Chapter 7 — Kenapa Kamu Melakukan Itu, Mea-san!?
Waktu pun ters berlalu sejak
Mea-san dan aku masuk SMP.
“Oh, itu mereka, ‘kan? Yang
katanya pengantin baru…”
“Mereka sudah tinggal bersama…”
“Ugh, kenapa cowok kerdil macam
dia bisa bersama gadis yang imut… aku tidak tahan dengan cowok kerdil itu….”
Setiap kali Mea-san dan aku
berangkat ke sekolah bersama, kami mendengar bisikan dari para siswa (terutama para senior) yang menatap kami.
Sepertinya kita sudah menjadi
bahan gosip sekolah. Dan kemudian…
“S-Selamat pagi, Nonomiya-kun
dan Chitose-san.”
Saat aku memasuki lift, aku
didekati oleh guru wali kelasku, Ito-sensei. Rupanya, dia sedang menunggu kita.
“Selamat pagi juga, Bu… Apa ada
yang salah?”
“T-Tidak apa-apa, begitu ya,
kalian berdua datang ke sekolah bersama lagi hari ini.”
“Kami datang ke sekolah dari
ruangan yang sama, jadi tidak perlu berangkat secara terpisah…”
“Dan yang terpenting, kami
adalah pasangan yang sudah menikah.” Mea menjawab pertanyaannya dengan sedikit
bangga.
Kemudian, pipi Ito-sensei memerah
dan ekspresinya tampak panik.
“Y-Ya … Ya. Sensei juga sudah
tahu hal itu, oke? Permasalahan kalian sudah dilaporkan ke sekolah, dan entah
bagaimana disetujui….”
Aku mendengar bahwa area itu
menjadi masalah pada satu titik setelah dokumen diserahkan ...
Setelah itu, ayahku dan ayah
Mea-san langsung menghadap langsung ke pihak sekolah dan membuat sekolah
menerima situasi kami.
...Seperti yang diharapkan dari
agen rahasia dan kepala keluarga ninja... Aku penasaran apa mereka membicarakan
pekerjaan mereka di sekitar sini.
Bagaimanapun juga, seperti
itulah, kami menjadi terkenal dalam banyak artian.
“Tapi, tapi, sesuatu seperti itu,
seorang pria dan gadis yang tinggal bersama di bawah satu atap, bahkan Sensei
sendiri... tidak pernah melakukan itu”
Tapi dari waktu ke waktu,
beginilah cara Ito-sensei berbicara kepada kami.
“Po-Pokoknya! Bahkan jika kalian
berdua adalah pengantin baru di atas kertas, Kalian masih belum menikah! Jadi,
eh, maksudku, yah… Tolong pastikan supaya tidak ada kesalahan!”
…Dan beginilah biasanya.
“Apa maksud Anda dengan
kesalahan? Ito-sensei.”
“Eee!! I-i-itu… Se–… kau tahu…
Se—… Sensei tidak bisa memberitahumu ini karena sejujurnya konyol bagiku untuk
mengatakannya keras-keras!”
“…Aku mengerti.” “Aku tidak
mengerti.”
“Aahh!!”
Yah, dia terjebak dalam dilema
setiap kali dia tidak mampu menjawab pertanyaan jujur dan
polos dari Mea-san.
Tepat ketika kupikir semuanya
terkendali, aku menyadari bahwa Ito-sensei sedikit berbeda hari ini.
“D-Dan! Aku mendengar sesuatu
belakangan ini…”
“Ah, ya, ada apa?”
“Nonomiya-kun! Dengar-dengan
kamu sedang didekati oleh gadis lain saat kamu sudah memiliki gadis ini, yaitu
Chitose-san!”
“……”
“Sensei tidak bisa mengebaikan
gosip ini. Itu senonoh! Di jaman sekarang, mendua bukanlah ide yang baik… dan
aku juga tidak pernah mengalami hal seperti itu…!”
“Anda benar-benar orang yang
serius ya, bu.”
