Tanin wo Yosetsukenai Chapter 67 Bahasa Indonesia

Chapter 67 — Ibu Enami-san

 

Aku langsung mengenalinya. Dia adalah ibu Enami-san.

Dia pasti mengalami demam. Karena wajahnya tampak memerah, dan tatapan matanya kosong.

Dia tampak lebih muda dari yang kubayangkan. Meski sudah berusia paruh baya, tapi wajahnya masih memancarkan kecantikan. Sejujurnya, aku sudah membayangkan kemungkinan terburuk kalau dia lebih kotor. Tubuhnya terlihat kurus dan rambut panjangnya awut-awutan tak terurus.

Untuk beberapa alasan, ada kasur yang diletakkan di tempat terpencil ini. Sepertinya dia sedang tidur di futon tersebut.

Aku tidak bisa berkata-kata saat melihat pemandangan ini.

Kemudian, orang yang ada di depanku berseru, “Aa”.

“–Temannya Risa, ya? Apa ada yang salah?”

“Eh?”

“Kamu temannya Risa, ‘kan?”

Ibu Enami-san tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah. Aku menganggukkan kepalaku dengan sedikit kaget. Segera Enami-san dan Nishikawa muncul di belakangku.

“Oh, ada satu lagi……. Selamat datang …….”

Dia lalu berkata kepada Nishikawa di belakangku. Mungkin ini pertama kalinya dia bertemu Nishikawa. Nada suaranya terdengar lembut. Sudut matanya yang lebih rendah tidak dipenuhi dengan emosi sama sekali.

Jadi orang ini adalah ibu Enami-san, ya …….

Aku sedikit tercengang.

Sekilas, percakapan itu tampak biasa-biasa saja. Tapi yang bisa kurasakan sekarang justru sensasi ketidaknyamanan.

Itu karena, tempat ini didominasi oleh bau busuk dan banyaknya sampah yang berserakan. Ada orang asing yang melihat pemandangan semacam itu di rumahnya sendiri. Meski begitu, dia tidak merasa malu atau tidak nyaman sama sekali.

Dan bukan cuma itu saja, aku juga penasaran mengapa dia tidur di tempat seperti ini.

Dia tampaknya tidak memedulikan hal itu. Tidak ada bedanya dengan tidur di tempat yang bersih, dengan kasur yang ditata.

Fakta bahwa dia tidak merasa aneh di dalam ruangan abnormal ini saja sudah terlihat janggal.

“Bu, ada alasan mengapa aku membawa mereka berdua ke sini.”

Enami-san melangkah di depanku. Dia lalu berjongkok dan berbicara pelan-pelan.

“Kita mau membersihkan ruangan ini sekarang. Karena sudah terlalu lama diabaikan, jadi aku memanggil mereka berdua untuk membantuku. ”

Reaksi Ibu Enami-san terhadap ucapan putrinya juga terlihat lamban. Dia cuma menjawab tenang, “Oh”.

“Senang bertemu dengan anda, nama saya Nishikawa. Saya sudah berteman akrab dengan Risa-chan.”

Nishikawa menundukkan kepalanya. Aku pun mengikutinya.

“Nama saya Ookusu. Senang berkenalan dengan anda. Saya teman sekelas Enami-san …….putri anda. ”

“Oh, sangat sopan sekali.”

Ibu Enami-san membungkuk sedikit menerima salam perkenalan kami. Rasanya sedikit menakutkan. Aku tidak tahu kenapa dia bisa begitu acuh tak acuh. Aku bertanya-tanya apak karena hidungnya sudah terbiasa dengan bau menyengat yang melayang di ruangan ini.

“Maafkan aku, bu. Tapi apa Ibu bisa meninggalkan ruangan ini sebentar saja? Aku ingin membersihkan semuanya. Ini tempat terburuk buat bisa sembuh dari demam.”

“Benarkah? Aku merasa kalau aku tidak perlu pergi segala……”

Ekspresi Ibu Enami yang tadinya tenang menjadi sedikit menegang. Dia memiliki senyum yang terpampang di wajahnya, tapi aku merasa bahwa senyum itu tidak mengungkapkan emosi apa pun.

“Bu, ……. Apa Ibu bisa melihat ruangan ini?”

Kemudian, Ibu Enami-san melihat sekeliling ruangan.

Tumpukan sampah dengan bau tidak sedap. Perabotan yang hancur dan rusak. Ini bukanlah tempat yang bisa ditinggali seseorang.

Namun, Ibu Enami-san masih tetap santai seperti biasanya.

“Ini normal. Memangnya ada yang salah dengan itu?”

Pandangan Enami-san mengarah ke mana-mana seolah-olah dia kesulitan mengatakannya. Aku pikir dia ketakutan untuk memberitahunya. Kemudian, seolah-olah dia telah mengambil keputusan, dia menatap lurus ke arah ibunya.

“Ruangan ini tidak pantas untuk ditinggali orang, jadi aku ingin memastikan itu. Mohon mengertilah.”

Dia berkata dengan jelas. Aku penasaran dengan reaksi ibu Enami-san, jadi aku melihat wajahnya.

“……”

Beliau cuma diam. Tidak ada perubahan ekspresi sebelum dan sesudah diberi tahu. Seseorang bahkan mungkin mengira kalau dia tidak mendengar perkataan Enami-san.

Senyum lembut terus muncul di wajahnya. Seolah-olah waktu telah berhenti. Dia tidak menggerakkan kepalanya, dia tidak menggerakkan tubuhnya, dia hanya menatap kembali ke arah Enami-san.

Aku yang melihat pemandangan itu mulai merasa ketakutan.

Melihat reaksinya, aku merasakan firasat kalau ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

Kurasa firasatku benar. Enami-san mulai tidak sabaran. Dia segera berkata,

“Baiklah. Ibu bisa melupakan apa yang sudah aku katakan tadi. Asal jangan ganggu kami saja.”

“Fufufu… aku takkan melakukan hal seperti itu.”

Dan tak lama kemudian waktu ibu Enami-san mulai bergerak. Aku mengelus dadaku sendiri.

Aku sedikit ketakutan dengan apa yang terjadi pada saat itu. Aku cukup yakin kalau kami habis menginjak ranjau darat. Aku tidak tahu mengapa, tetapi dia tampaknya memiliki obsesi yang tidak biasa untuk berada di ruang tamu ini.

Enami-san diam-diam berjalan keluar dari ruang tamu. Nishikawa dan aku mengikuti di belakangnya, saling memandang satu sama lain.

Kami berjalan keluar ke lorong dan menutup pintu ruang tamu.

Enami-san berdiri sembari memegangi kepalanya dengan satu tangan.

“Begitulah yang terjadi ......”

“Jadi begitu ya.”

Aku tidak punya hak untuk mengatakan apa pun. Tapi aku bisa memahami sebagian alasan mengapa dia digambarkan tidak sehat secara mental.

“Risa-chan, apa kamu baik-baik saja?” tanya Nishikawa.

“Aku baik-baik saja. Aku sudah terbiasa.”

Kurasa mereka biasanya tidak memiliki banyak percakapan. Dia tampak lelah, meskipun dia bilang kalau dia sudah terbiasa.

“Untuk saat ini, mari kita putuskan rencananya. Pertama-tama, kita harus berurusan dengan jumlah sampah yang begitu besar.”

Aku berkata begitu.

Tidak ada gunanya memikirkan ibu Enami-san sekarang. Tidak ada yang bisa kami lakukan mengenai hal itu. Ada sesuatu yang pernah menimpa dirinya. Dan keadaannya yang sekarang pasti akibat dari “sesuatu” itu. Ada sejarah dalam keluarga Enami yang bahkan tidak bisa aku bayangkan.

“Kalau gitu, ayo kita mulai dengan membawa sampah dari ruang tamu ke pintu depan! Jika kita tidak ingin orang lain melihat terlalu banyak di rumah, kita harus segera membuangnya.”

Pada saat ini, aku merasa bersyukur dengan sifat ceria Nishikawa yang mencerahkan suasana.

 

 

Sebelumnya|| Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama