Chapter 4 — Mea-San, Jika Kamu Melakukan Itu ....
“──San, Kuuya-san.”
Ada suara yang membawa
kesadaranku ke dalam realita.
“Uhmm ...?”
“Kuuya-san, ayo bangun, ini
sudah pagi, loh ...?”
Tampaknya aku bisa tertidur
tanpa masalah.
Dan di pagi hari ... telingaku
mendengarnya ...
Suara merdu Mea-san.
Ahh ya. Aku tidur dengannya
tadi malam ...
Aku merasa seperti ... menjadi
dewasa, hanya dengan satu hal ......
“Itu ... Ahh, tolong … bangun
... atau aku akan ...”
Dan itu dia, suara Mea-san
terdengar seolah-olah dia dalam keadaan putus asa.
Dan kemudian dia tiba-tiba
mengguncang tubuhku.
... maksudmu aku harus bangun
pagi-pagi?
“Hmm ... jangan terlalu
tergesa-gesa .... sekarang masih liburan musim semi ...”
Aku menjawab dengan suara setengah
tertidur.
Aku senang kami bisa tidur
bersama dengan benar, rasanya tidak terlalu buruk juga untuk dibangunkan
seperti ini ... atau lebih tepatnya, aku senang digelitik olehnya ...
Ahh
ya, jadi beginilah yang akan terjadi setiap pagi mulai sekarang. ......
“Aku ... Aku ingin pergi ke
toilet! Aku tidak bisa bangun dari tempat tidur kecuali Kuuya-san menyingkir
dari jalan!”
“...............”
Kami tidur dengan posisi dia
berada di belakang dekat dinding dan aku di depan. Dengan kata lain, persis
seperti yang dia katakan.
“Oh, maaf, maaf! Aku agak
kurang tidur!”
Aku buru-buru melompat dari tempat
tidur untuk memberinya ruang.
Benar
juga, saat baru angun tidur, kamu pasti ingin pergi ke kamar mandi! Dan
Mea-san, fakta bahwa kamu tidak melangkahiku dan bangun dari tempat tidur
benar-benar mengesankan ...
“Selamat pagi, Mea-san, aku
benar-benar minta maaf ... Tolong luangkan waktumu.”
Dan dengan itu, dalam upaya
menebus kesalahanku, aku membuat gerakan yang elegan ke arah kamar kecil.
Aku yakin dia akan lega dengan
ini. Mungkin sedikit memalukan untuk dipaksa mengungkapkan kalau kamu harus
pergi ke kamar mandi, tapi tolong, Mea-san, tahu bahwa Kamu tidak akan dapat
melarikan diri dari masalah mendesak tanpa membuat pengorbanan
Jadi, kurasa aku harus bangun pagi-pagi
mulai sekarang.
Aku bukan tipe orang yang biasa
bangun pagi, tapi kurasa aku tidak bisa menahannya ... demi Mea-san ...
“.......!?!?!?!”
Hah? Untuk beberapa alasan, tubuh
Mea-san tiba-tiba menjadi kaku!?
“Ehh? Ap-Apa ada yang salah?”
Dia mulai kelihatan panik lagi.
Memangnya aku mengatakan sesuatu yang salah?!
“Ku-Kuya-san ... itu ...
uuughh~”
“….Hah?”
Ketika aku menatapnya, matanya
terbuka lebar dan ketakutan, jadi aku mengikuti tatapannya ...
“Ah ......... Uwaaaaaaaaa!?”
Aku langsung terburu-buru untuk
menutupi joni kecilku. Aku jadi mengerti apa yang sedang terjadi!
Ya. Karena ini pagi hari. Dan
ketika menyangkut masalah pria saat di pagi hari, ada fenomena fisiologis
alami, ereksi pagi.
Dan aku kepergok oleh Mea-san!
Seolah-olah ada tenda yang muncul dari dalam celanaku, dan joni kecilku sudah berdiri tegak
dan keras!
Aku
merasa malu! Aku ingin mati saja! Aku berpikir sejenak, tetapi
ternyata itu bukan intinya.
Dan saat berpikir begitu——
“Ku-Kuuya-san ... Uuuuu~ ...
Aku bisa melihatnya gemetaran
saat dia mundur ke dinding.
“Tunggu— , Ehh, Mea-san?”
“Ja-Ja-Jangan bilang, itu,
dengan it-it-itu, kamu dan ...”
Kamu,
dan ... aku, dan itu ... terasngsang.
“Apa
kamu akan menyerangku?” Apa itu yang kamu maksud?
“Ti-Ti-Tidak, tidak, tidak,
tidak!”
Aku tidak punya lain pilihan
selain melambaikan tangan dengan panik (dengan
joni kecilku yang masih berdiri tegak nan gagah).
“Ta-Tapi aku pernah belajar ketika
pria ingin melakukan itu, Pen.. .Peni- ...mereka ja-jadi lebih besar ...!”
“Kamu benar, tapi ini berbeda!
Ini adalah ereksi pagi! Ini hanya fenomena alami!”
“Aku tidak tahu itu ..... Aku
tidak pernah belajar tentang itu ...”
“Yah, sekarang kamu sudah tahu!
Ini fenomena alami yang terjadi ketika pria bangun dari tidur! Itu tidak ada
hubungannya dengan nafsu atau semacamnya!”
“Be-Benarkah...?”
“Itu sebabnya, jangan menatapku
dengan tatapan itu lagi!”
Asal jangan itu! Karena rasanya
semakin besar dan sakit!
“Pokoknya, kamu mengerti, kan?
Ini hanya fenomena fisiologis dan akan kembali seperti semula ketika aku pergi
ke toilet. Dan dengan itu, maaf, aku mau pergi ke toilet duluan ...!”
“Ahh ... y-ya, aku minta maaf
juga ...”
◇◆◇◆
Astaga,
pagi-pagi sudah bikin keributan begini... dan beberapa menit
kemudian.
“Aku kembali…”
Aku merasa tidak enakan karena membuatnya
menggunakan kamar mandi setelah aku, jadi aku segera meninggalkan ruangan
dengan dompet di tangan setelah menyelesaikan urusanku.
Yah, aku merasa buruk tentang
mendengarkan suara gadis-gadis yang melakukan urusan mereka ... dan lebih dari itu, aku merasa agak canggung ...
“Oh, selamat datang kembali.
Tapi, kamu habis pergi dari mana...?”
“Oh ya. Aku membeli sesuatu
untuk sarapan kita.”
Aku mengangkat tas plastik dari
minimarket.
Dalam perjalanan ke sini
kemarin, aku mengkonfirmasi kalau ada minimarket yang cuma berjarak beberapa
menit berjalan kaki. Bisa dibilang, persiapan ayah dalam menyiapkan rumah sudah
dilakukan dengan baik. Terus terang saja, apartemen ini memiliki lokasi yang
jauh lebih baik daripada rumah orang tuaku. Lokasinya juga lebih dekat sekolah
SMP yang akan kuhadiri besok.
“Yah, memasak, yah, kau tahu, kita
berdua masih belum memiki bahannya untuk hari ini.”
“Um ... aku minta maaf untuk
... berbagai hal.”
“Tidak apa-apa ... Lalu,
bagaimana kalau kita makan sekarang? Yang mana yang diinginkan Mea-san?”
Aku kemudian duduk di atas
bantal di ruang tamu dan membeberkan barang-barang yang sudah aku beli.
Pada awalnya, aku memilih
berbagai jenis Onigiri, sandwich, dan jenis makanan lainnya, tapi aku kemudian
menyadari ....
“Ah ... Aku seharusnya juga
membeli minuman.”
Aku baru menyadari itu
sekarang.
Rupanya, untuk beberapa alasan,
aku merasa kesal. Tapi ketika aku memikirkan itu….
“Oh ... kalau begitu, kalau
begitu aku akan menyiapkan minuman ~”
Aku melihat Mea-san mengepalkan
tangannya dengan erat dan menyela perkataanku.
“Aku sangat berterima kasih
untuk itu, tapi kamu yakin kalau kamu baik-baik saja dengan itu ...?:
“Setidaknya aku bisa
membawakanmu minuman.”
Pipi Mea-san menggembung marah.
Sejujurnya, wajahnya kelihatan lucu dan menggemaskan.
“Untungnya, sudha ada banyak
hal yang disiapkan untuk kita berdua...”
Dia berjalan ke dapur dan membungkuk
untuk membuka lemari penyimpanan bawah, “Kurasa ayahku menaruh minuman di
sana.”
“Kamu ingin minum apa,
Kuuya-san?”
“Kurasa aku mau minum...”
Ini adalah kesempatanku untuk
kembali ke jalur semula. Jadi aku menyibak poniku dan berlagak dengan pose
keren. Aku kemudian berkata——
“Aku akan minum kopi hitam….”
Nah, apa lagi yang bisa aku
minta?
“Apa kamu beneran mau minum
dengan kopi hitam?”
“Tentu saja.”
Aku merespons dengan suara yang
lebih tenang. Ya ya ya, memang begitulah seharusnya.
Tidak baik untuk marah-marah
atau berteriak. Seorang pria dewasa perlu bersikap tenang setiap saat. Dan jika
aku mau meminum sesuatu, pilihannya sudah pasti harus kopi hitam.
“Kepahitan dan aroma kopi hitam
sangat penting ketika bangun di pagi har.”
Ya, metode ini sangat efektif
... Aku yakin ini akan mengembalikan pendapat Mea-san mengenai diriku yang
telah jatuh sebelumnya (pikirku).
“Jadi begitu ya... Aku selalu
menjadi peminum teh hijau ...”
Seperti
yang diharapkan dari Kuuya-san, kata Mea dengan kagum.
“Baiklah. Aku akan membuatkanmu
kopi, tolong tunggu sebentar.”
“Oh terima kasih.”
Mea-san lalu mengisi ketel
dengan air dan meletakkannya di atas kompor.
Setelah beberapa saat, aroma
kopi yang harum menyebar di udara. Rupanya, dia telah menyiapkan kopi gerus
bukan kopi instan.
Ayahku sangat penuh perhatian
dalam bidang itu juga. Aku sangat menghargainya.
“Terima kasih sudah menunggu.”
Mea-san membawa cangkir dan
kemudian meletakkan dua gelas di atas meja.
“Oh, apa Mea-san juga mau ikutan
minum kopi?”
“Ya. Ketika mendengar pilihan Kuuya-san,
aku jadi ingin mencoba meminumnya juga.”
“Yah ... Aku harap itu sesuai
dengan seleramu.”
Dia tersenyum padaku dan berkata,
“Aku bisa meminumnya dengan mudah ...”
Kemudian Mea-san juga ikut duduk
dan kami mulai memilah makanan yang aku beli.
Aku sedikit terkejut ketika
Mea-san memberitahu kalau satu Onigiri saja sudah cukup untuknya. Porsi makan
gadis memang selalu sedikit... yah, pokoknya.
“Kalau begitu, ittadakimasu.”
“Itadakimasu.”
Kami berdua mengatakannya
secara bersamaan. Mea-san jauh lebih sopan dan bahkan menyatukan tangannya.
Apa-apaan ini, aku tidak boleh
kalah. Akan kupastikan kalau aku menyatukan kedua tanganku dengan benar pada waktu
berikutnya ...
Sambil memikirkan hal ini, pertama-tama
aku membawa kopi yang telah dipersiapkan Mea-san ke bibirku.
(Uwaa,
pahit sekali... ugh!)
Aku mengerang di dalam hatiku.
Ya, rasanya sangat pahit,
astringent, dan tidak terlalu lezat ...! Aku ingin menambahkan banyak gula dan
susu ke dalam kopi ini ...!
Tapi aku tahu. Inilah yang
seharusnya dilakukan orang dewasa, meminum barang ini secara normal ...!
Jika aku terus minum seperti
ini, aku yakin kalau aku akan mulai menikmatinya suatu hari nanti. Ya, seperti
tumbuh lebih tinggi dan perubahan dalam suara ...!
“Ya ... aku suka rasa pahit
ini. Terima kasih, Mea-san, karena membuat minuman lezat ini.”
Oleh karena itu, aku mencoba
yang terbaik untuk tetap menjaga pikiran batinku, “Rasanya
sangat pahit dan enggak enak!”, dan tersenyum sambil berterima kasih
padanya.
Oke, sejauh ini, semuanya sudah
bagus ...! Bagaimana menurutmu, Mea-san, tentang kedewasaanku ...!?
“Sama-sama ... *Endus*”
Dia mengangkat cangkirnya
sendiri dan mengendus aroma kopi saat mengintip ke dalamnya.
“Sementara aku menyeduhnya, aku
berpikir kalau aroma kopi ternyata ...
sangat harum dan enak.”
“Ahh, Mea-san belum pernah
meminum kopi sebelumnya, kan?”
“Kediamanku selalu memiliki
kehidupan gaya tradisional Jepang ... jadi ini pertma kalinya aku mencobanya.”
Kopi
hitam pertamanya ... Apa dia bakal baik-baik saja? Aku jadi sedikit khawatir.
Apalagi, meski aku bilang kalau aku ingin minum kopi hitam, tapi sebenarnya aku
tidak mau sama sekali.
Sementara aku memikirkannya, Mea-san
menyesap kopi dari cangkirnya.
Dan segera setelah itu──
“────!?!?”
Bang! Dia
membanting cangkirnya dengan keras dan memegang mulutnya dengan panik.
“!? ~~!? ~~!? ~~ !! ~~?”
Dan kemudian, dengan mata hitam
dan putih cerah, dia melihat sekeliling seolah-olah dia tidak tahu harus
berbuat apa.
Tampaknya rasanya begitu tak
terduga sampai-sampai membuatnya kebingungan apa dia harus menelannya atau
tidak!
“Me-Mea-san! Kamu harus
bersabar di sini! Telan dengan sekuat tenaga!”
Aku melompat ke dapur dan
mengisi cangkir dengan susu dan mengulurkan padanya.
“Rasanya akan menjadi lebih
pahit jika kamu terus menyimpannya di mulutmu! Jadi saat meminumnya, kamu bisa
meringankan rasanya dengan ini!”
“~~~~!?!?!?!”
Wajahnya sudah berada di ambang
menangis ketika mengangguk kepalanya.
Kemudian, dia menghirup
hidungnya beberapa kali untuk mengatur pernapasannya ... ..
“Huu ...... Fuuu, Huufuun, Huuh ... Fuunn”
Dia menutup matanya dan menelan
dengan keras, menegang tenggorokannya sekeras yang dia bisa.
Apa itu imajinasiku saja kalau
dia …… kelihatan jadi lebih seksi? Tidak, berhenti menatapnya seperti itu!
Dan kemudian Mea-san akhirnya
menelan semua kopi di mulutnya.
“Fuaaaa, pahit sekali ...
rasanya sama skeali enggak enak... Fueeee, *hiks*
......”
Dia terus merengek sambil
berlinangan air mata dan mulai minum susu yang telah kubawa padanya.
Hmm, aku pikir dia kelihatan
lebih seksi, atau entah bagaimana terlihat menggoda ... Aku ingin mengalihkan pandanganku
dari Mea-san.
Apa aku orangnya secabul ini?
Atau apa karena Mea-san adalah orang dewasa menggoda sampai-sampai membuatku
merasa seperti ini?
Aku sedang memikirkan hal ini,
dan menatapnya lagi, lalu... ..
“Ahhhh”
Pandangan mata kami saling bertemu.
Segera setelah tatapan mata
kami bertemu, wajah Mea-san langsung memerah hingga ke ujung telinganya.
Kemudian dia memalingkan
wajahnya, meletakkan tangan di pipinya, dan menyusut tubuhnya. Dia mulai
menggeliat seolah-olah dia tidak menyukainya.
“Me-Me-Me-Me-Me-Mea menunjukkan
sesuatu yang sangat buruk lagi ... Tidak, tidak. Kenapa sih aku selalu melakukan
hal yang sama lagi dan lagi ...”
Dia benar-benar merasa sangat malu.
“Baka, Baka, Baka, Mea no baka!
... di depan Kuuya-san, seperti ini, seperti ini, seperti ini, seperti ini ...
Fuueeeeaaann! ...”
Pada akhirnya, dia menangis
sejahi-jadinya dan mulai memukul-mukul kepalanya.
“...”
Aku sudah memikirkannya kemarin
juga, tapi──
Bukannya tingkah Mea-san yang
malu-malu ... terlalu imut ...?
Aku terutama suka bagaimana
ekspresi normalnya, yang biasanya tenang dan dewasa, mudah runtuh.
Dia mencubit wajahnya yang
cantik seperti anak yang diintimidasi ... dan perbedaan di antara penampilannya
membuat hatiku berdetak.
Jadi aku tidak tahan
mengatakannya.
“Me-Mea-san, apa kamu bisa
menghadapkan wajahmu ke arahku sebentar?”
Aku
ingin melihat jelas wajahnya. Aku harus melihat tampilan di wajah Mea-san!
Bagian di mana dia merasa sangat malu!
Jika itu yang dikatakan hati
jantanku, maka──
“Tidak, jangan ~, Mea punya
wajah lucu sekarang ...!”
Dia menggelengkan kepalanya
keras-keras dan menutupi wajahnya dengan tangannya, yang mungkin karena hati
gadisnya.
Tapi bagiku, ekspresi tersipu
selanjutnya juga tak tertahankan ... ..
“Ayolah, jangan bilang begitu,
Mea-san.”
“Jangaaannn, enggak boleh, Kuuya-san
jahat, apa kamu bodoh? Kamu bodoh ya? Kuuya-san no bakaaaaa ... “
Itulah kejadian yang terjadi
saat sarapan pagi ini.
◇◆◇◆
Terlepas dari semua yang
terjadi, sarapan kami akhirnya berakhir.
“K-Kamu tidak mengenakan
piyamamu selamanya, kan?”
Kamu
ini bilang apaan ~, Mea-san menyelaku.
Kebetulan, wajahnya masih
sedikit merah. Dia tampaknya tidak terguncang dari apa yang terjadi sebelumnya (aku terus-terusan meminta maaf padanya),
tetapi tampaknya dia tidak akan mengubah pikirannya dengan mudah.
Jadi, aku khawatir aku harus
mengabaikan pendapatmu. Sedangkan bagiku, karena sekarang adalah hari libut,
kenapa aku tidak diperbolehkan memakai baju santaiku? Tetapi sekarang kita
berdua hidup bersama, itu bukan hanya masalahku saja. Mungkin.
“Ya, yah, ayo ganti pakaian
kita saat ini.”
“Y ... Ya ... tapi ...”
“... Kita tidak bisa asal mengganti
pakaian seperti ini, kan?”
“Tentu saja. Hal seperti ...
dilihat oleh Kuuya-san ...”
Tidak, aku sudah melihat tubuh
telanjang Mea-san...
Aku berpikir sejenak, dan aku
mengerti bahwa dia bermaksud, “Aku tidak
ingin dilihat kamu lagi” Jadi kurasa aku harus lebih menaruh perhatian.
Sebagai pria.
“Baiklah, aku akan berbalik dan
kemudian kamu bisa berpakaian.”
Ucapku, mengambil inisiatif
untuk memutar punggungku kepadanya.
“Aku takkan melihat ke
belakang. Dengan beigtu, kamu tidak masalah, bukan?”
“Y ... Ya, ya, terima kasih
...”
Dia menjawab perlahan, tetapi
dengan suara yang diyakinkan.
Dalam batin, aku merasa sedikit
lega.
Tidak, kalau boleh ngomong jujur, aku sangat tertarik. Aku benar-benar
ingin melihat Mea-san saat mengganti pakaiannya. Aku hanya pernah melihat
gadis-gadis berganti baju olahraga sekilas sampai kelas empat. Dan tentu saja,
tidak ada satu pun dari mereka yang mempunyai bentuk tubuh seindah dan
berkembang dengan baik seperti Mea-san.
Peristiwa ini tidak pernah
terjadi padaku sebelumnya.
Mungkin ada sesuatu yang mulai
terbangun di dalamku sekarang karena aku tahu gadis ini, Mea-san. Ya, bisa
dibilang, bagian berkembang dari seorang pria dewasa ...
Aku merasa lega bahwa aku dapat
mengambil inisiatif untuk memutar punggungku dan menenangkannya.
Ya, sesuatu mungkin pemula,
tetapi belum cukup untuk menari dengannya.
Selain itu, aku berusaha
menjadi pria dewasa yang keren. Itu kebalikan dari “Aku ingin melihatmu berubah!" Ini baik-baik saja, tidak
masalah, ini tidak masalah ... ..
Sementara itu, aku mulai
mengganti baju tidurku dan berganti dengan baju yang pernah kupakai kemarin. Aku
datang ke sini dengan tangan kosong, tidak seperti Mea-san, jadi aku harus
mengambil barang-barangku hari ini ...
Sambil memikirkan ini, aku
memakai bajuku.
“Yoi ... sho ~ ...”
Aku bisa mendengar suara
pakaiannya menggosok kulitnya, dan suara napasnya yang datang dari belakangku.
Gadis di belakangku pasti sudah
mulai mengganti pakaiannya juga. Dari suaranya, dia mungkin baru saja melepas
piyama-nya sekarang ...
“...”
Fuu ... aku ingin membalikkan
badamku! Aku benar-benar ingin melihatnya!
Aku sangat kegirangan
sampai-sampai berteriak tidak karuan di dalam hatiku.
Tidak, karena! Aku tidak
menyadari betapa geli dan memalukan itu untuk mendengar apa pun selain bernafas
dan suara pakaian gemerisik!
Sejujurnya, ini pertama kalinya
buatku. Ketika masih berganti bersama di sekolah SD, itu tidak terlalu
menggangguku karena semua orang ada di sana, tetapi ...
Aku tidak menyadari betapa
tidak nyamannya bersama orang lain dan meminta mereka berganti di belakangmu
...!
Tapi aku tidak bisa membiarkan
itu terjadi. Dengan tekad baja, aku menekan keinginanku untuk berbalik.
Jika aku berbalik di sini ... Aku
akan mengacaukan segala hal.
Aku mengertakkan gigi dan
selesai berpakaian sambil berkata pada diri sendiri, jangan pikir hal yang aneh-aneh ... jangan pikir hal yang aneh-aneh
......
“Nn,
... Yotto ... Fuu ...”
Dari belakang punggungku, Mea-san
masih dalam proses mengganti pakaiannya.
“Aku
sudah selesai ganti baju, bagaimana denganmu?” Jika aku
membalikkan badanku sekarang, aku yakin kalau aku bisa melihat Mea-san dalam
penampilannya yang indah.
Tapi! Hanya karena aku sudah
selesai berganti bukan berarti dia juga sudah selesai!
Jadi aku mencoba yang terbaik
untuk tidak berbalik sampai dia memanggilku. Semoga berhasil, diriku! Aku sedang
diuji (sendiri) untuk menjadi pria dewasa dan keren sekarang!
“Hm, uhh .... Aku sudah selesai
juga, Kuuya-san. “
AKU
MENANG…! DARI DIRIKU SENDIRI….!
“Be-Begitu ya.”
Dan akhirnya aku berbalik.
Dia mengenakan gaun cantik dan
kardigan yang elegan, berbeda dari yang dia pakai kemarin.
Segera setelah aku membalikkan badan, dia bergumam kepadaku.
“... Kuuya-san sangat dewasa
sekali, ya.”
“Heh ...?”
“Umm ... Yah, aku selalu dijaga
oleh teman-temanku di SD ... tapi meski begitu, anak laki-laki di kelasku pasti
ada saja yang mencoba untuk mengintip sekilas saat aku ganti baju….”
“... Be-Begitukah?”
“Tapi ... Kuuya-san benar-benar
berbeda. Dari awal sampai akhir, kamu tidak pernah membalikkan badanmu ... jadi
kamu orang dewasa yang tak tertandingi untuk laki-laki yang kukenal sejauh ini
...”
“Te ... Tentu saja ...!”
Aku tidak punya pilihan selain
merespons seperti ini.
... Aku ingin tahu apa yang
akan kamu pikirkan jika kamu tahu tentang konflik batinku, Mea-san.
Tetapi jika tidak
diperlihatkan, maka tidak ada masalah.
“Aku mengenakan pakaian yang
sama seperti kemarin, rasanya jadi sedikit memalukan.”
Aku menggaruk rambutku dengan
pose yang kaku, berusaha menutupi pikiranku.
Aku benar-benar mulai merasa
seperti aku tidak punya pilihan lain selain bertindak seperti orang dewasa di
depannya.
Tidak, itulah yang aku
inginkan. Tapi itu, tapi ... Aku tidak bisa membiarkan kewaspadaanku menurun,
tapi kalau begini terus ...!
◇◆◇◆
Bagaimanapun juga, aku sudah
selesai berpakaian dan sekarang bersiap-siap untuk pergi.
“Uhhmm... Aku mau mengambil
barang-barangku dari rumah.”
Aku berkata kepadanya dengan
canggung.
“Seperti yang pernah kubilang
sebelumnya, aku perlu lebih banyak pakaian. Dan besok adalah upacara masuk,
jadi aku harus mengambil seragamku juga.”
... Selain itu, aku ingin
menjaga jarak dari Mea-san sebentar dan bersantai sedikit.
Rasanya sungguh menyedihkan,
tapi apa boleh buat. Aku mungkin hanya "anak
populer," bukan orang dewasa yang sebenarnya (seperti yang dipikirkan Mea-san). Aku benci mengatakannya, tapi
aku masih pendek dan suaraku belum berubah ....
“Jadi, aku minta maaf sudah
merepotkanmu, Mea-san, tapi apa kamu bisa tetap tinggal di sini?”
Ketika aku mengatakan itu, dia
meletakkan tangannya di dagunya dan merenung sebentar.
“Hmm? Apa yang salah?”
“... Aku akan pergi bersamamu
juga.”
“Apa?”
“Kupikir akan lebih cepat
membawa sesuatu dengan dua orang ketimbang satu orang yang membawa semuanya
sendirian.”
“Y-Yah memang sih, tapi ...”
“Meski terlihat begini, tapi
aku sangat kuat. Aku akan menunjukkan kepada Kuuya-san seberapa bergunanya
aku.”
Dia terlihat antusias dan
mengepalkan tangan di depan dadanya.
Rupanya, Mea-san masih saja Mea-san,
dan dia merasa kalau dirinya perlu menebus kesalahannya yang terus-menerus ...!
Dalam situasi itu, aku tahu kalau
aku tidak bisa menolaknya sedikit pun.
“Ba-Baiklah ... aku mengerti
... Kalau begitu, aku minta bantuanmu ...”
Aku tidak punya pilihan selain
menjawab begitu.
“Serahkan saja padaku. Kamu
bisa memberitahuku apa pun yang ingin kamu lakukan, Kuuya-san.”
Mea-san semakin antusias.
Aku kembali berjalan menyusuri
jalan yang dilewatiku dan Ayahku kemarin, tapi kali ini, aku bersama Mea-san.
“Tidak heran kalau distrik
sekolah kita sangat berbeda.”
Ketika aku memberitahunya kalau
itu akan memakan waktu sekitar lima belas menit untuk berjalan dari rumah, dia
mengatakan sesuatu seperti itu.
“Jika berbicara tentang daerah
sini, maka Kuuya-san pergi ke sekolah SD timur, kan?”
“Tepat sekali. Itu berarti Mea-san
masuk ke sekolas SD Barat, ya?”
“Ya, orang tuaku tinggal di
jalan barat ke-9.”
Kota kami, Chiyoda, dibagi
menjadi bagian timur dan barat oleh rel kereta api yang membentang dari arah
utara dan selatan.
Oleh karena itu, anak-anak dari
sisi timur kota akan memasuki sekolah SD Chiyoda Timur, sedangkan yang dari
sisi barat akan menghadiri sekolah SD Chiyoda Barat. Di sekolah SMP, para siswa
dari kedua sekolah ini akan melebur menjadi satu. Ngomong-ngomong, apartemen
yang kami tinggali kemarin berada di Distrik Selatan, yang mana tepat berada di
bawah Distrik Timur (yang mana distrik SD
Chiyoda Timur), dan kami dapat menghadiri SMP Chiyoda di pinggiran Distrik
Barat setelah kami melewati persimpangan kereta api. Dan karena orang tua
Mea-san tinggal di jalan barat ke-9, kurasa kami harus berbalik di sana. Bagaimanapun
juga, arahnya berlawanan dari rumah orang tuaku.
Dan saat aku sedang memikirkan
hal ini.
“Seandainya saja... Kuuya-san
dan aku sudah bersama sejak sekolah SD.”
Aku menjadi sedikit gugup
ketika tiba-tiba mengatakan itu kepadaku.
“Yah, akan jauh lebih mudah
jika kita sudah saling mengenal lama, tapi ...”
Tapi di sisi lain, bukannya itu
membuatmu semakin malu? Aku pikir kami
hanya teman sekelas, tetapi kami benar-benar tunangan, dan tiba-tiba kita akan
hidup sebagai pengantin baru.
Aku pikir seperti itu, tetapi
tampaknya Mea-san tidak begitu.
“Benar, ‘kan? Jika kita sudah
saling mengenal, aku mungkin bisa lebih berguna ...”
Ketika dia mengatakan itu, dia
langsung berdiri di sebelahku. Rambutnya yang panjang dan indah berkibar di
pundaknya, hampir menyikat bahuku.
“Apa kamu juga tidak berpikir
begitu, Kuuya-san?”
“... Meski kita sudah saling
mengenal untuk waktu yang lama, tapi hal tersebut tidak mengubah fakta kalau
kamu masih belum terbiasa dengan anak laki-laki, benar ‘kan?
Aku merasa minder karena tinggi
badan dan panjang langkah kaki kami agak sama, jadi jawabanku agak murung.
Ketika aku berdiri di
sebelahnya, aku diingatkan kembali kalau dia tumbuh subur – dan sebaliknya, aku
masih seperti anak kecil. Inilah alasan kenapa aku berusaha tumbuh lebih
tinggi.
“Kamu pernah mengatakan kalau
aku belum pernah berbicara dengan anak laki-laki sebelumnya, ‘kan?”
“Me-Memang benas sih tapi ...
Uu uugh~, kamu benar, baik kurasa, bila begini terus, aku ....”
Mea-san menggeliat.
Ohh
sialan! Aku mulai berpikir lagi saat menyadarinya. Aku tidak
percaya bagaimana aku membiarkan penampilanku mendapatkan yang lebih baik dari aku,
aku bahkan masih jauh untuk dibilang seorang pria.
Aku harus menindaklanjuti!
Ehhhh, Umm ... ..
“Ta-Tapi!”
Sebelum aku bisa memikirkan hal
lain, Mea-san mendongak.
“Tetap saja, aku yakin kalau
Kuuya-san dan aku akan baik-baik saja, karena kamu berbeda dari anak laki-laki
lain!”
Dia terdengar sangat yakin akan
hal itu.
Dalam periode waktu yang singkat
ini (sebenarnya, itu cuma sehari), aku
telah mendapatkan banyak kepercayaan.
(Aku
ingin tahu apakah itu kualitas asuhannya ....)
Bisa dibilang, kurasa aku
merasa beruntung karena dia tidak penrah berinteraksi dengan laki-laki lain.
Memikirkan tentang itu. Apa
yang bisa aku katakan, itu terlalu berbahaya.
(Untung
saja pasangannya adalah aku .....)
... Ehh? Aku? Apa sih yang aku
pikirkan?
Aku mulai merasa sangat malu
pada diriku sendiri. Omong kosong macam apa ini! Aku juga masih anak-anak!
“...? Apa ada yang salah,
Kuuya-san?”
"Bukan apa-apa, itu ...
Rahasia, rahasia!”
“Ya ampun ~ kau juga mengatakan
itu, Kuuya-san. Jika kamu bilang begitu, aku tidak punya pilihan selain
mundur.”
“Hahaha ... itu, itu sangat
membantu ...”
Aku tidak bisa menahan tawa
datar ketika aku mencoba yang terbaik untuk menjauhkan wajah memerahku darinya.
... Kira-kira apa begini
perasaanmu saat kamu merasa malu, Mea-san ...
◇◆◇◆
Dan dengan demikian, kami tiba
di kuil tersembunyi Miya— Kediaman yang jauh dari masyarakat.
Tidak ada yang menjawab saat
aku menekan bel pintu, jadi aku menggunakan kunci duplikatku untuk masuk.
“Kurasa ayah sedang bekerja,
dan ibu mungkin sedang keluar untuk berbelanja, .... Karena aku tidak dapat menemukan
sepatunya di sini. Yah pokoknya, ayo masuk.”
“Ya, permisi.”
Sudah sehari sejak aku jauh
dari rumah, tetapi aku tidak pernah menyangka kalau aku akan pulang dengan
seorang gadis ... (Apalagi dia itu super cantik!)
Dan kemudian, Mea-san melepas
sepatunya dan mengembalikannya ke posisi yang benar, menghadap ke arah yang
benar.
Hal-hal kecil seperti ini menunjukkan
seberapa disiplinnya dia dibesarkan. Tak satu pun dari teman-temanku yang akan
melakukan sesuatu seperti ini.
“Hmm?”
“Ahh, bukan apa-apa ... Yah,
mari minum dulu dan kemudian pergi ke kamarku.”
“... Sebenarnya, aku ingin
menyapa ibu mertuaku.”
“Ka-Kamu bisa melakukan di lain
waktu.”
Di situlah aku merasa lega!
Jika ibuku ada di sini, aku tidak tahu seberapa besar dia akan mengolok-olokku
...!
Aku lalu pergi ke dapur untuk
menyiapkan teh untuk kami berdua (aku
harus memperhatikan Mea-san, yang peminum teh hijau) dan naik ke tangga
menuju kamarku yang ada di lantai 2.
“Aku minta maaf kalau kamarnya
agak berantakan, tapi ...”
Dan kemudian aku membuka pintu.
Ngomong-ngomong, aku merasa bersyukur karena aku membersihkan kamarku sehari sebelum
kemarin, “Aku juga akan menjadi murid
SMP!”
Untuk diriku di selumbari tadi,
terima kasih banyak. Berkat dirimu, aku tidak terlalu malu untuk membawa
Mea-san──
“U ~~~~~ ... Uuuuuh~”
“Ah, Mea-san?”
Untuk beberapa alasan, Mea-san
tidak mau masuk ke dalam, tapi hanya berdiri di ambang pintu dengan wajah yang
memerah.
“Ja-Jadi ini yang namanya ...
kamar anak laki-laki ...”
“Hah? Ah, Umm, aku minta maaf
kalau ruangannya terlihat biasa-biasa saja, tapi ....”
Poster yang aku hargai ketika aku
berada di sekolah SD dirobek.
Itulah yang aku pikirkan,
tetapi bukan itu yang diperhatikan Mea-san.
"Segera setelah aku
membuka pintu, aroma Kuuya-san menyebar dari segala arahhhhh ~~~ ...”
… Apa maksudnya itu?
“Ehh?! Apa kamarku sebau itu?!”
“Ah ... bu-bukan itu yang aku
maksud!”
Wajah Mea-san semakin lama
semakin memerah dan mengguncang tangannya secara dramatis.
“Ahh, itu karena kamar ini
merupakan tempat di mana Kuuya-san hidup ... Kuuya-san ... kamar laki-laki ...
Tentu saja, itu benar-benar berbeda dari kamarku. Aku belum pernah masuk ke
kamar anak laki-laki, jadi aku ... agak malu ...”
... Itu adalah reaksi gadis
polos yang menakjubkan!
Ji-Jika kamu mengatakan sesuatu
seperti itu, aku jadi mulai sadar diri ...
Ruangan tempat kami menjalani
kehidupan yang baru saja diizinkan tidak dikenal dan masih kurang dalam
menggambarkan nuansa kehidupan, jadi itu baik. Tidak ada perasaan bahwa dia
berada di "kamarku sendiri".
Tapi ruangan ini berbeda. Ini
adalah kamarku, tempat di mana aku sudah menghabiskan seluruh hidupku sejak aku
dilahirkan.
“Ah, rak buku ... Hmm, Kuuya-san
benar-benar suka manga ...”
Fakta bahwa tunangan dan istri
sahku, Mea-san, ada di sini ...
“To-Tolong jangan lihat-lihat
terlalu dekat ...”
Aku merasa teripu dan malu
untuk mengatakan seperti itu dari kata-kata karakter.
“Ahh, ma-maaf.”
“Tidak ... ah, yah ... kurasa
apa boleh buat ...”
“Eh, Ehhh, kenapa ...?”
Aku akan mengemas
barang-barangku dulu. Mea-san, gimana kalau kamu duduk di tempat tidur dan
menungguku?”
“Apa aku boleh duduk di atas
kasurmu?”
“Kupikir itu adalah tempat
paling nyaman untuk duduk di kamarku."
Mau tak mau aku merasa seperti
itu. Sebaliknya, Mea-san adalah orang yang ingin berubah menjadi seorang anak.
Juga, kursi di meja belajarku
menghalangi ketika aku perlu mengambil segalanya. Aku merasa tidak enakan
meminta seseorang untuk menyingkir setiap saat ...
“Terima kasih atas
perhatiannya. Kalau begitu, permisi.”
Mea-san berterima kasih padaku
dan duduk kembali. Dia sangat sopan dan tulus.
“Sama-sama. Lalu aku akan
mulai─ hmm ...?”
Dan kemudian aku menyadari
sesuatu.
Ada benda yang tidak terbiasa
di meja belajarku, bersama dengan catatan.
“Ehh ... ini, ini smartphone!”
Aku melihat catatan yang
melekat pada smartphone, bertanya-tanya apa ini sesuai dengan tebakanku.
“Pasti
rasanya tidak nyaman untuk tidak memiliki sarana komunikasi! Kamu juga kurang
lebih sudah membentuk suatu keluarga, dan itulah sebabnya kamu diizinkan
memilikinya. Kamu harus membayar biaya penggunaan dari uang di akun yang aku
berikan kepadamu. Salam, Ayah. "
“Ooo ...!”
Aku secara naluriah mengangkat
suaraku karena merasa sangat gembira. Ini kejutan yang menyenangkan yang
meramalkan tindakanku, Ayah!
“A-Apa ada yang salah,
Kuuya-san?”
“Ayahku memberiku smartphone!
Uwaa, aku selalu menginginkannya, tapi aku pikir kalau aku takkan
mendapatkannya dalam waktu dekat ...!”
“... Fufu ~, Kuuya-san
benar-benar kegirangan seperti anak kecil.”
“Ah ... Ya, aku harus bereaksi
dengan jujur saat mendapat hadiah, kalau tidak itu sopan
untuk pmeberi yang sudah memberikannya padaku.”
Sambil mengatakan sesuatu
seperti itu, aku menyibak poniku, mencoba menutupi rasa malu aku.
Tapi aku sangat senang dengan
ini. Cuma ada satu dari temanku yang memilikinya, dan ini akan memungkinkanku
untuk melakukan banyak hal on line, dan aku bisa pamer mengenai hal itu kepada
teman-temanku yang masih belum memilikinya...!
“M-Mea-san belum punya
smartphone, kan? Jadi mulai sekarang, informasi kontak kami akan menjadi nomer──”
“Aku sudah punya smartphone sejak
aku masih SD.”
“...... ”
Aku sedang dalam suasana hati
yang senang, tapi kemudian turun sedikit.
Yah ... karena kamu seorang
gadis keturunan orang yang kaya, Mea-san, jadi Kamu mungkin memilikinya.
Maksudku, aku seharusnya tidak boleh terlalu kegirangan dengan smartphoneku ...
“Tapi ... ini, Fufufu ~”
“Hmm?”
Aku memiringkan kepalaku ketika
Mea-san tiba-tiba tertawa bahagia.
“Sekarang aku bisa berkomunikasi
dengan Kuuya-san meski kita tidak bersama, kan?”
“~ ....”
“Oh, tapi, Fufufu ~, aku takkan
pernah menjauh darimu, jadi aku tidak tahu apa kita bisa mendapat kesempatan.”
“It-Itu benar, tetapi jika
kelas kita terpisah di sekolah SMP nanti, maka mungkin ...”
Maksudku, ucapannya yang tak
terduga itu membuatku gugup, tahu?
Aku sudah mengerti sekarang.
Dia seperti gadis kecil. Aku benar-benar mengerti itu.
Jadi jika aku gugup
terus-terusan, tubuhku takkan bisa menerimanya. Aku perlu terbiasa dengannya. Dengan
perlahan-lahan.
“Kalau begitu, ayo saling
berbagi kontak segera. Ayah sepertinya sudah menginstal aplikasi LINE, jadi
mari kita mendaftar dengan cepat untuk saat ini ...”
“Aku akan memberimu kodenya.”
“Ya, terima kasih ... apa di
sebelah sini aku harus menekannya? Ehh, untuk mendaftarkan teman ...”
“Tekan ikon yang ada di sudut
kanan atas, dan itu akan memuat kode.”
“Oh, itu saja ... Ya, itu saja,
Mea-san, biarkan aku membacanya untukmu─”
Aku berniat mendekatinya sambil
membawa smartphone di tanganku.
Mungkin aku masih sedikit
gugup. Atau mungkin aku sedikit gugup karena ini adalah pertama kalinya aku
menambahkan akun LINE-nya.
Bagaimanapun juga, aku ...
“Aduh…!?”
Aku menginjak controller dari
konsol game yang aku tinggalkan di lantai dan dengan refleks menarik kembali
kakiku.
Hal tetrsebut membuatku
kehilangan keseimbangan dan jatuh ke depan─
Gedebuk!
“Kyaa .... ~!?”
Aku menerjang ke Mea-san yang
duduk di tepi tempat tidur, seolah-olah aku mendorongnya.
““Ahh ....””
Dan kemudian ... badan kami
berdua langsung membeku.
Posisiku mirip seperti selimut
yang sepenuhnya menutupi Mea-san.
Mea-san seakan dilemparkan ke
tempat tidur, menghadap ke atas.
Wajah kami berdua begitu dekat
satu sama lain sampai-sampai hampir bersentuhan.
Itu saja lebih dari cukup untuk
membuat napasku tersenggat ...
Tanganku menekan tangannya dari
atas.
Kakiku berada di antara lutut
Mea-san.
── Kalau digambarkan secara
sederhana, hal ini seolah-olah aku sedang menyerangnya.
“......”
“......”
Tak satu pun dari kami yang
bisa bergerak.
Sebaliknya, pikiranku jadi
kacau balau.
Ketika melihatnya dari jarak
sedekat ini, dia benar-benar imut dan menggemaskan. Bulu matanya begitu panjang
nan lentik dan hidungnya terlihat mancung. Bibirnya berwarna merah muda,
seperti bibir gadis cantik.
Dia mengeluarkan aroma harum
yang mana sampai membuat hatiku bergejolak tak menentu. Aku yakin dia
menggunakan sampo yang sama kemarin, tapi kenapa aromanya bisa sangat berbeda
denganku ... Apakah ini yang disebut 'Aroma
khas gadis'?
Dan sensasi opai montoknya
dengan lembut menyentuh dadaku. Ketegasan bra dan kelembutannya oppai di
bawahnya benar-benar mirip seperti ...
“Me-Mea-san ...”
Aku memanggil namanya dengan
canggung, seolah-olah aku terpesona oleh kecantikannya.
Aku tidak tahu mengapa aku melakukannya.
Mungkin karena insting ...
Dan kemudian, dia─
“── ~”
Dia menutup matanya dan
mengalihkan wajahnya.
Wajahnya memerah sampai ke
telinga.
... itu dia.
Dia bisa mendorongku kapan
saja.
Apa
yang sedang kamu lakukan?! Dia bisa saja berteriak padaku seperti itu.
Dia seharusnya merasa takut,
sama seperti ketika dia melihat joni kecilku berdiri tegak di pagi hari
Mea-san baru saja mengalihkan
perhatiannya, menutup matanya, dan menghembuskan nafasnya.
──Benar. Rasanya seolah-olah dia
berusaha sangat keras untuk menerima sesuatu.
Tapi apa? Apa sesuatu yang dimaksud?
Aku berusaha memahami situasi
yang terjadi pada kami sekarang.
Meski aku masih seorang bocah
kecil, aku resmi menjadi anak SMP besok. Jadi ini banyak yang aku tahu.
── Dia mempercayai kalau
dirinya akan diserang olehku.
“Uuu ~~~ ......!?”
Aku merasakan aliran darah naik
ke atas kepalaku.
Namun, itu bukan panas kegembiraan.
“Mea-san, coba nengok ke sini!”
Itu adalah panas kemarahan.
“Aku takkan melakukan sesuatu
padamu!”
“Ta-Tapi ... Uu ...”
Tampaknya, perkataanku yang
masih kurang dalam penjelasan, berhasil tersampaikan padanya.
Dia memejam matanya lebih ketat
dan erat, suaranya berdengung pelan seperti nyamuk.
“Kita berdua ... Pengantin baru
... Pasangan suami dan istri yang baru ... Itu sebabnya ...”
“Uh ....”
“Pa-Pagi tadi ….aku merasa
takut ... tapi sekarang sudah tidak lagi ... Karena Mea ... su-su-sudah
menyiapkan diri ... Itu sebabnya aku ...”
Dia berkata sambil gemetaram
dan membuka kakinya sedikit lebar.
── Aku merasa kalau dalam
tubuhku semakin lama semakin panas.
“Kamu tidak perlu memaksakan
dirimu sendiri! Maksudku, kamu benar-benar tidak perlu!”
“Ke-Kenapa ...?”
“Aku tidak bisa melakukannya
seperti ini!"
“Ada pepatah ... rasanya sangat
memalukan bagi seorang pria untuk tidak menyantap ... makanan yang sudah
disiapkan di depannya ... Mea tahu banyak tentang itu ...”
“Tapi tetap saja... ah!”
Sial! Akulah orang yang
memintanya untuk menunjukkan wajahnya.
Dia membuka matanya lebar
dengan gerakan terkejut.
Di matanya, aku melihat wajahku
yang semerah seperti dirinya, tampak putus asa.
“Ku-Kuuya-san ...?”
“Kita perlu saling mengenal
lebih baik sebelum melakukan hal semacam ini!”
“...”
Aku berteriak ketika mengatakan
itu.
Baru sehari sejak aku bertemu
dengannya.
Kami baru mulai saling
mengenal.
Dalam menjalin hubungan, ada
sesuatu yang berbeda tentang melakukan sesuatu yang erotis .... Tidak, aku
pikir itu tidak dapat diterima dan ... terlebih lagi.
“Kita baru saja lulus dari SD!
Kita berdua masih belum siap untuk hal semacam ini!”
“...........................
Kuuya ... -san?”
“Jadi, Mea-san, kamu tidak
perlu tampak pasrah begitu... Aku minta maaf karena tak sengaja sudah
mendorongmu ...”
Aku mengangkat tubuh bagian atasku
dan perlahan-lahan menjauh darinya.
Dia tetap berbaring untuk
sementara waktu, seolah-olah dalam keadaan linglung ....
“...... Uu ...”
Akhirnya, perasaan malu yang
tiba-tiba mengalahkannya, dan kemudian dia duduk sembari menutupi wajahnya.
“Me-Mea ... lagi-lagi
melakukannya!! ... Ah~ memalukan sekali, itu memyalukan sekali~~~ ... !!”
Kemudian dia menggeliatkan
tubuhnya dan mulai merasa malu.
Dia sangat imut. Sama seperti
yang pernah aku lihat berkali-kali sebelumnya.
“Mea selalu saja sembarangan
menyimpulkan dan memutuskannya sendiri ... Pikiran jorok Mea! Ahhh memyalukan
banget! Mouu ~, bagaimana aku akan menghadapi Kuuya-shan nanti~ ... uu ~”
Aku sangat lega, bersama dengan
hatiku berdebar untuk pertama kalinya di sana.
Ya, kita masih anak kecil.
Terlalu dini bagi kami berdua untuk melakukan s*ks.
Itu sebabnya kata-kata yang
keluar dari mulutku merupakan kalimat yang sesuai dengan umurku.
“... Mea-san, itu sebabnya, ayo
nengok ke arahku.”
“Tapi ~ u ~~ ....”
“... Mea-san juga merasa malu,
aku merasa lega mengetahui hal itu.”
“...... Ku ... Kuuya ... San
...”
Akhirnya, dia menggerakkan
tangannya dari wajahnya dan menatapku dengan ekspresi yang menakutkan.
“Oh, kamu akhirnya menunjukkan
wajahmu ... Syukurlah ...”
“Kuuya-san ... kamu tidak
berpikir kalau ... Mea, Mea ... seorang gadis memalukan, ‘kan ...?”
“Aku pun merasa malu seperti
kamu. Aku benar-benar malu. Karena aku tidak pernah berpikir kalau kejadian
seperti ini bakal terjadi.”
“......”
Fyuh ...
Mea-san menghembuskan nafasnya.
Dan kemudian, sambil menunuk,
dia berbisik dengan rasa malu yang baru.
“... Kuuya-san benar-benar ...
sangat dewasa ....”
“......”
Ehh? Tidak, tunggu dulu
sebentar?
“K-Kenapa kamu bilang begitu?”
“Kamu sangat deasa karena
menaruh banyak perhatian ... padaku, dan berusaha menenangkanku. Aku tidak bisa
meniru itu ...”
“.........”
Menurut pendapat aku, apa yang
baru saja kukatakan hanyalah dari sifat kekanak-kanakanku.
Ya. Aku sadar bahwa aku masih
bocah ingusan, tidak peduli seberapa tinggi aku mencoba.
Aku terbiasa diperlakukan
seperti seorang anak kecil oleh teman-temanku.
Itu sebabnya aku benar-benar
bahagia ketika memanggilku dewasa ....
Aku tidak pernah tahu kalau ada
orang yang akan memanggilku dewasa tanpa mengungkit tinggi badanku.
Bagaimana aku harus berperilaku
sekarang ...?
Aku mengumpulkan barang-barang
yang aku butuhkan dan pulang ke apartemen kami.
Seperti yang sudah dia janjikan
dalam perjalanan pulang, Mea-san membawa beberapa barang bawaanku, tetapi ...
“...... Ufufufu ~”
Aku merasa kalau bukan cuma
karena bisa membawa barang bawaan saja yang membuatnya tampak sangat bahagia.
Tapi jika bertanya padanya, “enapa kamu kelihatan senang sekali?” Aku
mempunyai firasat kalau aku akan menginjak ranjau darat, jadi aku tidak jadi
bertanya.
“Oh iya~ ... ayo mampir ke bank
dan mengambil uang. Itu untuk biaya hidup kita saat ini.”
“Ya ... aku akan pergi
bersamamu.”
Mea-san yang menjawab, berada jauh
dari posisiku, tidak seperti bagaimana dia biasanya berjalan denganku.
Terutama, dia berjalan sekitar
tiga langkah di belakangku.
“... Kenapa kamu berjalan di
belakangku?”
Aku berhasil bertanya padanya.
Lalu dia menjawab dengan
ekspresi yang lebih bahagia.
“Karena itulah yang sepantasnya
dilakukan istri ~”
Dia tersenyum, memerah, dan
merespons dalam bahasa yang sopan.
“Be-Begitu ya….”
Hanya itu yang bisa aku bilang.
Aku merasakan sensasi
menggelitik dan kesemutan.
Yah, aku senang mengatakan
bahwa semuanya berjalan oke, tapi ...
(Jika
kamu melakukan itu, aku jadi lebih keGe-eRan ketimbang sebelumnya ...)
Mea-san benar-benar imut.
Fakta bahwa gadis seperti
dirinya ternyata adalah istriku merupakan hal yang luar biasa …..
Sebelumnya|| Daftar isi || Selanjutnya