“I-Itu karena aku seorang guru!
Ha ha ha”
Ito-sensei menanggapi komentar
Mea-san dengan perasaan kesal.
…Kurasa dia benar.
Tentang itu, aku juga merasa sedikit
bimbang──
Nah, ketika kami tiba di kelas.
“Aah~! Ku-kun! Pagi~~!”
Hal pertama yang muncul di
pikiranku adalah mengapa Renjou-san berlari ke arahku dengan senyum lebar di
wajahnya, seolah-olah dia akan melompat ke arahku.
“P-Pagi juga… Renjou-san.”
“Mou~~, sudah kubilang~
Berhenti memanggilku seolah-olah kita ini orang asing, kan ~~? Mou~~. Panggil
saja Kobato~ Ko-Ba-To♪”
“…Pagi Kobato-san.”
“Ahaha, Pagi Me-chan.”
“Hmm… apa ada yang salah?”
Ketika Renjou-san datang
berlari ke arahku seperti ini dengan senyum lebar di wajahnya, biasanya pasti
ada sesuatu yang terjadi.
Aku telah belajar banyak
tentang itu dalam beberapa minggu terakhir.
“Ya… tau enggak~ Hari ini~ aku
membuat kue.”
Benar saja, saat dia mengatakan
ini, Renjou-san dengan senang hati menunjukkan padaku paket yang dia pegang di
belakang punggungnya.
“Ku-kun pernah bilang kalau
kamu ingin memakannya, jadi aku membuatnya untukmu, loh….?”
….Aku ingin tahu kapan aku
memberitahunya hal itu.
Ini adalah “pendekatan dari
gadis lain” yang Ito-senei tunjukkan sebelumnya, dan ini juga menjadi rumor di
seluruh sekolah, sama seperti fakta bahwa aku dan Mea-san adalah pengantin
baru.
Aku juga pernah mendengar kalau
aku diam-diam dijululi “Gigolo kecil dari
kelas 1” oleh seniorku.
...Aku akan menahan diri untuk
tidak mengomentari itu. Tidak peduli apa yang mereka katakan, itu cuma nama
julukan. Seorang pria dewasa takkan marah pada hal sepele semacam itu. Yang
lebih penting lagi, situasi saat ini,
“Ahh.. y-ya.. Terima kasih.”
Aku tidak punya pilihan lain
selain menerimanya. Mana mungkin aku dengan tega menolaknya dengan “Tidak, aku tidak membutuhkannya”.
“Hohou, tentu saja.”
“Kami juga menantikan untuk
berbagi makanan kami!!’
Dan kemudian Fuuga dan
Sumitarou ikut bergabung. Biasanya juga begitu.
“Kamu benar-benar pandai
membuat kue, ‘kan Kobato-san? Souffle
yang kamu buat tempo hari rasanya sangat enak. Akan sangat bagus jika kami bisa
mencicipi kue mu juga.”
“Kumohon! Sisa makanan, beri
aku sisa makanan~~!”
“Ahahaha… Mou~ Kurasa apa boleh
buat deh. Ayo ikutan, Fu-chan, kamu juga, Sumitaro. Tapi~! Yang giliran pertama
tetap Ku-kun ~”
“Jadi ini namanya kesenjangan masyarakat tanpa
henti!”
“Memang benar~ Ayo sekarang,
Ku-kun, bilang Ahh~~~♪♪”
“Ah…tidak… kamu tidak perlu— ”
Aku buru-buru melambaikan
tanganku. Pertama kali, ketika dia membuatkanku makan siang, aku harus
memakannya….
Jika aku menanggapi tindakannya
ini dihadapan semua mata tertuju yang padaku di kelas ini… Aku mengerti kalau itu
sangat buruk. Aku mengerti tapi─!
“Jangan bilang begitu~~ Ayo,
Ku-kun, bilang Ahh~~”
“Ku…”
Seperti yang diharapkan, Dia
sangat memaksa, Renjou-san….!
Terlebih lagi, sosoknya yang
terlihat seperti “anak kecil” masih meninggalkan kesan kekanak-kanakan dan
keimutan yang kuat, jadi aku benar-benar dalam masalah karena aku tidak bisa
mendorongnya begitu saja!
…. Tidak, aku merasa senang dia
sering membuat ini untukku.
Karena aku belum pernah
mengalami hal seperti ini sebelumnya. ….Ahh, ini artinya memiliki perasaan terhadap
seorang gadis… Aku sekali lagi merasa tumbuh menjadi sangat dewasa.
“Ayol, Ku-kun. Coba buka
mulutmu, aahhh~”
“Ti-Tidak.. maksudku kamu tahu…
itu sangat merepotkan, kataku!”
Ya. Tapi itu tidak sama seperti
yang aku katakan sebelumnya.
Selain itu, jika aku tidak
menghentikannya sekarang, aku akan──
*Tersentak!*
“….. Uwaa?”
Aku hampir kehilangan
keseimbangan karena tarikan tiba-tiba di lengan bajuku, meskip aku sudah
mengantisipasinya.
Aku tidak perlu menebak siapa yang
sudah melakukan itu kepadaku sekarang.
“Mu–………………” Dan itu Mea-san, yang
sudah mencapai batas kesabarannya.
“Ahh, hei, Mea-san? Apa ada yang salah?”
“Rahasia.”
Seperti biasa, alasannya adalah
rahasia. Sudah kuduga.
Mea-san mulai semakin cemburu.
Atau mungkin dia cuma tidak menyukai kenyataan kalau aku, “Suami”-nya, didekati
oleh gadis lain.
Jadi, daripada berhenti atau
mengeluh tentang Renjou-san, aku merasa dia memilih untuk datang langsung
kepadaku yang jadi “Pemilih.”
Dan, inilah yang terjadi.
“Mou–~~, kamu ini benar-benar
pemalu, ya! Ku-kun~”
“Hahahaha… Baiklah, ayo kita
makan bersama.”
“Menggaruk ponimu dan mencoba
menutupi kesalahanmu… Tapi sifat malu-malu seperti itu juga lucu dan
menggemaskan, kok, Ku-kun?”
“Ughh….”
“Yah, kalau begitu, aku mau
mencicipinya dulu! *nyam*… Yum! Ini
enak, Kobato-Paisen!”
“Mou~ Berhentilah memanggilku
dengan panggilan 'Paisen'~~ Sumitaro~~”
“Tapi kamu imut dan jago dalam
pekerjaan rumah! Aku menghormatimu, paisen!”
“Ya, in memang enak…! Sumitaro
memiliki kelemahan pada gadis cantik dan makanan enak, walau aku tidak yakin
apa itu penyebab dia memanggilmu Paisen.”
“Mea-san, ayo kita makan.”
“…Aku rasa begitu. Terima kasih
atas makanannya.”
Dan akhirnya kami makan
bersama.
“Ehehe—”
Meskipun rencananya gagal (?)
Renjou-san masih tersenyum ceria dan tertawa. Aku tidak yakin apakah itu karena
dia sudah dewasa atau apa, tapi pasti itulah mengapa Sumitarou ingin
memanggilnya “Paisen”…
Tapi bagiku, dia tetaplah dia.
◇◆◇◆
Setelah jam pelajaran pagi
selesai, sudah waktunya untuk istirahat makan siang.
Menu utama hari ini adalah 'Pepper steak.. Aku sangat menyukai hidangan
ini karena sangat cocok dengan nasi.
“Hehehe~ Makan siang sekolahnya
juga enak, ‘kan, Ku-kun?”
“Ya. Kantin sekolah kita cukup
bagus… *nyam*.”
Jadi aku makan sambil berbicara
dengan Renjou-san, yang berada di kelompok yang sama denganku, dalam suasana
hati yang baik, tapi sambil berhati-hati agar tidak kehilangan sisi kerenku…
“~~~~ ~~~~~ ~~~~~”
“Hmm? Apa yang terjadi,
Mea-san?”
Aku menoleh dan melihat
kelompok lain. Di kelompok barisan belakang di samping jendela, bahu Mea-san
bergetar.
Dari tempat aku duduk, yang
bisa aku lihat hanyalah punggungnya, jadi aku tidak yakin apa yang terjadi…
“Pokoknya, aku mau nambah
dulu!”
Ujar Sumitarou, yang berada di
grup yang sama dengan Mea-san, bangkit dari tempat duduknya dan mau menambah
porsi makannya.
Pas banget, aku meninggalkan
tempat dudukku untuk nambah juga, dan malah duduk di kursi Sumitarou.
“Ahh… Ku-Kuuya-san…”
“Mea-san. Apa ada yang salah?”
Aku bertanya dengan lembut. Di
saat yang sama, aku melihat nampan makan siang Mea-san dan melihat kalau
makanannya tidak tersentuh sama sekali.
Dia bukannya sedang sakit atau
semacamnya, dia bertingkah seperti biasa sejak pagi ini.
Tapi sekarang, Mea-san
menatapku dan nampan makan siang seolah-olah dia bermasalah.
“Ahh… Mea-san… apa
jangan-jangan…” Dan saat itulah aku tersadar.
Menu hari ini adalah 'Pepper steak.' Tak perlu dikatakan
lagi, itu adalah hidangan tumis paprika hijau dan daging sapi.
“Apa kamu tidak suka paprika,
Mea-san?”
“Um…”
Rupanya, aku tepat sasaran.
Yah, ada banyak gadis ang tidak
suka dengan rasa pahit. Aku terlatih untuk minum kopi hitam, jadi aku memiliki
toleransi terhadap kepahitan (aku bangga
dengan itu), tetapi Mea-san masih tidak bisa minum kopi kecuali kopi café
au lait.
Itu sebabnya makanannya tidak
tersentuh, tapi makan siang sekolah pada dasarnya dimaksudkan untuk dimakan.
Mea-san adalah orang yang sangat serius, jadi kurasa dia bingung harus berbuat
apa.
“Ma-Maafkan aku, Kuuya-san, aku
istri yang menyedihkan…”
“Tidak… Nah dalam hal ini──”
Kurasa cuma ada satu hal yang
harus kulakukan.
Aku segera kembali ke tempat
dudukku dan membawa sumpitku sendiri.
“Ahh… Kuuya-san…!”
“Jangan khawatir… *Nyam*… *Nyam**Nyam*!”
Aku memakan semua paprika di
nampan Mea-san sekaligus dan menyingkirkan nampan itu.
Sejujurnya, aku benar-benar
berpikir untuk meminjam sumpit Mea-san untuk dimakan…
“Hyu~~ Itu baru namanya
suamiiii~~”
Apa yang bisa aku katakan,
bahkan dalam situasi ini, gadis-gadis di sekitarku akan memberiku tatapan
dingin, jadi ciuman tidak langsung sangat mustahil!
“M-Memang! Sangat buruk!"
“Memang! Kamu menunjukkan
kepadaku sisi kejantananmu, Kuuya!”
Aku dipuji oleh Sumitarou, yang
baru saja kembali.
“Maksudku, Mea-san, jika kamu memberitahuku,
aku akan memakan paprikamu dari awal! Aku akan dengan senang hati melakukan
itu!” Dan sekarang Ia berbicara omong kosong dengan Mea-san!
“Kenapa?” Tapi jawaban Mea-san
sangat lugas.
“Apa? Kenapa kamu bilang?… Kamu
tidak suka paprika, jadi Kuuya harus memakannya untukmu, kan?”
“Itu rahasia.”
“Bahkan jika itu rahasia, tidak
ada salahnya untuk memberitahu!”
Sumitarou tampaknya yakin
(bahwa tidak ada gunanya bertanya) dan meletakkan satu porsi lagi di atas meja.
“Ohh, aku akan kembali kalau
begitu.”
“Hei hei! Akulah yang menyela.”
Setelah mengepalkan tinjunya, Ia
kembali ke tempat duduk yang berbeda.
“Muu~~” Lalu, kali ini,
Renjiyou-san yang cemberut.
“Aku bukan orang ynag
pilih-pilih makanan. Aku akan makan apa saja! *Nyam nyam nyam*…”
Ketika dia mengatakan itu pada
volume yang bahkan bisa didengar Mea-san, dia mulai makan dengan antusias
seolah-olah sedang bersaing dengannya.
◇◆◇◆
Kemudian waktu istirahat
setelah makan.
“Ahh, uhmm, Kuuya-san….”
Mea-san perlahan-lahan berjalan
ke tempat dudukku.
“Terima kasih sebelumnya…”
“Ahh, kamu tidak perlu terlalu
memikirkannya.”
Aku menggaruk poniku, berusaha
terlihat sekeren mungkin.
“Kuuya-san…!”
Semuanya sepadan, dan Mea-san
memekik seolah-olah dia sangat tersentuh.
Ya, akhir-akhir ini, Mea-san
selalu menunjukkan reaksi yang memuaskan terhadap gerakanku.
Jadi aku punya banyak ruang
untuk tumbuh… Nah, itu juga salah satu alasanku makan paprika hijau lebih awal.
(Aku
ingin menunjukkan Mea-san psisi keren dan bagusku. Atau lebih tepatnya….)
“…Me-chan sangat beruntung.”
“Wah, kamu bikin aku kaget
saja!”
Lalu aku tiba-tiba jatuh
terjengkal karena kemunculan mendadak Renjou-san.
“Be-Beruntung … Apa maksudmu,
Kobato-san?”
Mea-san juga dengan cepat
mengambil langkah maju, menanyakan
apa maksudnya.
Renjou-san menoleh ke arah kami
dan menjawab.
“…Itu tidak adil.”
Dia mengatakan sesuatu yang
tidak terduga.
“Eh?”
Mea-san juga tampak terkejut
dengan jawabannya dan membelalak kaget.
“Apa maksudmu dengan itu…
Kobato-san?”
“Baru saja, kamu menyuruh
Ku-kun untuk memakan paprikamu …”
“…. Kamu juga tidak suka
paprika, Kobato-san?”
“Bukan begitu maksudku.”
“O-Oke…”
Aku memang memakan ladanya…
tapi aku tidak lebih cepat untuk memakannya…
“Saat aku bertemu Ku-kun untuk
pertama kalinya, kamu dan Me-chan sudah berhubungan dekay, bukan?”
“Itu…”
“Tapi, kupikir sesuatu akan
terjadi jika aku melakukan yang terbaik, namun… seperti yang kupikirkan, awalan
yang telat jadi permasalahannya.”
“…Renjou-san.”
“Aku membayangkan bagaimana
jadinya jika aku menjadi tunangan Ku-kun. Mau tak mau aku jadi terus
memikirkannya.”
“………”
Memang, satu-satunya perbedaan
antara Mea-san dan Renjou-san hanya terletak pada 'Siapa yang pertama kali kutemui'.
Beberapa saat yang lalu, aku
bertemu Mea-san dan sekarang kami telah ... menghabiskan hidup kami bersama.
Bagaimana jika pasanganku
adalah Renjou-san?
Aku merasa kalau aku tidak
seharusnya… memikirkan hal tersebut.
Apapun masalahnya, aku sudah bersamanya
sekarang, Mea-san dan aku──
“Persis seperti yang dikatakan
Kobato-chan.”
Dan saat itulah Fuuga
menjulurkan kepalanya, terlihat lebih gagah dari biasanya.
“Hei, Fuuga tunggu, apa
maksudmu?”
“Maksudku, ini jelas-jelas
tidak adil. Tapi itu sesuatu yang tidak bisa dihindari.”
“Kalau begitu jangan mengatakan
sesuatu yang tidak perlu—”
“Tapi sejak awal… aku juga
penasaran tentang itu”
“Hah? Tentang apa──?”
“Kuuya dan Mea-chan adalah
pasangan suami istri yang telah diputuskan oleh orang tua mereka sejak lama.
Itulah sebabnya mereka mulai hidup bersama ketika memasuki SMP, karena memang
begitulah seharusnya.”
Ungkapan dan gerakan teatrikal
yang lucu dilemparkan di atas dialognya satu demi satu.
Namun, dalam kasus Fuuga,
ketimbang tertarik, aku justru berpikir, 'Apa
yang ingin kamu katakan?'
Seolah bisa membaca pikiranku,
Fuuga mengedipkan mata padaku dengan cara yang berkelas dan keren.
“Tapi… Pertama-tama … bukannya
masih terlalu dini bagi Kuuya untuk menikah?”
“Apa?”
Ia mengatakan sesuatu yang
tidak aku duga sama sekali dan aku bereaksi dengan cara yang bodoh.
“I-Itu tidak benar. Lagipula
Kuuya-san sangat dewasa!” Daripada diriku, justru Mea-san yang membalas
penyataan Fuuga.
Namun, Fuuga cuma mengangkat
bahunya dengan sikap yang baik dan berkata,
“Aku tidak berpikir begitu!
Lagipula, Kuuya pada dasarnya cuma bocah berbadan tinggi.”
“Gu….”
Ketika Fuuga mengatakan itu,
aku hanya bisa mengerang. Aku sangat menyadari perbedaan antara aku dan orang
ini.
Tapi kenapa gadis ini
repot-repot mengatakan itu sekarang….?
“Dan tahu tidak, aku pikir
sangat penting untuk melakukan semuanya sesuai urutan. Bukannya menurutmu kamu
itu terlalu dini untuk memulai kehidupan pernikahan? Kamu harus saling
mengenal, mengetahui perasaan satu sama lain, bertunangan, mendaftar ke kantor
catatan sipil, dan akhirnya mulai resmi menikah… Bukankah begitu seharusnya?”
“Ahh, ya ya, memang seharusnya
begitu, ‘kan.”
Argumen Fuuga disambut dengan
setuju Renjou-san.
…Di dalam hatiku, aku
sebenarnya setuju dengannya.
Hubunganku dengan Mea-san
dimulai secara tiba-tiba dan itu benar-benar tidak terduga. Itu sebabnya kami
masih belum bisa melakukan hal-hal yang ayahku perintahkan sebagai pasangan
pengantin baru semestinya.
Ada bagian dari diriku yang
tidak tahu bagaimana aku harus bersikap. Jika ini dimulai setelah aku melewati
tahap jatuh cinta yang sesuai, aku yakin kalau semuanya takkan jadi begini.
(Ya…mungkin
aku akan tumbuh lebih tinggi seperti sekarang…)
Kurasa dia bisa tahu dari
ekspresiku bahwa aku sedang memikirkannya. Fuuga tersenyum, mengibaskan
poninya, dan melanjutkan dengan nada ceria.
“Jadi, apa yang ingin kubilang
adalah! Aku tidak yakin apa Kuuya dan Mea-chan benar-benar pantas menjalani
kehidupan yang mereka jalani sekarang…!”
“Apa maksudnya itu? Fuuga-san.”
“Sudah jelas sekali, Mea-san.
Itu berarti kamu harus bertekad, itulah yang aku maksud. ”
“Bertekad …?”
“Apa kamu benar-benar layak
untuk Kuuya? Apa kamu benar-benar pantas menjadi istrinya?”
“……”
“Dan untungnya, ada satu gadis
di sini yang bertekad untuk memiliki hubungan seperti itu dengan Kuuya.”
“Ahh, ya ya~~! Aku~~.
Ehehehe~~”
“Dan di sini, ada orang yang
berpikir bahwa Kuuya masih terlalu kecil untuk hal-hal seperti itu.”
“Maksudmu, aku benar ‘kan!” Dan
kemudian Sumitarou, yang diam-diam mendengarkan percakapan sampai sekarang ikut
menimpali.
“Maksudku, salah mengatakan
bahwa Kuuya sudah siap untuk itu
padahal aku sendiri belum melakukan itu!”
“Bukan hanya Sumitaro yang
menghindari berkomentar karena itu masalah pribadi. Sejujurnya, aku juga
berpikir begitu. Yah, seperti yang aku katakan sebelumnya, tau. ”
“… Jadi, apa yang ingin kamu
sampaikan?”
Salah satu kelemahan dari
pembicaraan Fuuga adalah dia membutuhkan waktu lama untuk mencapai
kesimpulannya. Gestur teatrikalnya biasanya lucu untuk didengarkan, dan dia
sangat tampan, tetapi ketika targetnya adalah aku, itu agak mengganggu.
“Jadi kesimpulannya.”
Seolah menanggapi kekesalanku,
Fuuga mengedipkan mata padaku lagi dan berkata
“Ayo
lakukan kencan bersama!”
Dia menyatakan hal seperti itu
seolah-olah dia menyanyikannya dengan keras.
“………………APA!?”
“Kuuya, Mea-chan, dan
Kobato-chan. Mari kita lihat apa yang terjadi setelah itu dan mencari tahu!”
“Oii… kenapa kita melakukan
itu…”
“Alasannya seperti yang baru
saja aku jelaskan. Jika Kuuya dan Mea-chan benar-benar pasangan yang layak
sebagai pengantin baru, Dalam situasi seperti itu… bahkan Kobato-chan akan
mempertimbangkannya, bukan?”
“Tidak, tidak, tidak, itu tidak
benar ...”
“Ngomong-ngomong, aku ikut
denganmu. Akulah yang akan menjadi wasitnya!”
“Kalau begitu kurasa aku harus
melakukan hal yang sama! Kamu bisa mengandalkanku, aku akan menilai setiap
gerak-gerikmu!”
Sumitarou bergabung dengan ide
Fuuga, dan percakapan berlanjut dengan cepat.
Tidak, tapi tunggu! Hal yang
terpenting ialah aku dan Mea-san…
“O-Oke…!”
“Waaa?? Mea-san?!”
“Apa pun yang terjadi, aku
adalah istri yang baik Kuuya-san dan, dan akulah yang akan tinggal bersamanya.
Yang harus aku lakukan adalah membuktikannya padanya! ”
“Ya. Jadi begitulah.”
Fuuga mengangguk ke Mea-san,
yang antusias, mengepalkan tangan setinggi dada.
Melihat ini, Mea-san
menyibakkan rambut panjangnya dari bahunya.
“O-Oke! Itulah yang aku
harapkan… Aku akan membuktikannya dengan sangat jelas!”
“Yah, kalau begitu sudah
diputuskan. Aku akan bertemu kalian lagi lain kali.”
Menempatkan tangannya di
pinggang rampingnya, Fuuga mengangguk lagi.
“Tidak, tunggu sebentar!”
Mereka membuatnya terdengar
seolah-olah aku juga menyetujuinya, tetapi mereka tidak mendengarkan apa yang
aku katakan!
Tepat ketika aku akan berdebat
tentang itu …
“Kuuya.”
Fuuga tersenyum dan mengangkat
bahu.
“A-Apa?”
“Orang dewasa seharusnya
bermurah hati dan menerima. Bukannya begitu?”
"Kamu ... ya, kurasa, Kamu
benar."
Aku tidak punya pilihan llain selain
merespons sambil mengibaskan poniku.
“Itulah sebabnya, kamu adalah
Kuuya-ku.”
“Aku bukan milikmu.”
“Ahahaha”
Jadi, kami akan memiliki kencan
misterius di akhir pekan depan.
Dan belum ada yang mengetahui
seperti apa hasilnya….!
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya