Ore no Onna Tomodachi ga Saikou ni Kawaii Vol.2 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 04 — Panduan Sepuh untuk Menyambut Pemula (Hei, Bagaimana Dengan Permainan Kooperatif?)

 

Setelah menghabiskan es krim mereka, alur obrolan mereka sekarang beralih ke game apa yang harus mereka mainkan. Kai masik duduk di atas kasurnya sembari di apit dua gadis dan menghadap layar.

“Apa yang biasanya kalian berdua mainkan?”

Kai dan Jun saling memandang untuk merenungkan pertanyaan yang diajukan Kotobuki.

“Kurasa Tanks dan Warships?”

“Kami juga kadang-kadang memainkan Monster Hunter.” Baru sepuluh hari yang lalu tanggal rilis untuk ekspansi besar-besaran Iceborne diumumkan, hal tersebut menyebabkan banyak teriakan gembira dan tos antara Jun dan Kai.

Tanks dan Warships membutuhkan kemampuan teknis, jadi mari kita sampingkan itu dulu untuk saat ini.”

“Apa kamu pernah bermain Monster Hunter, Hotey?”

“Maaf. Adik laki-lakiku tampaknya memainkannya di 3DS-nya, tapi kalau secara pribadi…”

Kotobuki menggelengkan kepalanya bolak-balik untuk meminta maaf. Melihat perilaku menggemaskan ini membuat Jun bangkit kembali dari rasa sakit di dadanya. Dia tampaknya selalu melodramatis dalam segala hal.

“Lalu, Kotobuki, game apa yang biasanya kamu mainkan?” Kai balik bertanya sebagai balasannya.

Kotobuki adalah seorang otaku anime. Dia adalah penonton hardcore yang memastikan untuk menonton episode pertama dari setiap anime setiap musim untuk melihat sendiri anime mana yang sesuai dengan seleranya.

Sebaliknya, dia tidak terlalu sering mengikuti manga atau novel ringan. Terutama manga—dia selalu membatasi wawasannya dengan mengatakan kalau manga terlalu cepat untuk dibaca, memberikannya sedikit hiburan untuk biayanya. Tentu saja, Kotobuki baru lulus jadi anak SMP baru-baru ini, dan dia hanya memiliki pengalaman kerja selama tiga bulan. Kai membaca kalimat yang tersirat dan dapat menyimpulkan kalau dia hanya bisa membeli beberapa dari sedikit uang saku yang diberikan kepadanya, jadi di satu sisi, rasanya sangat masuk akal bahwa media pilihan utamanya adalah yang bisa dia tonton secara gratis.

Tapi sekarang, setelah dipikir-pikir lagi, Kai tidak pernah mendengarnya bercerita tentang pengalamannya bermain game.

“Adikku punya Switch. Terkadang kami bermain Mario Kart, Smash, dan sejenisnya bersama-sama. Walaupun, menyebutnya 'bermain' rasanya sedikit terlalu berlebihan ...”

Pilihan kata-katanya dengan jelas menyiratkan bahwa dia tidak terlalu hebat dengan game aksi. Kai menoleh ke arah Jun dan mereka saling menatap dengan penuh pengertian.

“Aku tidak memiliki PS4. Adikku ingin memilikinya, tapi…”

“Ya, harganya terlalu mahal.”

Bahkan di antara lingkaran teman Kai, cuma segelintir orang yang bisa memiliki keduanya. Umumnya, kebanyakan orang lebih memilih konsol berdasarkan permainan yang ingin mereka mainkan, jika mereka atau orang tua mereka mampu membeli salah satunya. Dalam hal itu, Kai dan Jun mungkin diberkati memiliki keluarga yang sangat memahami game sehingga mereka dapat mengumpulkan kedua konsol saat masih duduk SMP.

“Nah, bagaimana dengan mobile games?” Anak remaja jaman sekarang hampir memiliki satu kesamaan: banyak dari mereka memiliki smartphone meski tidak memiliki konsol game.

“Ah, itu ya… aku adalah tipe pemain F2P biasa yang cuma memainkannya sesekali. Aku dan teman-temanku memainkan School Idol Festival untuk waktu yang lama, dan aku menikmati permainan DanMemo karena karakternya yang lucu, chibi, dan ceritanya yang luar biasa.”

“Kalau FGO gimana?!” tanya Kai, sedikit memaksa, tentang game yang paling membuatnya ketagihan. Ia menginginkan teman seperjuangan.

“Kalau FGO gimana?!” tanya Jun, dengan nada seruan yang hampir sama, tentang game yang paling membuatnya ketagihan. Dia sepertinya menginginkan teman seperjuangan.

“M-Maafkan aku... Aku tertarik karena animenya tayang di musim gugur...tapi aku selalu membayangkannya sebagai game yang membutuhkan investasi besar untuk franchisenya,” keluh Kotobuki. Kedengarannya seperti dia tidak dapat menemukan kesempatan untuk memainkannya. “...Eh, apa lebih baik jika aku mulai memainkannya?”

“...Tidak, Hotey, aku takkan memintamu untuk melakukannya sejauh itu.”

“...Ya, Jun benar. Game bukanlah sesuatu yang harus kamu mainkan dengan paksa.”

Sementara Kai dan Jun berkata jujur, kekecewaan mereka juga nyata. Kotobuki, mengingat harga dirinya yang rendah, menganggapnya terlalu pribadi dan segera bertindak seperti sedang berada di pemakaman.

“T-Tapi hei, kita datang ke sini bukan untuk bermain mobile games, kan?”

“Y-Ya, ayo kita pikirkan game yang bisa kita mainkan bersama!”

“Be-Benar sekali, obrolan kita jadi melenceng!”

Pokoknya, mereka bisa mengetahui kalau Kotobuki tidak terlalu berpengalaman dengan game. Tidak bisa bermain di game aksi memberi hambatan tambahan pada apa yang bisa mereka lakukan bersama; kebanyakan game yang dibuat untuk dimainkan oleh banyak orang cenderung berorientasi pada genre aksi.

“A-Aku sedikit jago memainkan Mario Kart! Aku bisa membuktikannya dengan adikku. ”

Kotobuki membaca suasana dan dengan pose imut mengepalkan tinjunya untuk meyakinkan mereka. Jun mencengkeram hatinya sekali lagi sambil menangis tentang betapa manisnya Kotobuki. Kai memilih untuk mengabaikannya.

“Oke, Kotobuki, berapa rekormu di Reruntuhan Thwomp dalam percobaan waktu?”

“Hah? Rekorku?” Kotobuki, seorang gamer kasual, tampak bingung apakah dia seharusnya tahu begitu saja. Dua gamer hardcore di sampingnya saling memandang dengan tatapan terkejut karena dia tidak mengetahuinya. “Bi-Biarkan aku mencobanya!”

“Aku suka dengan semangatmu!”

“Aku mendukungmu, Hotey!”

Kai menyalakan Switch-nya dalam mode TV dan menyerahkan Joy-Con kepada Kotobuki. Dia membuka mode Time Trials dengan tekad kuat layaknya seorang prajurit berjalan menuju medan pertempuran. Kai dan Jun mengalihkan pandangan mereka ke TV dengan tegang.

Apa yang mereka lihat adalah Putri Persik yang belum pernah mendengar kata “drift” dalam hidupnya dan menabrak setiap Thwomp di lintas balapan. Rekor waktunya lebih baik tidak diungkapkan.

Kai dan Jun segera berkomunikasi melalui tatapan gugup.

Waduhhhh! Jun, aku tidak bisa memikirkan bagaimana kita bisa membuat cukup banyak rintangan untuk memainkan game yang sebenarnya!

Apa yang harus kita lakukan, Kai? Aku tidak ingin membully Hotey!

Kotobuki bergidik saat dia mencengkeram Joy-Con-nya. Dia terlalu tidak stabil secara emosional dan terlalu fokus pada apa yang dipikirkan orang lain untuk tidak mengerti apa arti pandangan mereka.

"Maaf... aku memang payah, maafkan aku...”

“J-Jangan khawatirkan itu! Satu-satunya skor yang penting dalam sebuah game adalah apa kamu merasa bersenang-senang!”

“...Benar, dan bermain Mario Kart denganku...tidak akan menyenangkan bagi kalian berdua...”

“I-Ini pasti akan menyenangkan! Jun Nee-san ini tahu cara bermain dengan handicap!”

Meskipun dia dihibur di kedua sisi, Kotobuki masih menurunkan bahunya dengan sedih. Yah, Kai tidak yakin bahwa komentar Jun bisa dianggap menghibur.

“Apa yang harus kita lakukan, Kai?”

“Kamu menyuruhku buat menyelesaikan ini ?!”

“Ayo, kamu ‘kan satu-satunya cowok di sini, kamu pasti bisa melakukannya! Tolong, selamatkan aku dan Hotey!”

Jun mengeluarkan suara genit segera setelah itu sesuai dengan kebutuhannya. Kai tidak dapat menyangkal kalau dirinya harus melakukan sesuatu. Setelah beberapa pemikiran, Kai memikirkan sebuah ide.

“Oh ya, ayo main game kooperatif.”

Game kompetitif akan jadi berantakan jika perbedaan tingkat keterampilan antara pemainnya terlalu lebar. Itu hanya berubah menjadi sesi intimidasi. Tapi dengan permainan kooperatif, jika satu orang tidak berpengalaman, maka dua lainnya bisa membantunya dan memberi dukungan. Hal tersebut akan membuat orang bersemangat dan bahkan memperdalam ikatan. Ini adalah cara efektif bagi seorang gamer berpengalaman untuk menyambut seorang pemula.

“Jika kita ingin bekerja sama, kurasa Tanks?”

“Yang itu terlalu rumit, gimana kalau Monster Hunter?”

“Entahlah, kurasa itu cukup sulit bagi pemula juga…”

“Ah, ya, itu memang tidak bisa disangkal ...”

Dan begitulah kesimpulan panduan gamer ahli untuk menyambut seorang pemula. Terima kasih atas dukungannya, nantikan karya Nakamura Kai selanjutnya.

“Jangan khawatir, Nakamura. Aku yakin kalau game itu patut dicoba. ” Kotobuki mengepalkan tangan dengan menggemaskan meski faktanya wajahnya tampak pucat. Jun mengepalkan hatinya kesakitan saat dia melanjutkan tentang betapa imutnya Kotobuki.

Kai sedikit khawatir, tapi Ia tetap menyalakan PS4-nya. Mereka cuma mencobanya, jadi dia membiarkan Kotobuki menggunakan karakternya yang memiliki peralatan maksimal. Kai akan memasangkan karakter tersebut dengan baju besi Arch-Tempered lengkap dan menyuruh Kotobuki memburu bos pertama (dan terlemah) yang akan dia temui dalam cerita, monster Jagra Agung peringkat rendah. Ia lalu membicarakannya dengan Jun.

“Satu-satunya masalah adalah senjatanya ...

Monster Hunter memiliki variasi senjata yang berbeda mulai dari pedang dan perisai hingga senapan. Senjata yang kamu pilih sangat memengaruhi caramu bermain. Jika seseorang bertanya pada Kai, Ia akan menjawab kalau menggunakan lima senjata berbeda membuat permainan lima kali lebih menyenangkan. Memang sedalam itu, tapi itu juga membuat pertanyaan tentang senjata apa yang harus diberikan kepada Kotobuki menjadi lebih rumit. Memintanya menggunakan persenjataan yang berorientasi pada ahli seperti tombak atau senjata busur berat adalah hal yang mustahil.

Kai dan Jun mencapai kesimpulan mereka pada saat yang sama.

“Ya, seorang pemula harus menggunakan pedang besar.”

“Ya, seorang pemula harus menggunakan pedang dan perisai.”

Untuk sesaat, ada percikan keluar dari tatapan yang mereka arahkan satu sama lain.

“Inti dari Monster Hunter adalah menemukan celah dalam serangan monster dan memanfaatkannya. Dan pedang besar adalah pria menggemaskan yang akan mengajarimu hal itu. ”

“Permisi? Kegembiraan dari Monster Hunter adalah menekan tombol untuk menciptakan kombo yang epic itu! Cuma ada satu pilihan: pedang dan perisai atau pedang ganda!”

“Itu namanya dua pilihan! Pokoknya Jun, inilah mengapa kamu tidak pernah jago! Kamu terus menyerang tanpa sabar! Aku hanya punya begitu banyak Lifepowders. Bagaimana kalau kamu mempelajari beberapa dasar pedang besar?”

“Hahh?! Emangnya kamu tidak tahu kalau setiap majalah, panduan strategi, dan situs web yang pernah dibuat, merekomendasikan supaya pemula menggunakan pedang dan perisai, bukan? Senjata default juga mengharuskanmu pakai pedang dan perisai!! ”

Argumen Kai dan Jun memanas, tapi...

“...Aku minta maaf, tapi bolehkah aku meminta kalian untuk tidak bertengkar  atas sesuatu yang tidak aku pahami?”

Cara Kotobuki tersenyum saat api berkobar di matanya agak menakutkan, jadi keduanya langsung diam.

“Y-Yah, itu perlengkapan dari karakterku, jadi bagaimana kalau kita mencoba pedang besar?”

“Itu sama sekali tidak masuk akal, tapi aku tidak ingin Hotey marah, jadi tentu saja.”

Jadi, mereka dengan lancar mencapai kesepakatan bersama. Kotobuki akan menggunakan pedang bensar—senjata terkuat dalam game, the Wyvern Ignition “Impact”. Mereka ingin dia menikmati permainan ini dengan pertempuran yang pasti dia menangkan. Mereka ingin dia, jika beruntung, bahkan mungkin melihat apa yang membuat permainan ini begitu istimewa. Itu adalah perasaan jujur ​​Kai dan Jun. Ya, mereka ingin Kotobuki merasakan sensasi berani menantang monster yang lebih besar dari dirinya (walaupun dia dijamin menang) dengan senjata yang dia tempa sendiri (walaupun Kai memberinya senjata terkuat dalam game). Mereka ingin dia merasakan dorongan utama yang bisa diberikan oleh menyerang dan menebas monster raksasa sambil menari di sekitar rentetan serangannya. Itu adalah harapan yang ditanamkan pada pengontrol yang mereka berikan padanya.

“Aku mulai,” kata Kotobuki. Dia mencengkeram konsol dengan motivasi baru. Karakter yang dia kendalikan berkeliaran di hutan di dalam game. Pada awalnya dia merasa gugup, tetapi dia menjadi lebih santai ketika menjelajahi dengan bebas  dunia di sekitarnya.

“Grafis PS4 sangat mengesankan. Hutannya terlihat sangat realistis.”

“Apa aku cuma perlu mengikuti cahaya cantik ini?”

“Ah, jadi aku bisa memanen jamur besar ini. Meski aku tidak bisa bilang kalau warna itu terlihat sangat menggugah selera.”

“Aku terkesan bahwa karakter pemburu ini bisa bernapas di bawah air.”

Komentar Kotobuki datang satu demi satu. Memiliki banyak hal untuk dikatakan adalah tana bahwa dia menikmati dirinya sendiri. Dia tidak terbiasa dengan skema kontrol unik Monster Hunter, jadi gerakan karakternya sedikit canggung dan dia sering keluar jalur. Tetap saja, dia semakin dekat dengan Jagra Agung.

Kai dan Jun membantunya merasa diterima; mereka setuju dengan komentarnya, melontarkan lelucon, dan memberinya banyak nasihat jujur. Veteran seperti mereka takkan memikirkan jamur yang tumbuh di hutan. Mereka akan berbaris seperti seorang prajurit karir langsung ke sarang bos monster, di mana mereka akan memburunya, mengulitinya, dan mendecakkan lidah mereka jika mereka tidak mendapatkan bahan langka. Itu hanya kesibukan sehari-hari bagi mereka. Tapi melihat Kotobuki menikmati dirinya sendiri membuat Kai bernostalgia saat mengingat kembali kegembiraannya di awal-awal permainannya.

 

Namun, waktu bersenang-senang sudah berakhir.

 

Karakter Kotobuki akhirnya mencapai monster bos. Monster Jagra Agung tampak seperti persilangan antara katak dan buaya; sosok monster yang menyeramkan, tapi entah bagaimana masih terlihat konyol. Monster tersbeut berjalan di sekitar semak-semak, tampaknya tidak menyadari kehadiran Kotobuki. Tapi Kotobuki tidak mencoba mendekatinya. Dia hanya berkeliaran di bagian bawah layar.

“Apa yang sedang kamu lakukan, Kotobuki?”

“A-Aku terlalu takut untuk mendekat.”

“Ini cuma game, jadi cepat serang monster itu dan mulailah menebas!”

“Tapi aku takut...”

Sepertinya Kotobuki adalah tipe orang self-insert ke dalam karakter yang dia mainkan. Tipe yang mengatakan “aduh” setiap kali karakter game mereka terkena pukulan atau mengayunkan badan mereka saat bermain game balapan. Orang-orang seperti itu ada banyak di luar sana.

“Jangan khawatir, Hotey. Dengan zirah besi yang kamu pakai, makhluk macam itu takkan bisa mengunyahmu dan kamu hampir tidak menerima kerusakan apa pun. Kamu juga takkan mati. Atau apa kamu ingin Jun Nee-san ini menunjukkan caranya? ”

“Ti-Tidak perlu. Aku mulai menyerang.” Jun membujuk dan menawarkan bantuan, tapi itu justri menciptakan efek sebaliknya dan memotivasi Kotobuki untuk menyerang.

Jagra Agung masih belum menyadari keberadaaan karakternya. Moster itu cuma duduk di sana dengan pantat menghadap layar, nyaris tidak bergerak sama sekali. Ini adalah quest paling mendasar, jadi tingkat kesulitannya rendah. Karakter Kotobuki maju semakin dekat, dengan gerakan yang tersentak-sentak seperti biasanya. Jadi karakternya mengayunkan pedang besar yang lebih besar dari tubuhnya. Itu adalah pemandangan yang dramatis dan mencolok; terlihat konyol dalam kenyataan, tapi mungkin terjadi di dunia game. Dan begitu pedang Kotobuki mengayun menyilang, pedang itu secara dramatis menghantam...tanah tepat di sebelah kaki Jagra Agung. Ya, ini adalah kekalahan yang dramatis.

Ini menjamin percakapan lain melalui pandangan gugup antara Kai dan Jun.

Daf*c! Jun, bagaimana serangannya bisa meleset melawan sesuatu yang tidak bergerak?!

Apa yang harus kita lakukan, Kai? Inilah yang terjadi ketika nenekku mencoba memainkan game ini dengan iseng!

Mata Kotobuki tampak putih semua karena malu setelah memecahkan kode gerakan itu. Monster Jagras Agung tentu saja tidak mengabaikan upaya serangan ini pada hidupnya, jadi karakter pemburu Kotobuki sekarang dibanting oleh boss monster.

“Kotobuki, kamu sedang diserang! Kamu sedang diserang! ”

“Hotey, kamu harus lari!”

“Eh, ummmm, apa yang harus kulakukan?”

Karakter Kotobuki dengan lamban bergeser ke kiri dan ke kanan sambil memegang senjata besar. Monster Jagra Agung melayangkan pukulan cepat untuk menghukum keraguannya.

Pedang besar dalam game Monster Hunter dikenal karena memberikan kerusakan tinggi pada setiap serangan individu, tapi pedang itu membuat karaktermu selambat kura-kura setelah mengayunkan dan mengambil posisi ofensif. Karena itu, teknik yang tepat adalah melakukan serangan saat menghunus pedangmu dan menyarungkannya setelah kamu selesai. Secara visual, itu cukup dekat dengan teknik quick-draw. Atau, begitulah ajaran awal Kai...

“Kotobuki, kamu harus menekan tombol kotak untuk menyarungkan pedangmu!”

“Aku sudah melakukan itu, tapi tidak ada yang terjadi!”

Karakter pemburu di layar mencoba menyarungkan pedangnya, tapi karakter itu diserang oleh Monster Jagra Agung dan terpental saat komando dibatalkan.

“Kamu tidak bisa hanya menekan tombol kotak. Kamu harus menemukan celah dalam serangan monster untuk melakukannya.”

“Hah? Apa? Di mana celah yang kamu maksud? ”  

Karakter pemburu di layar mencoba menyarungkan pedangnya lagi, tetapi terus-menerus diserang oleh Jagra Agung dan dikirim terbang saat komando dibatalkan. Hal ini membuat karakter Kotobuki masih terus menghunuskan senjatanya, memaksanya bertarung di mana dia bergerak sepelan kura-kura. Dia terlalu lambat dalam keadaan ini untuk melarikan diri.

“Apa pedang besar bukanlah pilihan terbaik untuk Kotobuki?”

“Dibilangin juga apa, ‘kan.”

Bahkan setelah disikut oleh Jun, Kai tidak bisa berkata apa-apa untuk membela dirinya. Lebih buruknya lagi, sekawanan Jagrase (monster yang terlihat seperti kadal seukuran anjing) datang untuk menyiksa Kotobuki saat karakter pemburunya sekarang dikepung, menerima serangan gigitan dari semua sisi.

Yikes, Hotey mulai kena mind-break.”

“T-Tolong jangan membuat metafora keji seperti itu!”

“Jun, itu masuk pelecehan seksual, tau!”

Jun menanggapi dengan “maaf!” untuk keluhan Kotobuki dan Kai. Tapi tidak seperti orang yang bisa mengerti arti kata-kata, monster Jagrase tidak menunggu. Mereka mengerubungi (karakter pemburu) Kotobuki dan melanjutkan rentetan gigitan mereka. Damage yang mereka berikan hampir nol berkat armor yang Kai pakai, tapi sudah menjadi tradisi Monster Hunter untuk membuat pemain stun setelah terkena tidak peduli seberapa rendah damage yang diterima. Taktik untuk menghindari ini adalah dengan menggunakan gerakan menghindar dan menyelinap pergi, tapi itu adalah tugas berat untuk seseorang dengan sedikit bakat untuk permainan aksi seperti Kotobuki. Dia terus menerima serangan selamanya, tidak dapat merespons.

Yikes, mereka akan membuat Hotey melakukan ahegao!”

“I-Ini bukan game porno!”

“Itu masuk pelecehan seksual, Jun!"

Jun langsung menanggapi “Maaf!” terhadap keluhan Kotobuki dan Kai.

Tapi berbeda dengan manusia yang bisa mengerti arti kata-kata, monster Jagrase tidak berhenti menggigit. Mereka menajiskan (karakter pemburu) Kotobuki  sampai tidak ada yang tersisa ... cuma ada seonggok mayat. Kotobuki mengambil karakter yang gugur dan mati dalam pencarian bintang dua.

“...Kupikir...Aku benci game ini.” Kotobuki menggigil saat air mata menggenang di matanya.

“...Maafkan aku, Capcom. Tertawakan saja semua kegagalanku sesukamu, aku pantas mendapatkannya ...”

Kai melihat ke langit-langit dan menawarkan ratapan kepada pengembang favoritnya.

“Maafkan aku... aku manusia yang tidak berguna... Aku mohon, biarkan serangga ini dan nikmati Monster Hunter sendirian... Maafkan aku karena sudah dilahirkan...”

Dengan fondasi mentalnya yang benar-benar hancur, Kotobuki meringkuk dalam posisi mirip seperti janin di tempat tidur dan bergumam di dinding.

“Lihat dia, Kai! Lakukan sesuatu tentang ini! Kembalikan Hotey-ku yang ceria!”

“Kotobuki tidak pernah menjadi milikmu sejak awal!”

Kai dan Jun memiliki sedikit pertengkaran dalam suara pelan selain komunikasi kontak mata mereka.

“Sebenarnya, tunggu, kurasa aku baru menyadari sesuatu.” Kai beralih ke PS4  dan TV pribadinya.

“Apa? Karena aku tidak peduli dengan alasanmu!” Jun beralih ke PS4 dan TV pribadinya yang ditempatkan tepat di sebelah Kai.

Ya, mereka berdua memainkan mode multiplayer Monster Hunter dan WoT menggunakan satu TV dan satu PS4 per orang. Jun membawa konsolnya sendiri dan bahkan membajak Wi-Fi kediaman Nakamura untuk menjelajahi internet.

“Jika kita ingin bermain Monster Hunter bersama Kotobuki...bukannya kita membutuhkan pengaturan ketiga?” Kai benar-benar seharusnya menyadarinya lebih awal. Pasti semacam momen “tidak duh”.

“Oh, jangan khawatir, itu akan diselesaikan dalam waktu seminggu,” bisik Jun, tidak terpengaruh.

:Hah?”jawab Kai yang kebingungan, bagaimana dia bisa menyangkalnya dengan mudah. “Jun, apa maksudmu?”

“Aku sudah memesan PS4 dan TV untuk Hotey. Mereka harusnya akan dikirim pada akhir pekan. ”

“Kenapa kamu sampai berbuat sejauh itu ?!”

“Kenapa tidak?” Jun menjawab tanpa ragu-ragu. “Itu wajar saja.”

“Tidak ada yang namanya wajar dari solusimu itu!” Kai membalas dengan sedikit keraguan.

“Itu adalah cinta! Aku akan melakukan apa pun demi bisa bermain dengan Hotey.”

“Dan sudah kubilang berkali-kali kalau cintamu itu terlalu berat! Batalkan pesanan itu!” Kai tercengang bahwa dia akan mengeluarkan lima digit yen hanya untuk mentraktir gadis kesukaannya. “Dan bukankah kamu selalu merengek karena bokek? Dari mana datangnya uang banyak mendadak itu? Apa kamu habis menjual ginjalmu?”

“Oh, aku baru saja memintanya dari kakak-kakakku, tee hee~!”

“Jadi kamu cuma membuat dompet mereka semakin kempis!”

“Yah, kamu tahu betapa murah hatinya kakak-kakakku.”

“Dasar para siscon akut! Aku tidak percaya mereka akan memberikan uang sebanyak itu dengan mudah...”

“Aku cuma meminta bantuan mereka sekali dalam seumur hidup, tee hee!”

“Aku yakin ini bukan yang terakhir kalinya, ‘kan?” jawab Kai. Kewarasannya tidak bisa mengikuti.

“Pokoknya, Kai, memangnya itu hal yang penting sekarang?”

“Pastinya lah! Aku tidak akan membiarkanmu kabur dari kejahatanmu dengan membuat kakak-kakakmu membelikan Kotobuki sebuah PS4!”

“Yah, aku tidak akan membiarkanmu lari dari kejahatanmu karena membuat Hotey gugup!”

“Oke maaf!” Kai meminta maaf dan membungkuk dengan tangan dan lututnya di atas tempat tidur. Ia mulai berpikir tentang bagaimana caranya memulai membangun kembali fondasi mental Kotobuki. Cara tercepat yang bisa Kai lakukan ialah membawanya kembali ke titik awal: temukan game yang benar-benar bisa mereka nikmati bersama. Tapi game macam apa yang paling disukai Kotobuki?

“Hmm... game yang bisa dimainkan banyak orang ya…. Aku cuma tahu Smash Bros dan game aksi-berat lainnya...”

Sayangnya, ide Kai mulai buntu. Tapi ide untuk menyelesaikan dilema mereka terlintas di kepalany layaknya wahyu ilahi.

“Aku sudah mendapatkannya!”

“Oke, coba kudengar dulu idemu.”

“Kita akan meminta saran dari Royalteach!”

“Bagaimana kalau kamu berhenti terlalu mengandalkan kakakku?”

Kai tidak memedulikan protes Jun. Tepat di sampingnya ada seorang gadis yang menangis, jadi Ia akan melakukan apa pun untuk membantunya.

Ouji, alias Royalteach, adalah seorang gamer hardcore sehingga Ia bahkan mendapatkan rasa hormat dari Kai. DIa bukan hanya streamer game Monster Hunter yang dikenal secara online sebagai jyunjyun1203 (disingkat JJ), dia adalah sepuh game dari berbagai genre dan sistem. Seorang anak remaja seperti Kai mungkin tidak memiliki jawaban yang mereka butuhkan, tetapi Royalteach pasti akan memiliki jawabannya.

“Mari kita coba…” Kai mulai mengetik di ponselnya. “Aku minta maaf karena sudah mengganggu ketika Sensei benar-benar sibuk, tetapi ada sesuatu yang ingin kutanyakan ...”

Kai mencobanya dengan mengirimkan beberapa pesan di grup LINE yang dibagikan khusus antara mereka berdua dan Jun. Tidak lama kemudian, pesannya ditandai sebagai telah dibaca. Itu pertanda baik; Royalteach sedang memegang ponselnya.

Memang pertanda baik, tetapi tampaknya tidak menghasilkan respons.

“Um, apa Royalteach benar-benar sibuk hari ini?”

“Sekarang setelah kamu menanyakan itu, kupikir Ia bilang kalau sekarang ada rapat guru yang berlangsung sebentar ...”

“Kalau begitu bilang dari tadi, kek!”

Yah, sekarang memang waktu yang tidak pas. Kai tidak bisa menyalahkan Royalteach karena membiarkannya membaca jika dia masih tepat waktu.

“Maaf merepotkan, aku akan bertanya lain kali,” ketik Kai. Tapi sebelum Ia bisa menekan tombol kirim, sebuah pesan dari Jun muncul.

 

“Broyalty, kumohon?”

“Hmm, aku merekomendasikan Ultimate Chicken Horse,” jawab Royalteach segera.

 

Kai berharap Royalteach baru saja menjawab, tapi bagaimanapun juga, Ia mendapatkan info yang dia butuhkan. Untuk itu, Ia merasa bersyukur.

“Tapi aku belum pernah mendengar tentang game itu sebelumnya ...”

“Sepertinya itu adalah game Switch.”

“1480 yen?! Sial, murah banget!”

Mereka berdua melakukan riset di smartphone sebelum Kai dengan cepat membeli salinan digital. Dia mungkin menyebutnya murah, tapi 1500 yen untuk sepaket game masih terbilang mahal. Lagi pula, game memiliki nilai replay, jadi pasti mengalahkan sesuatu seperti satu kali ronde harga sewa ruang karaoke untuk harganya.

“Jangan mempermasalahkan harga. Kita berdua yang mentraktirnya, jadi aku akan membalasnya denganmu nanti.”

“Jangan menyebutnya 'traktiran.'”

“Kami berdua memburu Hotey.”

“Ucapanmu membuatnya jadi lebih buruk!”

Sudah cukup buat saling bisik-bisiknya, jadi Kai dan Jun mengembalikan suara mereka ke volume normal.

“Maaf, Kotobuki, tapi apa kamu ingin mencoba game ini? Aku belum pernah mencobanya sendiri, tetapi tampaknya lumayan menyenangkan. ”

“Kakakku bilang itu sangat bagus, tau!”

Mereka berdua mengajaknya bermain lagi dengan penuh senyuman hangat.

“...Maafkan aku karena sudah membuat kalian khawatir.” Kotobuki masih terdengar agak murung, tapi dia cukup dewasa untuk tidak menghabiskan sepanjang hari dengan cemberut dan membuat ulah. Setiap orang mengambil Joy-Con yang terpisah dari konsol utama dan bermain sambil mengacu pada manual online.

 

◆◆◆◆

 

Ultimate Chicken Horse adalah platform game party hingga empat pemain. Kamu bisa bermain sebagai ayam, kuda, rakun, atau domba. Desain untuk makhluk-makhluk itu semuanya cukup bagus, tetapi masih agak konyol, membuat mereka populer di kalangan gadis-gadis yang menyukai hal-hal lucu. Aspek gimnya sederhana: pemain saling berlomba menuju garis finish dalam panggung yang cukup kecil untuk muat di satu layar, membuat game ini sangat cocok untuk Kotobuki.

Yang membedakan dengan game lainnya ialah setelah setiap putaran, setiap pemain dapat memilih satu rintangan, jebakan, atau platform untuk ditambahkan ke level. Kemudian balapan dimulai lagi, dengan kesulitan mencapai tujuan meningkat dengan cepat setiap putaran. Akhirnya, pemain berakhir dengan panggung yang sangat tidak adil sehingga kamu mengira mereka hanya bisa dikalahkan di TAS. Hal itu membuat pemain dibuat merasa dilema di mana mereka harus memblokir lawan mereka untuk mencapai tujuan, tapi tidak dapat mencetak poin jika mereka sendiri tidak dapat mencapai garis tujuannya. Bisa dibilang kunci kemenangan ialan menempatkan objek secara strategis untuk menciptakan kesulitan yang bisa kamu atasi tetapi sulit buat lawanmu. Tetapi sebagai permainan berkelompok di mana rencana terbaik ayam dan kuda bentrok, banyak hal yang salah. Pada akhirnya, ini adalah game yang saling mengganggu satu sama lain sambil sesekali mencapai tujuan melalui keberuntungan yang bodoh; itu adalah permainan yang tidak dapat disangkal konyol, tetapi dalam artian yang baik.

“Hentikan, Jun! Mengarahkan panah pada sudut itu sangat kejam! Bisa-bisa, karakterku akan mati!”

“Aku tidak ingin mendengarnya dari orang yang memasang gergaji mesin tepat di depan garis finish!”

“Kalian berdua adalah monster. Tahap ini berubah menjadi ke dalam kegilaan ...”

“Bwa ha ha, semuanya sesuai rencana. Aku memiliki poin terbanyak, jadi jika di antara kalian tidak ada yang bisa mencapai tujuan, aku akan dinobatkan sebagai pemenang! ”

“Ya ampun, Miyakawa, apa kamu mendengar apa yang kudengar? Jika kita bekerja sama dan menciptakan level yang bisa kita selesaikan, kita bisa melakukan pembalasan padanya !”

“Yah, bagaimana aku bisa menolak ajakan dari Hotey kesayanganku?”

“Terima kasih atas penempatan tanggamu. Sekarang aku bisa menghindari gergaji mesin.”

“...Atau itulah yang kamu katakan, Kotobuki, tapi bolehkah aku bertanya mengapa kamu memilih untuk memasang paku di tangga tersebut?”

“Karena aku harus membalaskan dendamku pada Miyakawa setelah dimakan hidup-hidup oleh bunga misterius miliknya itu.”

“Waahh, maafin akuuuuuuuuu, Hotey… aku cuma ingin membunuh Kaaaaaai…”

Jika tidak ada yang lain, itu adalah pengalaman yang penuh keceriaan. Ada begitu banyak omong kosong yang tidak adil sehingga mereka hanya bisa menertawakannya. Begitu mereka melihat level mereka yang sarat jebakan, Kai mulai berteriak.

“Oke, berhenti main-main! Kita bahkan tidak bisa mencapai garis finish lagi!”

“Lupakan itu! Kai, kamu tidak bisa menyalahkan kami ketika kamu sendiri memasang jebakan di mana-mana!”

Mereka semua tertawa terbahak-bahak.

“Miyakawa,” tanya Kotobuki menanggapi penempatan jebakan brutal Jun, “bisakah kamu mencapai tujuan melalui ini?”

“Mustahil!”

Mereka semua tertawa terbahak-bahak.

“Oi!” teriak Jun setelah terjerat oleh jebakannya sendiri. “Orang brengsek mana yang memasang jebakan di tempat licik seperti ini?!”

“Aku ‘kan sudah bilang. Rasain ‘tuh senjata makan tuan. ”

Mereka semua tertawa terbahak-bahak. Mereka tertawa ketika mereka terperangkap pada jebakan mereka sendiri. Mereka tertawa lebih keras ketika lawan mereka yang jatuh pada jebakannya. Mereka tertawa ketika mereka bekerja sama hanya untuk mengkhianati pasangan mereka beberapa saat kemudian. Mereka tertawa bahkan ketika mereka adalah pasangan yang dikhianati. Tawa mereka tidak mengenal batas. Bahkan Kotobuki yang jutek dan pendiam pun mendapati dirinya tertawa terbahak-bahak setiap kali dia membuka mulutnya. Semua orang menikmatinya bersama-sama karena permainannya begitu absurd dan sangat sulit; keterampilan seseorang di game aksi hampir tidak berpengaruh pada hasilnya.

Insting Kai tidak salah karena memercayai Royalteach. Beginilah cara seorang pemain jenius menyambut seorang pemula untuk menikmati permainan.

 

◆◆◆◆

 

“Fyiuh, sungguh hari yang melelahkan...”

Kotobuki, sekarang kembali ke kamarnya dan berbaring di atas kasur, membenamkan wajahnya di bantal dan berbicara pada dirinya sendiri. Dia baru saja selesai mandi air panas dan kasur yang dingin terasa nyaman di balik seprai. Sekarang dia benar-benar kelelahan, dia merenungkan semua kejadian yang terjadi sepulang sekolah.

Ini adalah pertama kalinya dia pergi mengunjungi rumah Kai dan bermain sepenuh hati. Bersama Jun, mereka bertiga bermain game dan menonton beberapa rekaman anime. Keluarga Nakamura bahkan memberinya makan malam. Seperti yang Kai katakan, keluarganya sangat santai; mereka menyambut Kotobuki dengan semua senyuman untuk membantunya keluar dari cangkangnya yang pemalu. Mereka semua adalah keluarga yang hangat dan menyenangkan. Karena Kotobuki berkunjung sampai larut malam, ibu Kai bahkan mengantarnya pulang dengan mobil.

Bohong rasanya jika dia bilang kalau dia tidak bersenang-senang. Lagipula, dia menghabiskan sepanjang malam dengan cowok yang disukainya. Tapi dia tidak bisa berpura-pura kalau dia sangat yakin sekarang kalau semuanya sudah berakhir.

Uuuuugh, astagaaaaa, apa-apaan sih dengan mereka? Kenapa mereka begitu ramahhhhhhh...

Kotobuki mengerang saat mengeluarkan smartphone-nya dan melihat lagi foto mereka bertiga duduk bersama. Dia membuat salinan di mana dia memotong bagian yang ada Jun-nya, tapi dia menyimpan aslinya untuk berjaga-jaga. Ketika Jun mengambil foto itu, dia tidak berpikir dua kali untuk berpegangan pada Kai, dan pada saat itu. Itu membuat semangat kompetitif Kotobuki cukup berkobar untuk menahan rasa malu dan menempel pada Kai juga.

Dan bagaimana reaksi Kai?

Memang benar apa yang dikatakan banyak orang. Sebuah gambar bernilai seribu kata. Itulah yang membuatnya menakutkan...

Kotobuki memelototi layar smartphone-nya dengan tidak senang. Dalam foto tersebut, Kai memiliki ekspresi malu-malu saat dia dan Jun merangkul kedua lengannya. Selanjutnya, dia melihat ke bawah untuk menganalisis bahasa tubuh Kai. Sisi kanannya terlihat tegang dalam kecemasan saat dia menempel pada Kai, sementara sisi kirinya yang Jun pegang tampak benar-benar santai.

Ugggh, kenapa dia mendapatkan perlakuan yang berbeda? Dasar Nakamura sialannn! Kotobuki membenamkan wajahnya di bantalnya sekali lagi dan menendang-nendang kakinya ke atas dan ke bawah.

Bila dilihat dari sudut pandang lain, mungkin kesadaran diri yang ditunjukkan Kai padanya adalah bukti bahwa Ia memandang Kotobuki sebagai ketertarikan romanti. Bukannya itu sudah membuatnya menjadi pemenang? Bukannya dia sudah memenangkan balapan dengan mudah? Apa dia bisa mengatakan dengan pasti kalau Kai tidak memkamung Jun secara romantis?

Dia menghabiskan sepanjang malam mengamati mereka, tapi Kotobuki masih belum bisa memastikannya. Bukan hanya insiden dengan foto itu; setiap kali Kai dan Jun perlu melakukan percakapan yang tidak bisa didengar Kotobuki, mereka melakukan kontak mata. Mereka berhasil berkomunikasi hanya dengan saling pandang satu sama lain seolah-olah itu adalah hal yang paling gampang sedunia. Itu sulit dilakukan bahkan dengan anggota keluarga yang telah tinggal bersamamu selama bertahun-tahun, tapi apa mereka berdua benar-benar mencapai tingkat itu setelah menjalin pertemanan selama setahun?

Gaaaaah, uuuuugh, aku iriiiiiiiiiii. Aku ingin melakukannya dengan Nakamuraaaaaaaaa! Kotobuki memeluk bantalnya erat-erat (karena dia tidak bisa memeluk seseorang saat ini) dan menggeliat di tempat tidurnya.

Namun, hal yang membuatnya sangat syok ialah kejadian setelah mereka selesai bermain game. Karena mereka lelah dan butuh istirahat, wajar saja jika mereka beralih menonton anime. Mereka bertiga—Kotobuki, Kai, dan Jun, dalam urutan itu—duduk di tepian kasur. Dan tepat saat pembukaan dimulai, Kotobuki melihat sesuatu yang keterlaluan: Jun tiba-tiba berbaring, dengan kepala tepat di pangkuan Kai! Dan Kai memperlakukan tindakan anarki murni ini sebagai hal yang wajar!

Itu jelas-jelas bantal pangkuan! Sebuah bantal pangkuan! Siapa yang berani melakukan itu?! Dan tepat di depan orang lain?! Apa itu berarti dia bahkan tidak menyadarinya kalau dia sedang pamer?! Apa dia ingin menyiratkan, 'Kami selalu seperti ini, memangnya ada masalah'?! Aaaaaargh, astaga, itu di luar batas kepercayaan diri, dia sudah bertingkah sangat songong!

Kotobuki mencengkeram kepalanya dan menggeliat di atas tempat tidurnya.

Mereka berdua seriusan tidak pacaran?! Mereka pasti bercanda, iya ‘kan! Mereka berdua jelas-jelas bertingkah lengket kayak lem! Aku yakin mereka menghabiskan lima hari seminggu untuk bermesra-mesraan! Aku yakin mereka berdua selalu melakukan kencan rumahan!

Kotobuki duduk dan memukul-mukul bantalnya karena frustrasi, tapi dia segera duduk. Dia berbaring telentang di tempat tidurnya saat dia mengatur napas. Kemudian, dia melihat ke layar smartphone-nya sekali lagi. Pada foto mereka berdua yang dia atur sebagai layar kuncinya. Ada bagian dari lengan Jun yang tidak bisa dia edit, tapi pengemis tidak bisa memilih. Dia menyukai itu. Tapi itu hanya akan tetap sebagai layar kuncinya untuk malam ini; besok, dia akan mengubahnya ke gambar lain. Akan terlalu memalukan jika ada orag lain yang melihatnya.

“Aku mirip seperti lalat pengganggu,” desah Kotobuki. Dia tidak pernah memiliki kepercayaan pada kekuatan fisiknya, tetapi kekuatan mentalnya sama sekali tidak ada.

Dan terlepas dari semua itu...Aku tetap tidak mau menyerah pada Nakamura. Aku tidak ingin mundur cuma karena punya saingan berat.

Saat dia menatap langit-langit, Kotobuki mengerti.

 

Beginilah rasanya mencintai seseorang.

 

Kesadaran itu membuatnya sangat malu sehingga membuat wajahnya menjadi merah padam, membenamkan wajahnya di bantal, dan berguling-guling seperti orang gila. Dia memutar tubuhnya dan menendang-nendang kasurnya.

Setelah beberapa saat, dia mulai berpikir lagi. Dia mempertimbangkan kembali bukti tentang hubungan Kai dan Jun. Mungkinkah mereka tidak menyadari bahwa mereka pada dasarnya adalah sepasang? Atau mungkin Jun sudah menyadarinya dan pandai menyembunyikannya? Atau mungkin mereka sebenarnya cuma teman yang begitu dekat hingga terlihat seperti sepasang kekasih?

Namun, ada satu hal yang bisa Kotobuki pastikan. Terlepas di antara mereka adalah persahabatan atau romansa, Kai dan Jun memiliki hubungan yang jauh dari kata biasa. Selama dia memiliki Jun, Kai tidak gampang tergoda oleh Kotobuki. Yang mana artinya, jika tidak ada yang berubah, perasaannya pada Kai takkan bisa terbalas. Sama sekali tidak.

“Lantas …apa yang harus kulakukan…”

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama