Chapter 65 — Apartemen
Rumah Enami-san adalah unit
kamar di gedung apartemen enam lantai.
Bagian luar apartemen tersebut
tampak cukup biasa. Catnya didasarkan pada warna krem. Ada tempat parkir di
sekitar apartemen, dengan sekitar 20 mobil diparkir di sana. Di sana juga ada
tempat parkir sepeda.
Bangunan ini terletak di area
perumahan, dan ada apartemen serupa di dekatnya.
Kami lalu memasuki gedung
melalui pintu masuk.
Pintunya tidak terkunci secara
otomatis, dan sepertinya yang bukan penghuni apartemen bisa datang dan pergi
sesuka hati. Bangunan itu sangat tua sampai-sampai tampak seperti berusia
setidaknya 30 tahun. Kotak suratnya kotor dan pintu otomatisnya lambat
merespons. Di sana memang ada lift, tapi sepertinya tidak berhenti di setiap
lantai.
Dan sepertinya Enami-san tinggal
di lantai lima. Karena lift-nya cuma berhenti di lantai genap, kami kemudian
pergi ke lantai enam dan kemudian menuruni tangga ke lantai lima.
Ada sekitar enam unit kamar
berjajar di satu lantai. Keluarga Enami ada di tengah-tengahnya.
Sejauh menyangkut pintu, tidak
ada yang aneh dengan hal itu. Tidak ada akumulasi barang di ambang pintu.
“Ini lebih normal dari yang kubayangkan.”
Pintunya tampak tua, tapi tidak
terlihat mengerikan. Dalam beberapa kasus yang ekstrim, kotak suratnya akan
berantakan, atau serangga mati tertinggal di lorong apartemen.
Rupanya di sini, kebersihan
dijaga seminimal mungkin.
“Apartemen ini tidak terlalu
buruk, tidak banyak penghuni asing.”
Enami-san menjawab sambil
mengeluarkan kunci dari tasnya. Apartemen itu tampaknya ditempati dengan baik,
dan orang-orang tinggal di kedua sisi.
“Pokoknya, masuklah.”
Enami-san kemudian membuka
kunci pintu. Ketika dia membuka pintu, pintu masuk yang tidak mencolok
terungkap.
Cuma ada beberapa sepatu. Dan
semuanya tampak seperti sepatu wanita, setengahnya adalah sepatu hak tinggi.
Ada sedikit debu, tapi tidak terlalu kotor.
—Bagaimana
dengan ayahnya?
Aku menahan pertanyaan yang
hampir mencapai tenggorokanku. Aku pikir akan lebih baik untuk tidak bertanya
terlalu sering.
Gelang di tangan Enami-san
masih terpasang.
“Maaf .. permisi …....”
Aku mencoba mengatakan sesuatu,
tapi tidak ada jawaban. Nishikawa lalu berkata dengan suara kecil sambil
melepas sepatunya.
“Ini kedua kalinya aku masuk ke
rumah Risa-chan.”
Seperti yang kuduga, dia pernah
ke sini sekali sebelumnya. Ekspresi Nishikawa masih sama seperti biasanya.
“Sepertinya tidak banyak yang
berubah sejak kunjungan terakhirku.”
Enami-san menjawab.
“Bagaimana itu bisa berubah
begitu cepat? Bukannya itu baru sekitar tiga bulan yang lalu?”
“Ya tapi…”
Lorong menuju ke dalam tampak
sempit. Aku melepas sepatuku dan berdiri di koridor yang terbentang dari pintu
masuk, tapi sepertinya tidak mungkin bagi 2 orang untuk berdiri berdampingan.
Lorong itu mengarah dari pintu depan menuju ruangan yang tampak seperti ruang
tamu. Aku bisa melihat pintu dengan kaca buram di belakang.
Sepertinya tidak terlalu banyak
kamar. Aku melihat sekeliling dan berkata.
“Sejauh ini, rasanya tidak
terlihat seperti tempat yang perlu dibersihkan.”
Aku sempat membayangkan pemandangan
yang jauh lebih buruk. Aku telah mendengar bahwa dia tidak bisa mengatasi
flunya dan tidak bisa memasak dengan benar, jadi aku membayangkan kalau ada
sampah di mana-mana.
Enami-san tidak menatap mataku.
“Tempat ini…”
Rupanya, ada sesuatu yang sedang
terjadi. Saat aku melihat ke arah Nishikawa, dia cuma tersenyum kecil.
Kami bertiga membawa tas
belanjaan. Untuk meletakkannya, kami pergi ke kamar Enami-san ketmbang ruang
tamu. Kami membuka pintu yang ada di sisi lorong dan menemukan sebuah ruangan
kecil dengan ukuran sekitar 9.72 meter persegi.
Itu adalah ruangan yang suram.
CUma ada meja belajar, rak buku kecil, dan rak gantungan. Kamar tersebut tidak
banyak memancarkan nuansa kehidupan. Ada futon yang terlipat di sudut.
“Kamu bisa meletakkannya di
sana.”
“Oke.”
Aku meletakkan tasku dan
barang-barang belanjaan di lantai.
Ruangan ini juga tidak terlihat
seperti tempat yang perlu dibersihkan. Jadi, aku mengira ruang tamu yang kotor.
Rumah ini mungkin 1LK atau 1LDK, dan cuma itu saja yang tersisa.
“Apak keluargamu masih belum
datang?”
Aku bertanya apa yang ingin kutanyakan
dari tadi. Karena tidak ada tanggapan terhadap kepulangan Enami-san, secara alami
aku berasumsi bahwa tidak ada seorang pun di rumah.
Tapi dia menggelengkan
kepalanya.
“Ibuku ada di sini. Dia
bersembunyi di ruang tamu.”
“Eh? Tidak mungkin.”
Tidak ada suara sama sekali
dari ruang tamu. Jika itu masalahnya, dia mungkin sedang tidur. Aku ingin tahu
apa dia biasanya tidak banyak bicara.
“….Untungnya dia sangat pendiam
hari ini.”
Aku tidak tahu maksud perkataan
Enami-san, tapi sepertinya ada saatnya Ibunya lebih ribut. Aku bertanya-tanya
dengan apa yang Enami-san maksudkan dengan keadaan “tidak sehat secara mental”.
“Bagaimana dengan keadaan
beliau?”
“Dia mengalami demam sekitar 37
derajat celcius. Kami sudah berobat ke dokter sekali, tapi dia bilang itu cuma flu
biasa.”
“Apa kamu pikir dia sedang
tidur?”
“Entahlah…”
Entah bagaimana, aku merasakan ada
jarak antara Enami-san dan ibunya. Dia berusaha merawatnya, jadi dia bukannya
tidak peduli sama sekali. Tapi sepertinyahubungan di antara mereka kurang baik.
“Jadi, tempat yang perlu kita
bersihkan adalah ruang tamu?”
Aku melihat ke ruang tamu
melalui pintu yang terbuka. Lampu di ruangan sana sepertinya tidak menyala.
Enami-san balas mengangguk.
“Ya. Ruang tamu tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan tempat ini.”
Ternyata tebakanku benar.
Rupanya, ibu Enami-san yang membuat rumah ini menjadi kotor.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya