Chapter 66 — Ruangan yang Kotor
Jika ibu Enami-san ada di sana,
apa yang akan dia pikirkan mengenai kehadiran kami? Itulah yang aku cemaskan.
Jika dia tidak menyadari kalau kami berada di dalam rumah, itu berarti kami
tiba-tiba muncul. Aku merasa khawatir kalau keberadaan kami akan menakutinya.
Pintu ruang tamu terasa lebih
tebal dari biasanya.
“Aku sebenarnya belum pernah ke
sana…”
Ujar Nishikawa.
“Risa-chan menyuruhku untuk
tidak masuk ke sana. Tapi saat itu, aku pasti bisa merasakan kehadiran
seseorang.”
Sekarang, tidak ada tanda-tanda
siapa pun di dalam ruang tamu tersebut. Tidak ada suara. Tidak ada gerakan
cahaya.
Sejujurnya, rasanya sedikit
menakutkan. Wajah Enami-san tampak murung. Aku bertanya-tanya apa ini area yang
harus kumasuki.
Namun, aku sudah membeli apa yang
kubutuhkan untuk bersih-bersih. Mana mungkin aku bisa mundur sekarang.
“Aku yakin dia ada di dalam.
Seperti yang sudah aku bilang di awal, jika kamu pikir itu mustahil, kamu bisa
berhenti kapan saja. Aku akan menangani ini sendiri.”
“Hmm…”
Tentu saja, begitu aku menerima
pekerjaan itu, aku berniat untuk menyelesaikannya sampai tuntas. Aku yakin ada
alasan mengapa dia menasihati kami sejauh itu.
Kami meninggalkan kamar
Enami-san, melewati lorong, dan berdiri di depan pintu ruang tamu.
Bau aneh tercium hingga ke
hidungku.
Aku tidak menyadarinya
sebelumnya. Ada bau aneh yang tercium melalui celah bawah pintu yang sempit itu.
“Bau apa ini, ……?”
Enami-san tidak menjawab.
“Aku akan membukanya.”
Dan kemudian pintu ruang tamu pun
dibuka.
Hal pertama yang membuatku
terkejut ialah bau aneh yang menyebar itu menjadi semakin kuat. Sebelumnya, aku
ingin menutup hidungku, tetapi sekarang baunya begitu menyengat sampai-sampai aku
ingin berhenti bernapas.
Selanjutnya, dari belakang
punggung Enami-san, aku bisa melihat seluruh pemandangan ruang tamu.
Melalui jendela di sisi lain, aku
bisa melihat langit biru dan balkon kecil.
Kemudian aku sangat terkejut
dengan pemandangan di depannya.
Jika bisa diumpamakan, tempat
ini seolah-olah habis terkena angin topan. Terpapar oleh angin dan hujan,
penataan yang teratur menjadi hancur dan berantakan. Meja yang biasanya ditopang
oleh empat kaki, tapi sekarang dengan dua kaki yang patah, meja tersebut
tenggelam di atas sofa sealan-akan sedang bersandar padanya.
Setiap sudut ruangan tersebut
benar-benar berantakan. Kelihatannya ada topan kecil yang memasuki ruangan ini,
mengamuk di dalamnya, dan kemudian meninggalkannya begitu saja.
Ukuran ruang tamu ini mungkin
sekitaran 12 tikar tatami. Ada ruang makan dan dapur, dan sepertinya dulu ini
merupakan ruang yang indah. Lantainya beralaskan lantai kayu lunak, dan
langit-langitnya cukup tinggi. Namun, dari apa yang kulihat sekarang, ruangan
ini tidak terlihat seperti tempat di mana orang bisa tinggal.
Tirai renda yang tergantung di
rel gorden tercabik-cabik. Tirai tersebut robek-robek dan terbuka lebar di
bagian tengah, lalu bagian bawahnya digantung oleh sambungan kecil. Aku tidak
tahu mengapa, tapi kelihatannya ada jejak darah.
Ada tumpukan besar sampah di
antara dapur dan meja makan. Beberapa lalat mengerumuni sampah titu. Mungkin,
bau aneh itu disebabkan oleh banyaknya sampah. Berpikir sudah berapa lama sampah
itu dibiarkan begitu saja di sana membuatku bergidik.
–Ibu
Enami-san sendiri ada di mana?
Saat aku melihat sekeliling,
aku tidak tahu di mana dia berada. Cuma ad sampah-sampah yang berserakan tak
karuan.
“Ini lebih parah dari yang kubayangkan.”
Nishikawa mencubit hidungnya
dan menyipitkan matanya.
Wajar saja dia berkomentar
seperti itu, tapi keadaan yang begitu parah ini bukan sesuatu yang bisa kami
bereskan dalam sehari. Karena kami juga harus membersihkan area air, kurasa
kami benar-benar perlu tenaga ekstra dalam pekerjaan bersih-bersih ini.
“Apa kamu pernah memasuki
ruangan ini, Enami-san?”
“…… Pada dasarnya, aku tidak
masuk.”
Aku sudah menduga kalau itulah
yang terjadi. Enami-san pasti selalu tinggal di kamarnya selama dia di rumah.
“Tapi kadang-kadang, aku akan
masuk untuk memastikan ibuku masih hidup. Segera setelah aku yakin dia masih
hidup, aku akan langsung keluar.”
“Oh begitu. ……”
Aku berjalan ke depan sambil
menahan bau aneh yang menyengat.
Aku perlu berhati-hati untuk
berjalan karena karpetnya dipenuhi pecahan piring keramik. Bukan hanya satu
atau dua, tapi ada banyak. Telapak kakiku terasa sakit dan nyeri setiap kali melangkah.
Aku bisa mendengar sedikit
dengungan AC. Semilir angin yang sedikit hangat menerpa kulitku.
Aku melihat kantong sampah yang
menumpuk di meja makan. Kertas tisu, produk mekanik, buku, dan lain-lain,
terlihat di dalamnya. Bahkan ada kantong sampah tempat semangkuk nasi dibuang.
Pokoknya, kantong sampai itu
sepertinya diisi dengan segala macam hal. Ada juga sisa makanan, yang pastinya
sudah membusuk. Semakin dekat aku melangkahkan kaki, semakin banyak kejutan
yang kurasakan di hidungku.
–Kira-kira
apa yang menyebabkan situasi ini bisa terjadi.
Pada kenyataannya, angin topan
tidak pernah terjadi di dalam rumah. Keadaan ruangan yang dipenuhi
barang-barang hancur dan sampah ini pasti ulah manusia. Aku pernah mendengar
kasus di mana ada ruangan hancur karena jarang digunakan. Namun, aku belum pernah
melihat kasus separah ini, di mana semua jenis furnitur terkena getahnya dan
hancur berantakan.
Bagaimanapun
juga, aku harus membuang semua sampah di sini.
Saat aku berpikir mengenai hal
itu.
Di seberang meja makan. Aku
mendengar suara yang datang dari celah di pintu dinding, sekitar satu meter
jauhnya.
—
Apa di sana ada orang?
“……Aaaa.”
Sebuah suara kecil. Terdengar
seperti suara erangan. Jelas sekali kalau itu suara seorang wanita.
Tapi tumpukan kantong sampah di
depan membuatku kesulitan mengidentifikasi siapa yang ada di sana. Aku menelan
ludahku dan berjalan mengitari meja untuk melihat ke sisi lain.
Di sana, aku melihat seorang
wanita paruh baya dengan rambut acak-acakan.
Dia sepertinya baru saja bangun
dan aku bisa melihatnya sedang menggosok matanya saat duduk di atas lantai.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya