Kimi wa Hatsukoi no Hito, no Musume Vol.3 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog — Dulu, Kamu adalah Putri dari Cinta Pertamaku

 

“Wakana-san, terima kasih banyak atas segala bantuan yang sudan anda lakukan untuk kami”

“Semoga sukses di toko baru!”

Waktu pun terus berlalu.

Hari ini merupakan hari terakhir Wakana bekerja di toko dan sudah diputuksan kalau dia akan dipindah ke cabang toko lain.

Para anggota toko memberinya bunga, kertas berwarna, hadiah perpisahan dan ucapan selamat untuk mengantar kepergiannya.

“Terima kasih banyak, semuanya.”

Wakana juga memiliki ekspresi sedih di wajahnya.

“Pada akhirnya, Wakana­-san menjadi manajer toko...”

Ibu-ibu rumah tangga pekerja paruh waktu dan lainnya mengatakan itu dengan perasaan sedih.

“Seorang wanita yang menjadi manajer toko bukan hal yang langka, tetapi untuk Wakana-­san, itu merupakan pencapaian yang besar.”

“Semoga sukses.”

Dengan suasana penuh haru begitu, Wakana didekati satu demi satu oleh semua orang di toko.

Semua orang pasti menyukainya.

Dari karyawan tetap hingga pekerja paruh waktu, mereka semua mengucapkan selamat tinggal dengan penuh penyesalan.

Ichigo menyaksikan adegan ini dari kejauhan.

Tak lama kemudian, waktu penutupan toko sudah lama berlalu dan seperti biasa, hanya Ichigo dan Wakana yang tersisa di toko.

“…. Jadi, itu saja untuk laporan hari ini.”

“Ya, itu saja. Terima kasih atas kerja kerasnya.”

Menjalani pekerjaan seperti biasa. Laporan dari Wakana pun sudah selesai.

“Dan terima kasih atas bantuanmu, Wakana-­san.”

Ichigo membungkuk kepada Wakana yang telah menyelesaikan pekerjaannya di toko.

“Mulai besok, Oshikata­-san yang jadi asisten manajer, kan?”

“Ya, meskipun rasanya agak aneh, sih.”

Pengganti setelah Wakana dimutasi adalah manajer departemen area penjualan saat ini, Oshikata, yang dipromosikan dan menjadi asisten manajer sekaligus menetap sebagai penggantinya.

Dia juga sedang dalam proses mempelajari tugas asisten manajer dengan mati-­matian, sambil menerima serah terima dari Wakana sampai hari ini.

(...... Apa hari ini akan menjadi terakhir kalinya aku bisa melihatnya?)

Ichigo menoleh ke arah Wakana dan sekarang termenung dalam perasaan yang rumit.

“Hari ini adalah terakhir kalinya kita akan memiliki waktu seperti ini, ya.”

Kalimat yang sama yang ada dalam pikiran Ichigo diucapkan oleh Wakana.

“Y­-Ya, itu benar.”

Ichigo menjawab dengan tergesa­-gesa dan terkejut.

“Ah, tetapi selama kamu masih bekerja untuk perusahaan ini, kamu dan aku mungkin akan bekerja sama lagi di suatu tempat. Atau lebih tepatnya, kita mungkin akan segera bertemu lagi dalam pertemuan manajer atau dalam perjalanan bisnis.”

“Hahaha, mungkin itu benar.”

Wakana tertawa seolah­-olah menunjukkan rasa acuh tak acuh.

Entah mengapa, seolah­olah dia tidak berlarut­larut terhadap Ichigo…. atau lebih tepatnya, suasananya seperti dia benar-benar sudah move-on darinya.

Memang agak menyedihkan, tetapi juga melegakan.

“Oh, iya, ini.”

Setelah itu, Ichigo mengangkat kantong kertas yang berada di samping meja dan tas kerjanya. Itu adalah hadiah perpisahan untuk Wakana yang secara pribadi sudah dipersiapkan Ichigo.

“Ehh, pak manajer sampai repot-repot memberiku ini, tapi terima kasih banyak!”

Wakana menerimanya dari Ichigo dan menundukkan kepalanya.

“Aku sudah menerima berbagai hadiah dari semua orang, jadi itu semua mungkin akan menjadi barang bawaan.”

Ichigo menunjuk ke kantong kertas yang Ia serahkan kepada Wakana,

“Silakan lihat di dalamnya.”

Wakana membuka kantong kertas dan mengeluarkan isinya.

 “Ah….”

Ichigo menyerahkan sebotol anggur sekaligus gelasnya.

“Ini…”

“Itu adalah produk yang ada di toko minuman alcohol waktu itu.”

Tempo hari, meski itu adalah kencan pertama dan terakhir kalinya dengan Wakana.

Produk yang dijual di toko minuman alcohol tersebut menarik perhatiannya ketika mereka berkeliling bersama di pusat perbelanjaan.

Sebotol anggur merah berkualitas dari Prancis beserta gelasnya.

“Aku membelinya….”

“……..”

Dengan begini, mereka bisa mengenang hari itu.

Suatu hari nanti, mereka mungkin takkan saling tertarik oleh kenangan satu sama lain, tapi dengan santai mengatakan, “Dulu, pernah ada kejadian seperti itu, iya ‘kan?”

Inilah hubungan antara Ichigo dan Wakana sekarang.

Ichigo sudah dewasa, begitu juga dengan Wakana, dan mereka sama-­sama orang yang jujur.

Itulah mengapa Ichigo merasa bangga bisa seperti ini.

“Kalau begitu, terima kasih banyak untuk selama ini. Aku mau mengurus beberapa dokumen lagi, dan kemudian pulang.”

“…ya, baiklah, aku mengerti”

Dengan mengatakan itu, Ichigo mengantarnya keluar.

Sebagai tanggapan, Wakana sedikit menundukkan wajahnya, terlihat kecewa.

“Sebentar saja…”

“Eh?”

Ichigo melihat kembali ke Wakana yang hendak mengatakan sesuatu.

Melihat Ichigo seperti itu, Wakana menggelengkan kepalanya.

“Pak manajer, terima kasih banyak atas segalanya.”

Alisnya sedikit menurun dan matanya menyipit dengan cara yang mempesona.

“Selamat tinggal.”

Seraya mengatakan itu, Wakana meninggalkan kantor—lebih dulu meninggalkan Ichigo.

“Selamat tinggal juga.”

Ichigo pun melihat kepergian sosoknya.

 

 

Setelah seharian bekerja, Ichigo akhirnya pulang ke rumah.

Namun, tujuannya bukanlah rumah dinasnya karena Ia membutuhkan waktu beberapa puluh menit mengemudi untuk bisa sampai.

Ichigo tiba di sebuah gedung apartemen.

Itu adalah apartemen kelas atas yang berdiri di daerah yang tenang.

Ia memarkir mobilnya di tempat parkir terdekat dan pergi menuju pintu masuk apartemen.

Setelah membunyikan bel di pintu masuk dan menerima izin dari pemilik rumah, Ia melewati pintu otomatis, yang terbuka dan kemudian tertutup.

Ichigo kemudian menaiki tangga ke lantai dua.

Ruangan tepat setelah pendaratan tangga adalah tempat yang Ia tuju.

“Selamat datang kembali, Ichi.”

Luna membuka pintu dan menyapanya lagi hari ini.

“Aku pulang.”

Luna menerima perasaan Ichigo ketika dia menyatakan itu kepadanya beberapa hari yang lalu.

Kebetulan, Luna juga telah kembali bekerja paruh waktu di toko Ichigo. Ketika dia kembali, pekerja lainnya pun sangat gembira.

Ia juga merasa sedikit prihatin kepada Aoyama, yang sangat senang sambil berteriak kegirangan.

Namun, di toko, Luna mencoba untuk mempertahankan hubungan yang lebih terpisah kepada Ichigo daripada sebelumnya.

Di tempat umum, mereka hanyalah atasan dan pekerja paruh waktu di tempat kerja yang sama.

Dia tidak menunjukkan hubungan apa pun di luar itu.

Sebaliknya, ketika dia tidak bisa melakukannya di tempat kerja, dia mencoba menghabiskan waktu bersamanya dengan cara begini.

“Makan malamnya sudah siap.”

“Seperti biasa, terima kasih banyak.”

Ketika Ichigo masuk ke ruangannya, sudah ada piring­piring yang ditata di atas meja ruang tamu.

“Hari ini aku mencoba hidangan baru, loh. Hehehe, pelatihan menjadi pengantin.”

“Bukannya itu sedikit terlalu cepat?”

Ichigo menimpali perkataan Luna yang tersenyum bahagia. “Aku hanya punya waktu lima tahun, jadi aku harus mulai mempersiapkan diri sekarang”, dan dia menunjukkan ekspresi antusias.

Dia begitu bertekad untuk menikah sehingga Ichigo merasa cukup malu, walaupun Ia sendiri yang mengusulkannya.

(...... Tetapi ketika tiba saatnya mau menikah, apa kami perlu mengunjungi dan menyapa kakek dan neneknya?)

Bagaimana tanggapan mereka jika cucu mereka menikah dengan teman masa kecil putri mereka.

Nenek Luna mungkin akan lebih menerima, tetapi bagaimana dengan kakeknya? Membayangkannya saja sudah cukup menakutkan…

Sambil memikirkan hal ini, Ichigo selesai makan malam bersama Luna.

Setelah selesai makan malam, saatnya untuk bersantai dan menikmati kebersamaan.

“Ichi, ayo ke sini.”

Luna memanggil Ichigo untuk datang ke arahnya.

Ketika melihatnya, Ichigo menyadari ada bantal besar ditempatkan di dekat tempat tidur.

Benda ini disebut bantal manik-manik yang seolah-olah membungkus seluruh tubuh seseorang saat duduk di atasnya.

“Aku membelinya hari ini. ‘Ini adalah bantal manik­-manik yang bahkan bisa membuat orang dewasa jadi orang tidak berguna’ itulah yang dikatakan iklannya.’”

“Hee.”

“Rasanya sangat empuk dan nyaman sekali, loh.”

Luna membujuk Ichigo seolah­-olah mencoba merayunya. Dia terlihat seperti anak kecil yang ingin berbuat jahil.

“Ayo coba duduk di sana.”

“…..Eh~”

Terlepas dari ketidaksetujuannya, Ichigo melakukan apa yang diperintahkan dan duduk di atas bantal manik-­manik tersebut.

Saat meletakkan berat badannya dengan ringan, Ia merasakan punggungnya tenggelam ke dalam bahan yang lembut, empuk, dan memiliki ketahanan rendah.

“Rasanya benar­benar empuk…”

Dan kemudian, ketika Ia mulai merasakan kantuk karena sensasi kenyamanan bantal itu, ada sensasi lembut lainnya yang ditambahkan ke pangkuan Ichigo.

“Ah….”

Ternyata Luna duduk di pangkuan Ichigo.

“Nee, rasanya lembut banget, iya ‘kan?”

Luna menggosok­gosokkan dirinya ke tubuh Ichigo seolah­olah dia sedang memanjakannya.

Memang benar kalau Luna juga lembut.

Dia ringan, lembut, dan tampak begitu halus sekaligus rapuh sampai-sampai sentuhan kecil saja bisa merusaknya.

Untuk Luna yang sedang menggoda, Ichigo meletakkan tangannya di sekitar pinggangnya dan dengan lembut merangkulnya seraya mengatakan “Ya ampun….”

“Ehehe.”

Luna tersenyum malu­-malu.

Mereka berdua berada dalam hubungan yang tidak memungkinkan mereka bisa berjalan­-jalan secara terbuka, tapi beginilah cara mereka menghabiskan waktu bersama, di dalam ruangan di mana mereka bisa berduaan.

“Hei, Ichi.”

“Hmm?”

Luna berbisik dengan suara penuh gairah.

“Aku ingin menciummu.”

“Boleh.”

Luna mendekatkan wajahnya ke arah Ichigo dan kemudian mencium pipinya.

Sebagai balasannya, Ichigo juga mencium pipi Luna.

“Hnn” Luna membenamkan wajahnya di dada Ichigo, mengeluarkan suara desahan.

“….. masih enggak boleh di mulut?”

Luna mengundangnya dengan tatapan penuh gairah. Sedangkan di sisi lain, Ichigo tidak bergeming sambil mengatakan “Masih belum.”

“Meskipun kita sudah melakukannya beberapa kali?”

“Kita memang sudah melakukannya beberapa kali, tapi semua itu mirip seperti semacam kecelakaan.”

Semua itu terjadi saat dia mendapat pekerjaan paruh waktu tanpa memberitahunya, dan yang lainnya setelah festival musim panas, saat Ichigo sedang tertidur di atas sofa rumah dinasnya.

Kedua ciuman itu sama­-sama tidak diinginkan.

Luna pun sering secara agresif mendekati Ichigo karena mereka berdua sudah resmi jadi sepasang kekasih. Namun di sisi lain, Ichigo bertekad untuk menjaga sumpahnya untuk menunggu sampai setelah lima tahun berlalu.

“Ehehe, aku tidak keberatan, kok.”

Tentu saja, Luna mengetahui hal ini.

“Lima tahun dari sekarang, aku akan menantikannya.”

Ucap Luna seraya meletakkan ujung jarinya di bibirnya.

Setelah insiden beberapa waktu yang lalu, Luna pun sudah tumbuh sedikit lebih dewasa. Dia menerima keputusan Ichigo dan menerima bahwa dia akan tumbuh dewasa dengan seiring waktu.

Hubungan mereka masih sama dan ada banyak rintangan yang menghadang.

Bukan hanya apa yang mereka lihat sekarang, tapi mungkin ada banyak hal yang menunggu tanpa mereka sadari.

“Ahhh~ itu masih lama. Aku jadi ingin cepat-cepat berumur 20 tahun. Tapi, bukannya seseorang bisa menikah di umur enam belas tahu? Aku juga tidak sabar untuk mengenakan gaun pengantin. Kalau begitu, mari kita nanti menikah di gereja taman hiburan itu, oke. Bagaimanapun juga, tempat itu sudah jadi tempat penuh kenangan bagi kita.”

“Haha, kedengarannya bagus. Tapi tetap saja, kamu harus berusia 20 tahun  dulu. Aku tidak akan mengingkari janji itu.”

“Kamu mah terlalu serius, Ichi.”

Luna memejamkan matanya dan menyenderkan kepalanya di samping leher Ichigo,

“Tapi  ya …. aku tidak keberatan. Aku akan setia menunggumu, Ichi.”

Luna mengatakan itu seolah-­olah dirinya yang seharusnya menunggu Ichigo.

Ketika dia berusia 20 tahun.

Maka Ichigo akan berusia 33 tahun.

Perbedaan usia mereka adalah tiga belas tahun.

Mungkin efek dari perbedaan usia ini tidaklah begitu tampak sekarang, tetapi pasti akan terlihat jelas di masa depan.

Selain itu, ada juga perspektif yang sulit di terima masyarakat. Wakana mungkin  bisa menerima hubungan mereka, tetapi tidak semua orang mau menerimanya.

Sama seperti penguntit itu, mungkin akan ada orang­orang yang memperlakukan mereka dengan niat jahat.

Masalah yang tak terhitung jumlahnya akan terus berdatangan.

Mereka harus bersiap menghadapi tantangan dan lebih berhati­hati daripada sebelumnya.

Namun, selama Ichigo membuatnya menunggu, selama Ia membuat komitmen seperti itu padanya, dirinya harus melindungi Luna juga.

Ichigo tidak pernah berniat membiarkan tekadnya goyah.

...... Tidak, itu kurang tepat.

Saat ini, Luna dan Ichigo mempunyai kedudukan yang setara.

Hubungan mereka bukan lagi hubungan di mana salah satu dari mereka membuat yang lainnya menunggu atau malah dibuat menunggu.

Ini merupakan hubungan di antara dua orang yang berjalan saling beriringan.

 

(Perubahan sudut pandang)

Pada awalnya, aku memproyeksikan bayangan cinta pertamaku.

Rasanya seolah-olah aku melihat kenangan yang jelas dan murni melalui dirinya.

Kenangan yang menyakitkan seakan-akan terlukis di atas raut wajahmu.

Seolah-­olah aku bisa menghapus ketidakberdayaanku.

Namun, terlepas dari keinginan itu, tanpa kusadari, aku sudah melihatmu sebagai seorang wanita seutuhnya.

Secara konsisten, semaksimal dan serealistis mungkin.

Namun, itu menunjukkan betapa serius dan tulusnya harapanku.

Aku tidak ingin kembali ke masa lalu.

Aku hanya ingin berjalan bersama dirimu.

Seperti sekarang, bersama dirimu, yang dulu adalah putri dari cinta pertamaku.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama