Chapter 10 — Mea-san, Nengok Ke sini Dong
“Lalu, ayo masuk, Mea-san.”
“Ya…”
Aku pulang ke unit apartemen bersama
Mea-san. Tempat di mana kami berdua tinggal.
“Aku akan menelepon Renjou-san
dan yang lainnya. Jadi, Mea-san, kamu bisa bersantai-santai dulu untuk saat
ini….”
Ketika aku berbalik dan mencoba
mengeluarkan smartphone-ku.
“... itu tidak akan berhasil.”
Tutur Mea-san dengan sopan, tatapan
matanya sedikit menunduk.
“Mea-san…?”
Dan saat aku ingin bertanya kepadanya
apa yang dia maksudk—
“Apa ehh?”
“Kupikir ... mou, maksudku kamu
harus mengatakan apa yang ingin kamu katakan, Mea-san.”
Di sana dia duduk tiba -tiba.
Dia duduk rapi di lantai,
tangannya diletakkan di atas lutut.
Oh, aku tahu posisi ini. Aku
pikir gerakan itu disebut “tiga jari”
... itu adalah posisi di mana seorang wanita melakukan gerakan yang paling
sopan dan membungkuk.
“…Tolong dengarkan aku dulu.”
Dia menundukkan kepalanya dalam
-dalam dan berbisik padaku. Aku ... tidak tahu harus berbuat apa, jadi aku
duduk tegak di hadapannya dan menunggunya berbicara.
Dia perlahan mendongak dan
menatapku lurus ke arahku.
“Awalnya aku hanya ingin
menjauh dari ... orang tuaku.”
Dia mulai berbicara dan mengaku
begitu.
“…Menjauh?”
“Keluargaku sangat ketat dalam
aturan dan kedislipinan, setiap hari rasanya begitu melelahkan, sangat sulit,
dan membuatku tidak tahan, sehingga aku selalu ingin menjauh dari rumah itu...
untuk melarikan diri ...”
“Aku ... entah bagaimana bisa
memahami itu.”
Jika dia harus tinggal di rumah
dengan orang tua semacam itu, dia pasti merasa seolah-olah tercekik.
Fakta bahwa dia dibesarkan secara
ketat dan hati-hati bisa dilihat dalam perilakunya yang elegan, polos, dan
kenaifan.
Kupikir wajar-wajar saja bida
dia merasa tidak nyaman dengan itu ...
“Saat itulah ayahku bercerita
tentang ... kamu. Tentang kamu ... dan tentang hubunganmu denganku. Tentang
janji antara ayahmu dan ayahku.”
“…Hmmm”
Aku merasa seperti aku bisa
memahami keadaan pikirannya ketika mengetahui hal semacam itu….
Mungkin dia——
“Aku sangat senang dengan itu.”
Persis seperti yang aku
bayangkan.
Dia mengucapkannya seolah-olah
itu adalah pengakuan dosa-dosanya.
“Jadi pasanganku bukan harus
kamu ... selama aku bisa meninggalkan rumah itu. Jika aku bisa menjalani
kehidupan yang bebas, siapa pun tidak masalah. ”
Dia mengatakan ini dengan suara
yang benar-benar tragis, melemparkan bayang -bayang bulu mata panjangnya di
sekitar matanya.
“Tapi…”
Dia menggelengkan kepalanya
dengan keras.
Rambutnya yang indah sekarang
sedikit berantakan, tapi Mea-san tidak memedulikan hal itu, dan terus berteriak
dengan suara yang menyakitkan,
“Saat tinggal bersamamu ... aku
mulai sering berpikir ...”
“Apa yang—”
“Itu pasti kamu dan cuma kamu …”
“—— ”
Aku tersedak. Dia menatapku
lurus ke arahku, pipinya tampak memerah.
“Jika ... jika aku tidak
bersamamu, Kuuya-san, itu bahkan lebih buruk.”
“Me-Mea-san ...”
“Aku benar -benar tidak
memahami apakah itu cinta atau sejenisnya. Tapi aku merasa sangat senang ketika
kamu datang untuk menjemputku….”
Dia berbisik - dan kemudian
menundukkan kepalanya lagi ke arahku.
“Itu sebabnya, aku memintamu,
Kuuya-san. Tolong izinkan Mea untuk tinggal di sini bersamamu.”
“…...”
“Sebagai ... istrimu…”
Aku merasakan bulu kudukku
berdiri. Tubuhku terasa panas lagi.
Aku mengikuti keinginan hatiku
dan ...
Aku berdiri, berjalan dan
berlutut di depannya.
Aku mengambil tangannya dan
berbisik padanya.
“Mea-san, coba nengok kemari.”
“Ah…”
Kata -kata yang kukatakan
sebelumnya. Itu akan mencapainya, dan aku sudah mengetahuinya.
“... Kuuya-san.”
Benar saja, dia lalu menatapku
dengan ketakutan ... tapi tentu saja, dia menatapku.
“Ada sesuatu yang harus
kukatakan padamu juga.”
Aku tersenyum dan menatapnya.
“Aku mempelajari banyak hal
hari ini ... tetapi kenyataannya , aku masih anak kecil dalam banyak artian.”
“Ehh, ah, y-ya…? Itu, kamu tahu
... seperti ...”
“Tapi ... aku akan bekerja
keras dan menjadi pria dewasa yang sesungguhnya. Aku akan menjadi pria yang
layak menjadi suami Mea-san.”
“Aa ... ah ...”
Wajahnya berubah menjadi merah cerah
dan matanya melebar, aku lalu memberitahunya dengan jelas.
“Oleh akrena itu, Mea-san.
Tolong jadilah istriku.”
“Kuuya-san ...”
Dia tersentak. Wajahnya semakin
memerah sampai mencapai telinganya…
Tapi dia tidak menutupinya
lagi. Sebaliknya, dia menunjukkannya kepadaku.
“…Ya! Danna-sama!”
Dia menjawab dan tersenyum, senyumnya
seindah bunga yang mekar.
“Hahahah…”
“Fufufu ~~…”
Kami berdua secara alami
tertawa.
Persis seperti pada awal
pertemuan kami, aku merasa khawatir saat membayangkan, “Seperti apa sebenarnya kehidupan pengantin baru?”
Mea-san dan aku tertawa
bersama-sama.
“…Oke!”
Kemudian, pertama, aku
menelepon Renjou-san dengan info kontak yang dia berikan kepadaku, dan
melakukan panggilan telepon.
“─
~ ~ dengan Kobato di sini!”
Renjou-san segera menjawab. Pada
saat itu, dia menyerahkan segalanya kepadaku dan pulang ...
“Aku minta maaf hari ini. Tapi
semuanya berjalan dengan baik. ”
Aku tersenyum dan
memberitahunya. Lalu…
“... Aku minta maaf karena
istriku sudah banyak merepotkanmu.”
“Fu!…
Hahahah!”
Renjou-san tertawa seolah-olah
dia tiba-tiba melihat monyet yang berbicara.
"Ya,
tidak apa!”
“Haha ... kalau begitu sampai
jumpa di sekolah.”
“Ya!”
Aku menutup telepon dan memandang
Mea-san. Aku mengangkat bahu untuk menyembunyikan rasa maluku.
“Aku akan mengatakan hal yang
sama kepada Fuuga dan Sumitaro ... kamu takkan keberatan dengan itu, ‘kan?”
“… ~”
Muka Mea-san sudah merah padam.
“Ku-ku-Kuuyasan ~ ... Ityuu
tidyak bhenar ... Mea adalah istrimu ... kamu luar biasa ... rasanya
memyalukannn bhuat bilyang begitu ... tapi, tapi, tapi ... ya, Mea adalah istri
Kuuya-shan ... ~~”
“…Benar.”
“~~~~~~ !!”
Shushushu
!!
“Owaa!?”
Mendadak apa yang terjadi? Mea-san
mulai melempar shurikens ke segala arah!
“Baka! Baka! Baka !! Kuuya-san
no Baka! Mea merasa sangat bahagia, Mea jadi tidak tahu harus berbuat apa !! Aahhhhhhhhhhhh
!! ~~~~~~~~~~~!”
“Wah, wah, tenang, tenang,
tenanglah dulu untuk saat ini! Melempar Shurikens sembarang itu sangat
berbahaya, tau! ”
“Ha… ahh mou ~! Mea... tidak
berani melihat muka Kuuya-san sekarang!”
Sekarang dia menutupi wajahnya
dan mulai menggeliatkan tubuhnya.
Dan aku berpikir sendiri,
Bukannya
dia terlalu imut?
Itu sebabnya aku tertawa. Tidak apa -apa, pikirku.
“Ayolah jangan bilang begitu, Mea-san.
Coba nengok ke sini.”
“... Fuaahh ....”
Dia menoleh padaku dan aku terkekeh
saat melihat reaksinya.
◇◆◇◆
Pada malam harinya…
“Ku-Kuuya-san ... ini
benar-benar memalukan ...”
“Tapi ... rasanya sangat enak,
bukan?”
“Y-ya, aku bisa melihat
wajahmu, Kuuya-san ... dan kamu bisa melihatku juga...”
Kami saling berhadapan di tempat
tidur untuk pertama kalinya.
Rasanya sangat memalukan dan
geli, tapi ... itu adalah pengalaman yang hebat.
“…Haha.”
“Fufu ~ ...”
Kami tertawa bersama lagi. Kami
saling menertawakan.
Bagaimanapun juga, itulah
sebabnya. Aku merasa ini baik -baik saja.
“... Aku tidak pernah menyangka
kalau akan datang hari seperti ini.”
“Ya ... aku pun sama. Aku tidak
pernah berpikir kalau akan ada hari di mana aku tidur menghadap seorang gadis
cantik sepertimu, Mea-san.”
“Itu juga untukku ...
Kuuya-san, kamu juga luar biasa! Tentu saja, kamu masih mempunyai bagian
kekanak –kanakan ... tapi penampilanmu benar -benar bergaya dan keren ...”
“Jika kita terus saling
membandingkan pujian, kita akan terjebak dalam lingkaran sanjungan yang takkan
ada ujungnya tau? Mea-san, wajahmu begitu elegan, dan bahkan di antara selebriti, tidak
ada seorang pun gadis yang secantik, semanis, dan seelegan dirimu….”
“He-Hentikan, hentikan, tolong
hentikan, itu sangat memyalukan tau…”
“Ahaha. Kurasa aku terlalu
kelewatan ya”
“Mou ~ ... fufufu ~ itu benar. Kamu
tahu kalau aku terlalu malu mengenai hal -hal seperti itu ...”
“... Begitu, kita belum sampai
di tahap itu ya.”
“Ya…”
“Jadi, mari menjadi pasangan
yang sungguhan bersama, walaupun itu cuma sedikit demi sedikit.”
Aku memberitahunya begitu.
Kemudian pipi Mea-san tampak
tersipu merah ... tapi,
“Ya. Aku bersumpah.”
Dia mengangguk dengan tulus
Aku kembali tertawa lagi.
Dia tertawa bersamaku.
“Sekali lagi, terima kasih
banyak, Mea-san.”
“Terima kasih juga, Kuuya-san.”
“…Mari tidur.”
“Ki-Kira-kira apa aku bisa
tidur enggak ya...”
“Karena kita di sini bersama,
apa kamu ingin tidur berdampingan?”
“Apaaaaaa!?”
“Aku cuma berlatih untuk masa
depan. Aku ingin melakukan lebih banyak hal dan lebih dari itu.”
“O-Oke ... jika kamu berkata
begitu, Kuuya-san ... ~ ...”
Mukanya langsung berubah sangat
merah sehingga aku bisa melihatnya bahkan dalam cahaya redup.
Meski begitu, istriku memegangi
tanganku seerat yang dia bisa.
Seolah -olah ingin mengatakan,
“Aku takkan membiarkanmu pergi.”
Seakan-akan menyiratkan, “Orang ini adalah milikku,” dengan niat
yang jelas.
Seperti
apa sebenarnya kehidupan dpengantin baru?
Aku
bisa menjawab pertanyaan itu sekarang.
Kami tinggal melakukannya
dengan cara ini.
Kami bisa melakukannya dengan
cara kami sendiri, sedikit demi sedikit.
“Mea-san, ayo nengok ke sini.”
“Y-Ya ...”
Dia gadis yang pemalu, tapi dia
masih tetap imut.
<<<TAMAT>>>