Chapter 04 — Panduan Sepuh untuk Menyambut Pemula (Hei, Bagaimana Dengan Permainan Kooperatif?)
Setelah
menghabiskan es krim mereka, alur obrolan mereka sekarang beralih ke game apa
yang harus mereka mainkan. Kai masik duduk di atas kasurnya sembari di apit dua
gadis dan menghadap layar.
“Apa
yang biasanya kalian berdua mainkan?”
Kai
dan Jun saling memandang untuk merenungkan pertanyaan yang diajukan Kotobuki.
“Kurasa
Tanks dan Warships?”
“Kami
juga kadang-kadang memainkan Monster
Hunter.” Baru sepuluh hari yang lalu tanggal rilis untuk ekspansi besar-besaran
Iceborne diumumkan, hal tersebut
menyebabkan banyak teriakan gembira dan tos antara Jun dan Kai.
“Tanks dan Warships membutuhkan kemampuan teknis, jadi mari kita sampingkan
itu dulu untuk saat ini.”
“Apa
kamu pernah bermain Monster Hunter,
Hotey?”
“Maaf.
Adik laki-lakiku tampaknya memainkannya di 3DS-nya, tapi kalau secara pribadi…”
Kotobuki
menggelengkan kepalanya bolak-balik untuk meminta maaf. Melihat perilaku
menggemaskan ini membuat Jun bangkit kembali dari rasa sakit di dadanya. Dia
tampaknya selalu melodramatis dalam segala hal.
“Lalu,
Kotobuki, game apa yang biasanya kamu mainkan?” Kai balik bertanya sebagai
balasannya.
Kotobuki
adalah seorang otaku anime. Dia adalah penonton hardcore yang memastikan untuk
menonton episode pertama dari setiap anime setiap musim untuk melihat sendiri
anime mana yang sesuai dengan seleranya.
Sebaliknya,
dia tidak terlalu sering mengikuti manga atau novel ringan. Terutama manga—dia
selalu membatasi wawasannya dengan mengatakan kalau manga terlalu cepat untuk
dibaca, memberikannya sedikit hiburan untuk biayanya. Tentu saja, Kotobuki baru
lulus jadi anak SMP baru-baru ini, dan dia hanya memiliki pengalaman kerja
selama tiga bulan. Kai membaca kalimat yang tersirat dan dapat menyimpulkan
kalau dia hanya bisa membeli beberapa dari sedikit uang saku yang diberikan
kepadanya, jadi di satu sisi, rasanya sangat masuk akal bahwa media pilihan
utamanya adalah yang bisa dia tonton secara gratis.
Tapi
sekarang, setelah dipikir-pikir lagi, Kai tidak pernah mendengarnya bercerita
tentang pengalamannya bermain game.
“Adikku
punya Switch. Terkadang kami bermain Mario Kart, Smash, dan sejenisnya
bersama-sama. Walaupun, menyebutnya 'bermain'
rasanya sedikit terlalu berlebihan ...”
Pilihan
kata-katanya dengan jelas menyiratkan bahwa dia tidak terlalu hebat dengan game
aksi. Kai menoleh ke arah Jun dan mereka saling menatap dengan penuh
pengertian.
“Aku
tidak memiliki PS4. Adikku ingin memilikinya, tapi…”
“Ya,
harganya terlalu mahal.”
Bahkan
di antara lingkaran teman Kai, cuma segelintir orang yang bisa memiliki
keduanya. Umumnya, kebanyakan orang lebih memilih konsol berdasarkan permainan
yang ingin mereka mainkan, jika mereka atau orang tua mereka mampu membeli
salah satunya. Dalam hal itu, Kai dan Jun mungkin diberkati memiliki keluarga
yang sangat memahami game sehingga mereka dapat mengumpulkan kedua konsol saat
masih duduk SMP.
“Nah,
bagaimana dengan mobile games?” Anak
remaja jaman sekarang hampir memiliki satu kesamaan: banyak dari mereka
memiliki smartphone meski tidak memiliki konsol game.
“Ah,
itu ya… aku adalah tipe pemain F2P
biasa yang cuma memainkannya sesekali. Aku dan teman-temanku memainkan School Idol Festival untuk waktu yang
lama, dan aku menikmati permainan DanMemo
karena karakternya yang lucu, chibi, dan ceritanya yang luar biasa.”
“Kalau
FGO gimana?!” tanya Kai, sedikit
memaksa, tentang game yang paling membuatnya ketagihan. Ia menginginkan teman
seperjuangan.
“Kalau
FGO gimana?!” tanya Jun, dengan nada
seruan yang hampir sama, tentang game yang paling membuatnya ketagihan. Dia
sepertinya menginginkan teman seperjuangan.
“M-Maafkan
aku... Aku tertarik karena animenya tayang di musim gugur...tapi aku selalu
membayangkannya sebagai game yang membutuhkan investasi besar untuk
franchisenya,” keluh Kotobuki. Kedengarannya seperti dia tidak dapat menemukan
kesempatan untuk memainkannya. “...Eh, apa lebih baik jika aku mulai
memainkannya?”
“...Tidak,
Hotey, aku takkan memintamu untuk melakukannya sejauh itu.”
“...Ya,
Jun benar. Game bukanlah sesuatu yang harus kamu mainkan dengan paksa.”
Sementara
Kai dan Jun berkata jujur, kekecewaan mereka juga nyata. Kotobuki, mengingat
harga dirinya yang rendah, menganggapnya terlalu pribadi dan segera bertindak
seperti sedang berada di pemakaman.
“T-Tapi
hei, kita datang ke sini bukan untuk bermain mobile games, kan?”
“Y-Ya,
ayo kita pikirkan game yang bisa kita mainkan bersama!”
“Be-Benar
sekali, obrolan kita jadi melenceng!”
Pokoknya,
mereka bisa mengetahui kalau Kotobuki tidak terlalu berpengalaman dengan game.
Tidak bisa bermain di game aksi memberi hambatan tambahan pada apa yang bisa
mereka lakukan bersama; kebanyakan game yang dibuat untuk dimainkan oleh banyak
orang cenderung berorientasi pada genre aksi.
“A-Aku
sedikit jago memainkan Mario Kart! Aku
bisa membuktikannya dengan adikku. ”
Kotobuki
membaca suasana dan dengan pose imut mengepalkan tinjunya untuk meyakinkan
mereka. Jun mencengkeram hatinya sekali lagi sambil menangis tentang betapa
manisnya Kotobuki. Kai memilih untuk mengabaikannya.
“Oke,
Kotobuki, berapa rekormu di Reruntuhan Thwomp dalam percobaan waktu?”
“Hah?
Rekorku?” Kotobuki, seorang gamer kasual, tampak bingung apakah dia seharusnya
tahu begitu saja. Dua gamer hardcore di sampingnya saling memandang dengan
tatapan terkejut karena dia tidak mengetahuinya. “Bi-Biarkan aku mencobanya!”
“Aku
suka dengan semangatmu!”
“Aku
mendukungmu, Hotey!”
Kai
menyalakan Switch-nya dalam mode TV dan menyerahkan Joy-Con kepada Kotobuki. Dia membuka mode Time Trials dengan tekad
kuat layaknya seorang prajurit berjalan menuju medan pertempuran. Kai dan Jun
mengalihkan pandangan mereka ke TV dengan tegang.
Apa
yang mereka lihat adalah Putri Persik yang belum pernah mendengar kata “drift” dalam hidupnya dan menabrak
setiap Thwomp di lintas balapan. Rekor waktunya lebih baik tidak diungkapkan.
Kai
dan Jun segera berkomunikasi melalui tatapan gugup.
Waduhhhh! Jun, aku tidak bisa memikirkan
bagaimana kita bisa membuat cukup banyak rintangan untuk memainkan game yang
sebenarnya!
Apa yang harus kita lakukan, Kai? Aku tidak
ingin membully Hotey!
Kotobuki
bergidik saat dia mencengkeram Joy-Con-nya. Dia terlalu tidak stabil secara
emosional dan terlalu fokus pada apa yang dipikirkan orang lain untuk tidak
mengerti apa arti pandangan mereka.
"Maaf...
aku memang payah, maafkan aku...”
“J-Jangan
khawatirkan itu! Satu-satunya skor yang penting dalam sebuah game adalah apa
kamu merasa bersenang-senang!”
“...Benar,
dan bermain Mario Kart denganku...tidak
akan menyenangkan bagi kalian berdua...”
“I-Ini
pasti akan menyenangkan! Jun Nee-san ini tahu cara bermain dengan handicap!”
Meskipun
dia dihibur di kedua sisi, Kotobuki masih menurunkan bahunya dengan sedih. Yah,
Kai tidak yakin bahwa komentar Jun bisa dianggap menghibur.
“Apa
yang harus kita lakukan, Kai?”
“Kamu
menyuruhku buat menyelesaikan ini ?!”
“Ayo,
kamu ‘kan satu-satunya cowok di sini, kamu pasti bisa melakukannya! Tolong,
selamatkan aku dan Hotey!”
Jun
mengeluarkan suara genit segera setelah itu sesuai dengan kebutuhannya. Kai
tidak dapat menyangkal kalau dirinya harus melakukan sesuatu. Setelah beberapa
pemikiran, Kai memikirkan sebuah ide.
“Oh
ya, ayo main game kooperatif.”
Game
kompetitif akan jadi berantakan jika perbedaan tingkat keterampilan antara
pemainnya terlalu lebar. Itu hanya berubah menjadi sesi intimidasi. Tapi dengan
permainan kooperatif, jika satu orang tidak berpengalaman, maka dua lainnya
bisa membantunya dan memberi dukungan. Hal tersebut akan membuat orang
bersemangat dan bahkan memperdalam ikatan. Ini adalah cara efektif bagi seorang
gamer berpengalaman untuk menyambut seorang pemula.
“Jika
kita ingin bekerja sama, kurasa Tanks?”
“Yang
itu terlalu rumit, gimana kalau Monster
Hunter?”
“Entahlah,
kurasa itu cukup sulit bagi pemula juga…”
“Ah,
ya, itu memang tidak bisa disangkal ...”
Dan
begitulah kesimpulan panduan gamer ahli untuk menyambut seorang pemula. Terima
kasih atas dukungannya, nantikan karya Nakamura Kai selanjutnya.
“Jangan
khawatir, Nakamura. Aku yakin kalau game itu patut dicoba. ” Kotobuki
mengepalkan tangan dengan menggemaskan meski faktanya wajahnya tampak pucat.
Jun mengepalkan hatinya kesakitan saat dia melanjutkan tentang betapa imutnya
Kotobuki.
Kai
sedikit khawatir, tapi Ia tetap menyalakan PS4-nya. Mereka cuma mencobanya,
jadi dia membiarkan Kotobuki menggunakan karakternya yang memiliki peralatan
maksimal. Kai akan memasangkan karakter tersebut dengan baju besi Arch-Tempered lengkap dan menyuruh
Kotobuki memburu bos pertama (dan
terlemah) yang akan dia temui dalam cerita, monster Jagra Agung peringkat
rendah. Ia lalu membicarakannya dengan Jun.
“Satu-satunya
masalah adalah senjatanya ...
Monster Hunter memiliki variasi senjata yang berbeda mulai
dari pedang dan perisai hingga senapan. Senjata yang kamu pilih sangat
memengaruhi caramu bermain. Jika seseorang bertanya pada Kai, Ia akan menjawab
kalau menggunakan lima senjata berbeda membuat permainan lima kali lebih
menyenangkan. Memang sedalam itu,
tapi itu juga membuat pertanyaan tentang senjata apa yang harus diberikan
kepada Kotobuki menjadi lebih rumit. Memintanya menggunakan persenjataan yang
berorientasi pada ahli seperti tombak atau senjata busur berat adalah hal yang
mustahil.
Kai
dan Jun mencapai kesimpulan mereka pada saat yang sama.
“Ya,
seorang pemula harus menggunakan pedang besar.”
“Ya,
seorang pemula harus menggunakan pedang dan perisai.”
Untuk
sesaat, ada percikan keluar dari tatapan yang mereka arahkan satu sama lain.
“Inti
dari Monster Hunter adalah menemukan
celah dalam serangan monster dan memanfaatkannya. Dan pedang besar adalah pria
menggemaskan yang akan mengajarimu hal itu. ”
“Permisi?
Kegembiraan dari Monster Hunter
adalah menekan tombol untuk menciptakan kombo yang epic itu! Cuma ada satu
pilihan: pedang dan perisai atau pedang ganda!”
“Itu
namanya dua pilihan! Pokoknya Jun, inilah mengapa kamu tidak pernah jago! Kamu
terus menyerang tanpa sabar! Aku hanya punya begitu banyak Lifepowders.
Bagaimana kalau kamu mempelajari beberapa dasar pedang besar?”
“Hahh?!
Emangnya kamu tidak tahu kalau setiap majalah, panduan strategi, dan situs web
yang pernah dibuat, merekomendasikan supaya pemula menggunakan pedang dan
perisai, bukan? Senjata default juga mengharuskanmu
pakai pedang dan perisai!! ”
Argumen
Kai dan Jun memanas, tapi...
“...Aku
minta maaf, tapi bolehkah aku meminta kalian untuk tidak bertengkar atas sesuatu yang tidak aku pahami?”
Cara
Kotobuki tersenyum saat api berkobar di matanya agak menakutkan, jadi keduanya langsung
diam.
“Y-Yah,
itu perlengkapan dari karakterku, jadi bagaimana kalau kita mencoba pedang
besar?”
“Itu
sama sekali tidak masuk akal, tapi aku tidak ingin Hotey marah, jadi tentu
saja.”
Jadi,
mereka dengan lancar mencapai kesepakatan bersama. Kotobuki akan menggunakan
pedang bensar—senjata terkuat dalam game, the
Wyvern Ignition “Impact”. Mereka ingin dia menikmati permainan ini dengan
pertempuran yang pasti dia menangkan. Mereka ingin dia, jika beruntung, bahkan
mungkin melihat apa yang membuat permainan ini begitu istimewa. Itu adalah
perasaan jujur Kai dan Jun. Ya, mereka ingin Kotobuki
merasakan sensasi berani menantang monster yang lebih besar dari dirinya (walaupun dia dijamin menang) dengan
senjata yang dia tempa sendiri (walaupun
Kai memberinya senjata terkuat dalam game). Mereka ingin dia merasakan
dorongan utama yang bisa diberikan oleh menyerang dan menebas monster raksasa
sambil menari di sekitar rentetan serangannya. Itu adalah harapan yang
ditanamkan pada pengontrol yang mereka berikan padanya.
“Aku
mulai,” kata Kotobuki. Dia mencengkeram konsol dengan motivasi baru. Karakter
yang dia kendalikan berkeliaran di hutan di dalam game. Pada awalnya dia merasa
gugup, tetapi dia menjadi lebih santai ketika menjelajahi dengan bebas dunia di sekitarnya.
“Grafis
PS4 sangat mengesankan. Hutannya terlihat sangat realistis.”
“Apa
aku cuma perlu mengikuti cahaya cantik ini?”
“Ah,
jadi aku bisa memanen jamur besar ini. Meski aku tidak bisa bilang kalau warna
itu terlihat sangat menggugah selera.”
“Aku
terkesan bahwa karakter pemburu ini bisa bernapas di bawah air.”
Komentar
Kotobuki datang satu demi satu. Memiliki banyak hal untuk dikatakan adalah tana
bahwa dia menikmati dirinya sendiri. Dia tidak terbiasa dengan skema kontrol
unik Monster Hunter, jadi gerakan
karakternya sedikit canggung dan dia sering keluar jalur. Tetap saja, dia
semakin dekat dengan Jagra Agung.
Kai
dan Jun membantunya merasa diterima; mereka setuju dengan komentarnya,
melontarkan lelucon, dan memberinya banyak nasihat jujur. Veteran seperti
mereka takkan memikirkan jamur yang tumbuh di hutan. Mereka akan berbaris
seperti seorang prajurit karir langsung ke sarang bos monster, di mana mereka
akan memburunya, mengulitinya, dan mendecakkan lidah mereka jika mereka tidak
mendapatkan bahan langka. Itu hanya kesibukan sehari-hari bagi mereka. Tapi
melihat Kotobuki menikmati dirinya sendiri membuat Kai bernostalgia saat
mengingat kembali kegembiraannya di awal-awal permainannya.
Namun,
waktu bersenang-senang sudah berakhir.
Karakter
Kotobuki akhirnya mencapai monster bos. Monster Jagra Agung tampak seperti
persilangan antara katak dan buaya; sosok monster yang menyeramkan, tapi entah
bagaimana masih terlihat konyol. Monster tersbeut berjalan di sekitar
semak-semak, tampaknya tidak menyadari kehadiran Kotobuki. Tapi Kotobuki tidak
mencoba mendekatinya. Dia hanya berkeliaran di bagian bawah layar.
“Apa
yang sedang kamu lakukan, Kotobuki?”
“A-Aku
terlalu takut untuk mendekat.”
“Ini
cuma game, jadi cepat serang monster itu dan mulailah menebas!”
“Tapi
aku takut...”
Sepertinya
Kotobuki adalah tipe orang self-insert
ke dalam karakter yang dia mainkan. Tipe yang mengatakan “aduh” setiap kali karakter game mereka terkena pukulan atau
mengayunkan badan mereka saat bermain game balapan. Orang-orang seperti itu ada
banyak di luar sana.
“Jangan
khawatir, Hotey. Dengan zirah besi yang kamu pakai, makhluk macam itu takkan
bisa mengunyahmu dan kamu hampir tidak menerima kerusakan apa pun. Kamu juga
takkan mati. Atau apa kamu ingin Jun Nee-san ini menunjukkan caranya? ”
“Ti-Tidak
perlu. Aku mulai menyerang.” Jun membujuk dan menawarkan bantuan, tapi itu
justri menciptakan efek sebaliknya dan memotivasi Kotobuki untuk menyerang.
Jagra
Agung masih belum menyadari keberadaaan karakternya. Moster itu cuma duduk di
sana dengan pantat menghadap layar, nyaris tidak bergerak sama sekali. Ini
adalah quest paling mendasar, jadi tingkat kesulitannya rendah. Karakter
Kotobuki maju semakin dekat, dengan gerakan yang tersentak-sentak seperti
biasanya. Jadi karakternya mengayunkan pedang besar yang lebih besar dari
tubuhnya. Itu adalah pemandangan yang dramatis dan mencolok; terlihat konyol
dalam kenyataan, tapi mungkin terjadi di dunia game. Dan begitu pedang Kotobuki
mengayun menyilang, pedang itu secara dramatis menghantam...tanah tepat di
sebelah kaki Jagra Agung. Ya, ini adalah kekalahan yang dramatis.
Ini
menjamin percakapan lain melalui pandangan gugup antara Kai dan Jun.
Daf*c! Jun, bagaimana serangannya bisa
meleset melawan sesuatu yang tidak bergerak?!
Apa yang harus kita lakukan, Kai? Inilah yang
terjadi ketika nenekku mencoba memainkan game ini dengan iseng!
Mata
Kotobuki tampak putih semua karena malu setelah memecahkan kode gerakan itu.
Monster Jagras Agung tentu saja tidak mengabaikan upaya serangan ini pada
hidupnya, jadi karakter pemburu Kotobuki sekarang dibanting oleh boss monster.
“Kotobuki,
kamu sedang diserang! Kamu sedang diserang! ”
“Hotey,
kamu harus lari!”
“Eh,
ummmm, apa yang harus kulakukan?”
Karakter
Kotobuki dengan lamban bergeser ke kiri dan ke kanan sambil memegang senjata
besar. Monster Jagra Agung melayangkan pukulan cepat untuk menghukum
keraguannya.
Pedang
besar dalam game Monster Hunter dikenal
karena memberikan kerusakan tinggi pada setiap serangan individu, tapi pedang
itu membuat karaktermu selambat kura-kura setelah mengayunkan dan mengambil
posisi ofensif. Karena itu, teknik yang tepat adalah melakukan serangan saat
menghunus pedangmu dan menyarungkannya setelah kamu selesai. Secara visual, itu
cukup dekat dengan teknik quick-draw.
Atau, begitulah ajaran awal Kai...
“Kotobuki,
kamu harus menekan tombol kotak untuk menyarungkan pedangmu!”
“Aku
sudah melakukan itu, tapi tidak ada yang terjadi!”
Karakter
pemburu di layar mencoba menyarungkan pedangnya, tapi karakter itu diserang
oleh Monster Jagra Agung dan terpental saat komando dibatalkan.
“Kamu
tidak bisa hanya menekan tombol kotak. Kamu harus menemukan celah dalam
serangan monster untuk melakukannya.”
“Hah? Apa? Di mana celah yang kamu maksud? ”
Karakter
pemburu di layar mencoba menyarungkan pedangnya lagi, tetapi terus-menerus
diserang oleh Jagra Agung dan dikirim terbang saat komando dibatalkan. Hal ini
membuat karakter Kotobuki masih terus menghunuskan senjatanya, memaksanya
bertarung di mana dia bergerak sepelan kura-kura. Dia terlalu lambat dalam
keadaan ini untuk melarikan diri.
“Apa
pedang besar bukanlah pilihan terbaik untuk Kotobuki?”
“Dibilangin
juga apa, ‘kan.”
Bahkan
setelah disikut oleh Jun, Kai tidak bisa berkata apa-apa untuk membela dirinya.
Lebih buruknya lagi, sekawanan Jagrase
(monster yang terlihat seperti kadal seukuran anjing) datang untuk menyiksa
Kotobuki saat karakter pemburunya sekarang dikepung, menerima serangan gigitan
dari semua sisi.
“Yikes, Hotey mulai kena mind-break.”
“T-Tolong
jangan membuat metafora keji seperti itu!”
“Jun,
itu masuk pelecehan seksual, tau!”
Jun
menanggapi dengan “maaf!” untuk keluhan Kotobuki dan Kai. Tapi tidak seperti
orang yang bisa mengerti arti kata-kata, monster Jagrase tidak menunggu. Mereka
mengerubungi (karakter pemburu) Kotobuki
dan melanjutkan rentetan gigitan mereka. Damage yang mereka berikan hampir nol
berkat armor yang Kai pakai, tapi sudah menjadi tradisi Monster Hunter untuk membuat pemain stun setelah terkena tidak peduli seberapa rendah damage yang
diterima. Taktik untuk menghindari ini adalah dengan menggunakan gerakan
menghindar dan menyelinap pergi, tapi itu adalah tugas berat untuk seseorang
dengan sedikit bakat untuk permainan aksi seperti Kotobuki. Dia terus menerima
serangan selamanya, tidak dapat merespons.
“Yikes, mereka akan membuat Hotey
melakukan ahegao!”
“I-Ini
bukan game porno!”
“Itu
masuk pelecehan seksual, Jun!"
Jun
langsung menanggapi “Maaf!” terhadap keluhan Kotobuki dan Kai.
Tapi
berbeda dengan manusia yang bisa mengerti arti kata-kata, monster Jagrase tidak
berhenti menggigit. Mereka menajiskan (karakter
pemburu) Kotobuki sampai tidak ada
yang tersisa ... cuma ada seonggok mayat. Kotobuki mengambil karakter yang
gugur dan mati dalam pencarian bintang dua.
“...Kupikir...Aku
benci game ini.” Kotobuki menggigil saat air mata menggenang di matanya.
“...Maafkan
aku, Capcom. Tertawakan saja semua kegagalanku sesukamu, aku pantas
mendapatkannya ...”
Kai
melihat ke langit-langit dan menawarkan ratapan kepada pengembang favoritnya.
“Maafkan
aku... aku manusia yang tidak berguna... Aku mohon, biarkan serangga ini dan
nikmati Monster Hunter sendirian... Maafkan
aku karena sudah dilahirkan...”
Dengan
fondasi mentalnya yang benar-benar hancur, Kotobuki meringkuk dalam posisi mirip
seperti janin di tempat tidur dan bergumam di dinding.
“Lihat
dia, Kai! Lakukan sesuatu tentang ini! Kembalikan Hotey-ku yang ceria!”
“Kotobuki
tidak pernah menjadi milikmu sejak awal!”
Kai
dan Jun memiliki sedikit pertengkaran dalam suara pelan selain komunikasi
kontak mata mereka.
“Sebenarnya,
tunggu, kurasa aku baru menyadari sesuatu.” Kai beralih ke PS4 dan TV pribadinya.
“Apa?
Karena aku tidak peduli dengan alasanmu!” Jun beralih ke PS4 dan TV pribadinya
yang ditempatkan tepat di sebelah Kai.
Ya,
mereka berdua memainkan mode multiplayer
Monster Hunter dan WoT menggunakan
satu TV dan satu PS4 per orang. Jun membawa konsolnya sendiri dan bahkan
membajak Wi-Fi kediaman Nakamura untuk menjelajahi internet.
“Jika
kita ingin bermain Monster Hunter
bersama Kotobuki...bukannya kita membutuhkan pengaturan ketiga?” Kai
benar-benar seharusnya menyadarinya lebih awal. Pasti semacam momen “tidak duh”.
“Oh,
jangan khawatir, itu akan diselesaikan dalam waktu seminggu,” bisik Jun, tidak
terpengaruh.
:Hah?”jawab
Kai yang kebingungan, bagaimana dia bisa menyangkalnya dengan mudah. “Jun, apa
maksudmu?”
“Aku
sudah memesan PS4 dan TV untuk Hotey. Mereka harusnya akan dikirim pada akhir
pekan. ”
“Kenapa
kamu sampai berbuat sejauh itu ?!”
“Kenapa
tidak?” Jun menjawab tanpa ragu-ragu. “Itu wajar saja.”
“Tidak
ada yang namanya wajar dari solusimu itu!” Kai membalas dengan sedikit
keraguan.
“Itu
adalah cinta! Aku akan melakukan apa pun demi bisa bermain dengan Hotey.”
“Dan
sudah kubilang berkali-kali kalau cintamu itu terlalu berat! Batalkan pesanan
itu!” Kai tercengang bahwa dia akan mengeluarkan lima digit yen hanya untuk
mentraktir gadis kesukaannya. “Dan bukankah kamu selalu merengek karena bokek? Dari
mana datangnya uang banyak mendadak itu? Apa kamu habis menjual ginjalmu?”
“Oh,
aku baru saja memintanya dari kakak-kakakku, tee hee~!”
“Jadi
kamu cuma membuat dompet mereka semakin kempis!”
“Yah,
kamu tahu betapa murah hatinya kakak-kakakku.”
“Dasar
para siscon akut! Aku tidak percaya mereka akan memberikan uang sebanyak itu
dengan mudah...”
“Aku
cuma meminta bantuan mereka sekali dalam seumur hidup, tee hee!”
“Aku
yakin ini bukan yang terakhir kalinya, ‘kan?” jawab Kai. Kewarasannya tidak
bisa mengikuti.
“Pokoknya,
Kai, memangnya itu hal yang penting sekarang?”
“Pastinya
lah! Aku tidak akan membiarkanmu kabur dari kejahatanmu dengan membuat
kakak-kakakmu membelikan Kotobuki sebuah PS4!”
“Yah,
aku tidak akan membiarkanmu lari dari kejahatanmu karena membuat Hotey gugup!”
“Oke
maaf!” Kai meminta maaf dan membungkuk dengan tangan dan lututnya di atas
tempat tidur. Ia mulai berpikir tentang bagaimana caranya memulai membangun
kembali fondasi mental Kotobuki. Cara tercepat yang bisa Kai lakukan ialah membawanya
kembali ke titik awal: temukan game yang benar-benar bisa mereka nikmati
bersama. Tapi game macam apa yang paling disukai Kotobuki?
“Hmm...
game yang bisa dimainkan banyak orang ya…. Aku cuma tahu Smash Bros dan game
aksi-berat lainnya...”
Sayangnya,
ide Kai mulai buntu. Tapi ide untuk menyelesaikan dilema mereka terlintas di
kepalany layaknya wahyu ilahi.
“Aku
sudah mendapatkannya!”
“Oke,
coba kudengar dulu idemu.”
“Kita
akan meminta saran dari Royalteach!”
“Bagaimana
kalau kamu berhenti terlalu mengandalkan kakakku?”
Kai
tidak memedulikan protes Jun. Tepat di sampingnya ada seorang gadis yang
menangis, jadi Ia akan melakukan apa pun untuk membantunya.
Ouji,
alias Royalteach, adalah seorang gamer hardcore sehingga Ia bahkan mendapatkan
rasa hormat dari Kai. DIa bukan hanya streamer game Monster Hunter yang dikenal secara online sebagai jyunjyun1203 (disingkat
JJ), dia adalah sepuh game dari berbagai genre dan sistem. Seorang anak remaja
seperti Kai mungkin tidak memiliki jawaban yang mereka butuhkan, tetapi Royalteach
pasti akan memiliki jawabannya.
“Mari
kita coba…” Kai mulai mengetik di ponselnya.
“Aku minta maaf karena sudah mengganggu ketika Sensei benar-benar sibuk, tetapi
ada sesuatu yang ingin kutanyakan ...”
Kai
mencobanya dengan mengirimkan beberapa pesan di grup LINE yang dibagikan khusus
antara mereka berdua dan Jun. Tidak lama kemudian, pesannya ditandai sebagai
telah dibaca. Itu pertanda baik; Royalteach sedang memegang ponselnya.
Memang
pertanda baik, tetapi tampaknya tidak menghasilkan respons.
“Um,
apa Royalteach benar-benar sibuk hari ini?”
“Sekarang
setelah kamu menanyakan itu, kupikir Ia bilang kalau sekarang ada rapat guru
yang berlangsung sebentar ...”
“Kalau
begitu bilang dari tadi, kek!”
Yah,
sekarang memang waktu yang tidak pas. Kai tidak bisa menyalahkan Royalteach
karena membiarkannya membaca jika dia masih tepat waktu.
“Maaf
merepotkan, aku akan bertanya lain kali,” ketik Kai. Tapi sebelum Ia bisa
menekan tombol kirim, sebuah pesan dari Jun muncul.
“Broyalty, kumohon?”
“Hmm, aku merekomendasikan Ultimate Chicken
Horse,” jawab Royalteach segera.
Kai
berharap Royalteach baru saja menjawab, tapi bagaimanapun juga, Ia mendapatkan
info yang dia butuhkan. Untuk itu, Ia merasa bersyukur.
“Tapi
aku belum pernah mendengar tentang game itu sebelumnya ...”
“Sepertinya
itu adalah game Switch.”
“1480
yen?! Sial, murah banget!”
Mereka
berdua melakukan riset di smartphone sebelum Kai dengan cepat membeli salinan
digital. Dia mungkin menyebutnya murah, tapi 1500 yen untuk sepaket game masih
terbilang mahal. Lagi pula, game memiliki nilai replay, jadi pasti mengalahkan
sesuatu seperti satu kali ronde harga sewa ruang karaoke untuk harganya.
“Jangan
mempermasalahkan harga. Kita berdua yang mentraktirnya, jadi aku akan
membalasnya denganmu nanti.”
“Jangan menyebutnya 'traktiran.'”
“Kami
berdua memburu Hotey.”
“Ucapanmu
membuatnya jadi lebih buruk!”
Sudah
cukup buat saling bisik-bisiknya, jadi Kai dan Jun mengembalikan suara mereka
ke volume normal.
“Maaf,
Kotobuki, tapi apa kamu ingin mencoba game ini? Aku belum pernah mencobanya
sendiri, tetapi tampaknya lumayan menyenangkan. ”
“Kakakku
bilang itu sangat bagus, tau!”
Mereka
berdua mengajaknya bermain lagi dengan penuh senyuman hangat.
“...Maafkan
aku karena sudah membuat kalian khawatir.” Kotobuki masih terdengar agak
murung, tapi dia cukup dewasa untuk tidak menghabiskan sepanjang hari dengan
cemberut dan membuat ulah. Setiap orang mengambil Joy-Con yang terpisah dari konsol utama dan bermain sambil mengacu
pada manual online.
◆◆◆◆
Ultimate Chicken Horse adalah platform game party hingga empat pemain. Kamu bisa bermain sebagai ayam, kuda,
rakun, atau domba. Desain untuk makhluk-makhluk itu semuanya cukup bagus,
tetapi masih agak konyol, membuat mereka populer di kalangan gadis-gadis yang
menyukai hal-hal lucu. Aspek gimnya sederhana: pemain saling berlomba menuju
garis finish dalam panggung yang cukup kecil untuk muat di satu layar, membuat
game ini sangat cocok untuk Kotobuki.
Yang
membedakan dengan game lainnya ialah setelah setiap putaran, setiap pemain
dapat memilih satu rintangan, jebakan, atau platform untuk ditambahkan ke
level. Kemudian balapan dimulai lagi, dengan kesulitan mencapai tujuan
meningkat dengan cepat setiap putaran. Akhirnya, pemain berakhir dengan
panggung yang sangat tidak adil sehingga kamu mengira mereka hanya bisa dikalahkan
di TAS. Hal itu membuat pemain dibuat merasa dilema di mana mereka harus
memblokir lawan mereka untuk mencapai tujuan, tapi tidak dapat mencetak poin
jika mereka sendiri tidak dapat mencapai garis tujuannya. Bisa dibilang kunci
kemenangan ialan menempatkan objek secara strategis untuk menciptakan kesulitan
yang bisa kamu atasi tetapi sulit buat lawanmu. Tetapi sebagai permainan
berkelompok di mana rencana terbaik ayam dan kuda bentrok, banyak hal yang
salah. Pada akhirnya, ini adalah game yang saling mengganggu satu sama lain
sambil sesekali mencapai tujuan melalui keberuntungan yang bodoh; itu adalah
permainan yang tidak dapat disangkal konyol, tetapi dalam artian yang baik.
“Hentikan,
Jun! Mengarahkan panah pada sudut itu sangat kejam! Bisa-bisa, karakterku akan
mati!”
“Aku
tidak ingin mendengarnya dari orang yang memasang gergaji mesin tepat di depan
garis finish!”
“Kalian
berdua adalah monster. Tahap ini berubah menjadi ke dalam kegilaan ...”
“Bwa
ha ha, semuanya sesuai rencana. Aku memiliki poin terbanyak, jadi jika di
antara kalian tidak ada yang bisa mencapai tujuan, aku akan dinobatkan sebagai
pemenang! ”
“Ya
ampun, Miyakawa, apa kamu mendengar apa yang kudengar? Jika kita bekerja sama
dan menciptakan level yang bisa kita selesaikan, kita bisa melakukan pembalasan
padanya !”
“Yah,
bagaimana aku bisa menolak ajakan dari Hotey kesayanganku?”
“Terima
kasih atas penempatan tanggamu. Sekarang aku bisa menghindari gergaji mesin.”
“...Atau
itulah yang kamu katakan, Kotobuki, tapi bolehkah aku bertanya mengapa kamu
memilih untuk memasang paku di tangga tersebut?”
“Karena
aku harus membalaskan dendamku pada Miyakawa setelah dimakan hidup-hidup oleh
bunga misterius miliknya itu.”
“Waahh,
maafin akuuuuuuuuu, Hotey… aku cuma ingin membunuh Kaaaaaai…”
Jika
tidak ada yang lain, itu adalah pengalaman yang penuh keceriaan. Ada begitu
banyak omong kosong yang tidak adil sehingga mereka hanya bisa menertawakannya.
Begitu mereka melihat level mereka yang sarat jebakan, Kai mulai berteriak.
“Oke,
berhenti main-main! Kita bahkan tidak bisa mencapai garis finish lagi!”
“Lupakan
itu! Kai, kamu tidak bisa menyalahkan kami ketika kamu sendiri memasang jebakan
di mana-mana!”
Mereka
semua tertawa terbahak-bahak.
“Miyakawa,”
tanya Kotobuki menanggapi penempatan jebakan brutal Jun, “bisakah kamu mencapai
tujuan melalui ini?”
“Mustahil!”
Mereka
semua tertawa terbahak-bahak.
“Oi!”
teriak Jun setelah terjerat oleh jebakannya sendiri. “Orang brengsek mana yang
memasang jebakan di tempat licik seperti ini?!”
“Aku
‘kan sudah bilang. Rasain ‘tuh senjata makan tuan. ”
Mereka
semua tertawa terbahak-bahak. Mereka tertawa ketika mereka terperangkap pada
jebakan mereka sendiri. Mereka tertawa lebih keras ketika lawan mereka yang
jatuh pada jebakannya. Mereka tertawa ketika mereka bekerja sama hanya untuk
mengkhianati pasangan mereka beberapa saat kemudian. Mereka tertawa bahkan ketika
mereka adalah pasangan yang dikhianati. Tawa mereka tidak mengenal batas.
Bahkan Kotobuki yang jutek dan pendiam pun mendapati dirinya tertawa
terbahak-bahak setiap kali dia membuka mulutnya. Semua orang menikmatinya
bersama-sama karena permainannya begitu absurd dan sangat sulit; keterampilan
seseorang di game aksi hampir tidak berpengaruh pada hasilnya.
Insting
Kai tidak salah karena memercayai Royalteach. Beginilah cara seorang pemain jenius menyambut seorang pemula untuk
menikmati permainan.
◆◆◆◆
“Fyiuh,
sungguh hari yang melelahkan...”
Kotobuki,
sekarang kembali ke kamarnya dan berbaring di atas kasur, membenamkan wajahnya
di bantal dan berbicara pada dirinya sendiri. Dia baru saja selesai mandi air
panas dan kasur yang dingin terasa nyaman di balik seprai. Sekarang dia
benar-benar kelelahan, dia merenungkan semua kejadian yang terjadi sepulang
sekolah.
Ini
adalah pertama kalinya dia pergi mengunjungi rumah Kai dan bermain sepenuh
hati. Bersama Jun, mereka bertiga bermain game dan menonton beberapa rekaman
anime. Keluarga Nakamura bahkan memberinya makan malam. Seperti yang Kai
katakan, keluarganya sangat santai; mereka menyambut Kotobuki dengan semua
senyuman untuk membantunya keluar dari cangkangnya yang pemalu. Mereka semua
adalah keluarga yang hangat dan menyenangkan. Karena Kotobuki berkunjung sampai
larut malam, ibu Kai bahkan mengantarnya pulang dengan mobil.
Bohong
rasanya jika dia bilang kalau dia tidak bersenang-senang. Lagipula, dia
menghabiskan sepanjang malam dengan cowok yang disukainya. Tapi dia tidak bisa
berpura-pura kalau dia sangat yakin sekarang kalau semuanya sudah berakhir.
Uuuuugh, astagaaaaa, apa-apaan sih dengan
mereka? Kenapa mereka begitu ramahhhhhhh...
Kotobuki
mengerang saat mengeluarkan smartphone-nya dan melihat lagi foto mereka bertiga
duduk bersama. Dia membuat salinan di mana dia memotong bagian yang ada Jun-nya,
tapi dia menyimpan aslinya untuk berjaga-jaga. Ketika Jun mengambil foto itu,
dia tidak berpikir dua kali untuk berpegangan pada Kai, dan pada saat itu. Itu
membuat semangat kompetitif Kotobuki cukup berkobar untuk menahan rasa malu dan
menempel pada Kai juga.
Dan
bagaimana reaksi Kai?
Memang benar apa yang dikatakan banyak orang.
Sebuah gambar bernilai seribu kata. Itulah yang membuatnya menakutkan...
Kotobuki
memelototi layar smartphone-nya dengan tidak senang. Dalam foto tersebut, Kai
memiliki ekspresi malu-malu saat dia dan Jun merangkul kedua lengannya.
Selanjutnya, dia melihat ke bawah untuk menganalisis bahasa tubuh Kai. Sisi
kanannya terlihat tegang dalam kecemasan saat dia menempel pada Kai, sementara
sisi kirinya yang Jun pegang tampak benar-benar santai.
Ugggh, kenapa dia mendapatkan perlakuan yang
berbeda? Dasar Nakamura sialannn!
Kotobuki membenamkan wajahnya di bantalnya sekali lagi dan menendang-nendang
kakinya ke atas dan ke bawah.
Bila
dilihat dari sudut pandang lain, mungkin kesadaran diri yang ditunjukkan Kai padanya
adalah bukti bahwa Ia memandang Kotobuki sebagai ketertarikan romanti. Bukannya
itu sudah membuatnya menjadi pemenang? Bukannya dia sudah memenangkan balapan
dengan mudah? Apa dia bisa mengatakan dengan pasti kalau Kai tidak memkamung
Jun secara romantis?
Dia
menghabiskan sepanjang malam mengamati mereka, tapi Kotobuki masih belum bisa
memastikannya. Bukan hanya insiden dengan foto itu; setiap kali Kai dan Jun
perlu melakukan percakapan yang tidak bisa didengar Kotobuki, mereka melakukan
kontak mata. Mereka berhasil berkomunikasi hanya dengan saling pandang satu
sama lain seolah-olah itu adalah hal yang paling gampang sedunia. Itu sulit
dilakukan bahkan dengan anggota keluarga yang telah tinggal bersamamu selama
bertahun-tahun, tapi apa mereka berdua benar-benar mencapai tingkat itu setelah
menjalin pertemanan selama setahun?
Gaaaaah, uuuuugh, aku iriiiiiiiiiii. Aku
ingin melakukannya dengan Nakamuraaaaaaaaa! Kotobuki memeluk bantalnya erat-erat
(karena dia tidak bisa memeluk seseorang saat ini) dan menggeliat di tempat
tidurnya.
Namun,
hal yang membuatnya sangat syok ialah kejadian setelah mereka selesai bermain
game. Karena mereka lelah dan butuh istirahat, wajar saja jika mereka beralih
menonton anime. Mereka bertiga—Kotobuki,
Kai, dan Jun, dalam urutan itu—duduk di tepian kasur. Dan tepat saat
pembukaan dimulai, Kotobuki melihat sesuatu yang keterlaluan: Jun tiba-tiba
berbaring, dengan kepala tepat di pangkuan Kai! Dan Kai memperlakukan tindakan
anarki murni ini sebagai hal yang wajar!
Itu jelas-jelas bantal pangkuan! Sebuah
bantal pangkuan! Siapa yang berani melakukan itu?! Dan tepat di depan orang
lain?! Apa itu berarti dia bahkan tidak menyadarinya kalau dia sedang pamer?!
Apa dia ingin menyiratkan, 'Kami selalu seperti ini, memangnya ada masalah'?!
Aaaaaargh, astaga, itu di luar batas kepercayaan diri, dia sudah bertingkah
sangat songong!
Kotobuki
mencengkeram kepalanya dan menggeliat di atas tempat tidurnya.
Mereka berdua seriusan tidak pacaran?! Mereka
pasti bercanda, iya ‘kan! Mereka berdua jelas-jelas bertingkah lengket kayak
lem! Aku yakin mereka menghabiskan lima hari seminggu untuk bermesra-mesraan!
Aku yakin mereka berdua selalu melakukan kencan rumahan!
Kotobuki
duduk dan memukul-mukul bantalnya karena frustrasi, tapi dia segera duduk. Dia
berbaring telentang di tempat tidurnya saat dia mengatur napas. Kemudian, dia
melihat ke layar smartphone-nya sekali lagi. Pada foto mereka berdua yang dia
atur sebagai layar kuncinya. Ada bagian dari lengan Jun yang tidak bisa dia
edit, tapi pengemis tidak bisa memilih. Dia menyukai itu. Tapi itu hanya akan
tetap sebagai layar kuncinya untuk malam ini; besok, dia akan mengubahnya ke
gambar lain. Akan terlalu memalukan jika ada orag lain yang melihatnya.
“Aku
mirip seperti lalat pengganggu,” desah Kotobuki. Dia tidak pernah memiliki
kepercayaan pada kekuatan fisiknya, tetapi kekuatan mentalnya sama sekali tidak
ada.
Dan terlepas dari semua itu...Aku tetap tidak
mau menyerah pada Nakamura. Aku tidak ingin mundur cuma karena punya saingan
berat.
Saat
dia menatap langit-langit, Kotobuki mengerti.
Beginilah rasanya mencintai seseorang.
Kesadaran
itu membuatnya sangat malu sehingga membuat wajahnya menjadi merah padam,
membenamkan wajahnya di bantal, dan berguling-guling seperti orang gila. Dia
memutar tubuhnya dan menendang-nendang kasurnya.
Setelah
beberapa saat, dia mulai berpikir lagi. Dia mempertimbangkan kembali bukti
tentang hubungan Kai dan Jun. Mungkinkah mereka tidak menyadari bahwa mereka
pada dasarnya adalah sepasang? Atau mungkin Jun sudah menyadarinya dan pandai
menyembunyikannya? Atau mungkin mereka sebenarnya cuma teman yang begitu dekat
hingga terlihat seperti sepasang kekasih?
Namun,
ada satu hal yang bisa Kotobuki pastikan. Terlepas di antara mereka adalah
persahabatan atau romansa, Kai dan Jun memiliki hubungan yang jauh dari kata biasa.
Selama dia memiliki Jun, Kai tidak gampang tergoda oleh Kotobuki. Yang mana
artinya, jika tidak ada yang berubah, perasaannya pada Kai takkan bisa terbalas.
Sama sekali tidak.
“Lantas
…apa yang harus kulakukan…”
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya