Ore no Onna Tomodachi ga Saikou ni Kawaii Vol.2 Chapter 5 Bahasa Indonesia

Chapter 05 — Hotey, Si Gadis Emosional, Ingin Diperhatikan

 

Suatu hari di akhir pekan. Tepatnya pada hari Sabtu. Hari dimana Kai dijadwalkan untuk bekerja. Karena itu shift akhir pekan, jadi Ia harus bekerja selama delapan jam penuh; Ia masuk pada jam 1 siang, berhenti sejenak untuk istirahat makan selama satu ja, dan menutup toko pada jam 10 malam. Dia juga mendapat dua kali istirahat lima belas menit pada jam 3 sore dan jam 8 malam

Saat istirahat kedua inilah insiden tersebut terjadi.

“Hm? Kotobuki?”

Ketika Kai memasuki dapur di bagian belakang (yang berfungsi ganda sebagai ruang istirahat), Ia menemukan Kotobuki sedang duduk sendirian.

Dia tidak ada jadwal shift hari ini, dan pilihan pakaiannya..... tampak menarik. Dia mengenakan kamisol yang membuat bahunya terbuka dan rok mini kecil (yang mungkin akan dikenakan Jun tanpa berpikir dua kali). Tentu, musim panas mungkin sudah semakin dekat, tapi cara berpakaian ini tampak jauh lebih agresif daripada apa pun yang pernah dipilih Kotobuki untuk dikenakan.

“Ah, apa kamu mungkin lupa hari apa kamu seharusnya bekerja?” Kai menyembunyikan kecurigaannya dengan menganggapnya sebagai lelucon.

“Tidak, aku menunggu di sini karena aku punya urusan denganmu.”

Kotobuki segera menjawabnya dengan nada agak tegas. Tidak, bukan hanya nada suaranya—postur yang dia gunakan untuk menempatkan dirinya di meja empat orang memancarkan aura yang sama. Bahkan ekspresinya tampak seperti sedang berpikir keras, tapi tentu saja itu semua cuma imajinasi Kai. Ia mempertimbangkan untuk menyapanya dengan semacam obrolan, tapi rasanya tidak pantas.

“Jadi,” kata Kai lembut. Ia mencemaskan Kotobuki, tapi a tidak ingin membuatnya khawatir juga. Kai lalu melangkah maju untuk duduk di seberangnya, tapi Kotobuki muncul beberapa saat lebih cepat dan berjalan tepat ke wajahnya, mungkin menyisakan jarak satu kepalan tangan di antara mereka.

Pasti ada yang tidak beres. Tatapan mata Kai melebar karena terkejut saat dirinya dengan cepat mengamati sekelilingnya. Manajer dan rekan kerjanya yang lain sedang melakukan pekerjaan mereka, jadi tidak ada orang lain yang akan datang ke ruang istirahat selama sisa waktu istirahatnya. Ia tidak perlu khawatir tentang siapa pun yang masuk ke dalam. Aman untuk berasumsi bahwa Kotobuki memilih untuk menunggunya di sini, pada saat ini, karena dia juga tahu mereka akan punya waktu berduaan.

“S-Sekali lagi, memangnya ada urusan apa kamu datang kemari?” tergagap Kai. Suaranya kaku, mengkhianati upayanya menyembunyikan keterkejutannya. Dengan Kotobuki begitu dekat, leher dan tulang selangkanya yang terbuka, serta kulit putih yang melapisi bahunya, memasuki bidang penglihatannya terlepas Ia menginginkannya atau tidak. Itu buruk untuk hatinya.

Namun, Kotobuki tidak segera menjawab. Posisi mereka berdua cukt dekat sampai-sampai Kai bisa merasakan napasnya, tetapi karena badannya cukup pendek sehingga dia harus mendongak untuk melihat wajah Kai. Kotobuki menatapnya dengan intensitas yang hampir menakutkan. Wajahnya pucat; dia harus berkali-kali lebih gugup daripada Kai. Tapi akhirnya, bersamaan dengan suara dan bibirnya gemetar, dia pun mulai angkat bicara.

 

“Jadikan aku pacarmu... Kai.”

 

Dia melontarkan kalimat itu dengan nada blak-blakan. Kai sudah mempersiapkan mentalnya dengan apa yang akan terjadi selanjutnya dan ucapannya itu masih membuatnya terkejut. Pengakuan ulang Kotobuki yang kuat dan fakta bahwa dia memanggilnya dengan nama depannya memberikan pukulan efektif di hatinya. Sayangnya, ini bukan waktunya untuk terlena.

“T-Tunggu sebentar, Kotobuki. Bukannya kita sudah saling menyetujui dengan masa percobaan?”

“Aku tidak bisa menunggu. Tolong, beri aku jawabanmu sekarang.” Kotobuki, si gadis bermental labil, menatapnya tanpa mengalihkan pandangannya sekali pun. Hal itu menunjukkan seberapa besar tekadnya datang ke sini, serta alasan penampilannnya yang tidak seperti biasanya.

“Apa yang merasukimu?” Kai tidak bisa mengatakannya. Perubahan hati apa yang dialami Kotobuki? Kenapa dia merasa sangat terburu-buru?

Kotobuki tidak menjawab. Dia hanya menekannya lebih jauh.

“Tolong, pilihlah aku daripada Miyakawa.”

“…”

Kejutan lain mengalir di hati Kai, tapi yang ini datang bersamaan dengan sedikit rasa sakit. Kai tahu kalau dirinya harus menanggungnya dan memberinya jawaban, tetapi suaranya tidak bisa keluar begitu cepat.

Untuk mengingatkanya sekali lagi, Jun bukanlah pacarnya, jadi seharusnya Kai bisa dengan mudah mengatakan kalau dia mengajukan pertanyaan yang salah...tapi Kotobuki takkan menganggap pernyataan itu sebagai jawaban. Kai tahu pertanyaan apa yang sebenarnya dia tanyakan.

Kotobuki menginginkan Kai untuk berhenti bergaul dengan Jun, terlepas dari apakah Jun adalah pacarnya atau cuma teman. Kotobuki menuntut agar perhatiannya cuma tertuju padanya dengan tegas.

Jadi ... itu benar-benar memang seperti ini ya? Apa memang bergini cara berpikir gadis? Kai sendiri bukanlah seorang paranormal, tetapi Ia bisa melihat bahwa prediksi Reina menjadi kenyataan. Tepat saat dia memperingatkannya, saat dirinya harus memilih antara Jun atau Kotobuki telah tiba. Kotobuki mengatakan kalau dia ingin bergaul dengan mereka berdua di masa depan jadi Kai berharap kalau itu bisa berhasil, tapi kenyataannya, pemikirannya masih naif.

“...Maafkan aku.” Kai menggertakkan giginya melalui kegetiran dan rasa sakit untuk memberi Kotobuki jawabannya.

Persahabatan Kai dengan Jun tidak tergantikan baginya. Dirinya tidak bisa menjadi pacar Kotobuki jika itu harus membuang persahabatan di antara mereka berdua. Bahkan jika itu menyakitinya, Kai tidak bisa berbohong tentang perasaannya.

Itulah jawaban tegas yang ingin Kai berikan, tapi mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara sedikit pun. Kotobuki, seorang veteran dalam membaca bahasa tubuh orang, dengan cepat menghalanginya untuk melakukannya. Sebelum Kai bisa mengatakan yang jelas, mulutnya sudah dibungkan.

Dengan bibir Kotobuki.

Kotobuki telah menciumnya.

Pikiran Kai mulai kosong. Ia terkejut. Ini adalah ciuman pertama dalam hidup Kai. Dan mungkin juga hal yang sama berlaku untuk Kotobuki. Itu adalah serangan diam-diam yang tidak dapat diprediksi, serangan yang tidak bisa Ia hindari.

Kotobuki memejamkan matanya dan berdiri berjinjit untuk menawarkan bibirnya pada Kai. Sensasi lembut dipaksakan padanya. Penggambaran Manga dan sejenisnya biasanya membandingkan teksturnya dengan marshmallow, tetapi yang asli benar-benar berbeda. Pada kenyataannya, ciuman jauh lebih lembut; karakter mereka terlalu lembut dan licin untuk dianggap elastis. Jika ada marshmallow yang sensual di bibir, produk tersebut pasti akan laris manis.

...Tunggu, aku harus fokus di sini!

Kabut hilang dari pikirannya dan Kai tiba-tiba tersadar. Ia menyentakkan kepalanya ke belakang untuk melepaskan diri dari ciuman Kotobuki, tapi Kotobuki mencondongkan tubuh lebih jauh untuk mengejarnya. Kai mencoba meraih bahunya dan dengan lembut mendorongnya menjauh; dia tidak bisa begitu saja mendorong seorang gadis, tentu saja. Kai mengharapkan kulitnya yang terbuka menjadi lembut, tapi dia terkejut melihat betapa mungilnya Kotobuki, betapa berbedanya tubuh pria dan wanita.

Yah, mungkin Kotobuki sedikit berbeda. Kai sudah terbiasa dengan kontak fisik dari Jun dan dia tidak ingat dia merasa begitu rapuh. Itu sebabnya Ia memberikan perhatian ekstra pada tingkat kekuatan yang digunakan saat dengan hati-hati mendorong Kotobuki menjauh.

“...Apa kamu membenciku?”

“Aku tidak membencimu.”

“Tapi kamu tidak mencintaiku, ‘kan?”

“Aku tidak ingin bermain silat lidah semacam itu. Tidak untuk sekarang.” Itu hanya akan membuatnya sedih.

“Jika kamu menjadikanku sebagai pacarmu, aku bisa menciummu seperti itu setiap hari.”

“... Tolong hentikan, oke?”

“Jika kamu mau, Kai, aku bahkan bisa membiarkanmu melangkah lebih jauh...”

"Tolong hentikan. Kumohon padamu, Kotobuki?!”

Kai menggelengkan kepalanya. Ia tidak mempercayai kemampuannya untuk memberikan penjelasan apa pun, tidak peduli seberapa sederhananya, jadi Kai terus menggelengkan kepalanya lagi dan lagi dan lagi.

“Aku senang kamu merasa memiliki perasaan padaku, sungguh…” Kai tidak memiliki niat sedikitpun untuk menyalahkan atau memarahi Kotobuki. Dia adalah anak yang pemalu; tidak sulit untuk membayangkan bahwa dia pasti telah memikirkan banyak hal untuk melakukan sesuatu yang begitu berani. “Tapi jika begini caramu melakukannya, aku bahkan tidak akan bisa melihatmu lagi.”

Tak peduli seberapa banyak ciuman yang dilakukan Kotobuki padanya, Kai tidak pernah bisa menanggapi perasaannya. Ia memang memiliki libidonya sendiri, tapi hanya tubuhnya saja yang akan mengalami kesenangan itu, bukan hatinya. Jika Kotobuki terus mengejarnya bahkan setelah jelas kalau mereka berdua tidak bisa menjadi sepasang kekasih, maka Kai cuma memiliki satu pilihan: menolak Kotobuki sepenuhnya. Untuk tidak pernah melihatnya lagi. Hal tersebut mungkin akan menyebabkan rasa sakit dan kesedihan. Jauh lebih dari yang bisa dirinya tanggung.

Namun, apa Kotobuki bisa memahami itu? Saat mencengkeram bahu mungilnya, Kai melihat ekspresinya. Ia tidak bisa melihat apa-apa; Kotobuki menundukkan kepalanya seolah-olah dia tidak tahan melihatnya lebih lama lagi. Yang bisa ditangkap matanya hanyalah air mata yang mengalir di pipinya.

“Kotobuki!”

“...Maafkan aku, Nakamura.” Kotobuki berbalik dan menepis tangan Kai. Dia pergi melalui pintu ruang istirahat seolah-olah melarikan diri.

“Kotobuki, tunggu!”

“Aku akan meneleponmu nanti! Semangat buat pekerjaanmu! ”

Kotobuki membanting pintu hingga tertutup di belakangnya. Kai merasa ragu-ragu, tidak yakin apakah Ia harus mengejarnya atau membiarkannya, tetapi dia akhirnya memilih yang terakhir. Bukannya Ia bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja, dan Kotobuki mungkin sudah lama pergi saat dmenjelaskan situasinya kepada manajernya. Kai cuma bisa mempercayai kalau dia akan menepati janjinya tentang meneleponnya nanti.

“Keparat...”

Kai mendapati dirinya memaki-maki. Sosok Kotobuki saat berlari keluar dari ruang istirahat tampak lebih kecil dari yang pernah Ia lihat sebelumnya. Kai dipenuhi dengan penyesalan; seandainya saja Ia lebih dewasa, mungkin Ia bisa menangani situasi tanpa membuat Kotobuki menangis.

Tapi untuk dirinya yang sekarang, keputusan ini merupakan hal terbaik yang bisa dilakukan Kai. Jika Reina tidak memberinya peringatan itu — yaitu, jika Ia tidak mempertimbangkan kembali betapa pentingnya persahabatan Jun baginya — ciuman yang tiba-tiba itu mungkin telah menyebabkan dia menyerah pada dorongan anak remaja puber yang khas. Dengan kemungkinan itu, Kai setidaknya harus memuji dirinya sendiri karena berdiri teguh.

“Aaaaaaaaaaagh, sialannnnnnn!” Kai meraung dengan menyedihkan. Ia baru saja dicium oleh seorang gadis cantik seperti Kotobuki dan tidak merasa gembira sedikit pun. Dan itu pengalaman pertama kali baginya. Kai selalu melihat karakter yang ada di manga bertanya-tanya tentang seperti apa rasanya ciuman, tetapi sekarang setelah mengalaminya sendiri, Ia bisa mengatakan kalau berciuman tidak memiliki banyak rasa sama sekali.

Namun, ciuman pertamanya memiliki bekas rasa yang cukup buruk.

 

◆◆◆◆

 

Suasana hati Kai masih belum pulih pada hari berikutnya. Yang ada justru bertambah buruk.

Setelah makan siang, Kai langsung kembali ke kamarnya dan memeriksa smartphone-nya. Ia melihat obrolan LINE-nya dengan Kotobuki.

“Apa kamu sudah melihat Kimetsu no Yaiba hari ini?”

Itu adalah pesan yang Kai kirim pada pukul 12:04. Kotobuki tidak mengiriminya pesan berapa lama pun dia menunggu, jadi Ia mencoba memulai percakapan terlebih dahulu. Kecemasan sosial Kotobuki bukanlah sesuatu yang baru, jadi Kai berpikir kalau dia mengkhawatirkannya sepanjang waktu. Mungkin dia sangat menyesali apa yang terjadi. Mungkin dia tidak bisa mengumpulkan keberanian untuk memecahkan suasana canggung. Kai mempertimbangkan semua itu, jadi Ia mengambil inisiatif dan bertindak seolah-olah tidak ada yang terjadi. Ia menekan tombol kirim dengan harapan Kotobuki akan merespon seperti dirinya yang dulu.

Tapi pesan Kai bahkan tidak mendapatkan tanda terima baca.

[12:31] “Apa besok kamu ada waktu luang? Aku punya rencana dengan Jun. Apa kamu ingin bergabung?”

[12:36] “Jun pasti akan senang bertemu denganmu juga.”

[12:39] “Tentu saja, termasuk aku!”

[1:46] “Jika besok kamu sibuk, Kamu bisa memberi tahuku kapan ada waktu luang.”

[3:00] “Maaf, aku mau tidur malam ini.”

[9:12] “Selamat pagi.”

[10:01] “Aku tidak bermaksud mengganggu, tapi aku harap kamu bisa menanggapinya.”

 

Begitu banyak pesan yang dikirim Kai padanya, tapi sekarang sudah sore dan tidak ada satu pun yang terbaca. Dia benar-benar diabaikan.

Apa yang dia pikirkan?

Kai mengambil keputusan dan mencoba meneleponnya, tapi tidak berhasil. Tidak ada tanda-tanda Kotobuki akan mengangkatnya.

Apa dia sebegitu patah hatinya? Mungkin dia sulit move on...

Kai bisa berteori, tapi teori tetaplah teori dan tidak menghasilkan jawaban. Jika dia tidak pernah menjawab, maka Kai takkan pernah tahu. Tetapi ketika Ia terus memeras otaknya, satu pikiran menakutkan terlintas di benaknya.

Mana mungkin dia mencoba memutuskan kontak denganku ... kan?

Jika ya, maka Kai tidak bisa menyalahkannya. Ia memilih persahabatannya dengan Jun ketimbang Kotobuki. Wajar jika dia terluka begitu dalam sehingga jembatan di antara mereka selamanya terbakar. Tentu, ada kemungkinan kalau kesimpulannya itu salah. Tapi jika tidak...

Pikirannya berputar-putar di luar kendali. Setidaknya, Kai ingin melihat wajahnya.

Kami memiliki shift yang sama minggu depan, jadi tentu saja, aku akan menemuinya di sana ...

Tetapi apa dirinya harus menderita karena ketakutan ini sampai waktu itu? Tidak, bahkan pemikiran tersebut terlalu optimis; Kotobuki selalu bisa bolos kerja, atau mungkin bisa berhenti kapan saja...

“Ya ampun, ini sangat sulit sekali ...”

Kai melempar ponselnya dan menghela nafas. Bisakah dia menyelamatkan dirinya dari rasa perih ini jika mereka tetap berteman sepanjang waktu? Apa jauh lebih baik jika Ia berpura-pura tidak memperhatikan perasaan Kotobuki? Apa protagonis tidak peka yang sering Ia lihat dalam fiksi sebenarnya sosok panutan dalam berurusan dengan hubungan romantis?

Kai tidak bisa menemukan jawabannya, dan waktu segera habis. Bel pintu berbunyi, artinya Jun sudah ada di sini. Ia harus merubah suasana hatinya; Jun tidak tahu apa-apa, jadi Ia tidak ingin wajahnya yang murung memberi Jun petunjuk.

 

◆◆◆◆

 

“Selamat Ciaanggggg!”

Jun muncul dengan bahagia seperti kerang. Matanya melirik ke sekeliling kamar Kai begitu dia memasukinya.

“Cari sesuatu?”

“Ya, Hotey. Tahu sendirilah, kalau-kalau dia ada di sini.”

“Yah sayangnya, dia tidak ada di sini. Percayalah padaku, aku akan memberitahumu jika memang begitu.”

“Tapi bagaimana jika kamu ingin mengejutkanku?”

“Baiklah, aku akan mengingatnya di ulang tahunmu. Tunggu saja sam[ai di bulan Desember. ”

“Kamu mengingat hari ulang tahunku? Apa ini yang namanya cinta?!”

“Tidak, itu karena kakakmu.”

Gamer hardcore yang sangat dikagumi Kai, jyunjyun1203, dengan bangga menampilkan ulang tahun Jun di empat digit terakhir di nama akun online-nya.

“Aku tidak bisa menunggu sampai Desember,"”rengek Jun sambil duduk di tempat tidur. “Aku ingin bermain dengan Hotey sekarang!”

“Baiklah, tapi nanti, segera." Kai melakukan yang terbaik untuk membalasnya dengan tenang. Ia tidak memberi tahu Jun bahwa dia mungkin takkan melihatnya lagi.

“Seberapa cepat? Lima menit?”

“Itu sih terlalu cepat.”

“Lalu, besok?”

“Apakah aku perlu mengingatkanmu kalau Kotobuki memiliki kehidupannya sendiri?”

“Yah apa boleh buat, kurasa aku akan puas bermain denganmu saja.”

“Ini suatu kehormatan dan hak istimewa.”

Jun meraih remote dan menyalakan dua TV saat dia dan Kai bertukar salam tinju ramah. Seolah-olah bisa bertukar telepati, Kai meraih dua pengontrol PS4—bukan pengontrol Switch—dan menyerahkan satu kepada Jun.

“Bagaimana kalau kita bermain Tank? Atau bermain Warship? Atau mungkin...”

“Mari kita mulai dengan Monster Hunter!”

“Sudah kuduga.”

Percikan Iceborne telah menghidupkan kembali gairah mereka untuk serial ini. Salinan Dunia mereka tidak meninggalkan konsol mereka. Tetap saja, mereka sudah terbiasa dengan permainan ini setelah memainkannya puluhan jam, jadi ini bukan sesi berburu yang serius dan lebih banyak kesempatan untuk mengobrol sambil menekan beberapa tombol.

“Jun, apa kamu sudah melihat Kimetsu no Yaiba?”

“Belum, tapi aku sudah merekamnya.”

“Adegan udon itu lucu!”

“Enggak boleh ada spoiler!”

“Kamu ‘kan sudah membaca manganya!”

“Tapi sekarang aku tidak bisa menangis dengan gembira karena adegan udon berhasil ditayangkan di anime!”

“...Aku sungguh minta maaf.”

“Syukurlah kalau kamu mengerti.”

“Lalu, apa kamu masih ketinggalan buat nonton Bokutachi wa Benkyou Dekinai?”

"Ya. Aku menghabiskan tadi malam di rumah Reina untuk menginap.”

“Wow. Pasti seru sekali, ya.”

“Tentu saja, itu sangat menyenangkan! Sayang sekali kami harus tidur lebih awal karena Reina bekerja pagi ini.”

“Menjadi pro kedengarannya sulit. Rasanya seperti dia kehilangan hampir semua hari Minggunya.”

“Ngomong-ngomong, itu sebabnya aku harus melakukan jalan malu pagi ini.”

“Wow, Myaakawa sudah dewasa sehingga dia bahkan tidak malu karenanya. Bagaimana bilangnya ya, kedengarannya cabul.”

“Heh, jika kamu ingin cabul, kamu seharusnya melihat pakaian dalam yang dibawa Nocchi.”

Jun tertawa terbahak-bahak. Kebetulan, Nocchi adalah teman Jun, anggota gadis-gadis populer di geng Reina, pemain jagoan voli di tim bola voli, dan juga seorang gadis tinggi, seksi dengan payudara besar dan kulit cokelat karena berjemur yang sehat.

“……”

“Oh, apa kamu baru saja membayangkannya? Iya ‘kan?”

“Jun, kamu sangat kejam! Hati polos seorang remaja bukanlah mainan yang bisa dipermainkan sesukamu! Dasar brengsek!”

“Asal kamu tahu, aku sempat memfotonya. Mungkin aku bisa menunjukkannya jika kamu bisa menebak warnanya dengan benar.”

“Beneran nih? Lebih baik tarik kembali perkataanmu, karena kamu pasti tidak ingin aku menjadi serius. ” Kai adalah pria yang akan menerima tantangan apa pun untuk mendapatkan hadiahnya.

“Serius, beneran. Oke, kamu punya waktu sepuluh detik, dan...... coba tebak!”

“Cokelat tua!”

“Ugh… kamu benar… Aku berani bersumpah kalau kamu akan mengatakan hitam. Aku jadi agak merinding ...”

“Itu bukan kuis jika jawabannya sejelas itu. Aku tidak tertarik pada pertanyaan jebakan!”

“Aku jadi merinding ketika kamu seriusa memikirkan ini.”

“Baiklah, serahkan barangnya, cepat.”

Pria yang menerima tantangan apa pun sekarang menuntut hadiahnya. Mereka baru saja mencapai titik dalam pelacakan monster di mana permainan berpindah area, jadi mengintip sebentar ke layar smartphone takkan menghalangi perburuan mereka.

“Baiklah,” kata Jun, mengerucutkan bibirnya. “Janji adalah janji.”

Dia mengoperasikan pengontrolnya dengan satu tangan dan membuka kunci layar smartphone-nya dengan tangan lainnya. Dia kemudian dengan enggan mengarahkan layar ponselnya ke Kai.

Nocchi dengan celana dalamnya Nocchi dengan celana dalamnya Nocchi dengan celana dalamnya Nocchi dengan celana dalamnya Nocchi dengan celana dalamnya...

Kai menelan ludah sebelum melirik ke samping untuk menikmati kemuliaan penuh dari lingerie cokelat tua yang cabul...yang diletakkan rapi di lantai. Tentu saja, Nocchi, eh, tidak terlihat di mana pun.

“Jun, kamu menipuku! Kamu memperlakukan hati polos seorang remaja puber sebagai mainanmu!”

“Aku tidak berbohong, dan aku tetap mempertahankan kesepakatanku! Salahmu sendiri yang membayangkan hal aneh-aneh. Oh, Kai kecilku yang malang, kamu harus belajar mempertahankan pikiran yang jernih.”

“Aku menuntutmu karena sudah menawarkan iklan palsu!”

“Silakan dan coba. Kita berdua sama-sama tahu kalau kamu masih terangsang.”

Glek.”

Kai meringis saat tebakan Jun tepat sasaran. Bahkan foto sederhana bra dan beberapa celana dalam berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih kuat ketika mengetahui kalau ada seorang teman memakainya. Itu sangat panas.

“Orang cabul! Waspada, awas ada orang mesum! Kamu akan masuk penjara horny! ”

“Dengar, semua cowok sama-sama mesum. Itu benar!”

Suara Kai memekik saat berusaha membela diri dari ejekan Jun.

Keduanya tertawa riuh saat melanjutkan permainan mereka dan olok-olok bodoh yang biasa. Momen santai namun berharga ini adalah obat mujarab bagi hati Kai yang lelah. Mungkin dirinya masih anak-anak, atau mungkin dia belum dewasa. Tapi Kai masih merasakan hal yang sama, bahkan setelah semua ini: seorang teman lebih baik daripada pacar. Jauh lebih baik.

Kai memang merasa sedih jika tidak pernah melihat Kotobuki lagi, tetapi Ia tidak menyesal memilih persahabatannya dengan Jun. Cuma itulah yang Ia yakini.

 

◆◆◆◆

 

Setelah momen berburu mereka selesai, keduanya melihat ke layar hadiah mereka. Kai dengan santai memeriksa item yang didapatkan secara acak tanpa kegembiraan atau decak lidah, ketika tiba-tiba...

“Hei, Kai?” tanya Jun, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

“Hm?” jawab Kai sambil terus menggerakkan pengontrolnya. “Ada apa?”

“Apa ... ada sesuatu yang terjadi?”

Suara Jun terdengar acuh tak acuh dan dia tidak mengalihkan perhatiannya dari TV-nya, tapi dia langsung memotong ke arah pengejaran. Kali ini, Kai tidak bisa langsung menjawab. Satu-satunya reaksinya adalah menghentikan jari-jarinya. Tapi Jun menganggap keraguannya sebagai isyarat untuk menekan masalah ini.

“Apa terjadi sesuatu antara kamu dan Hotey?”

Dia benar-benar gadis yang sangat peka. Cara dia menatap layar dan nadanya yang santai hanyalah menunjukkan itikad baik. Hal pertama mengisyaratkan kalau dia cukup perhatian untuk tidak mencampuri reaksinya, dan yang terakhir menyiratkan bahwa dia tidak bermaksud menyalahkannya.

Tidak ada satu pun yang bisa kusembunyikan darinya, erang Kai pada dirinya sendiri.

“...Apa yang membuatmu berpikir begitu?”

“Biasanya, kamu akan marah dan mengatakan sesuatu seperti 'Tidak ada gunanya mengalahkan Kulve Taroth tanpa merusak tanduknya' atau 'Quest ini pada dasarnya gagal.'

“Yah, maaf saja kalau aku ingin menjadi efisien!”

“Intinya, kamu kurang fokus dari biasanya, jadi kupikir ada sesuatu yang terjadi.”

“...Meski ada sesuatu, tapi apa yang membuatmu berpikir itu ada hubungannya dengan Kotobuki?”

“Karena ketika aku bertanya tentang Hotey, kamu menghindari pertanyaan itu dan mengatakan akan segera. Biasanya, kamu akan menjadi orang yang melangkah lebih jauh dan bertanya kapan. ”

“Hanya itu yang kamu butuhkan untuk menyimpulkannya? Memangnya kamu ini seorang cenayang ?! ”

Kai benar-benar terkejut. Tapi Jun terus melanjutkan.

“Ya, itu saja yang kubutuhkan,” kata Jun sambil tersenyum. Dia akhirnya meletakkan konsolnya ke samping dan berbalik menghadap Kai. “Aku tidak perlu membaca pikiranmu. Yang namanya teman sejati pasti bisa mengetahui hal semacam ini.”

“Lagi-lagi dengan kalimatmu yang cringe,” kata Kai. Ia bermaksud membuat lawakan, tapi sebenarnya Ia cuma menyembunyikan rasa malunya sendiri karena pemikirannya dibaca seperti buku. Tidak cukup sampai di situ saja, Jun lalu mendekatinya sehingga membuat wajahnya merah padam. Kau berharap kalau dia tidak—dia mempunyai aroma yang wangi.

“Baiklah, penjahat, saatnya untuk berterus terang. Apa kamu bertengkar dengan Hotey?”

“Tunggu, kenapa ini malah berubah jadi kejahatan sekarang?”

“Ya, dan sampai jumpa lagi di penjara!”

Jun menyeimbangkan interogasinya yang memusuhi dengan menggosokkan bahu dan pipinya ke badan Kai. Demi privasi Kotobuki, Kai tidak bisa memberikan terlalu banyak detail tentang apa yang terjadi. Dan Jun tidak mengorek terlalu jauh, dia justru memilih untuk melingkarkan lengannya di leher Kai dan menariknya untuk berdekapan dengannya. Kai tidak melawan; dia menggeser posisinya untuk membiarkan wajahnya menempel di wajah Jun.

“Ayo bilang cheese untuk selfie genit!” teriak Jun saat dia tiba-tiba mengeluarkan smartphone-nya.

“Tunggu, apa yang sedang kamu lakukan?! Aku punya firasat buruk tentang ini ...”

“Dan dikirim ke Broyalty!”

“Tidak, jangaannnnnnnn!!! Ia pasti akan membunuhku!”

“Ayolah, jangan ributin masalah sepele.”

Kai merasa nyawanya terancam, tapi nasi sudah menjadi bubur. Pesan yang dikirim tidak dapat ditarik kembali. Dan benar saja, smartphone di saku Kai mulai bergetar cuma dengan selang waktu tiga detik saja. Ia langsung mendapat telepon. Kai, tubuhnya gemetar sama kuatnya, memeriksa layar untuk memastikan. Ternyata itu panggilan dari Royalteach. Ia mempertimbangkan untuk berpura-pura tidak menyadarinya, tetapi menunda panggilan ini pasti akan lebih berdampak padanya nanti.

“H-Halo,” jawab Kai, sudah menyiapkan akan dikunyah.

“Ya ampun... Jun sama sekali tidak pernah dewasa. Dia sangat susah diatur, ‘kan? ”

Kai agak segan dengan apa yang diucapkan dari sisi lain telepon. Royalteach mungkin marah karena kurangnya sapaan dan suara pelan yang dia ajak bicara, tapi sepertinya dia tidak mengarahkannya padanya. Kai sangat terkejut sehingga dia tidak segera menjawab.

“Dia sangat susah diatur, ‘kan ?!”

“Oh, benar! Ya, kejahilannya sangat susah diatur! ”

“Senang rasanya mendengarmu setuju. Sekarang, bukannya kamu juga setuju bahwa itu sudah tanggung jawabmu untuk menjadi orang dewasa yang masuk akal di sekitarnya? ”

“Kuakui kalau aku masih anak-anak, tetapi aku sangat menghargai tanggung jawab! Foto ini hanyalah simbol persahabatan kami dan sama sekali tidak lebih!”

“Senang mendengarnya. Jangan membuatku menyesal telah menaruh kepercayaanku padamu.”

Dan dengan itu, Royalteach menutup telepon.

“Sudah dibilangin,” kata Jun dengan nada riang. “Semuanya bakal baik-baik saja. Broyalty sudah menerima persahabatan kita.”

“Kamu bikin aku jantungan saja. Tolong jangan membuatku mengalami itu lagi.”

Kai memprotes tidak peduli apa pembelaan Jun, tapi Ia tidak begitu bodoh terhadap fakta kalau Royalteach mengakui persahabatan mereka.

Royalteach sangat memanjakan adiknya, jadi pada awalnya Ia tidak menerima persahabatan Jun dan Kai. Dia tetap tegas saat berkata, “Enggak boleh ada perbuatan yang tidak pantas!” dan, “Jangan pernah main mata dengan Jun lagi!”

Kai mulai muak, menerobos masuk ke rumah Miyakawa, memberi Royalteach sedikit pikirannya, dan kemudian menantangnya untuk duel Monster Hunter supaya membiarkan mereka berdua bisa bermain bersama lagi—bukan berarti Kai cukup mengerti bagaimana Royalteach mendadak merubah perasaannya.

Saat ini, hubungan Kai dan Royalteach cukup dekat untuk bermain game bersama ketika ada waktu.

Kai tiba-tiba teringat seluruh rangkaian kejadian itu. Jun telah membuatnya ingat.

“Asal kamu tahu,” bisik Jun saat melingkarkan lengannya di leher Kai dan menariknya lebih dekat, “Aku hanya bertingkah sok tegar ketika aku menyuruhmu untuk tidak datang ke rumahku saat itu. Aku sangat senang ketikakamu muncul. Aku benar-benar... sangat bahagia.”

Jun mengungkapkan rasa terima kasih sebanyak kata-katanya. Tapi Kai menangkap sisa dari apa yang dia coba katakan; khususnya, dorongan di balik kata-kata itu. Batin Kai begitu terguncang oleh apa yang terjadi, dirinya harus menemui Kotobuki. Jangan banyak berpikir, tinggal terobos masuk saja. Itulah Nakamura Kai yang dia kenal. Itulah cowok yang selalu dia dukung!

“...Akulah yang seharusnya berterima kasih padamu, Jun.” Kai merasakan beban rasa terima kasihnya dalam setiap kata... sebelum dengan cepat beralih ke permintaan maaf. “Maaf, tapi aku harus pergi!"

Rasanya sangat disayangkan; Jun telah membuat rencana dan datang jauh-jauh ke sini untuk main, tapi Kai harus menerobos masuk ke tempat Kotobuki. Atau begitulah maksud Kai, tapi Jun tidak membiarkannya mengulangi hal yang sudah jelas.

“Maaf Kai, aku baru mengingat ada urusan yang harus kulakukan juga!”

Jun menepuk bahu Kai dengan lengan yang melingkari Kai sebelum tiba-tiba berdiri.

“Hah? Urusan apa?”

“Aku mau berbelanja dengan Reina hari ini,” kata Jun sambil melambaikan tangannya dan dengan santai berjalan keluar.

Dasar pembohong, pikir Kai. Bukannya kamu barusan tadi bilang kalau Reina sedang ada pekerjaan hari ini.

Tentu saja, Kai tidak begitu bego untuk mengatakan itu dengan keras. Ia dibuat semakin bersyukur atas betapa perhatian temannya itu.

Namun, saat Jun pergi, dia mengintip melalui pintu yang sedikit terbuka dan mengajukan satu permohonan.

“Aku tidak bisa menunggu sampai Desember. Aku ingin bermain dengan Hotey sekarang juga!”

“Woke. Aku akan membicarakannya dengan Kotobuki dan membuat beberapa rencana.”

Kai memberi tahu Jun kalau dirinya sudah mendengarnya dengan keras dan jelas. Setelah sahabatnya memberinya dorongan yang dibutuhkan dan membuka jalan, Ia tidak bisa membiarkannya pergi dengan ucapan terima kasih. Dirinya harus memberinya dorongan yang setara dengan apa yang sudah Jun berikan padanya.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama