa rumah dinasnya.
Kedua ciuman itu sama-sama
tidak diinginkan.
Luna pun sering secara agresif
mendekati Ichigo karena mereka berdua sudah resmi jadi sepasang kekasih. Namun
di sisi lain, Ichigo bertekad untuk menjaga sumpahnya untuk menunggu sampai
setelah lima tahun berlalu.
“Ehehe, aku tidak keberatan,
kok.”
Tentu saja, Luna mengetahui hal
ini.
“Lima tahun dari sekarang, aku
akan menantikannya.”
Ucap Luna seraya meletakkan
ujung jarinya di bibirnya.
Setelah insiden beberapa waktu
yang lalu, Luna pun sudah tumbuh sedikit lebih dewasa. Dia menerima keputusan Ichigo
dan menerima bahwa dia akan tumbuh dewasa dengan seiring waktu.
Hubungan mereka masih sama dan
ada banyak rintangan yang menghadang.
Bukan hanya apa yang mereka
lihat sekarang, tapi mungkin ada banyak hal yang menunggu tanpa mereka sadari.
“Ahhh~ itu masih lama. Aku jadi
ingin cepat-cepat berumur 20 tahun. Tapi, bukannya seseorang bisa menikah di
umur enam belas tahu? Aku juga tidak sabar untuk mengenakan gaun pengantin.
Kalau begitu, mari kita nanti menikah di gereja taman hiburan itu, oke. Bagaimanapun
juga, tempat itu sudah jadi tempat penuh kenangan bagi kita.”
“Haha, kedengarannya bagus. Tapi
tetap saja, kamu harus berusia 20 tahun dulu. Aku tidak akan mengingkari janji itu.”
“Kamu mah terlalu serius, Ichi.”
Luna memejamkan matanya dan menyenderkan
kepalanya di samping leher Ichigo,
“Tapi ya …. aku tidak keberatan. Aku akan setia menunggumu, Ichi.”
Luna mengatakan itu seolah-olah
dirinya yang seharusnya menunggu Ichigo.
Ketika dia berusia 20 tahun.
Maka Ichigo akan berusia 33
tahun.
Perbedaan usia mereka adalah
tiga belas tahun.
Mungkin efek dari perbedaan
usia ini tidaklah begitu tampak sekarang, tetapi pasti akan terlihat jelas di
masa depan.
Selain itu, ada juga perspektif
yang sulit di terima masyarakat. Wakana mungkin bisa menerima hubungan mereka, tetapi tidak
semua orang mau menerimanya.
Sama seperti penguntit itu, mungkin
akan ada orangorang yang memperlakukan mereka dengan niat jahat.
Masalah yang tak terhitung
jumlahnya akan terus berdatangan.
Mereka harus bersiap menghadapi
tantangan dan lebih berhatihati daripada sebelumnya.
Namun, selama Ichigo membuatnya
menunggu, selama Ia membuat komitmen seperti itu padanya, dirinya harus
melindungi Luna juga.
Ichigo tidak pernah berniat
membiarkan tekadnya goyah.
...... Tidak, itu kurang tepat.
Saat ini, Luna dan Ichigo
mempunyai kedudukan yang setara.
Hubungan mereka bukan lagi
hubungan di mana salah satu dari mereka membuat yang lainnya menunggu atau
malah dibuat menunggu.
Ini merupakan hubungan di
antara dua orang yang berjalan saling beriringan.
※
※ ※ ※ ※
(Perubahan sudut pandang)
Pada awalnya, aku memproyeksikan
bayangan cinta pertamaku.
Rasanya seolah-olah aku melihat
kenangan yang jelas dan murni melalui dirinya.
Kenangan yang menyakitkan
seakan-akan terlukis di atas raut wajahmu.
Seolah-olah aku bisa menghapus ketidakberdayaanku.
Namun, terlepas dari keinginan
itu, tanpa kusadari, aku sudah melihatmu sebagai seorang wanita seutuhnya.
Secara konsisten, semaksimal
dan serealistis mungkin.
Namun, itu menunjukkan betapa
serius dan tulusnya harapanku.
Aku tidak ingin kembali ke masa
lalu.
Aku hanya ingin berjalan
bersama dirimu.
Seperti sekarang, bersama dirimu,
yang dulu adalah putri dari cinta pertamaku.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya