Our Dating Story Vol.3 Chapter 05 Bahasa Indonesia

Chapter 5

 

Sejak hari itu, Luna berhenti mengirimiku pesan LINE baik di pagi hari maupun sore hari. Setiap kali aku mengiriminya pesan, dia akan mengabaikannya tanpa dibaca.

Ketika aku bertemu dengannya di rapat panitia pamflet, entah bagaimana dia terlihat agak dingin.

Hal seperti itu berlangsung selama berhari-hari, dan akhirnya aku kehilangan kesabaran.

“Kalau begitu, aku akan mengadakan pertemuan lain kalau aku sudah menerima buklet contohnya. Terima kasih atas kerja keras kalian.”

Setelah rapat hari ini, akhirnya kami memiliki draft pamflet yang siap untuk diserahkan. Sesuai perintah Sensei, kami semua langsung bubar dan bersiap-siap untuk pulang.

Aku dengan cepat meraih tasku dan pergi ke lorong untuk mengejar Luna yang sudah meninggalkan ruang pertemuan duluan.

Sudah lebih dari satu jam sejak waktu pulang sekolah, cuma siswa yang mempunyai kegiatan klub saja yang tersisa di sekolah, dan lorong-lorong di sekolah tampak sepi. Suara klub band konser yang sedang berlatih bisa terdengar di kejauhan.

“Shirakawa-san...”

Dia tidak mau berbalik.

“Shi ....... Luna!”

Luna tiba-tiba berhenti dengan tubuh tersentak. Aku segera mendekatinya dalam waktu singkat untuk mengejar ketertinggalan.

Luna perlahan-lahan berbalik. Ketika dia menatapku, wajahnya menunjukkan ekspresi sedih.

“Begini, aku ...”

Aku berusaha mendekat untuk berbicara dengan suara pelan supaya dia bisa mendengarkanku.

“Ah……!”

Luna tiba-tiba merogoh saku roknya dan mengeluarkan smartphone-nya. Layarnya menyala dan bergetar. Satu-satunya yang ditampilkan di layar hanyalah sebuah nomor, tapi Luna menekan tombol panggil dengan wajah terkejut.

“Maaf, aku ada telepon penting, sampai jumpa lagi...!”

Usai mengatakan itu dengan cepat, Luna lalu menempelkan layar smartphone di telinganya.

“Ya, benar…. Eh, sekarang juga!?”

Memutar tumitnya dan memunggungiku, Luna berjalan cepat menyusuri lorong.

“... Aku tidak keberatan, ya, ya, kalau begitu aku akan segera ke sana!”

Kira-kira siapa yang jadi lawan bicaranya? Karena Luna menggunakan bahasa sopan, itu pasti bukan dari temannya. Mungkin seseorang yang lebih tua?

Aku penasaran, penelepon tadi itu laki-laki atau perempuan … ketika memikrkan itu, aku menyadari kalau hatiku berdesir gelisah.

Dia mengatakan kalau itu panggilan penting. Biasanya, aku bisa bertanya “Dari siapa?” dengan santai.

Berjalan menyusuri lorong dengan punggungnya yang sudah tidak terlihat lagi, aku tidak punya pilihan lain selain meninggalkan sekolah sendirian dan menuju sekolah bimbelku.

 

◇◇◇◇

 

Tidak seperti biasanya, Sekiya-san tidak ada di ruang belajar mandiri hari ini. Jadwal bimbel untuk lulusan SMA di hari biasa adalah pada siang hari, jadi aku hampir pasti bisa bertemu Sekiya-san jika aku pergi ke sana setelah sepulang sekolah.

Ketika aku memeriksa smartphone-ku. Aku menyadari ada pesan LINE datang beberapa menit yang lalu.

[Sekiya Shuugo]

Hari ini, aku pergi ke sekolah Shibuya bersama guru pengganti dan baru saja tiba di Ikebukuro.

Karena aku ingin menemui seseorang dulu, jadi masih butuh waktu beberapa lama sebelum aku bisa pergi ruang belajar mandiri

“…Tumben banget.”

Aku tidak menyangka bahwa Sekiya-san, yang selalu melarikan diri dari semua orang yang Ia kenal, hendak bertemu dengan seseorang.

Sejak Kurose-san sudah mengetahuinya, Sekiya-san dan aku selalu beristirahat sembari nyemil di ruang santai sebelum pergi ke ruang belajar saat aku tiba di sekolah bimbel. Aku tidak punya pilihan selain pergi ke ruang santai sendirian, karena aku sudah terlanjur membeli beberapa roti manis di minimarket dengan tujuan untuk pergi ke sana lagi hari ini.

Yah, bahkan jika Kurose-san datang, dia selalu bersama temannya yang dari seko;ah wanita T ...... Itulah yang kupikirkan seraya membuka pintu masuk.

Kemudian aku melihat Kurose-san duduk sendirian di kursi dekat jendela di ruang santai.

Meskipun aku adalah orang pertama yang meninggalkan ruang rapat, tetapi aku mampir ke minimarket untuk memberli sesuatu, jadi kurasa wajar saja kalau dia sampai duluan di sini.

Kurose-san sedang menyesap minumannya sambil membaca buku.

Cantik sekali, pikirku. Sebotol teh plastik terlihat seperti cangkir teh dengan cawan. Apa yang membuatnya berbanding terbalik dari Luna ialah suasana elegan dan keanggunan sikapnya yang mirip layaknya Ojou-sama.

“……”

Dia belum menyadari keberadaanku.

Karena tempat duduknya tidak dekat di depan pintu masuk, jadi aku berpura-pura tidak memperhatikannya dan duduk di dekat pintu masuk.

Tapi ...

“... Kashima-kun.”

Saat aku baru saja menghabiskan rotiku, aku menyadari kalau Kurose-san sudah berdiri di depanku.

“Tumben sekali melihatmu sendirian. Biasanya kamu selalu bersama temanmu, cowok yang berbadan tinggi itu...”

“A-Ahh, iya ...”

Tatapanku mengembara gelisah karena didekati Kurose-san dan geli karena  Sekiya-san disebut sebagai “teman”-ku.

“Ku-Kurose-san sendiri juga sama, tumben sekali kamu sendiri. Bagaimana dengan teman-temanmu yang dari sekolah T?”

“Karena minggu ini sudah memasuki liburan musim gugur, jadi semuanya tidak datang.”

“Liburan musim gugur?”

Memangnya ada hal yang seperti itu di sekolah khusus Ojou-sama? ... bikin iri banget, saat aku berpikiran begitu, Kurose-san tertawa kecil ke arahku.

“Ah, iya, sekolah T memiliki sistem dua semester. Ketimbang dibilang liburan musim gugur, mungkin lebih tepatnya liburan setelah ujian? Mereka baru saja menyelesaikan ujian akhir semester pertama sekarang.”

“Eh, dua semester? Semester pertama mereka berakhir di bulan Oktober?”

Saat aku bertanya balik karena tidak terlalu memahaminya, Kurose-san menarik kursi dan duduk di dihadapanku, karena mungkin berpikir kalau percakapannya akan berlangsung lama.

“Iya. Ini cuma masalah pembagian saja, dan satu-satunya perbedaan antara sistem 2 semester dan sistem 3 semester adalah ada libur musim gugur.”

“Hee~... enak tuh.”

“Enak, iya ‘kan? Aku … dulu sangat menyukai sekolah T.”

Sebuah bayangan muram menyelimuti wajah Kurose-san.

“... Ketika aku berhenti dari sekolah T, aku meminta ibuku untuk mengijinkanku masuk ke sekolah bimbel sebagai gantinya. Aku punya banyak teman yang bersekolah di sekolah bimbel K, dan ada beberapa teman baikku di sekolah Ikebukuro. Jika cuma satu kursus bahasa Inggris standar, aku pikir kalau biayanya akan lebih murah dan aku bisa pergi ke ruang belajar setiap hari.”

“Apa kamu pergi ke sana setiap hari? Luar biasa sekali.”

Padahal dia masih kelas 2 SMA. Seperti yang diharapkan, bahkan aku sendiri tidak sanggup pergi ke sana setiap hari.

Kurose-san tersenyum dan menatapku saat aku berkata dengan nada terkesan.

“Itu tidak sehebat kelihatannya kok ... aku cuma melarikan diri.”

“... Melarikan diri?”

Ketika aku bertanya karena penasaran, Kurose-san membalas sambil tersenyum lemah.

“Kakekku menderita demensia. Beliau sudah mengidap penyakit itu bertahun-tahun yang lalu ... Nenekku sedang merawatnya, tapi semakin lama semakin sulit baginya ...”

“Ah ... begitu rupanya, ya.”

Aku sama sekali tidak tahu. Ngomong -ngomong, aku pernah mendengar kalau nenek dari pihak ibu Luna meminta Mao-san untuk merawat orang tuanya, Sayo-san, karena dia tidak bisa merawatnya sendiri, tapi aku belum mendengar keadaan apapun yang membuatnya begitu.

“Aku meninggalkan rumah ketika Ibu menikah lagi, dan aku sudah pergi selama beberapa tahun terakhir … tapi ketika aku kembali setelah dia bercerai, gejala Kakek justru semakin memburuk.”

Aku tidak tahu harus menjawab apa karena isi pembicaraannya yang begitu serius, jadi aku cuma mendengarkan dengan tenang sambil mengangguk.

“Ibuku sedang bekerja dan aku tahu kalau aku harus berada di rumah serta membantu nenekku, tapi ... aku tidak ingin berada di tempat yang sama dengan kakekku yang sekarang ... jadi aku akhirnya datang ke sini ….”

Ketika mendengar itu, aku berpikir ... oh iya.

“...Kurose-san, apa kamu ada di sini selama liburan panas kemarin? Aku mengikuti kursus musim panas di sini ...”

“Benarkah?”

Tatapan mata Kurose-san melebar karena terkejut.

“Selama liburan musim panas, aku tinggal di gedung ruang belajar karena ada begitu banyak orang di sana. Aku juga sering pergi ke rumah bibiku untuk bermain, jadi aku jarang berada di gedung utama.”

“Jadi begitu ya....”

Tidak heran kalau kami tidak pernah bertemu.

“Jika aku datang ke sini, aku bisa bertemu dengan teman-temanku. Selain itu ... aku ingin melanjutkan ke perguruan tinggi.”

Kurose-san berkata dengan senyum bahagia.

“Aku bisa kuliah dengan jalur beasiswa. Aku ingin masuk perguruan tinggi yang diincar oleh teman-temanku dari sekolah wanita T, jadi aku bisa bertemu dengan semua orang di kampus lagi.”

“Jadi begitu ……”

Citra sekolah Ojou-sama sering dikaitkan dengan sekolah sistem eskalator yang mengarah ke perguruan tinggi, tetapi karena sekolah wanita T dikatakan memiliki skor deviasi tinggi, di sana mungkin juga termasuk sekolah persiapan.

Pembicaraan menyenangkan Kurose-san terus berlanjut.

“Karena aku menyukai manga... Aku jadi berpikir mungkin rasanya akan menyenangkan menjadi editor atau semacamnya. Jadi editor majalah game juga tidak masalah.”

“Hee~ ...”

Jadi dia sangat menyukainya, ya.

“Kalau begitu ... kenapa kamu tidak menjadi mangaka saja?”

Kurose-san tersenyum kecil pada pertanyaan sederhanaku.

“Aku berpikir kalau aku kurang cocok untuk menjadi kreator. Ketik aku membaca manga, aku berpikir ‘Kalau plotnya begini pasti akan lebih menarik’ tapi aku tidak berpikir ‘Kalau begitu, aku akan menggambarnya sendiri!’ !”

“Jadi begitu rupanya ...”

Aku juga suka menonton live-streaming game dan memberikan berbagai pendapatku tentang mereka, tetapi bukannya berarti aku ingin menjadi menjadi seperti mereka. Kurasa hal tersebut sama saja dengan itu.

Kurose-san tiba-tiba menatapku saat sedang memikirkan itu.

“Kamu sendiri mau jadi apa, Kashima-kun?”

Mata hitam besar Kurose-san menatap lurus ke arah mataku, dan entah kenapa aku menjadi gugup saat membalasnya.

“Ap-Apa, ya …… aku tidak tahu, tapi untuk sementara ini aku berencana ingin melanjutkan kuliah.”

“Fakultas sastra? Atau sains?”

“Kemungkinan sih sastra ... aku tidak begitu pandai dalam mata pelajaran sains.”

“Hmm~ ...”

Kurose-san lalu terlihat sedikit memikirkan sesuatu.

“Jika itu Kashima-kun, kamu mungkin akan terlihat cocok untuk menjadi guru.”

“Ehh? Guru?”

Baru pertama kalinya ada orang yang mengatakan hal seperti itu kepadaku.

“Ya. Jika kamu ingin melanjutkan kuliah, kamu mungkin bisa mendapatkan pekerjaan yang memerlukan persyaratan sarjana, iya ‘kan? Aku pikir Kashima-kun bisa menjadi guru yang baik yang bisa mempertimbangkan perasaan setiap muridnya.”

“...Aku tidak pernah memikirkannya. Kupikir aku akan pergi melamar ke beberapa perusahaan secara normal.”

“Bukannya itu pilihan yang bagus juga? Mau melamar ke perusahaan apa?”

“Ehh, tidak, aku masih belum kepikiran ...”

Lagi pula, aku cuma memikirkan perusahaan terbaik yang kubisa......, perusahaan dengan bayaran tertinggi yang bisa kumasuki dengan kemampuanku.

“Jika mau melamar ke perusahaan, mungkin bagusnya perusahaan konsultan? Karena Kashima-kun orang yang sangat perhatian.”

Saat Kurose-san memberitahuku hal itu, mataku berbinar.

“Ko-Konsul...?”

"Aku sendiri tidak tahu banyak, tapi aku diberitahu kalau itu adalah pekerjaan dimana seseorang akan memberikan saran kepada pelanggan tentang pekerjaan mereka.”

“Hmm ...?”

Aku belum pernah mendengar hal semacam itu sebelumnya.

“Kurose-san ternyata tahu banyak tentang jenis perusahaan, ya.”

“Tidak juga, kok. Aku cuma melakukan sedikit riset baru-baru ini. Karena aku berpikir kalau aku ingin memberitahu Ibu, 'Aku ingin kuliah,' aku harus menjelaskan perusahaan seperti apa yang kuinginkan untuk bekerja. Itu sebabnya aku berpikir kalau bekerja di perusahaan penerbit mungkin rasanya sedikit menyenangkan.”

Kurose-san menjelaskan dengan wajah yang sedikit tersipu.

“Jika tidak mencari data perekrutan dari perusahaan tertentu dan menjelaskan bahwa lulusan perguruan tinggi lebih menguntungkan, permintaanku nanti kurang meyakinkan, bukan? Tapi ibuku juga merasakan perbedaan dalam perlakuan pekerjaan berdasarkan pendidikan, jadi aku merasa senang dia langsung setuju lebih mudah daripada yang kukira.”

“Jadi begitu rupanya……”

Orang tuaku adalah lulusan perguruan tinggi dan kakak perempuanku juga pergi ke perguruan tinggi, jadi rasanya sudah seperti rute default untuk pergi kuliah, aku tidak pernah kepikiran untuk meyakinkan orang tuaku untuk melanjutkan kuliah.

—— Luna memang sangat dewasa.

Kurose-san mengatakan hal seperti itu tempo hari.

Tapi menurutku, Kurose-san juga terlihat sangat dewasa sekarang.

Tipe yang berbeda dari Luna... dia juga merupakan gadis yang sangat luar biasa.

 

“Guru atau konsultan, ya...”

Pada hari itu, aku bergumam sendirian sambil berjalan menyusuri jalanam menuju stasiun setelah meninggalkan ruang belajar mandiri.

Ini baru pertama kalinya gambaran masa depan tak menentu, yang selama ini terasa samar-samar, diberikan gambaran konkret.

Pekerjaan guru tampaknya menawarkan penghasilan yang stabil, dan konsultan manajemen kelihatannya menjadi salah satu profesi paling populer bagi kalangan mahasiswa di Universitas Tokyo.

“Heh~ ... kedengarannya punya prospek gaji yang bagus.”

Gumamku sambil berjalan dan membaca halaman yang muncul dalam pencarian di smartphoneku.

“... Kira-kira, apa yang akan dilakukan Luna, ya?”

Seperti biasa, harapan karir Luna masih mengambang tidak menentu.

—— Hidup pada masa sekarang. Demi hidup, aku menjalani kehidupan tanpa menengok ke belakang. Seperti yang sudah kulakukan sejauh ini. Meski begitu, apa Ryuuto akan tetap mencintaiku?

Tentu saja.

Perasaan itu sama sekali tidak berubah. Jadi aku tidak terlalu ngotot dalam bertanya..

Walau demikian ...

Bagaimana aku bisa berbicara berduaan dengan Kurose-san, sedangkan hubunganku dengan Luna masih terasa canggung.

Terlebih lagi, waktu yang kuhabiskan sangat berharga dan menyenangkan... dan sekarang, aku dilanda perasaan bersalah yang luar biasa.

“Sialan, ini semua salah Sekiya-san dan liburan musim gugur sekolah T...”

Aku tahu kalau ini dendam yang salah arah, tapi mau tak mau aku ingin ingin menyalahkan seseorang sekarang.

Besok, ayo berbicara lagi dengan Luna.

Dan aku akan membuatnya memahami bagaimana perasaanku.

Dengan tekad seperti itu, aku berjalan dengan tegas menuju gerbang tiket yang dituju gerombolan orang-orang.

 

◇◇◇◇

 

Keeskoan harinya ketika aku berangkat ke sekolah.

“Kashima-kun!!”

Aku sedang berjalan dari gerbang sekolah ke pintu masuk ketika langkah kaki yang terburu-buru mendekatiku dari belakang dan memanggil namaku.

Ketika aku berbalik, orang yang memanggilku ternyata adalah Tanikita-san.

“Ada sesuatu yang kubicarakan denganmu, syukurlah aku bisa bertemu denganmu di sini!”

Tanikita-san berjalan mondar-mandir ke kiri dan ke kanan saat mengatakan itu.

“... Lunacchi, tidak ada, ya. Ikut aku dulu sebentar!”

Tanikita-san kemudian menyeretku ke tempat parkir guru di belakang gedung sekolah. Di situlah aku memanggil Luna dan menyatakan perasaanku padanya.

“Ta-Tanikita-san? Apa yang sebenarnya terjadi...”

“Sebenarnya … aku tidak ingin membuatmu merasa syok.”

Tanikita-san menatapku dengan wajah serius. Ketegangan di matanya yang besar terasa menakutkan.

“... Lunacchi, dia mungkin melakukan kencan berbayar dengan om-om hidung belang.”

“... Ke-Kencan berbayar...?”

Ketegangan yang kurasakan runtuh sekaligus.

Aku merasa lega dengan itu.

Syukurlah. Aku tetap mempercayai Luna. Aku pikir kalau Luna takkan melakukan hal semacam itu. (TN: Tipe MC yang pacarnya kena NTR dan masih aja percaya)

Aku tidak tahu bagaimana ceritanya sampai aku bertanya padanya, tapi Tanikita-san punya sifat suka seenaknya sendiri, jadi aku yakin kalau dia cuma salah paham saja.

“Kencan berbayar tuh ... tentang itu, iya ‘kan? Di mana gadis-gadis muda dibayar untuk menemani minum secangkir teh dengan pria yang lebih tua, ‘kan?”

“Iya, yang itu”

Tanikita-san mengangguk dengan wajah serius.

“... Belakangan ini aku pikir rasanya sedikit aneh. Pada acara kumpul-kumpul antar panitia tempo hari, Luna membawa tas Gucci. Baru pertama kalinya aku melihat tas itu. Dan ketika aku melihatnya Sabtu lalu, kali ini dia membawa tas merk Dior!”

“E-Ehh...?”

Jika dia sampai menyebutkan merek terkenal yang bahkan aku sendiri pernah mendengarnya, aku yakin kalau harganya lumayan mahal.

“Harganya sekitar 300.000 yen, tau!? Mungkin harganya bisa lebih mahal lagi tergantung dari koleksi dan ukurannya! Bukannya itu luar biasa!? Itu bukan harga yang bisa dibayar gadis JK biasa !?” (TN: 300 ribu yen kalau dirupiahkan bisa sekitar 33-35 jutaan)

“I-Iya……”

Karena sejak awal aku tidak pernah tertarik pada fashion, jadi aku tidak pernah repot-repot melihat merek barang milik Luna.

“...Tapi mungkin saja dia meminjamnya dari neneknya, ‘kan? Karena beliau orang yang cukup modis.”

Nenek Luna dari pihak ayahnya, yang tinggal bersamanya, tampaknya memiliki hobi yang cukup modern, seperti belajar menari hula dan membeli mesin pembuat waffle, sehingga tidak mengherankan jika beliau memiliki satu atau dua tas bermerek.

“Ehh, tapi bukannya aneh kalau dia tiba-tiba mulai meminjam tas bermerk terus-terusan? Lunacchi tuh hanya tertarik dengan tas murah saja, tau?”

“Ma-Masa ...?”

Aku tidak pernah berbicara tentang masalah tas dengan Luna, jadi aku merasa sedikit kewalahan, Karena Tanikita-san sama-sama gadis dan ingin melanjutkan ke sekolah mode, jadi dia mungkin banyak berbicara tentang mode dengan Luna.

“Mengapa kamu tidak bertanya langsung kepada Shirakawa-san bahwa kenapa dia bisa mempunyai tas bermerek?”

“Ya mana mungkinlah. Kalau aku yang nanya, nanti kelihatannya aku merasa iri padanya. Jika Lunacchi sendiri yang membual hal itu sih, aku mungkin bisa membalas sambil bercanda sekaligus nanya.”

 Apa memang begitu? Aku tidak tahu apa memang begitu cara gadis-gadis saling menghormati satu sama lain, atau itu hanya sebatas hubungan antara Luna dan Tanikita-san saja.

“... Lalu, kalau masalah tas saja sih masih mending. Tapi kemarin, aku melihat sesuatu  ...”

“Me-Melihat apa?”

Nada suara Tanikita-san berubah menjadi lebih tegang, hal itu membuatku ikutan gugup juga.

“Kemarin aku pergi ke gedung K-POP di Ikebukuro untuk menjual barang merchandise VTS. Dalam perjalanan pulang, aku melihat Lunacchi di depan stasiun dan saat hendak menyapanya … aku mendapati dia sedang berjalan dengan seorang cowok. Dan cowok tersebut adalah cowok yang lebih tua.”

“Ehh......”

Mendengar hal ini mengingatkanku pada panggilan telepon yang diterima Luna kemarin.

——  … Eh, sekarang juga!? …… Aku tidak keberatan, ya, ya, kalau begitu aku akan segera ke sana!

Orang yang meneleponnya ternyata sorang cowok ... dan tebakanku kalau peneleponnya adalah cowok yang lebih tua ternyata tepat sasaran.

“…………”

Bukannya aku meragukan tentang aktivitas kencan berbayar. Tapi  jantungku berdetak  lebih cepat dari sebelumnya.

“Co-Cowok yang lebih tuanya itu ... O-Orang ini bukan?”

Diiringi secercah harapan, aku menunjukkan foto Mao-san yang bisa kutemukan di smartphone-ku. Foto tersebut berisi kami bertiga ketika aku bekerja di rumah tepi pantai selama musim panas.

“Tidak, bukan yang ini.”

Tanikita-san menggelengkan kepalanya tanpa henti.

“Cowok itu kelihatan lebih muda. Mungkin seusia anak kuliahan.”

“Anak kuliahan ... kencan berbayar dengan om-om ... Om-om? Memangnya bisa jadi om-om ?”

Tanikita-san memiringkan kepalanya atas pertanyaan sederhanaku.

“Entahlah? Jika Ia punya uang dari pekerjaan paruh waktu, mungkin saja bisa, iya ‘kan? Mungkin saja Ia bukan anak kuliahan, tapi orang dewasa yang sudah bekerja.”

Bisa jadi …. tapi hal seperti itu bukan jawaban yang harus dipertimbangkan di sini.

Luna …. Melakukan kencan berbayar …. dengan om-om … hal semacam itu…mana mungkin … iya ‘kan?

Aku sulit membayangkannya.

Akan tetapi…….

——Bahkan Ryuuto mungkin mulai merasa muak. Karena aku adalah gadis gyaru, jadi aku ingin melakukan semua yang akan dilakukan seorang gadis gyaru.

Aku jadi teringat apa yang dikatakan Luna pada hari hujan itu.

“... Emangnya gadis gyaru tuh, biasa melakukan kencan berbayar?”

“Hah?”

Tatapan mata Tanikita-san melebar saat aku bertanya begitu.

“Itu sih … tergantung orangnya, ‘kan? Kupikir ada beberapa gadis yang akan tetap melakukannya meski mereka terlihat seperti gadis serius, lugu dan polos. Aku punya gambaran kalau ada banyak gadis gyaru dalam tempat kabaret dan kencan berbayar, tapi baik kabaret maupun kencan berbayar, aku sih tidak kepikiran untuk melakukannya.”

“Be-Begitu ya ... yah memang benar begitu, ‘kan?”

Aku merasa yakin.

“... Kalau gitu, menurutmu apa maksudnya dengan 'hal-hal yang dilakukan seorang gadis gyaru'?”

“Eh~ Apa-apaan itu? Bukannya itu juga tergantung pada orangnya? Kalau aku sih akan melakukan apapun yang ingin aku lakukan.”

“Begitu rupanya……”

Memang kalau “itu tergantung pada orangnya” adalah kebenaran. Hal tersebut berlaku untuk hampir semua hal di dunia.

Meski aku memahami hal itu, tapi alasan kenapa aku masih bertanya pada Tanikita-san mungkin karena aku masih belum tahu banyak tentang Luna.

‘Apa yang kamu suka, apa yang ingin kamu lakukan, apa yang kamu pikirkan …….’

Rasanya sungguh menyedihkan untuk berpikir begitu..

...... Tapi aku yakin kalau dia takkan melakukan kencan berbayar. Hanya itu saja yang ingin kupercayai.

“... apa Tanikita-san berpikir kalau Luna adalah tipe gadis yang akan melakukan kencan berbayar?”

Tanikita-san tampak sedikit terkejut saat mengajukan pertanyaan dari sudut pandang yang berbeda.

“... Aku sendiri tidak tahu ...”

Ekspresinya terlihat sedikit canggung.

“Lunacchi tuh gadis yang sangat baik, tapi ada bagian dari dirinya yang sedikit berbahaya, iya ‘kan? Kelihatan goyah atau semacamnya gitu ... Dan belakangan ini, hubungannya dengan Kashima-kun agak renggang, ‘kan? Aku mendengarnya dari Nikorun, sih. Mantan pacarnya Lunacchi enggak ada yang bener semua, dan masalah dengan Kashima-kun membuatnya jadi tidak stabil … jadi mungkin saja dia merasa putus asa dan melakukan hal itu sebagai pelarian.”

“Begitu ya…”

Aku memahami sedikit tentang Luna dari pandangan Tanikita-san. Aku masih ingin mempercayai kalau Luna takkan melakukan kencan berbayar, tapi ada beberapa hal yang bisa aku setujui.

“Ketika aku memberitahu Nikorun kalau Lunacchi mungkin melakukan aktivitas kencan berbayar, dia cuma menertawakannya sambil berkata ‘Mana mungkin dia melakukan itu’.Tapi aku baru berteman dengan Lunacchi selama 2 tahun, jadi aku belum yakin apa kau bisa mempercayainya sebanyak itu .. ... karena mungkin aku masih belum tahu apa-apa tentang Lunacchi.”

Katanya sambil murung seolah-olah ingin mencari alasan, Tanikita-san kemudian menatap ke arahku.

“Aku berharap kalau ini cuma kesalahpahamanku saja, Tapi jika dia memang melakukan itu ....... mau tak mau aku jadi merasa tidak nyaman, dan berpikir kalau aku harus segera memberitahu Kashima-kun.”

“… Baiklah, aku mengerti.”

Akulah yang mendengarkan cerita ini dan memutuskan apa yang harus dilakukan.

“Terima kasih banyak atas perhatianmu, Tanikita-san.”

Saat aku mengatakan itu, Tanikita-san yang tadinya terlihat tidak nyaman dengan ekspresi cemas di wajahnya, tampak sedikit lega.

Aku memiliki perasaan campur aduk ketika menyadari kalau dia benar-benar ingin memberitahuku karena kebaikan hatinya.

 

Sejujurnya, aku merasa sangat syok

Aku tidak berpikir kalau itu memang berkaitan dengan aktivitas kencan berbayar, tapi apa pun situasinya, Luna yang berjalan-jalan dengan cowok lain merupakan fakta yang tak bisa dibantah.

Aku ingin mengetahui situasinya lebih cepat dan merasa lega. Ada kemungkinan kalau itu sepupu, pacar dari kakak perempuannya, atau yang lainnya.

Meski begitu, alasan kenapa aku sama sekali tidak nyaman dengan pemikiran itu karena ada satu hal kemungkinan yang lebih realistis daripada melakukan aktivitas kencan berbayar.

 

 Mantan pacarnya.

 

Sebelumnya, Luna pernah mengatakan bahwa ketika dia putus dengan mantan pacarnya, dia akan menghapus seluruh akun LINE-nya. Tapi jika pihak lain mengetahui dan mengingat nomor ponsel Luna... layar panggilan masuk cuma menampilkan nomor telepon tanpa nama yang terdaftar... bukannya begitu cara orang lain menelpon nomer yang tidak terdaftar?

Tapi, apa yang akan dia bicarakan ketika bertemu dengan mantan pacar yang seharusnya sudah jauh darinya? Curhat……? Atau jangan-jangan mengeluh tentang aku?

Aku ingin mengkonfirmasi ini dengan Luna secepat mungkin. Tapi apa yang harus kukatakan padanya?

Aku sendiri tidak memberitahu Luna kalau aku bersama Kurose-san, apa aku berhak menanyainya “Hari sabtu lalu kamu bersama cowok lain, ‘kan?” dengan nada menginterogasi?

Setidaknya dalam situasi saat ini, melakukan hal itu hanya akan memperburuk keadaan saja ...

Apa yang sebaiknya harus kulakukan? ….. Aku berjalan menuju ruang kelas sembari terus memikirkan hal itu.

“Oii, Kasshi!”

Di koridor, aku didekati oleh Icchi. Di belakangnya juga ada Nisshi.

“Selamat pagi……”

Tapi mereka berdua tidak membalas balik sapaanku.

“Apa yang kamu bicarakan dengan Tanikita-san?”

“Aku tadi melihatnya, tau. Kasshi dan Tanikita-san sedang berbicara dengan bisik-bisik di tempat parkiran.”

Ketika Icchi mengatakannya dengan ekspresi sangar, Nisshi menambahkan dengan ekspresi menakutkan di wajahnya.

“Umm, itu ...”

Karena isi pembicaraannya terlalu sensitif, aku sedikit ragu untuk langsung menjawabnya.

“It-Itu mengenai Shirakawa-san ...”

“Kasshi, kamu benar-benar sudah berubah, ya.”

Nisshi menyela perkataanku dengan nada marah.

“Padahal kamu sudah punya pacar yang bernama Shirakawa-san, tapi kamu juga berusaha mendekati Kurose-san, dan kali ini kamu ingin mengincar Tanikita-san juga?”

“Aku tidak bisa memaafkanmu... Apa kamu sudah berhenti jadi manusia!? Apa kamu sudah tidak punya akal sehat saat dulu masih menjadi manusia!?”

Mungkin gara-gara menyangkut Tanikita-san, Icchi mendekatkan wajahnya seolah-olah mau mengulurkan tangannya padaku.

“Tidak, sudah kubilang ini tentang Shirakawa-san ...”

“Apanya yang tentang Shirakawa-san?”

“…………”

“Tuh ‘kan, kamu tidak bisa menjawabnya! Jangan coba-coba cari alasan melulu!”

Aku menggigit bibirku saat Icchi terus-menerus mendesakku.

Kepala yang sudah dipusingkan dengan masalah lain, rasanya akan semakin kacau.

“... maaf. Tinggalkan aku sendiri untuk sementara waktu...”

Aku ingin membicarakannya dengan seseorang, tapi sepertinya Icchi dan Nisshi tidak mau mendengarkanku lagi.

Jika aku berbicara dengan seorang gadis di sini, situasinya akan lebih merepotkan, jadi aku bahkan tidak bisa meminta Yamana-san untuk mendengarkanku. Kurose-san sendiri, dalam banyak artian, bisa menjadi bencana juga.

Cuma ada satu orang yang bisa kuandalkan untuk membantuku menghadapi masalah ini.

 

“... Itu sih memang masalah besar”

Di dalam ruang santai sekolah bimbel K, tempat yang kudatangi setelah sepulang sekolah, Sekiya-san melipat tangannya dan mengerang saat mendengar ceritaku.

Hari ini tidak ada kegiatan panitia pamflet lagi, dan aku langsung menuju ke sana sepulang sekolah, jadi ruang santainya masih terlihat lengang. Tidak ada tanda-tanda Kurose-san juga.

“Jadi, apa yang ingin kamu lakukan?”

“Aku……”

Aku menjawab sambil berpikir.

“Aku ingin berbaikan dengannya ... dan bertanya tentang cowok yang dia temui.”

“Jika kamu bertanya setelah berbaikan, bukannya itu akan membuat suasana menjadi canggung lagi?”

“…………”

“Untuk sementara ini, kamu ingin mengetahui identitas cowok itu, iya ‘kan? Jika memang begitu, biar aku saja yang bertanya padanya.”

Sambil tersenyum, Sekiya-san berkata demikian.

“Eh!? Be-Bertanya padanya ..... maksudnya Sekiya-san akan bertemu langsung dengannya!?”

“Yah, mungkin itu pilihan yang terbaik. Kalau lewat panggilan telepon sih pasti sangat mencurigakan.”

“…………”

Ada sedikit konflik mengenai membiarkan Luna dan Sekiya-san bertemu. Aku menyadari kalau ini karena rasa minderku sendiri terhadap Sekiya-san yang berbadan tinggi, tampan, dan benar-benar keren (setidaknya sebelum Ia menjadi ronin), dan aku merasa sedikit membenci diriku sendiri.

“... Baiklah, aku mengerti. Mohon bantuannya.”

Jawabku sambil memegangi perutku yang merasa tertekan.

“Tapi bagaimana caranya ...?”

“Ah~ kalau tidak salah minggu depan nanti sekolahmu akan mengadakan festival budaya, ‘kan? Undang aku. Sesekali aku ingin mengubah suasana hati juga, jadi aku berharap kalau kamua akan mengajakku ke sana, itu saja.”

“Ehh!?”

Yang mengejutkanku, Sekiya-san dengan antusias menawarkan untuk membantuku.

“Dan jika kamu menemukannya di sekolah, kamu harus segera memberitahuku. Lalu aku berpura-pura bodoh dan berkata, “Ah, kamu itu gadis yang berjalan dengan cowok lain di Ikebukuro tempo hari, kan!?'”

“... kalau Sekiya-san yang mengatakannya, kedengarannya seperti metode baru buat merayu gadis …”

“Tapi jika aku bersama Yamada, orang-orang enggak bakal mencurigaiku, iya ‘kan? Jika teman pacarnya mengatakan itu tepat di hadapannya, dia tidak punya pilihan lain selain harus menjelaskannya, ‘kan?”

“Benar juga sih……”

Walaupun kelihatannya kurang alami dan terlalu dipaksakan, tapi sekarang aku tidak memiliki ide yang lebih baik dari ini.

“Sekarang aku akhirnya bisa melihat pacar Yamada. Aku jadi sangat menantikannya …... Tapi berjalan-jalan di sekitaran Ikebukuro, ya. Mungkin saja aku pernah berpapasan  dengannya di suatu tempat.”

Sambil merasa sedikit cemas tentang Sekiya-san yang tampak senang dan ceria, aku memikirkan kembali  tentang festival sekolah minggu depan.

 

◇◇◇◇

 

Dan kemudian, tibalah waktunya hari pembukaan festival sekolah untuk umum.

Karena panitia bagian pamflet sudah memeriksa sampel sampul seminggu yang lalu dan telah menyerahkan jadwal pengiriman ke resepsionis, tidak memiliki pekerjaan yang harus dilakukan pada hari acara. Oleh karena itu, aku seharusnya pergi untuk membantu anggota panitia lain hanya ketika aku dipanggil.

Aku tidak tahu apa yang Luna dan Kurose-san lakukan hari ini. Mereka mungkin saling membantu anggota staf lain atau memiliki waktu luang.

Sekiya-san ada jadwal di sekolah bimbel di pagi hari dan baru bisa datang di siang hari.

Sekitaran pukul satu siang, aku diminta oleh ketua panitia pelaksana untuk berjaga di tenda di markas besar di sebelah meja resepsionis, aku kadang-kadang memeriksa smartphoneku untuk melihat orang-orang yang melewati area resepsionis. Karena aku baru saja menerima pesan LINE dari Sekiya-san yang mengatakan kalau Ia akan segera kemari.

Lalu pada saat seperti itu…

“Eh, eh, lihat deh, bukannya orang itu kelihatan keren?”

“Ahh~ setuju banget. Aya, suka banget sama cowok yang begitu.”

Ketika aku mendengar gadis-gadis kelas satu yang berjaga di meja resepsionis mulai saling bisik-bisik, aku menengok untuk melihat apakah Sekiya-san yang muncul.

“Yo~”

Sekiya-san melewati meja resepsionis, menemukanku yang ada di tenda panitia dan langsung mendatangiku.

Kemudian hampir semua siswa di meja resepsionis dan tenda panitia memandang ke arah kami.

“... Ehh, apa dia kenalan dari Senpai itu?”

“Enggak nyangka banget ... Ahhh, tapi kalau tidak salah orang itu pacar Shirakawa-san dari kelas 2.”

“Ah, begitu rupanya. Jika kamu punya pacar cantik dan manis, teman-temanmu pasti berspesifikasi tinggi juga.”

Bisikan gadis-gadis di meja resepsi tadi terdengar di telingaku, yang mana membuatku semakin merasa malu.

Tepat pada saat itu, aku mendapat pergantian tugas, dan karena aku punya waktu luang, aku mulai berjalan-jalan di sekitar sekolah bersama Sekiya-san.

Aku merasakan tatapan mata para gadis kemanapun aku pergi. Mereka semua melirik Sekiya-san dan kemudian menatapku dengan heran.

“…………”

Entah kenapa rasanya sedikit memalukan...

Meskipun aku sering merasakan tatapan yang sama ketika aku bersama Luna, dalam kasus Luna, rasio pria dan wanita yang menatap kami hampir sama, jadi rasanya sangat memalukan karena ditatap oleh gadis-gadis saja. Buat orang suram seperti diriku, aku masih belum terbiasa sama sekali, tidak peduli berapa kali aku mengalaminya.

Aku ingin segera menemukan Luna dan mencapai tujuanku ...... seraya memikirkan itu, aku berkeliaran di sekitar sekolah untuk mencarinya.

Hubunganku dengan Luna masih renggang sejak saat itu. Karena aku mencurigai pertemuan rahasia dengan mantan pacarnya, aku juga entah bagaimana cenderung menghindarinya.

Berbeda dengan saat kami pertama kali mulai berpacaran, kupikir aku mendapatkan lebih banyak kepercayaan diri sebagai pacar Luna selama liburan musim panas.

Namun pada kenyataannya, ketika bayangan mantan pacarnya berkelebat di sekitaran Luna, kepercayaan diriku dibuat terguncang untuk sementara.

Sejujurnya, aku takut untuk memastikannya.

Tapi aku pasti tidak ingin menghilang begitu saja.

Aku ingin Luna memahami perasaanku yang ingin terus berpacaran dengannya ketimbang dengan Kurose-san, dan aku ingin mengakhiri kebuntuan itu.

Demi memenuhi tujuan itu, aku juga harus mengetahui kebenaran tentang dugaan pertemuan rahasianya mantan pacarnya.

Dengan pemikiran itu, aku menyeret kakiku yang berat dan berkeliaran mengelilingi sekolah.

“…………”

Sekiya-san lagi tumben-tumbennya sangat pendiam hari ini. Dengan wajah tegang, Ia terus menatap area sekeliling seolah-olah Ia sedang mencari seseorang.

“... Yang benar saja... tapi tidak salah lagi, seragam ini...”

“……Apa ada yang salah, Sekiya-san?”

Saat aku bertanya apa yang Ia gumamkan, Sekiya-san buru-buru membalas, “Tidak, bukan apa-apa...”

Saat itulah ada sesuatu yang terjadi.

“Ah, Kashima-kun~!!”

Seorang gadis bertubuh mungil datang berlari dari sisi lain koridor.

Ternyata itu adalah Tanikita-san.

Bahkan setelah memberi tahuku apa yang terjadi, Tanikita-san masih memperlakukanku sebagai salah satu anggota panitia seperti biasa Dia tampaknya memiliki kepribadian yang menyegarkan, tipe yang sedikit menakutkan untuk  orang semacam aku.

“Kebetulan banget~! Dekorasi yang ada di gedung olahraga sedikit terkelupas. Dengan tinggi badanku, aku tidak bisa mencapainya bahkan jika aku menggunakan tangga. Aku tidak dapat menemukan angggota dekorasi yang cowok sekarang, jadi apa kamu tidak keberatan buat membantuku sebentar?”

“Eh, i-iya ...”

Saat aku melihat Sekiya-san untuk menanyakan pendapatnya, Tanikita-san juga ikut menatapnya secara bersamaan.

“Ah……!”

Sesaat kupikir dia terpesona oleh ketampanan Sekiya-san, tetapi tampaknya bukan begitu. Ekspresinya dipenuhi dengan kejutan.

Kalimat berikutnya yang dia ucapkan membuat badanku kaku.

 

“Kashima-kun, orang ini! Cowok inilah yang sedang berjalan di Ikebukuro bersama Lunacchi...!?”

 

“...!?”

Aku tak bisa berkata apa-apa.

Apa katamu?

Sekiya-san adalah orang yang berjalan dengan Luna...?

Hubungan macam apa yang Ia miliki dengan Luna?

 

Apa jangan-jangan ... Ia adalah mantan pacarnya?

 

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, itu tidak mengherankan sama sekali.

Ia kelihatannya mempunyai serangkaian hubungan pacaran selama SMA, dan bahkan jika Ia berpacaran selama beberapa bulan dengan Luna, yang Ia temui di suatu tempat, dan putus ... Ia pernah menceritakan sendiri kalau dirinya terlalu banyak bermain dengan gadis-gadis sehingga Ia gagal dalam ujian masuknya, dan mungkin saja dia dicampakkan setelah hubungan mendua atau bertiganya ketahuan.

“Hal seperti itu ...”

Aku merasa senang bisa berteman dengan Sekiya-san. Meski Ia punya wajah tampan, tapi Ia mudah untuk diajak bicara, dan Ia selalu mengurusku dengan baik, aku berpikir kalau Ia adalah senior yang baik dalam hidupku.

Meski begitu  ...

Mantan-mantan pacar yang sudah menyakiti Luna dengan mempermainkan perasaannya yang berusaha keras untuk membahagiakan pacarnya. Kalau Ia salah satu dari orang-orang itu, maka ...

Aku takkan memaafkan orang ini …….

“... Eh masa? Seriusan!? Apa jangan-jangan nama pacarmu adalah [Shirakawa Luna] !?”

“...!”

Ia bahkan mengetahui Luna.

Sudah kuduga, kalau orang ini adalah ... mantan pacarnya.

“Aku dari tadi penasaran apa jangan-jangan murid sekolah ini. Aku melihat seragam gadis-gadis itu dan mengira mereka tampak familier. ... Aku tidak mengira kalau kalian berasal dari sekolah yang sama karena seragamnya sangat berbeda dengan Kurose-san.”

Jika Ia mantan pacarnya, kata-katanya sangat sembrono. Ia bahkan tidak mengingat nama sekolah mantan pacarnya sendiri.

“Sekiya-san ... kamu ini benar-benar...”

Bahuku mulai bergetar dengan campuran kemarahan, penghinaan dan kekecewaan.

“Sejujurnya, aku tidak ingin bertemu dengan mantan pacar Luna seumur hidupku ... karena mau tak mau aku akan membencinya.”

Sambil mengepalkan kedua tangan, aku memelotot ke arah Sekiya-san.

“Tapi ternyata dari semua orang, Sekiya-san adalah mantan pacarnya ...”

Kemudian, mungkin merasa ketakutan dengan ekspresiku, Sekiya-san membuka matanya dan menggelengkan kepalanya.

“Ehh? Tidak, bukan, bukan!”

“Percuma saja kamu membantahnya sekarang ...”

Aku sudah mempertimbangkan kemungkinan bahwa cowok yang ditemui Luna pada hari itu adalah sepupunya atau pacar kakak perempuannya.

Tapi kalau cowok itu ternyata adalah Sekiya-san.

Satu-satunya hal yang dapat dipertimbangkan adalah “mantan pacar”.

“Sudah kubilang bukan, jadi tenanglah dulu, oke!”

Sekiya-san meraih kedua bahuku dan menatap lurus ke arah mataku.

“Tolong dengarkan dulu baik-baik.”

Aku tidak ingin mendengar alasan apapun darimu ……. Saat aku berpikir begitu seraya memelototinya, Sekiya-san lalu berkata padaku.

'Shirakawa Luna' bukanlah mantan pacarku.”

“Lantas apa ...”

 

Dia adalah teman mantan pacarku.”

 

Usai mendengar itu, jalan pemikiranku langsung berhenti.

“Teman …. mantan pacarmu...?”

“Jika kamu berpikir kalau aku berbohong, kamu bisa bertanya langsung dengan mantan pacarku… dia bersekolah di sini juga, jadi kamu seharusnya sudah mengenalnya,  ‘kan?”

“Maaf, aku sama sekali tidak memahami apa yang kamu bicarakan, tapi siapa nama mantan pacar Sekiya-san...?”

Ketika aku bertanya, Sekiya-san membuang muka dan dengan ragu berbicara.

 

“Yamana Nikoru. Bukannya dia itu sahabat dari 'Shirakawa Luna'?”

 

“Ehh......”

Yamana-san……?

Diberitahu sesuatu yang tidak pernah kupikirkan, membuat otakku menjadi kacau balau dan aku sedikit kesulitan untuk menelaahnya.

“Ehh, mantan pacarnya Yamana-san...? Ahh, eh, cowok yang dia pacari selama dua minggu saat dia masih kelas 2 SMP ...?”

“Ya”

Sekiya-san membalas dengan menganggukkan kepalanya.

“Cowok yang suka mendengarkan sutra ...? Ehh? Pacar yang chuunibyou itu?”

Aku melontarkan kata-kata tersebut secara refleks dan Sekiya-san dengan ringan memelototiku.

“Sudah kubilang, itu memang aku.”

Sekiya-san yang tersipu melirik ke samping dan menatap Tanikita-san.

Sedangkan di sisi lain, Tanikita-san menatap kami berdua dengan ekspresi lega di wajahnya.

“... Dengan kata lain, dia tidak melakukan aktivitas kencan berbayar, ‘kan? Ahh syukurlah~!”

“Hah? Kencan berbayar? ... Kalian ini memiliki imajinasi yang kuat, ya.”

Sekiya-san cuma bisa tersenyum kecut, lalu secara bergantian menatapku dan Tanikita-san.

“Kami mempunyai sesuatu yang perlu kami bicarakan, jadi maaf, bisakah kamu mencari orang lain saja untuk membantumu mendekorasi?”

Sekiya-san memberi tahu Tanikita-san, Ia kemudian melihat area sekitarnya dan memanggil seseorang dengan memberi isyarat.

“Kebetulan saja aku melihat ada cowok yang punya badan tinggi. Ayo datang ke sini sebentar.”

Tak disangka, orang yang dipanggil Seikya-san adalah Icchi dan Ia mendekati kami dengan gentar.

“Ki-Kira-kira ada apa, ya...”

“Ahh, Ijichi-kun! Pas banget, tolong bantu aku sebentar!”

Icchi yang tadinya menatapku dan Sekiya-san dengan ekspresi curiga, tiba-tiba menjadi cerah ketika Tanikita-san berbicara padanya.

“Ti-Tidak masalah...!”

Tanikita-san dan Icchi, yang berlari menuju gimnasium bersama, terlihat seperti binatang kecil dan beruang yang berlari di hutan.

 

◇◇◇◇

 

Aku dan Sekiya-san memasuki ruang kelas tempat anak-anak kelas satu menjalankan kedai kopi.

Meskipun jam makan siang sudah berlalu, tapi pelanggan di dalamnya masih ramai dan hampir penuh. Ngomong-ngomong, di festival budaya sekolah kami, setiap kelas tidak diwajibkan untuk melakukan sesuatu, jadi kelasku tidak ikut serta karena tidak banyak orang yang mau.

Sekiya-san langsung berbicara ke intinya saat aku dengan gelisah menerima minuman yang kupesan secara acak.

“Kalau tidak salah ... pada hari Minggu yang lalu? Saat aku meninggalkan rumah untuk pergi ke sekolah bimbel, ada seorang gadis yang tidak kukenal menghentikanku di depan stasiun. Dia adalah ‘Shirakawa Luna.’”

Aku hanya diam menutup mulutku dan mendengarkan.

“Karena itu situasi yang terbalik, aku berpikir lagi beruntung karena didekati gadis yang sangat imut,  jadi aku mencoba berbicara dengannya. Dia lalu mengatakan ‘Aku sahabatnya Yamana Nikoru dari sekolah SMA. Nikoru masih belum melupakanmu, jadi apa kamu tidak keberatan untuk bertemu Nikoru sekali lagi?’. Dia sedang dalam perjalanan ke rumah Yamana untuk main, dan dia mengenalku karena pernah melihat fotoku , jadi dia menghampiri dan memanggilku.”

Aku teringat wajah Luna saat mendengarkan kisah cinta Yamana-san setelah bermain Savage tempo hari.

Kupikir itu memang sangat menggambarkan sifat Luna banget. Mungkin dia kebetulan melihat mantan pacar yang masih dipikirkan sahabatnya di kota dan memanggilnya secara refleks. Tidak peduli seberapa pentingnya teman-temanku, aku tidak bisa melakukan hal yang Luna lakukan. Aku pasti akan kehilangan waktu karena aku cuma melihatnya di foto dan memikirkan bagaimana jika aku salah orang atau semacamnya.

“Pada hari itu, aku ada wawancara dengan staf sekolah bimbel. Ketika aku memberitahunya kalau aku akan terlambat karena sudah ada janji, dia mengeluarkan kwitansi dari dompetnya dan menulis nomor teleponnya dengan benda yang mirip eyeliner, lalu menyerahkannya padaku seraya berkata ‘Aku ingin bicara lebih banyak, jadi tolong hubungi aku lagi jika kamu punya waktu senggang.’”

Aku mulai bisa membayangkannya. Aku yakin dia merasa putus asa. Karena semuanya demi Yamana-san.

Luna memang sungguh menggemaskan.

“Kemudian aku melupakannya selama beberapa hari, tapi saat aku mengatur ulang tasku, aku menemukan kertas kwitansi dan mulai teringat, ‘Oh, iya’. Walaupun dia gadis gyaru, tapi dia mempunyai wajah yang manis dan imut, jadi kupikir aku akan menghubunginya meski cuma demi bertemu dengannya.”

Sekiya-san memperhatikan tatapanku yang jengkel dan tersenyum masam.

“Jangan marah begitu. Waktu itu aku masih belum tahu kalau dia itu pacarmu.”

“Aku sama sekali tidak marah, kok.”

Jika cuma sebatas ini saja membuatku marah, aku takkan bisa menjadi pacar Luna.

...... Tidak, aku memang sedikit sebal sih.

“Lalu kami janjian untuk bertemu di Ikebukuro.”

Pada hari itu... Luna mendapat telepon dari seseorang setelah selesai rapat. Ngomong-ngomong, aku mulai mengingat kalau Sekiya-san juga terlambat datang ke ruang belajar mandiri.

“Nikoru, mengenai Nikoru, dia benar-benar cuma membicarakan Yamana. Meskipun aku sudah bilang “Hubungan kami sudah berakhir,” tapi dia berkata “Tapi di dalam benak Nikoru, ini belum berakhir sama sekali!” dengan penuh ketegangan. Dia bilang kalau dia akan membuat janji jika aku ingin bertemu dengan Yamana, tapi aku tidak berminat untuk itu, dan kami tidak mencapai kesepakatan. Hanya itu saja.”

Sembari mengangkat kedua tangannya seolah menunjukkan ketidakbersalahannya, Sekiya-san menyelesaikan ceritanya.

“... Kenapa kamu tidak ingin bertemu dengan Yamana-san?”

Aku teringat perkataan Sekiya-san ketika membicarakan tentang pacar pertamanya.

—— Seandainya saja aku bisa mengulanginya lagi dari awal kelas 1 SMA,...... aku mungkin takkan mencampakkannya di waktu itu.

Aku yakin Ia masih memendam perasaan kepada Yamana-san karena sampai membuatnya mengatakan hal itu.

“Mana mungkin aku bisa bertemu dengannya, wajahku ini nanti mau ditaruh di mana? Alasanku mencampakkannya karena aku ingin bermain-main dengan gadis lain, dan setelah puas bersenang-senang dengan mereka, mana tega aku mengatakan ‘Sudah kuduga, aku lebih menyukaimu’, yang namanya egois tau batasannya juga kali.”

“Tapi……”

Yamana-san masih belum bisa melupakan mantan pacarnya, Sekiya-san. Jika mereka berdua masih memikirkan satu sama lain, apa mereka tidak bisa memulai dari awal lagi?

“... Aku sudah menyakiti Yamana.”

Ketika aku sedang memikirkan pertanyaan tersebut, Sekiya-san berkata dengan nada muram.

“Pada saat kelas 1 SMP, Yamana adalah gadis yang polos dan tidak mencolok. Dia memiliki rambut hitam dan pendiam. Dia tidak punya banyak teman karena tatapan matanya yang tajam, sama sepertiku.”

Menyipitkan matanya dengan tatapan nostalgia, Sekiya-san mulai bercerita.

“Namun, dia sangat peduli dan setia kepada orang yang membuka hati untuknya. Kami berdua sama-sama pemalu, jadi butuh waktu beberapa saat untuk mengenal satu sama lain, tapi dia adalah junior yang baik dan manajer yang hebat.”

Ah begitu rupanya, pikirku begitu.

Dia ikut mengantri dengan Luna untuk membelikanku casing smartphone edisi terbatas, dia memberikan nasihat iblisnya agar supaya Luna tidak begadang ...... sikap pedulinya yang semacam itu sama sekali tidak berubah.

“Dan kemudian, kami berdua pacaran ...  tapi setelah putus denganku, perilaku Yamana semakin parah.... Kebetulan pada saat yang bersamaan, bokapnya berselingkuh dan orang tuanya selalu bertengkar. Dia juga sering curhat padaku sebelum kami mulai berpacaran ...”

Aku sudah mendengar dari Luna kalau ibu Yamana-san adalah seorang ibu tunggal, tapi apakah mereka bercerai sekitaran waktu itu?

“Ketika kami mulai berpacaran, situasinya sudah sedikit lebih tenang. Aku bahkan berpikir kalau mereka mungkin takkan bercerai.”

Usai mengatakan itu seolah-olah dijadikan alasan, Sekiya-san terus melanjutkan.

“Sejak meninggalkan rumah bersama ibunya, Yamana mulai menyemir rambutnya menjadi pirang, memakai tindikan di mana-mana, dan mulai bergaul dengan para berandalan ... Kami tidak berhubungan lagi sejak kami putus, jadi aku lumayan terkejut ketika  ada junior yang memberitahuku tentang perubahan Yamana.”

Sekiya-san mengepalkan tangannya erat-erat di atas meja. Sambil menatapnya, Sekiya-san mulai bergumam.

“Seharunya akulah yang harus mendukungnya.... aku ingin melakukan itu. Tapi apa yang kulakukan justru sebaliknya ...”

Jika kamu sangat menyukainya, lebih baik kalau kamu tidak putus dengannya ... aku pernah mengatakan hal itu sebelumnya. Sekiya-san pasti merasakan hal yang sama, dan aku tidak menyalahkannya sama sekali.

“... Oleh karena itu, kamu tidak memiliki keberanian untuk bertemu dengan Yamana-san?”

Sekiya-san tidak bisa menjawabnya. Mungkin karena ucapanku tepat sasaran.

Sungguh menjengkelkan sekali.

—— Asal kalian tahu saja, aku sudah melakukannya, kok. ...... Sampai ciuman.

Karena aku melihat wajah Yamana-san layaknya gadis yang sedang jatuh cinta.

—— Bodoh sekali, iya ‘kan? Aku masih tidak bisa melupakan cowok yang kupacari selama dua minggu di kelas 2 SMP. Tapi apa boleh buat, Ia adalah cowok pertama yang aku suka...

—— Berkat putus dengannya, aku bisa berpacaran dengan berbagai gadis cantik dan manis, tapi …... kemudian aku menyadari kalau pacar pertamaku masih yang terbaik. Setelah menyadari itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Mereka berdua masih memendam perasaan satu sama lain.

Kalau begitu ... Bukannya tidak ada kata terlambat untuk memulai lagi dari awal?

“... Sekiya-san mungkin telah menyakiti Yamana-san, tapi ….”

Sekiya-san dan Yamana-san mulai berpacaran dengan bersih setelah memenuhi cinta pertama mereka satu sama lain....

Mungkin karena cinta mereka berawal dari keadaan yang polos dan bersih, dan begitu menyakiti seseorang, mereka berpikir kalau mereka tidak bisa memperbaikinya lagi.

“Termasuk luka hati …. seharusnya mungkin untuk memaafkan masa lalu dan kesalahan yang menyakitkan demi melangkah maju ke arah masa depan!”

Aku…….

Pacar pertamaku sudah memiliki banyak bekas luka.

Luka yang disebabkan oleh cowok-cowok yang tak bertanggung dan menyakitinya yang masih polos.

Aku mulai berpacaran dengannya yang sudah compang-camping oleh bekas luka seperti itu.

Aku ingin merangkul dan menerima setiap lukanya itu.

Kupikir …. begitulah cara untuk mencintainya.

“... Terlebih lagi jika bekas luka yang dialami Yamana-san sekarang adalah bekas luka yang ditimbulkan oleh Sekiya-san sendiri......”

Sekiya-san melihat ke bawah, tapi aku tahu kalau Ia mendengarkan dengan seksama perkataanku.

“Aku pikir Sekiya-san harus membuatnya bahagia.”

Sekiya-san tidak mengatakan apa-apa, dan aku mengulangi kata-kataku padanya.

“Aku juga...  ingin Sekiya-san bertemu sekali lagi dengan Yamana-san.”

Sekiya-san yang terdiam beberapa saat, mengangkat wajahnya.

“Tak kusangka kalau Yamada tuh ahli dalam asmara, ya?”

Ia mengatakannya dengan nada mengejek, tapi mulutnya yang canggung menunjukkan bahwa Ia menganggap serius kata-kataku.

“... Ngomong-ngomong, seperti apa Yamana yang sekarang?”

Tiba-tiba, Sekiya-san menanyakan hal seperti itu padaku.

“Apanya yang seperti apa...?”

“Maksudku, penampilannya dan semacamnya”

“Penampilannya? Ummm ...”

Aku mencari-cari di galeri foto smartphone-ku, karena berpikir akan lebih cepat untuk menunjukkannya daripada menengar penjelasanku yang buruk. Aku lalu memperbesar foto grup saat bermain Savage dan menunjukkannya pada Sekiya-san.

“... Ah, sudah kuduga dia jadi gadis gyaru, ya.... Tapi dia terlihat jauh lebih dewasa.”

Ada perasaan nostalgia dan berseri-seri dari sorot matanya.

“Apa sekarang dia masih suka berkelahi?”

“Be-Berkelahi?”

Saat aku dibuat terkejut dengan kata-kata yang mengganggu, Sekiya-san menjelaskannya dengan gamblang.

“Ketika kelas 3 SMP, aku mendengarnya dari seorang junior kalau dia memukuli 20 anak berandalan dari sekolah lain di tepi Sungai Arakawa.”

“Du-Dua puluh orang...!?”

Terlalu berbahaya... Siapa sih identitas asli Yamana-san tuh!

“Apa jangan-jangan itu adalah era dari Nikoru dari Utara Tengah...?”

“Ah, iya, iya, yang itu. Aku tidak tahu dia masuk ke sekolah SMA  mana karena aku belum pernah mendengar nama julukan barunya sejak dia lulus.”

Sekiya-san tersenyum dengan pandangan yang agak jauh di matanya saat mengatakan itu.

“... Aku selalu cemas, kira-kira apa dia bisa menemukan teman baik di sekolah SMA nanti. Rasanya seperti semacam dukungan emosional.”

Ia menggumamkan itu dengan suara rendah.

“Mungkin ... 'Shirakawa Luna' merupakan sosok seperti itu baginya.”

Kemudian Ia melakukan kontak mata denganku dan tersenyum.

“Kalian benar-benar orang yang baik. Kalian sangat cocok jadi pasangan yang serasi.”

“...Sekiya-san...”

“Ayo sana, cepat berbaikan. Aku ingin kalian berdua bahagia.”

“…………”

Bahkan Sekiya-san berhak merasakan kebahagiaan juga.

Sekiya-san bergumam padaku dengan mengejek dirinya sendiri saat aku merasa frustrasi.

“... Aku takut.”

Ia kemudian berkata dengan senyum getir.

“Kenanganku bersama Yamana terlalu indah... Aku tidak punya keberanian untuk memulai kelanjutan cinta pertamaku, yang kukira sudah lama berakhir.”

“Sekiya-san ...”

Tidak peduli apa yang kukatakan, itu hanya akan menjadi pengulangan dari hal yang sama.

Saat aku mencoba menghela nafas karena merasa frustrasi…

“... akhirnya ketemu, Kasshi!”

Aku melihat pintu masuk kelas karena mendengar suara yang familiar dan melihat Icchi sedang berdiri di sana.

“Ehh, Icchi? Dekorasinya ...”

“Sudah lama selesai! Yang lebih penting lagi, aku kebetulan melihatnya saat kembali dari gedung olahraga ...”

Icchi datang menghamipir kami saat orang-orang di dalam kelas memperhatikannya. Apa ada sesuatu yang begitu mendesak sampai-sampai membuat Icchi yang suram bersedia menonjol?

“Shirakawa-san lagi dirayu sekelompok cowok genit dari sekolah lain! Apa kamu yakin!?”

“Ehh....!”

Jantungku mulai berdebar lebih cepat.

“Shirakawa-san sedang dirayu...?”

“Dan Oni gyaru juga. Mereka sepertinya anak-anak berandal, dan meski dia sudah menolaknya, mereka terus-terusan menghampiri dan mengganggu seperti penguntit.”

Kamu bilang apa……!?

Tanpa kusadari, aku sudah berdiri sambil menggebrak meja.

“Kamu mau pergi ke sana!? Benar sekali iya ‘kan, aku tahu kalau cuma ada Shirakawa-san untukmu!”

Icchi terlihat sanga bahagia. Apa Ia benar-benar berpikir kalau aku mencoba PDKT dengan Tanikita-san juga? Yah, itu tidak penting sekarang.

“Sekiya-san juga, tolong ikut bersamaku.”

“Eh? Ah, baiklah...”

Sekiya-san juga berdiri mengikutiku. Kurasa karena Ia tidak tahu siapa yang dimaksud dengan “Oni gyaru”, Ia hanya sekedar mengekor tanpa memikirkan hal lain.

 

◇◇◇◇

 

Kemudian, sambil dipandu oleh Icchi, kami berjalan menyusuri gedung sekolah.

“Lihat, di sebelah sana.”

Icchi menunjuk ke salah satu arah, dan benar saja, di sana ada Luna.

Di sudut lorong, Luna tampak bermasalah. Di sebelahnya ada Yamana-san yang terlihat jengkel, dan di depan mereka ada dua cowok berseragam dari sekolah lain. Mereka berdua memiliki rambut pirang pudar serta telinga yang ditindik, dan mereka terlihat seperti sekolompok cowok buaya darat.

“Ah……”

Kemudian  aku menyadari Sekiya-san yang di sebelahku terkesiap. Ia sepertinya memperhatikan Yamana-san.

“Hei~ hei~ ayolah, ayolah, enggak masalah ‘kan?”

“Dibilangin, kami enggak mau!?”

“Judes banget!?”

“Seriusan deh, seriusan, kalian sangat manis~ gue akan mati kalau lu enggak cipok gue~~”

“Hah!? Mendingan mati saja sendiri sana!”

“Yep, gue udah nerima kata ‘mati saja’ dari gadis cantik yang jutek~~!”

“Makasih banyak~~!”

Cowok-cowok bengal dan Yamana-san sedang berdebat satu sama lain. Tampaknya percakapan mereka tidak nyambung satu sama lain, atau penolakan Yamana-san tampaknya berefek sebaliknya.

“Ayo pergi, Luna!”

“Iya……”

“Ups~!?”

“Tada~! Pertahanan Majipane ~!”

Ketika Luna dan Yamana-san mencoba menorobos lewat, kedua cowok itu merentangkan tangan mereka dan menggoyangkan pinggul mereka dengan tidak senonoh.

Keparat ... cowok seperti mereka benar-benar brengsek. Kurasa aku tidak bisa nyelonong begitu saja karena dihalangi seperti itu.

…… Aku tidak punya pilihan lain selain pergi.

Daripada merasa canggung karena sudah lama aku tidak berbicara dengan Luna, atau cowok-cowok berandal itu tampak menakutkan, aku ingin membantunya secepat mungkin karena dia dalam masalah.

Teman-teman sekelas kami memandang dari jauh dengan tatapan ingin tahu.

Tapi sekarang bukan waktunya untuk merasa malu.

“... Luna!”

Melihatku berjalan mendekat, Luna menoleh ke arahku.

“Ryuuto ……!”

Aku menatapnya yang dalam keadaan terkejut.

“Ay-Ayo pergi ...”

Aku mengulurkan tanganku dengan gentar di hadapan cowok-cowok bengal itu, Luna lalu mengulurkan tangannya dan meraih tanganku.

“Ehh, ciyusan nih~~ Ada pacarnya ~~!?”

“Uwaahhh ! Bener-benar uwaahhhh~~”

Sambil mendengarkan suara ledekan cowok-cowok bengal itu, kami berpegangan tangan dan meninggalkan tempat itu.

“Ehh, tungg...”

Saat Yamana-san yang sudah tidak sabar berusaha mengejar Luna, cowok-cowok nakal itu menghalangi jalannya lagi.

“Eits, enggak boleh ~~”

“Ayo main bareng kita untuk bagian temanmu juga~~”

“Hah!? Jangan ngaco!”

“Eits~?”

Saat aku berjalan menjauh dari Yamana-san, yang tak bisa keluar dan terlihat kesal, aku mengalihkan perhatianku ke arah Sekiya-san yang berdiri di antara kerumunan.

“Nikoru...!”

Luna menatap sahabatnya seolah-olah enggan untuk meninggalkannya.

Sekiya-san ……!

Aku menatap wajahnya seolah-olah aku sedang memohon padanya.

Sekiya-san berpaling dariku dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

Kemudian, seolah-olah meniup sesuatu , Ia menghela nafas dengan keras dan bergerak dari tempatnya.

 

Sekiya-san kemudian menuju Yamana-san.

 

Dengan tangan di saku celana dan ekspresi agak sangar, Sekiya-san tiba di hadapan Yamana-san yang tangannya sedang ditahan oleh para cowok bengal.

“... Cepet minggir. Dia itu pacarku.”

Begitu mendengar suara Sekiya-san,  para cowok bengal dan Yamana-san memandangnya ke arahnya secara bersamaan.

“Hah……”

“Ah, serius? Maafin kami bang...”

Dua cowok bengal itu segera membuka jalan dengan mentalitas layaknya kroco. Tidak seperti waktuku tadi, mereka tidak bisa bersikap sok jagoan saat berhadapan pria tinggi dan tampan yang tidak bertanya apa-apa dan langsung menyuruh mereka menyingkir.

Sekiya-san menerobos masuk di antara cowok-cowok nakal itu dan meraih tangan Yamana-san.

“Lihat, ayo pergi.”

“…………”

Yamana-san membuka mulutnya dan menatapnya dengan ekspresi terkejut.

“... Senpai...?”

Suaranya terdengar seperti gadis yang dimabuk cinta, jauh berbeda dari nada yang dia gunakan sebelumnya ketika memaki para cowok bengal tadi.

“Kenapa……”

Sesuatu yang berkilau muncul di matanya saat dia menatap Sekiya-san.

“Maaf, aku datang terlambat”

Sekiya-san berkata dengan sedikit canggung dan senyum malu-malu.

“Senpai...”

Sambil berjalan menyusuri lorong dengan Sekiya-san menarik tangannya, Yamana-san menahan mulutnya dengan tangan satunya dan menangis.

Mereka berdua mendatangi kami yang sedang menonton segalanya dari sudut lorong dan berhenti.

“... Senpai, kenapa...?”

Menatap Sekiya-san, Yamana-san menangis tersedu-sedu.

Ada kerumunan orang-orang di sekitar kami, dan mereka masih menatap kami dengan penuh penasaran.

“O-Oi, jangan menangis gitu dong...”

Menyadari hal tersebut, Sekiya-san berkata kepada Yamana-san seolah-olah panik.

“Karaktermu di sekolah bukan seperti ini, iya ‘kan?”

“Habisnya ...”

Melipat kuku jarinya yang panjang, Yamana-san terisak sambil menyeka kedua matanya.

Sekiya-san menyipitkan matanya dan tersenyum saat melihat Yamana-san.

Baru pertama kalinya aku melihat wajah Sekiya-san yang terlihat begitu penuh kasih sayang.

Sekiya-san lalu memeluk Yamana-san yang masih belum bisa berhenti menangis.

“....Aku akan melakukan ini, jadi ayo jangan menangis terus.”

Sambil membelai rambut Yamana-san dan memegangi kepalanya, Sekiya-san berbisik di telinganya.

“... Senpai...hiks….”

Tangisan Yamana-san terdengar teredam, dan aku tersenyum sendiri.

Syukurlah…….

Itu bagus untukmu, Yamana-san.

Kamu akhirnya bisa bertemu dengan seseorang yang selalu kamu cintai.

Saat hatiku terasa hangat memikirkan hal itu, aku merasakan ujung seragamku di tarik, dan menoleh ke sampingku.

Luna menatapku sakan-akan ingin mengatakan sesuatu.

“... Ayo biarkan mereka meluangkan waktu mereka berdua?”

“Oh, iya ...  benar juga.”

Jadi kami berjalan sedikit lebih jauh dari mereka.

“Ryuuto, apa kamu mengenal Sekiya-san?”

“Eh, iya. Karena Ia teman sekolah bimbelku...”

“Jadi begitu ya”

Sudah lama sejak aku tidak berbicara dengan Luna secara langsung, dan aroma bunga atau buah yang menyebar dari badannya membuat jantungku berdebar kencang.

“... Kalau begitu, semuanya ini berkat Ryuuto. Kamu pasti sudah mendengarnya, iya ‘kan? Kalau aku berusaha berbicara dengan Sekiya-san.”

“Ah, iya ...”

Aku mengetahui semua hal itu baru beberapa waktu yang lalu.

“Aku tidak bisa membujuk Sekiya-san.... Terima kasih banya ya, Ryuuto.”

Luna menatapku sambil tersenyum malu-malu.

Ada sesuatu yang bersinar sedikit di matanya.

“Luna ....”

Aku harus memberitahunya.

Aku merasa bersyukur dengan Yamana-san dan Sekiya-san yang sudah balikan, tapi aku belum membicarakan masalah kami sendiri.

Itulah yang kupikirkan dan hendak membuka mulutku.

“Hyahh, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi itu bagus untuknya ya, Oni gyaru.”

Icchi keluar dari dalam kerumunan yang ada di lorong. Untuk beberapa alasan, Icchi juga ikut meneteskan air mata.

“... Cinta memang benar-benar indah ya ...”

Mata sipit Icchi semakin menyipit menjadi benang saat melihat Yamana-san dan yang lainnya dari kejauhan.

“... Hei, sebenarnya aku sedang berpikir untuk menyatakan perasaanku pada Tanikita-san.”

“Ehh!?”

Karena Ia mengatakan sesuatu yang begitu mendaak, aku jadi terkejut

“Karena saat aku membantunya dengan dekorasi tadi, dia berkata padaku. [Makasih ya, Ijichi-kun, sudah datang! Aku sangat terbantu]. Menurutmu apa maksudnya ini?”

“Kamu tanya apa maksudnya...”

Aku lalu berpikir sejenak.

“... Bukannya maksudnya cuma [Terima kasih sudah datang, Ijichi-kun, kamu sangat membantuku]...?”

Tapi Icchi sepertinya tidak mendengarkan kata-kataku dengan baik.

“Sejujurnya, kupikir dia mempunyai ketertarikan romantis. Jika aku menembaknya sekarang dan langsung jadian, kira-kira apa kami berdua bisa pergi bersama di festival malam nanti? Kuharap bisa begitu.”

Pipinya yang tembem terlihat merah merona dan Ia berkata dengan gembira. Aku baru pertama kalinya melihat Icchi seperti ini.

“Tapi kalau sendirian, aku merasa sangat gugup... jadi aku ingin kalian ikut denganku.”

“Eh, maksudnya ‘kalian’...”

“Termasuk aku juga!?”

Sampai sekarang, Luna yang berada sedikit menjauh dariku dan bersikap gelisah dengan berpura-pura supaya tidak mendengarkan sebanyak mungkin, membelalakan matanya dengan kaget.

“Kamu tidak keberatan?”

“I-Iya ... karena Kasshi dan Shirakawa-san adalah gambaran idealku ... aku berharap kalau aku bisa seperti kalian juga. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk memberanikan diri dan mengakui perasaanku padanya.”

“…………”

Aku dan Luna saling bertukar pandang.

Dan kemudian, entah kenapa, Luna dan aku harus menyaksikan pengakuan Icchi.

 

◇◇◇◇

 

“Ak-Ak-Aku menyukaimu! Kumohon jadilah pacarku!”

Suara Icchi bergema di dalam ruangan kelas yang cuma terdiri dari empat orang.

Ruangan ini adalah ruang kelas 3-D, yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang bawaan untuk anggota panitia pelaksana festival sekolah. Tas dan seragam berserakan di atas meja dengan kursi terangkat dan mengelilingi lantai.

Icchi tahu di mana keberadaan Tanikita-san setelah berpisah dengannya, jadi Ia pergi meneleponnya dan menyuruhnya untuk datang ke sini.

Kemudian, acara pengakuan pun dilaksanakan.

“…………”

Wajah Tanikita-san terpaku dengan ekspresi terkejut.

Dia menatap Icchi dengan matanya yang besar terbuka lebar.

Lalu, dia tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke bawah.

...... Apa Ia akan ditolak? Ketika aku berpikir begitu..

Tanikita-san menarik napas seolah-olah mengambil napas dalam-dalam.

“Ijichi-kun...”

Wajahnya tampak marah saat dia mulai mengatakan sesuatu.

“Hal semacam ini disebut sebagai ‘teror pengakuan’, tau?”

Tanikita-san berbicara cepat kepada Icchi yang tertegun.

“Aku masih belum tahu banyak tentang Ijichi-kun. Jadi apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan menerimanya?”

“Eh ... tidak itu, eh ...”

“Apa Ijichi-kun benar-benar menyukaiku? Kenapa? Kapan? Apa pemicunya? Di mana? Karena penampilanku? Kalau iya, apa kamu ingin aku menyukai Ijichi-kun hanya karena penampilannya juga?”

Serangan verbal bertubi-tubi Tanikita-san membuatnya bergidik dan gemetaran.

Aku bisa memahami persis perasaan Icchi. Sama halnya kamu langsung jatuh cinta cuma karena kamu meminjamkan pensil mekanik pada seseorang dan dibalas “Makasih banyak, ya~” atau karena ada seseorang memuji tinggi badanmu dengan “keren banget~”. Begitulah nasib seorang cowok perjaka.

Jika orang semacam itu mendapat kesempatan untuk berhubungan dengan seorang gadis cantik, mau tak mau Ia akan menyukainya.

“Kupikir pengakuan cinta adalah sesuatu yang dilakukan dua orang yang saling suka untuk mengonfirmasi perasaan masing-masing. Jadi kupikir itu bukan sesuatu yang bisa kamu lakukan dengan mudah ketika tidak tahu bagaimana perasaan pihak lain. Tentu saja orang yang ditolak akan tersakiti, tapi orang yang menolakmu juga sama-sama terluka, tau? Karena orang tersebut memahami betul akan menyakiti orang yang ada di hapannya dan tetap menolaknya”

Kata-kata “penolakan” Tanikita-san terdengar seperti ceramah yang tak henti-hentinya.

“Katanya Kashima-kun menembak Lunacchi gara-gara Ijichi-kun memerintahkannya begitu sebagai sanksi hukuman, ‘kan? Aku sudah mendengarnya dari Lunacchi. Lunacchi sih cuma berkata, 'Berkat itu, aku bisa berpacaran dengN ryuuto.' Aku justru berpikir, “Hah?". Ijichi-kun, kamu terlalu menggagpap enteng tentang. Itu sebabnya kamu bisa dengan mudah memerintah orang melakukannya, ‘kan?”

“Eh... Ummhhhhh...”

Raut muka Icchi sudah pucat pasi dan mengerang seperti orang sakit. Sepertinya Ia sudah dipukuli begitu parah secara verbal sehingga kondisi fisiknya memburuk.

“Pengakuan perasaan bukanlah permainan, tau. Jika ini adalah gacha dengan peluang satu banding sepuluh, kamu mungkin bisa menang sekali jika memainkannya sepuluh kali, tapi bahkan jika kamu memberi tahu orang yang sama sepuluh kali pada saat yang sama, mana mungkin kamu akan diterima. Ketika tidak berhasil, ya itu pasti tidak berhasil. Apalagi dunia nyata tidak bisa diulang kembali.”

Bar HP Icchi Gatal sudah lama mencapai angka 0. Yang namanya Overkill ada batasannya juga kali.

Tanikita-san lalu menggigit bibirnya di sana.

“... Jika kamu benar-benar menyukaiku, aku ingin kamu tetap diam sekarang. Jika kamu tetap diam dan tetap berteman denganku, mungkin saja ... mungkin saja aku bisa mengenal Ijichi-kun dengan baik, dan kemungkinan juga aku bisa menyukaimu. Apa yang ingin kamu lakukan sampai menembakku dengan cara yang buruk, merasa terluka, dan bahkan ikut menyakitiku juga??”

Icchi tidak bisa menjawabnya. Ia hanya bersandar pada dinding dan merasa tak berdaya.

Melihat keadaan Icchi yang seperti itu, Tanikita-san lalu mengatakan sesuatu dengan ekspresi tegas.

“Bukankah itu yang dinamakan cinta untuk tidak memaksakan perasaan cintamu pada orang yang kamu cintai?”

Usai mengatakan itu, Tanikita-san berbalik dan meninggalkan ruang kelas.

“…………”

Satu-satunya yang tersisa  hanya ada Icchi, yang sudah tampak seperti mayat, dan aku serta Luna yang menyaksikan seluruh kejadian itu dengan ekspresi tercengang.

Setelah beberapa saat, Luna mulai bergerak. Dia pergi menghampiri Icchi yang tertegun dan berbicara dengannya.

“...Maafin dia ya, Ijichi-kun. Akari sampai tega mengatakan hal itu...”

Luna berkata dengan nada meminta maaf mewakili temannya saat dia tampak tersakiti juga.

“Akari tuh  gadis yang imut, tapi entah kenapa dari dulu masih tidak punya pacar. Itu sebabnya dia sering ditembak cowok. Dia selalu depresi setiap kali ditembak  dan mengeluh [Seandainya saja kita bisa mengenal satu sama lain lebih baik lagi, mungkin ada sesuatu yang berubah].”

Tatapan mata Icchi masih terlihat hampa, tidak yakin apakah Ia mendengarkan atau tidak.

“Aku tahu kalau Ijichi-ku merasa syok karena diberitahu sesuatu yang mengerikan, tapi kupikir Akari juga sama-sama syoknya denganmu ... Jadi apa kamu bersedia untuk memaafkannya?”

Hal itu mungkin ada benarnya.

Namun, rasanya agak kasar untuk mengatakan itu pada Icchi yang sekarang.

“Kalau begitu, ... aku akan memeriksa keadaan Akari dulu.”

Setelah memberitahu hal itu padaku, Luna juga ikut meninggalkan ruang kelas.

 

Ketika ditinggalkan berduaan denganku, Icchi yang bersandar di dinding, jatuh tergelincir dan terduduk di lantai.

“... tidak memaksakan perasaan cintamu pada orang yang kamu cintai juga salah satu bentuk cinta, ya ...”

Setelah beberapa saat, Icchi bergumam dengan ekspresi patah hati.

“Jika diberitahu begitu, perasaan “cinta”ku pada Tanikita-san terdengar seperti bukanlah cinta ...”

“Yah ... memang, sih.”

Sama seperti diriku sebelum berpacaran dengan Luna, kupikir sebagian besar motivasi anak cowok untuk menginginkan pacar adalah karena mereka ingin bermesraan dengan seorang gadis.

“Kamu ingin segera berpacaran dengannya, jadi kamu langsung menembaknya dalam satu kali kesempatan, ‘kan?”

“Salah satunya itu … tapi kalau pengakuanku tidak berhasil, aku tidak ingin terlalu berharap lagi. Aku selalu memikirkan Tanikita-san setiap hari, dan setiap kali aku melihatnya, perasaanku semakin besar dan aku tidak sanggup memendamnya lagi......”

Para panitia bagian dekorator selalu berkumpul setiap hari belakangan ini. Hal itu juga akan berakhir hari ini ... Aku yakin kalau faktor itu juga yang mendorongnya untuk menyatakan perasaannya.

“Ada beberapa bagian dari sudut hatiku yang berpikir kalau tidak ada gunanya jika aku menembaknya sekarang. Tapi, karena ini pertama kalinya aku sangat menyukai seorang gadis sungguhan, jadi mau tak mau aku mempertaruhkan segalanya dalam satu kesempatan ini ...”

Wajah Icchi terlihat kesepian dan menyesal.

“Rasanya sulit untuk terus menyukai seseorang ketika kita tahu kalau pihak lain takkan menerima perasaan kita. Untuk bisa tetap mengejarnya, seseorang harus memiliki banyak cinta. Tapi setidaknya, hal itu merupakan hal yang mustahil buat diriku sekarang ...”

“Icchi ...”

Lama kelamaan aku ikut merasa sedih dan berusah mencari kata-kata yang bisa menghiburnya.

Pintu kelas berderak terbuka dan Nisshi pun muncul.

“Oh, ternyata kalian ada di sini, ya?”

Namun, Nisshi juga bertingkah aneh dibandingkan biasanya.

“Nisshi? Apa yang ...”

Nisshi membuka mulutnya saat aku hendak menanyakan hal itu.

“Hei ... aku tadi melihat Oni gyaru jalan bergandengan tangan dengan cowok tampan ....apa itu....?”

“... Ya, begitulah adanya.”

“Bagaimana kalau Ia itu kakak laki-lakinya ...?”

“Sayangnya bukan ...”

“…………”

Ah… ternyata Nisshi memang menyukai Yamana-san.

Hatiku kembali merasa sakit ketika melihat Nisshi yang wajahnya langsung pucat pasi dan hampir muntah.

 

◇◇◇◇

 

“Kami adalah pecundang masa muda ...”

Kemudian kami bertiga masih tinggal di dalam kelas untuk sementara waktu.

Icchi dan Nisshi berbaring di lantai dan menatap langit-langit kelas dengan tak berdaya. Sedangkan aku sendiri duduk di lantai mengawasi mereka.

“Kasshi. Kamu harus menjaga baik hubunganmu dengan Shirakawa-san, menikahinya, punya banyak anak, dan meningkatkan populasi generasi berikutnya bagi kita yang masih lajang...”

“Tidak, itu sih kesimpulan yang masih terlalu cepat, Icchi ...”

Cuma karena ditolak sekali bukan berarti kamu akan terus menjomblo selama sisa hidupmu. Aku merasa kasihan dan menyesal saat berpikir bahwa mentalmu begitu hancur karena perkataan Tanikita-san.

“Tidak, bukannya begitu.”

Kali ini giliran Nisshi membuka mulutnya padaku yang keheranan.

“Jika Kasshi memiliki anak perempuan yang cantik, dia akan menjadi istriku....”

“Kalau itu sih aku tidak sudi...!”

Aku dengan tegas menolak dan mengkhawatirkan masa depan putriku yang belum pernah kulihat.

“... Haaahh. Tapi Kasshi memang luar biasa, seriusan.”

“Betul banget ...”

Nada suara Icchi dan Nisshi tidak terdengar sinis maupun iri.

“Rasanya hampir seperti sebuah keajaiban kalau orang yang kusukai ternyata menyukaiku juga.”

“Tapi setiap pasangan di seluruh dunia muncul karena keajaiban seperti itu.”

“Bahkan pasangan biasa yang berjalan di sekitar sana bisa melakukan keajaiban seperti itu ...”

“Aku males banget buat bangun~!”

“Aku juga~ ... Kasshi adalah orang yang sangat beruntung, ya.”

“…………”

Aku sendiri berpikir begitu.

Aku sekarang masih dalam jalur perpanjangan dari keajaiban.

Akan tetapi...

—— Pada awalnya, aku berpikir kalau Ryuuto itu orang yang sangat menarik karena kamu sangat berbeda denganku. Semakin aku menyukaimu, aku semakin diingatkan kalau kamu adalah tipe orang yang sama sekali berbeda dariku, dan hal itu membuatku sangat gelisah. Aku penasaran apa kamu tidak masalah berpacaran denganku. Kira-kira apa kita bisa bersama selamanya ...... Aku bertanya-tanya apa kamu akan selalu mencintaiku?

Bukannya itu sudah jelas? Aku sangat menyukainya. Sekarangpun aku masih sangat mencintainya.

Orang yang selalu kuinginkan berada di sampingku bukanlah Kurose-san, melainkan adalah Luna.

Aku ingin memberitahu Luna mengenai perihal itu lagi.

“... Kasshi?”

“Apa kamu ingin pergi ke suatu tempat?”

“Ya... aku mau mencari Luna dulu.”

Aku memberitahu itu pada mereka berdua dan meninggalkan ruangan.

 

◇◇◇◇

 

Beberapa waktu lalu, saat Tanikita-san membuat Icchi mematung tak bernyawa, aku kembali teringat dengan perkataan Kurose-san.

—— Aku masih menyukaimu.

—— Aku tahu bagaimana perasaan Kashima-kun. Jangan menolakku lagi dan lagi..

—— Ini cuma masalah perasaanku saja.

Kurose-san tidak pernah memberitahuku, “Tolong putuslah dengan Luna dan berpacaran dengaku.”

Saat itu aku masih belum memahami apa maksudnya, jadi aku membuatnya ambigu …….

—— Bukankah itu yang dinamakan cinta untuk tidak memaksakan perasaan cintamu pada orang yang kamu cintai?

—— Rasanya sulit untuk terus menyukai seseorang ketika kita tahu kalau pihak lain takkan menerima perasaan kita. Untuk bisa tetap mengejarnya, seseorang harus memiliki banyak cinta.

Jika perasaan Kurose-san padaku sebegitu kuatnya,......apa aku akan tetap tidak tergerak olehnya?

—— Bukannya ini cuma masalah ketegasan Yamada doang.

 Tepat sekali.

Walaupun Kurose-san maish menyukaiku, selama aku bersikap tegas dan menjaga jarak, tidak akan ada masalah.

Kurose-san adalah adik perempuan Luna dan fakta tersebut takkan pernah berubah.

Aku ingin membangun keluarga bersama Luna … jika aku menginginkan itu, aku tidak boleh goyah oleh perasaan Kurose-san.

“……Yup.”

Seharusnya baik-baik saja.

Kurose-san adalah gadis cantik yang sangat sesuai dengan tipeku, dan memiliki kepribadian menarik. Dia juga memiliki hobi yang sama denganku.

Tapi, dia adalah adik perempuan Luna.

 ……Aku akan baik-baik saja. Aku takkan pernah merasakan lebih dari itu.

Jika aku memperlakukan Kurose-san dengan sikap seperti itu, aku yakin pada akhirnya Luna akan mengerti dan merasa tenang.

Itu sebabnya aku harus memberitahunya.

Sama seperti sebelumnya, aku ingin dia terus berpacaran denganku.

 

“……Ahh!”

Ketika aku berkeliaran di sekitar gedung sekolah untuk mencari keberadaan Luna, aku berpapasan dengan wajah yang familiar.

 “Yo~”

Itu adalah Sekiya-san dan Yamana-san. Keduanya berjalan berdampingan sambil berpegangan tangan layaknya pasangan serasi.

“Yah, oleh karena itu, beginilah jadinya.”

Sekiya-san menunjukkan pegangan tangan mereka yang saling mengaitkan jari-jemarinya seperti sepasang kekasih.

“Makasih banyak, ya.”

Mendengar kata-kata Sekiya-san, Yamana-san menundukkan kepalanya dengan ekspresi yang sedikit malu-malu.

“... Ya, aku turut senang melihatnya.”

Aku benar-benar tulus merasakan itu.

Tapi, apa yang sedang kucari ialah...

“... Apa kalian tahu di mana Shirakawa-san?”

Menanggapi pertanyaanku, Yamana-san membuka mulutnya dengan “Ah iya”.

“Dia pergi keluar bersama Akari. Katanya mereka mau memperbaiki ulang dekorasi panggung.”

“Begitu ya, terima kasih.”

Festival sekolah berakhir pada pukul 4 untuk umum, dan dari sana para siswa sendiri memulai tahap festival malam mereka. Setelah sorak sorai kegembiraan yang diiringi lagu dari band sukarelawan, semua orang menari tarian rakyat di sekitar api unggun di halaman sekolah, dan setelah itu seluruh acara festival akan dinyatakan selesai.

Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, dan sebelum kusadari, waktunya sudah hampir pukul 4.

“Aku merasa berterima kasih kepada Yamada dan si pacar.”

Yamana-san tampak kebingungan “Yamada?” saat mendengar perkataan Sekiya-san.

“Ngomong-ngomong, mau sampai kapan aku terus dipanggil “Yamada” ?”

Padahal Kurose-san sudah mengetahuinya, tapi entah kenapa aku melewatkan kesempatan untuk mengoreksinya sampai saat ini.

“Eh? Tapi aku tidak ingat nama aslimu.”

“Hah!?”

Nih orang …. Aku merasa kagum karena Ia masih mengungkapkan rasa terima kasihnya padaku. Saat aku menghela nafas lelah, Sekiya-san lalu kembali mengatakan.

“Cuma bercanda, kok.”

Sekiya-san lalu tertawa.

“Terima kasih ya, Ryuuto.”

 

◇◇◇◇

 

Aku bergumam pada diriku sendiri saat berjalan menuruni tangga gedung sekolah untuk pergi keluar.

“Aku merasa kasihan pada Nisshi, tapi Sekiya-san merupakan lawan yang terlalu kuat sebagai saingan ...”

Sekiya-san dan Nisshi terlalu berbeda dalam hal daya tarik, hampir sama dengan kekuatan bertarung Frieza dan Yamcha. Bahkan Yamana-sa, yang biasanya bertingkah galak, mendadak berubah menjadi imut seperti anak kucing di sebelah Sekiya-san.

Hatiku terasa nyelekit ketika memikirkan Nisshi, tapi bahkan jika aku tidak mengaturnya, Yamana-san takkan pernah melupakan Sekiya-san dan takkan berpaling pada Nisshi.

“... Kesampingkan masalah itu dulu.”

Mending memikirkan masalahku sendiri saja dulu.

Aku ingin segera bertemu dengan Luna.

Dengan pemikiran itu, aku menuju ke panggung terbuka, tapi aku tidak melihat tanda-tanda keberadaan Luna di mana pun.

“Shirakawa-san? Dia dipanggil ketua pelaksana dan pergi ke gedung olahraga.”

“Kalau kamu sedang mencari Luna, dia pergi untuk membantu membereskan meja resepsi.”

“Oh, kami sudah selesai beres-beresnya, jadi Shirakawa-san pergi untuk mengambil barang bawaannya.”

Aku tidak bisa mengejarnya sama sekali, tak peduli ke mana pun aku pergi, dan aku dipaksa untuk berputar-putar layaknya protagonis dalam gim RPG.

“Te-Tempat penyimpanan barang bawaan...!”

Bukannya itu ruang kelas 3-D, tempat di mana aku bersama Icchi dan Nisshi sampai beberapa waktu yang lalu.

Pada akhirnya, jika aku tetap tinggal di kelas itu, aku pasti sudah bertemu dengan Luna sekarang.

Rasanya malah jadi sia-siia ... Ketika aku melihat jam tanganku, sepertinya aku sudah berjalan mencari keberadaan Luna selama lebih dari 30 menit.

“……Ehh?”

Namun, Luna juga tampaknya tidak berada di dalam ruang kelas 3-D. Kelihatannya Icchi dan Nisshi juga sudah pergi, dan tidak ada seorang pun di sana. Ruang kelas tersebut tampak sepi dan kosong dengan lampu yang padam serta barang-barang bawaan yang sudah dibawa pemiliknya.

Aku menyadari kalau seluruh gedung sekolah sudah terlihat sepi. Sebaliknya, panggung festival malam berada pada klimaksnya, dan musik yang meriah serta sorakan yang datang dari luar terdengar seolah-olah datang dari dunia lain.

“…………”

Apa sih yang sedang kulakukan.

Jika ingin bertemu Luna, bukannya aku tinggal menghubunginya saja?

Karena aku adalah pacarnya.

Aku begitu sibuk dengan perasaanku sehingga aku melupakan tentang keunggulan peradaban.

Ketika aku mengeluarkan smartphone-ku dan menekan tombol panggil, suara familiar mulai berdering di dekatku.

“Ehh......”

Di balkon di luar jendela kelas, aku melihat bagian belakang punggung Luna. Aku tidak menyadarinya sampai sekarang karena keberadaannya tumpang tindih dengan tirai jendela dan aku cuma memperhatikan bagian dalam ruangan.

“Ryuuto……!”

Luna yang mengeluarkan smartphone-nya dan menempelkannya di telinganya, menoleh ke belakang dengan terkejut saat aku membuka pintu balkon.

Luna sepertinya sedang menonton festival malam dari balkon. Saat melirik ke bawah, aku juga bisa melihat panggung di halaman sekolah.

“Terima kasih atas kerja kerasnya... Apa tugasmu sudah selesai semua?”

“Ya. Ryuuto juga?”

“Ya”

Sambil melakukan percakapan santai, aku berdiri di samping Luna dan meletakkan tanganku di pagar balkon.

“... Berkat Ryuuto, hari ini menjadi hari yang menyenangkan, karena sahabatku akhirnya bisa merasakan bahagia.”

Luna tiba-tiba tersenyum saat menatap ke arah panggung.

“Aku sudah mendengar dari Akari. Dia bilang ‘Aku memberitahu Kashima-kun karena kupikir kamu melakukan kencan berbayar, aku sungguh minta maaf’

“Ehh, ahh mengenai itu ya ...”

Tanikita-san sudah memberitahunya dulu, ya. Satu hal yang perlu dijelaskan kepada Luna tiba-tiba sudah terselesaikan.

“... Apa Ryuuto mengira kalau aku melakukan kencan berbayar?”

Luna menatapku seraya berkata dengan nada bercanda.

“...  tidak sama sekali. Aku bahkan tidak berpikir begitu.”

Aku menggelengkan kepalaku dan Luna balas tersenyum.

“Aku mendapat tas merek dari nenekku. Tak peduli berapa kali aku memohon untuk meminjamnya, dia tidak mau meminjamkannya padaku, tapi baru-baru ini dia membaca buku tentang kehidupan setelah kematian dan menjadi tertarik pada hidup efektif serta minimalis. Dia cuma memberikan dua buah saja sih.”

“Begitu rupanya.”

Sudah kuduga, memang begitulah kejadiannya.

“Kamu tahu, Nikoru tuh sudah 3 tahun lebih tidak bertemu dengan mantan pacar peratamanya ... dan akhirnya dia bisa bertemu dengan seseorang yang selalu dia cintai.”

Luna bergumam saat dia melihat ke panggung tempat lagu-lagu rock terkenal dinyanyikan.

“Saat melihat Nikoru dan Sekiya-san, aku berpikir kalau aku sudah melakukan sesuatu yang sangat bodoh. Ryuuto pernah bilang kalau kamu akan tetap berada di sisiku, dan aku pun ingin melakukan hal yang sama, tapi aku jsutru mengkhawatirkan Maria dan mencoba buat menjaga jarak.”

Luna kemudian tersenyum ketika mengatakan demikian.

“Karena aku menyukaimu, jadi aku boleh tetap bersamamu, ‘kan?”


Luna menoleh ke arahku, seolah berkata pada dirinya sendiri,.

“Saat ini, satu-satunya cowok yang membuatku berpikir ingin tetap bersamaku adalah ... Hanya Ryuuto saja di dunia ini.”

Luna menatapku dengan ekspresi malu-malu dan menundukkan wajahnya seraya bergumam begitu.

“Lantas, aku berpikir kalau aku harus menghargai perasaan itu lebih dari apapun. Lagipula, hidup ini singkat, iya ‘kan?.”

Tsukiai tersenyum dengan seringai lebar, seakan-akan berusaha menyembunyikan rasa malunya.

“Sungguh menyia-nyiakan masa muda saja untuk menjaga jarak meski padahal aku menyukaimu!”

Suara Luna diserap menuju langit malam musim gugur.

Mobil sport adalah mobil yang dirancang untuk berlari kencang.

Luna adalah seorang gadis yang hidup demi kehidupannya.

Itu sebabnya aku jadi tertarik padanya.

Aku jadi tertarik pada kemurniannya.

Aku hanya ingin bahagia, aku dibuat terpesona oleh dia yang hidup di masa sekarang cuma dengan keinginan itu.

“... padahal sedang ada acara festival budaya, tapi aku justru tidak besa menemui Ryuuto, aku ini bodoh banget iya ‘kan.”

Lalu dia tiba-tiba bergumam dengan nada menyesal.

“Aku selalu saja seperti itu. Aku selalu menyesali atas perbuatanku yang tergerak karena perasaanku...”

Ketika aku memikirkan apa yang sedang dia bicarakan, aku merasa seakan hatiku tercabik-cabik.

“Sebenarnya, aku sangat ingin pergi ke rumah hantu bersama Ryuuto dan berkeliling menikmati festival.”

“Luna...”

Aku juga ingin bersamamu, tau.

Memikirkan hal itu membuatku merasa tak tertahankan, dan aku membuka mulutku tanpa berpikir, membiarkan emosi menguasaiku.

“Ayo pergi tahun depan. Tahun depan pasti ada rumah hantu juga, aku yakin.”

“Kalau tidak ada?”

“Karena aku bilang begitu. Ayo kita adakan stan rumah hantu di kelas kita.”

Aku tidak tahu apakah aku memiliki keberanian untuk melakukan itu, tapi itulah yang kurasakan saat ini.

“Tahun depan, ya ...”

Dengan sedikit senang, Luna mendongak menatap langit. Langit di atas masih tampak cerah, tapi keberadaan matahari tidak terlihat di mana pun. Waktu untuk terbenam pasti sudah dekat.

“Jika tahun depan tidak bisa, masih ada tahun depannya lagi.”

Ujarku dan Luna berbalik menatapku.

“Sebagai alumni?”

“Ya”

Aku mengangguk dalam-dalam.

“Hidup memang terasa pendek, tapi juga terasa panjang, aku yakin itu.”

Aku bukan mobil sport.

Aku tidak bisa hidup semudah Luna.

Tapi karena itulah aku tertarik padanya.

Aku yakin dia juga sama.

Karena kami berbeda, kami jadi saling tertarik.

Karena kami berbeda, kami menjadi cemas…

Ketika sendirian, aku tidak pernah kepikiran bahwa rasanya akan sangat sulit untuk hidup bersama seseorang.

Dan itu merupakan hal yang menakjubkan.

“Selama aku masih hidup, selalu ada tahun depan dan tahun berikutnya ...... dan seterusnya.”

Aku orangnya tidak pandai berbicara, tapi aku memiliki perasaan yang ingin kusampaikan padanya.

Aku menatap mata Luna dan menenun kata-kata itu sekeras yang aku bisa.

“Aku berpikir ... aku ingin terus bersama Luna ... hingga selama-lamanya ...”

Aku tidak ingin dia mengatakan hal semacam itu lagi.

—— Aku ingin Ryuuto memikirkannya ... apa kamu masih ingin terus berpacaran denganku atau tidak

Bukannya itu sudah jelas.

Karena aku ingin bersama Luna.

Dengan pemikiran itu, aku menatap Luna.

“……Baiklah, aku mengerti.”

Mungkin perasaanku telah tersampaikan, Luna tersenyum meminta maaf.

“Maafin aku ya, Ryuuto.”

“Justru akulah yang seharusnya meminta maaf... aku minta maaf karena sudah membuatmu cemas.”

Meskipun ada banyak hal yang kebetulan, akulah yang sudah membuatnya khawatir tentang Kurose-san.

“Aku menyukaimu .... Luna.”

Ini bukan pertama kalinya aku mengucapkan kata itu, tapi aku selalu merasa malu setiap kali mengucapkannya.

“Aku akan selalu hanya mencintai Luna saja ...”

Aku memang cowok perjaka, dan tidak bisa berperilaku secerdas Sekiya-san.

Dengan kedua tangan yang terulur dengan lembut, aku merangkul bahu Luna dan.....perlahan-lahan menariknya ke arahku.

Luna dengan patuh mencondongkan tubuhnya ke arahku dan membenamkan wajahnya di dadaku.

Kami tidak pernah salling merangkul lagi sejak kami berpelukan di sebuah penginapan di Enoshima.

Untuk pertama kalinya, aku memeluknya atas kemauanku sendiri.

Ramping dan lembut, aku merasakan bentuk dan kehangatan tubuh Luna dengan seluruh badanku.

Aroma bunga atau buah tercium kental di udara, dab membuatku gugup. Aku tidak bisa bernapas dengan baik dan sulit menahan napas.

“Iya aku juga”

Luna kemudian bergumam dengan lengannya melingkari punggungku.

“Ryuuto adalah satu-satunya cowok yang membuatku merasa enggan untuk menyerah  ...”

Lalu dia mendongak dan menatapku

“Hanya Ryuuto yang pertama kali membuatku merasa begitu.”

Dia memelukku erat-erat dan aku terkesiap sampai aku tidak bisa mengatur napas.

Aroma tubuhnya menyelimutiku saat aku membenamkan wajahku di rambutnya dan memeluk bahunya yang sangat kurus dengan erat serta hati-hati.

 

 

Sebelumnya |    | Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama